21
b. Pengukuran penetrasi panas
Dalam menghitung proses termal manisan pala, pengukuran suhu dilakukan sejak uap pemanasan diisikan ke dalam retort hingga suhu produk mencapai suhu retort. Pada proses
pendinginan dilakukan pengukuran suhu hingga suhu produk mencapai 35-44 ˚C.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dipasang pada sumbu vertical dengan jarak 13, 512, dan 12 tinggi kaleng yang diukur dari dasar kemasan. Data kemudian
diplotkan dalam kertas semi logaritma untuk mendapatkan kurva pemanasan dan kurva pendinginan. Berdasarkan kurva pemanasan dapat diketahui nilai T
ih
, j
h
, dan f
h
, sedangkan dari kuva pendinginan dapat diperoleh nilai T
ic
,T
pic
, f
c
, dan J
c
. Yang akan digunakan dalam perhitungan untuk mencari waktu sterilisasi optimum.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan titik dingin cold point pada proses sterilisasi manisan pala dalam kaleng berdasarkan pada penetrasi panas yang terjadi pada masing-masing titik
pengukuran. Setelah titik terdingin didapatkan, dilakukan dua kali pengulangan proses pemanasan lagi untuk pengukuran penetrasi panas pada titik terdingin yang sama pada tiga kaleng yang berbeda. Data
penetrasi panas yang didapat digunakan untuk menentukan waktu sterilisasi optimum. Metode yang digunakan untuk menghitung waktu sterilisasi optimum adalah Metode umum
General Method dan Metode Formula Ball Method untuk kemudian membandingkan kedua hasilnya.
D. PERLAKUAN
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian adalah pemanasan dengan suhu 80
o
C . Untuk jarak-jarak titik pengukuran penetrasi panas dilakukan adalah 13, 512, 12 tinggi kaleng dari dasar
kemasan.
E. PENGAMATAN
1. Total Mikroba Fardiaz, 1984
Sebanyak 10 g contoh diencerkan dengan pelarut garam fisiologis NaCl 0.85 steril menjadi beberapa seri pengenceran. Hasil pengenceran contoh diambil 1 ml dengan pipet steril dan
dimasukkan dalam cawan petri steril. Ke dalam cawan petri tersebut dituangkan media Plate Count agar
PCA steril 45
o
C ± 10 ml dan cawan diputar secara horizontal. Setelah agar membeku, pupukan diinkubasi pada suhu 35
o
C selama 24-28 jam. Total mikroba merupakan jumlah seluruh koloni yang tumbuh dalam media tersebut.
2. Uji Fisik a.
Rasio Berat Tirisan
Manisan pala yang sudah dikemas ditiriskan pada saringan plastik selama 2 menit kemudian ditimbang.
b. Uji kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer
. Uji kekerasan dilakukan dengan tiga kali pengulangan setiap sampelnya. Alat di set pada
22 kedalaman 5 mm dengan beban maksimum 2 kg. Diameter jarum penusuk adalah 2 mm dengan lama
penekanan selama 10 detik. Penusukan yang dilakukan yaitu bagian tengah buah pala Gambar 8. Besar gaya yang
dibutuhkan untuk melakukan penusukan tergantung pada seberapa keras buah yang akan ditusuk.
Gambar 8. Uji Kekerasan
3. Uji Kimia a. Pengukuran pH Anonimus, 1979
Pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan bantuan pH meter. Alat terlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Sampel diambil ±100 ml dalam
gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan nilai pH sampel setelah diperoleh nilai yang konstan.
Gambar 9. Uji pH
c. Total Padatan terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Pengukuran dilakukan dengan hanya mengukur total padatan terlarut pada media yaitu air gula pada manisan pala.
Perlakuan dilakukan tiga kali ulangan terhadap masing-masing sampel. Besarnya nilai total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan °Brix.
Gambar 10. Uji Total padatan terlarut Tengah
23
4. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana panelis 30 orang menerima perubahan sifat fisik dan kimia manisan sesudah mengalami proses pemanasan. Dengan sensor indra
manusia penglihatan, pembauan dan perasa uji organoleptik dilakukan untuk menilai mutu produk dari segi aroma, rasa, tekstur. Dengan uji ini, panelis akan mengemukakan tingkat kesukaannya
terhadap produk yang disajikan atau sebaliknya. Tingkat–tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam analisanya, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut
tingkat kesukaan. Penilaian panelis ditabulasikan ke dalam skor 1 sampai 7. Skor 7 untuk sangat suka, skor 6 untuk penilaian suka, skor 5 untuk agak tidak suka, skor 4 untuk netral, skor 3 agak tidak suka,
skor 2 untuk penilaian tidak suka dan skor 1 untuk penilaian sangat tidak suka. Batas penolakan konsumen adalah 3.5.
Gambar 11. Uji organoleptik
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari penjual pala di Pasar
Gunung Batu, Bogor, Jawa Barat. Manisan pala yang telah selesai dibuat kemudian dilakukan pengukuran pH. Pengukuran pH
dilakukan untuk menentukan suhu pemanasan yang diperlukan. Dari hasil pengukuran pH tiga sampel manisan pala sebelum dikalengan didapat hasilnya masing-masing adalah 2.96, 2.98, dan 2.86,
sehingga manisan pala digolongkan ke dalam bahan pangan asam tinggi high acid food pH 4.5. Oleh karena itu proses termal yang harus diaplikasikan pada pengalengan manisan pala adalah
pasteurisasi, dengan mikroba target Lactobacillus sp dan kapang serta khamir. Nilai D Lactobacillus sp
dan kapang serta khamir adalah 0.50-1 menit dengan nilai z sebesar 8-12.
B. PENELITIAN UTAMA
1. Penentuan Titik Terdingin cold point
Pada penelitian dilakukan penentuan titik terdingin cold point. Titik-titik yang diukur kecepatan panasnya dengan termokopel adalah titik 12, 13, dan 512 tinggi kaleng yang diukur dari
bagian dasar kaleng. Gambar peletakan termokopel dalam kaleng dapat dilihat pada Gambar 12. Manisan pala dalam kaleng yang tercatat menerima panas paling lambat akan dijadikan sebagai acuan
bagi perancangan proses pemanasan. Berdasarkan hasil uji penetrasi panas pada Gambar 13. pada ketiga titik pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa titik yang memiliki kecepatan peningkatan
suhu paling lambat selama proses pemanasan adalah titik 512 tinggi kaleng yang diukur dari dasar kaleng.
Titik 512 tinggi kaleng selanjutnya akan menjadi titik acuan untuk proses penentuan waktu sterilisasi optimum pada uji penetrasi panas ulangan pertama dan kedua. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa jika titik terdingin dalam kaleng telah mencapai kecukupan panas, titik-titik lain dalam kaleng juga telah mencapai kecukupan panas. Selain itu
,
keberhasilan proses pengolahan yang melibatkan panas dalam produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi
mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Bagian dingin cold point bahan pangan harus menerima panas yang cukup untuk menjamin kecukupan proses termal.
a b
Gambar 12. a letak termokopel pada sistem konduksi, b letak termokopel pada sistem konveksi