METODE DAKWAH AL QUR’AN

METODE DAKWAH AL QUR’AN
Bahasa Al Quran
(Sumber: http://quran.al-shia.org/id/makalah/03.htm)
Al Quran sebagai kitab petunjuk bagi seluruh manusia di sepanjang zaman. Luas bumi dan
panjangnya masa diliputi oleh cahaya matahari sedangkan cahaya petunjuk Al Quran bersinar
selama kehidupan manusia berlangsung. Allah swt dalam menjelaskan ruang lingkup risalah
Nabi saw berfirman:”Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tiada Mengetahui”. Surat Saba` ,ayat 28. Dengan demikian risalah beliau saww dan Al
Quran, ialah mendunia dan abadi. Umat beliau mencakup seluruh manusia, tidak terbatas pada
kelompok tertentu. Dalam surat Al Furqaan, ayat 1 dikatakan: ”Maha Suci Allah yang Telah
menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam”. Kitab yang merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia mempunyai
dua kriteria:
1. Al Quran berbicara dengan bahasa dunia supaya dapat difahami oleh semua orang dan
tidak ada jalan bagi mereka untuk beralasan bahwa bahasa Al Quran ialah tidak benar
dan literaturnya asing bagi mereka.
2. Kandungan Al Quran berguna untuk semua orang laksana air yang merupakan unsur
penyebab kehidupan segala makhluk hidup di sepanjang masa.

Fitrah sebagai bahasa dunia

Dalam bab ini, pembahasan masih terkait dengan kriteria pertama

Al Quran. Berkenaan

dengan pemahaman terhadap ilmu-ilmu Qurani, ia tidak bergantung pada kultur tertentu
sehingga tanpanya, sampai kepada rahasia-rahasia Al Quran menjadi absurd. Kultur juga bukan
sebagai penghalang manusia untuk memahami pesan-pesan pentingnya. Dengan demikian satusatunya bahasa sebagai faktor keteraturan alam manusia ialah bahasa fitrah. Bahasa fitrah ialah

kultur umum bagi semua orang di segala waktu. Setiap orang yang memahami fitrah, akan
menggunakannya sehingga ia tidak bisa beralasan dengan mengatakan bahwa bahasa fitrah
adalah aneh. Dalam surat Ar Ruum, ayat 30, dikatan:” Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. Kosakata dan literatur bukan merupakan maksud dari bahasa Al
Quran dalam kajian ini. Sebab, jelas bahwa selain orang-orang arab tidak mengenal bahasa Al
Quran sebelum mempelajari bahasa dan literaturnya. Berbicara dengan bahasa umum fitrah,
ialah maksud dari bahasa

Al Quran disini. Manusia berbeda-beda dari sisi bahasa, literatur,


budaya-budaya kesukuan dan iklim daerah akan tetapi dari sisi fitrah, mereka mempunyai
kesamaan. Dengan bahasa fitrah inilah, Al Quran berbicara dengan manusia. Oleh karenanya
bahasa fitrah sebagai bahasa yang dapat difahami oleh semua orang. Rasulullah saww diutus
untuk seluruh suku maupun kelompok manusia dan berbicara dengan bahasa fitrah sehingga
dimengerti oleh berbagai macam sahabat seperti Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Ruumi, Bilal Al
Habsyi, Uwais Al Qarni, Ammar dan Abu Dzar Al Hijazi. Dalam kitab Bihar Al Anwar, jilid 16,
halaman 323 Rasulullah bersabda: Aku diutus untuk orang-orang yang berkulit putih, hitam dan
merah. Beragamnya bahasa, suku, iklim, adab, tradisi serta aneka ragam faktor eksternal lainnya
berada dalam naungan kesatuan fitrah manusia ini. Di dalam surat An Nahl, ayat 89, Allah swt
berfirman:” Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur`an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
Perkataan Al Qur`an dengan bahasa fitrah manusia dan difahaminya bahasa fitrah tersebut oleh
semua orang, tidak berarti sama kadar pemahaman orang-orang terhadap Al Qur`an. Ilmu-Ilmu
Al Qur`an memiliki banyak tingkatan dan setiap tingkatannya hanya dapat difahami oleh
kelompok tertentu. Dalam kitab Bihar Al Anwar, jilid 75, halaman 278 dikatakan: Al Qur`an
mempunyai empat sesuatu, yang pertama ialah penjelasan ( untuk kelompok awam), yang kedua,
adalah isyarat ( untuk kelompok alim ), yang ketiga, ialah point-point penting ( untuk para wali ),
yang keempat, adalah hakikat ( untuk para Nabi ). Setiap orang memahami Al Qur`an sesuai
dengan potensi dan kapasitasnya, adapun tingkatan “Al Maknun” khusus untuk Rasulullah saw
dan para Ahlul baitnya. Meskipun Al Qur`an sebagai kitab yang internasional dan abadi, namun

tidak semua orang mendapatkan hidayah untuk memanfaatkanya. Dosa, penyelewengan,
keatheisan dan taklid batil kepada orang-orang dahulu, merupakan tirai penutup hati manusia dan

sebagai penghalang manusia untuk merenung atas rahasia-rahasia Al Qur`an. Allah swt
berfirman dalam surat Muhammad, ayat 24:” Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Qur`an ataukah hati mereka terkunci”. Hati yang tertutup tidak dapat ditembus oleh ilmu-ilmu Al
Qur`an, adapun bagi mereka yang menjaga fitrahnya dari noda-noda dosa seperti sahabat yang
bernama Shuhaib yang datang dari Roma, Salman Al Farisi yang datang dari Persia, Bilal yang
datang dari Habasyah serta Ammar dan Abu Dzar yang datang dari Hijaz, mereka dapat
memasuki ilmu-ilmu Al Qur`an. Sebab fitrah yang terjaga sebagai salah satu dari modal yang
diperlukan untuk memanfaatkan Al Qur`an. Walaupun seorang ilmuan matrealisme tatkala fitrah
Tauhidinya terjaga dari penyimpangan, maka ia dapat menerima hidayah Al Qur`an. Sebab tirai
keatheisan telah memadamkan cahaya fitrahnya sehingga ia tidak akan merenung tentang
kebesaran Al Qur`an karena image bahwa Al Qur`an merupakan dongeng yang di buat-buat. Al
Qur`an dapat difahami oleh semua orang dengan syarat bahwa mereka telah mengenal qaedahqaedah bahasa arab dan ilmu-ilmu yang mendasari pemahaman terhadap Al Qur`an.

Metode penyampaian
Allah swt menjelaskan bahwa risalah Nabi saww dimulai dari pembacaan ayat kepada
masyarakat, kemudian mengajarkan hikmah-hikmahnya dan pembenahan diri. Risalah tersebut
merupakan tanggung jawab para Nabi untuk mengajak umat manusia kepada Tauhid. Dalam

surat Al Jum`ah, ayat 2 di katakan:” Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah”. Allah swt telah mengajarkan pelbagai
metode dakwah kepada Rasulullah dan rahasia dari metode dakwah yang beraneka ragam ini
dikarenakan adanya perbedaan dan tingkatan pada intelektual quality (IQ) manusia sehingga
daya pemahaman mereka tidak sama, meskipun fitrah mereka sama. Obyek Quran yang berbedabeda ini menuntut metode dakwah yang variatif sehingga orang yang mempunyai IQ tinggi, tidak
merasa sombong dan tetap memerlukan pesan-pesan wahyu dan sebaliknya bagi orang yang
memiliki IQ rendah juga dapat menjangkau pesan-pesan wahyu tersebut. Oleh karena itu, Al
Quran di samping menunjukkan metode dakwahnya dengan bentuk hikmah, nasehat yang baik
serta sanggahan yang bagus, ia juga menunjukkannya dalam bentuk perumpamaan, supaya dapat
dijangkau oleh orang awam sekaligus menjadi penekanan untuk orang alim yang pada intinya
dapat diserap oleh semuanya. Jalan hikmah, nasehat baik, serta sanggahan yang bagus dari satu

sisi dan perumpamaan serta cerita-cerita dari sisi lain merupakan metode yang komprehensif
dalam dakwah dan hal ini sebagai karakteristik Al Quran yang tidak ditemukan dalam

kitab-

kitab lainnya. Di samping Al Quran menggunakan premis tertentu untuk menguatkan bukti-bukti
atas klaimnya, ia juga menggunakan perumpamaan agar difahami dengan mudah. Dalam surat

Az Zumar, ayat 27 Allah swt berfirman:” Sesungguhnya Telah kami buatkan bagi manusia dalam
Al Quran Ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran”. Untuk lebih jelasnya,
kita perhatikan Burhan Tamaanu`(bukti kontradiksi) yang dijelaskan dengan Qiyas Istitsna`i
dalam Al Quran. Sesuai logika Aristotelian Qiyas ini tersusun dari dua unsur muqaddam dan tali.
Proposisi kondisional serta susunan Muqaddam dan Talinya berada dalam surat Al An
biyaa`,ayat 22, yang berbunyi:“ Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu Telah rusak. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy dari pada apa
yang mereka sifatkan”. Proposisi predikatif dan gugurnya Tali tercantum dalam surat Al Mulk,
ayat 3 yang berbunyi:“ Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? surat Al Mulk, ayat 4
yang berbunyi : Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali
kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan
payah”.
Penjelasan tentang argumen tamanu` diatas ialah, Tuhan yang berbilang merupakan faktor
rusaknya tatanan yang terdapat di langit maupun di bumi. Tetapi tidak kita saksikan adanya
gesekan maupun kekacauan pada tatanan alam ini, sebaliknya tatanan yang terdapat di langit
maupun muka bumi berjalan tertib sesuai dengan tugas masing-masing. Dengan demikian
gugurlah klaim tentang Tuhan berbilang tersebut. argumen Tamanu` ini juga dikemas dalam
perumpamaan dengan penjelasan bahwa apakah seorang budak yang memiliki beberapa tuan

yang berbeda kehendak dan kepentingan sama dengan seorang budak yang hanya mempunyai
satu tuan yang bijaksana? Artinya, budak pertama bekerja dengan tidak teratur karena perintah
yang berbeda-beda, namun lain hal nya dengan budak kedua, ia bekerja dengan teratur atas satu
perintah. Perumpamaan ini terdapat pada surat Az Zumar, ayat 29 yang berbunyi:“ Allah
membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang
yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari

seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? segala puji bagi Allah tetapi
kebanyakan mereka tidak Mengetahui”.

Perbedaan Al Quran dengan Buku ilmiah
1. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa Al Quran memiliki metode khusus dalam
menyampaikan ilmu-ilmu Ilahi. Sekarang kita amati tentang hal yang membedakan
antara Al Quran dengan buku-buku ilmiah dari aspek penyampaian. Allah swt dalam
menguraikan risalah Nabi terkadang dengan metode pembacaan ayat kepada manusia,
pengajaran hikmah dan pembenahan diri. Terkadang pula dengan cahaya petunjukNya,
mengangkat manusia dari kebodohan dan kesesatan. Al Quran sebagai bekal Rasul
dalam mengemban tugas risalah dan dalam membimbing serta membenahi diri umat.
Atas dasar ini,


Al Quran berbeda dengan buku ilmiah yang hanya menjelaskan

kajian-kajian ilmiah seperti pengetahuan dan eksperimen

tentang kosmos, atau

pembahasan tentang ilmu Usul maupun Fiqih yang hanya menguraikan metode serta
dasar-dasar pengambilan hukum. Adapun metodologi Al Quran sebagai berikut:
1)

Menggunakan perumpamaan untuk memudahkan pemahaman pelik tentang ilmu-ilmu

transendental Ilahi.
2)

Menggunakan sanggahan yang baik dalam berdebat dengan orang-orang yang besikeras

menentang pokok agama.
3)


Mengkombinasikan ilmu dan hukum dengan nasehat dan akhlak, pengajaran hikmah dengan

bimbingan dan pembenahan diri.
4)

Menjustifikasikan persepsi yang dinukil dari yang lain secara akurat.

5)

Mengkaitkan permasalahan ontologi dengan teologi. Buku ilmiah mengungkap fenomena

alam dan menguraikannya secara horizontal, adapun Al Quran sebagai cahaya petunjuk,
mengungkap fenomena alam serta menjelaskannya secara vertikal (keterkaitan alam dengan
ketuhanan dan hari kebangkitan) .

6)

Mengklasifikasikan pentas-pentas sejarah yang mengandung pelajaran dan mutiara

kehidupan dalam menuturkan cerita-cerita.

7)

Pengulangan konteks dalam Al Quran, diperlukan sebagai penekanan dalam petunjuk,

sebab Setan senantiasa menjauhkan manusia dari jalan Ilahi, sedangkan pengulangan konteks
dalam buku ilmiah hanya akan mengurangi kualitas isinya.