Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing Berdasarkan Evaluasi Overall Equipment Effectiveness dan FMEA pada Industri Manufaktur Plastik

(1)

PENINGKATAN EFEKTIFITAS MESIN BLOWING

BERDASARKAN EVALUASI OVERALL EQUIPMENT

EFFECTIVENESS DAN FMEA

PADA INDUSTRI MANUFAKTUR PLASTIK

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik

Oleh

HENDRA SIMORANGKIR

090403070

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing Berdasarkan Evaluasi

Overall Equipment Effectiveness dan FMEA pada Industri Manufaktur Plastik” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap laporan penelitian ini dapat berguna dan menambah pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik atau saran yang membangun dalam penyempurnaan laporan ini.

Akhir kata, terima kasih penulis ucapkan dan semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Medan, Juni 2015


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan laporan ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk dukungan dan bantuan yang luar biasa, pada kesempatan kali ini penulis ingin berterima kasih kepada pihak dan nama-nama dibawah ini.

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, M.T, selaku Koordinator Tugas Akhir dan atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng, selaku Kepala Bidang Rekayasa Sistem Manufaktur dan atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana. 5. Bapak Prof. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Dosen Pembimbing I

yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing dan mengajarkan banyak ilmu serta banyak memotivasi penulis dalam melakukan penelitian dan pengerjaan laporan tugas akhir ini.

6. Bapak Ikhsan Siregar, S.T, M. Eng, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.


(8)

7. Staff pegawai Teknik Industri, terimakasih atas bantuannya dalam hal urusan administrasi perkuliahan di kampus.

8. Bapak Edy Sanjaya, selaku Pimpinan CV. Makmur Palas yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan Bapak Rianto Sanjaya selaku pembimbing lapangan yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

9. Kedua orang tercinta, P. Simorangkir/R. br. Sibatuara yang tiada hentinya mendukung penulis baik secara moril, doa, maupun materi sehingga penulis dapat memperoleh gelar sarjana teknik. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari kedua orang tua saya.

10. Keluarga terkasih; oppung, bapa uda, inang uda, amang boru, namboru, tulang, nantulang, abang dan kakak yang telah banyak memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.

11. Ruth Simanjuntak yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan penelitian ini.

12. Sahabat seperjuangan penulis pada saat penelitian Leonard Pasaribu.

13. Sahabat-sahabat terkasih Bermart Aron Parapat, Yon Handika Siregar, Perlin Martua Limbong, Vachiona Napitu, Ade Maranata Gorat, Recky Yohani Pantra Simamora, Tonggo Hutabarat, Prima Satria Barus, Ezrilona Silalahi, Fredrik Wesly Nainggolan, Richard Nainggolan, Rodearto Prayuda Damanik, Donny Heri Pasaribu, Oloan Simorangkir, Raysha Cynthia Dewi Pratama Ginting, Hasianna Situmorang, Lusi Astri Tanjung, Christiany Simanungkalit, Regina Melisa Napitupulu, Uci Marlina Pasaribu, Andi


(9)

Suranta Meliala, Teguh Sitepu, Jansen David ST, Enrico Waldo Harahap, dan seluruh teman-teman stambuk 2009 (IE-KLAN) lainnya yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat.

14. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Kiranya laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA... iii

KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iv

PERBAIKAN SIDANG SARJANA ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

ABSTRAK ... xx

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan Penelitian ... I-5 1.4. Manfaat Penelitian... I-5 1.5. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-6 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir... I-7


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Daerah Pemasaran ... II-2 2.5. Struktur Organisasi ... II-2 2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-3 2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-3 2.7. Proses Produksi ... II-5 2.7.1. Bahan yang Digunakan... II-5 2.7.1.1. Bahan Baku ... II-5 2.7.1.2. Bahan Penolong ... II-6 2.7.1.3. Bahan Tambahan ... II-6 2.7.2. Uraian Proses ... II-7 2.7.3. Mesin dan Peralatan ... II-12 2.8. Utilitas ... II-13

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Perawatan (Maintenance) ... III-1


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.1.1. Tujuan Perawatan ... III-1 3.1.2. Pengklasifikasian Perawatan... III-2 3.1.2.1. Preventive Maintenance ... III-4 3.1.2.2. Corrective Maintenance ... III-5 3.2. Total Productive Maintenance ... III-6 3.3. Overall Equipment Effectiveness (OEE) ... III-6 3.4. Analisis Six Big Losses ... III-10 3.4.1. Equipment Failure ... III-11 3.4.2. Set-up and Adjustment ... III-11 3.4.3. Idling and Minor Stoppages ... III-12 3.4.4. Reduced Speed Losses ... III-12 3.4.5. Processed Defect Losses... III-13 3.4.6. Reduced Yield Losses ... III-13 3.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... III-14 3.6. Fungsi Distibusi Statistik ... III-17 3.6.1. Fungsi Distribusi Normal ... III-17 3.6.2. Fungsi Distribusi Gamma ... III-18 3.6.3. Fungsi Distribusi Eksponensial ... III-19 3.6.4. Fungsi Distribusi Weibull ... III-19 3.7. Pengujian Kecocokan Distribusi Waktu Antar Kerusakan ... III-20


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.8. Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum

Downtime ... III-21

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ... IV-2 4.5. Kerangka Berfikir ... IV-2 4.6. Instrumen Penelitian... IV-3 4.7. Pengumpulan Data ... IV-4 4.7.1.Sumber Data ... IV-4 4.7.2.Metode Pengumpulan Data ... IV-4 4.8. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-5 4.9. Pengolahan Data ... IV-5 4.10. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-6

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Available Time ... V-1


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.2. Data Downtime ... V-2 5.1.3. Data Nonproductive time ... V-3 5.1.4. Data Jumlah Produksi dan Produk Rusak ... V-3 5.1.5. Data Kerusakan Komponen Mesin Blowing ... V-5 5.2. Pengolahan Data ... V-5 5.2.1. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness ... V-5 5.2.1.1. Perhitungan Availability ... V-6 5.2.1.2. Perhitungan Performance Efficiency ... V-8 5.2.1.3. Perhitungan Rate of Quality Product ... V-9 5.2.1.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness V-10 5.2.2. Perhitungan Six Big Losses... V-11

5.2.2.1. Downtime Losses ... V-11 5.2.2.2. Speed Losses ... V-14 5.2.2.3. Defect Losses ... V-17 5.2.2.4. Identifikasi Six Big Losses ... V-21 5.2.3. Identifikasi Komponen Kritis dengan FMEA ... V-22 5.2.4. Rekomendasi Tindakan Perawatan dengan Preventive

Maintenance ... V-25 5.2.4.1. Penentuan Pola Distribusi Interval Kerusakan V-25 5.2.4.2. Perhitungan Total Minimum Downtime ... V-26


(15)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.5. Perhitungan Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing ... V-29

VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

... VI-1 6.1. Analisis Pengukuran Overall Equipment Effectiveness ... VI-1 6.2. Analisis Perhitungan Six Big Losses ... VI-2 6.3. Analisis FMEA ... VI-2 6.4. Analisis Preventive Maintenance ... VI-3 6.5. Analisis Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing ... VI-4

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Kapasitas Mesin Produksi... I-1 1.2. Jumlah Jam yang Dibutuhkan Mesin Blowing ... I-2 1.3. Breakdown Mesin Blowing ... I-3 2.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-4 2.2. Mesin yang Digunakan ... II-12 3.1. Pembagian Six Big Losses ... III-11 3.2. Tingkatan Severity ... III-15 3.3. Tingkatan Occurence ... III-16 3.4. Tingkatan Detection ... III-16 5.1. Data Available Time Mesin Blowing ... V-1 5.2. Data Planned Downtime Mesin Blowing ... V-2 5.3. Data Unplanned Downtime Mesin Blowing ... V-3 5.4. Data Nonproductive Time ... V-4 5.5. Data Jumlah Produksi dan Produk Cacat di Mesin Blowing ... V-4 5.6. Data Kerusakan Komponen Mesin Blowing ... V-5 5.7. Availability Mesin Blowing... V-7 5.8. Performance Efficiency Mesin Blowing... V-9 5.9. Rate ofQuality Product Mesin Blowing ... V-10 5.10. OEE Mesin Blowing ... V-11 5.11. Equipment FailureLoss Mesin Blowing ... V-13 5.12. Set up and Adjustment Loss Mesin Blowing ... V-14


(17)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.13. Idling and Minor Stoppages Mesin Blowing ... V-15 5.14. Reduced Speed Mesin Blowing ... V-16 5.15. Process Defect Loss Mesin Blowing ... V-18 5.16. Reduced Yield Loss Mesin Blowing ... V-19 5.17. Rekapitulasi Perhitungan Six Big Losses Mesin Blowing ... V-20 5.18. Persentase Total Time Loss Faktor Six Big Losses ... V-21 5.19. Hasil FMEA Komponen Mesin Blowing ... V-24 5.20. Interval Waktu Antar Kerusakan Komponen Mesin Blowing ... V-25 5.21. Rekapitulasi Uji Distribusi dan Parameter ... V-26 5.22. Waktu Penggantian Komponen Mesin ... V-27 5.23. Interval Penggantian Komponen dan Total Minimum Downtime ... V-28 5.24. Nilai Availability Berdasarkan Preventive Maintenance ... V-30 6.1. Kategori Six Big Losses Mesin Blowing ... VI-2 6.2. Rekapitulasi RPN Komponen Mesin Blowing... VI-3 6.3. Interval Pergantian Optimum Komponen dan TMD ... VI-4 6.4. Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing ... VI-4


(18)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi CV. Makmur Palas ... II-3 3.1. Klasifikasi Perawatan ... III-2 3.2. Skema Overall Equipment Effectiveness ... III-10 3.3. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu ... III-22 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian... IV-3 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-7 5.1. HistogramSix Big Losses Aktual Mesin Blowing ... V-21


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tugas dan Tanggung Jawab ... L-1 2. Historis Kerusakan Mesin Blowing ... L-2 3. Hasil Pengujian Distribusi Menggunakan Software Easy Fit

Professional 5.5. ... L-3 4. Perhitungan Total Minimum Downtime ... L-4 5. Form Tugas Akhir... L-5 6. Surat Penjajakan Pabrik ... L-6 7. Surat Balasan Pabrik ... L-7 8. Surat Keputusan Tentang Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-8 9. Surat Perpanjangan Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-9 10. Perubahan Surat Keputusan Tentang Judul Tugas Sarjana... L-10 11. Berita Acara Laporan Tugas Sarjana ... L-11


(20)

ABSTRAK

CV. Makmur Palas adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan kantong plastik asoy. Perusahaan ini melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan beberapa mesin yaitu mesin pencincang, mesin boker, mesin mixer, mesin blowing, mesin potong, dan mesin pon. Kapasitas mesin yang paling kecil adalah mesin blowing. Berdasarkan data historis periode Januari - Desember 2014, mesin blowing mengalami downtime sebesar 885,15 jam dari total jam kerja tersedia 4.144 jam. Hal ini menyebabkan perusahaan kehilangan banyak waktu produksi yang berdampak pada target produksi tidak terpenuhi dalam arti efektifitas mesin rendah. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi tindakan perawatan dalam peningkatan efektifitas mesin blowing dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE), FMEA dan Preventive Maintenance. Penelitian diawali dengan menghitung efektifitas mesin dengan metode OEE, perhitungan six big losses untuk mengidentifikasi permasalahan losses paling dominan, mengidentifikasi komponen kritis mesin blowing dengan FMEA, membuat rekomendasi tindakan perawatan dengan Preventive Maintenance. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai OEE mesin blowing dalam kisaran 60,34% - 64,39%. Nilai yang paling rendah dari ketiga faktor nilai OEE adalah availability. Faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat availability mesin blowing adalah kategori downtime losses yaitu equipment failure sebesar 40,28%. Interval pergantian optimum komponen kritis mesin blowing yaitu heater 16 hari, blower 19 hari dan as srew 29 hari. Peningkatan efektifitas mesin blowing dengan penerapan preventive maintenance dihasilkan peningkatan availability sebesar 90,75% - 92,41%.

Kata kunci: OEE, Six Big Losses, FMEA, Total Minimum Downtime, Preventive Maintenance.


(21)

ABSTRAK

CV. Makmur Palas adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan kantong plastik asoy. Perusahaan ini melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan beberapa mesin yaitu mesin pencincang, mesin boker, mesin mixer, mesin blowing, mesin potong, dan mesin pon. Kapasitas mesin yang paling kecil adalah mesin blowing. Berdasarkan data historis periode Januari - Desember 2014, mesin blowing mengalami downtime sebesar 885,15 jam dari total jam kerja tersedia 4.144 jam. Hal ini menyebabkan perusahaan kehilangan banyak waktu produksi yang berdampak pada target produksi tidak terpenuhi dalam arti efektifitas mesin rendah. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi tindakan perawatan dalam peningkatan efektifitas mesin blowing dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE), FMEA dan Preventive Maintenance. Penelitian diawali dengan menghitung efektifitas mesin dengan metode OEE, perhitungan six big losses untuk mengidentifikasi permasalahan losses paling dominan, mengidentifikasi komponen kritis mesin blowing dengan FMEA, membuat rekomendasi tindakan perawatan dengan Preventive Maintenance. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai OEE mesin blowing dalam kisaran 60,34% - 64,39%. Nilai yang paling rendah dari ketiga faktor nilai OEE adalah availability. Faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat availability mesin blowing adalah kategori downtime losses yaitu equipment failure sebesar 40,28%. Interval pergantian optimum komponen kritis mesin blowing yaitu heater 16 hari, blower 19 hari dan as srew 29 hari. Peningkatan efektifitas mesin blowing dengan penerapan preventive maintenance dihasilkan peningkatan availability sebesar 90,75% - 92,41%.

Kata kunci: OEE, Six Big Losses, FMEA, Total Minimum Downtime, Preventive Maintenance.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mesin-mesin dan peralatan produksi merupakan elemen atau unsur yang sangat penting dalam rangka mendukung kelancaran produksi sebuah perusahaan manufaktur. Perawatan yang terjadwal sangat diperlukan pada mesin-mesin produksi di perusahaan, karena mesin-mesin dan peralatan produksi sangat rawan dengan timbulnya kerusakan. Terjadinya kerusakan mesin dapat mengakibatkan kegiatan produksi menjadi terhenti sehingga target produksi tidak tercapai (efektifitas mesin rendah).

CV. Makmur Palas adalah suatu industri manufaktur yang bergerak dalam pembuatan kantong plastik asoy. Perusahaan ini melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan beberapa mesin yaitu mesin pencincang, mesin boker, mesin mixer, mesin blowing, mesin potong, dan mesin pon. Tabel 1.1. menunjukkan kapasitas setiap mesin produksi.

Tabel 1.1. Kapasitas Mesin Produksi

Nama mesin Mesin

pencincang

Mesin boker

Mesin mixer

Mesin blowing

Mesin potong

Mesin pon

Jumlah mesin

(unit) 2 2 2 4 3 3

Kapasitas mesin

(kg/jam) 25 25 25 10 20 20

Total Kapasitas

(kg/jam) 50 50 50 40 60 60


(23)

Berdasarkan tabel di atas, kapasitas mesin yang paling kecil adalah mesin blowing. Sistem produksi perusahaan bersifat make to order, yaitu produksi berdasarkan pesanan pelanggan. Dalam hal ini, ketersediaan mesin blowing sangat penting agar tidak menggangu kegiatan produksi pada mesin berikutnya dan target produksi dapat terpenuhi. Namun, dalam jam kerja normal, mesin blowing tidak dapat memenuhi target produksi karena kekurangan jam untuk melakukan kegiatan produksi berdasarkan jumlah order yang ditentukan sehingga perusahaan melakukan penambahan jam kerja pada mesin blowing. Tabel 1.2. menunjukkan jumlah jam yang dibutuhkan mesin blowing untuk memenuhi target produksi.

Tabel 1.2. Jumlah Jam yang Dibutuhkan Mesin Blowing

No Bulan

Available Time

(jam)

Kapasitas Produksi

(kg)

Jumlah

Order

(kg)

Jumlah Produksi

(kg)

Jumlah jam yg dibutuhkan

(jam)

1 Januari 2014 336 13.440 11.800 10.300 37,50

2 Februari 2014 336 13.440 12.200 11.228 24,30

3 Maret 2014 350 14.000 12.300 11.140 29,00

4 April 2014 350 14.000 12.300 10.912 34,70

5 Mei 2014 322 12.880 12.000 10.395 40,13

6 Juni 2014 350 14.000 12.500 11.091 35,23

7 Juli 2014 322 12.880 11.700 10.229 36,78

8 Agustus 2014 350 14.000 12.500 11.351 28,73

9 September 2014 364 14.560 13.000 12.181 20,48 10 Oktober 2014 364 14.560 13.000 11.712 32,20 11 November 2014 350 14.000 12.900 11.159 43,53 12 Desember 2014 350 14.000 12.800 11.043 43,93


(24)

Berdasarkan informasi dari bagian Bengkel/Pemeliharaan, perusahaan menerapkan sistem pemeliharaan scheduled maintenance untuk mendukung kelancaran proses produksinya. Namun pada kenyataannya, proses produksi sering terhambat. Permasalahan yang dijumpai pada CV. Makmur Palas adalah mesin blowing berhenti beroperasi karena adanya breakdown dan harus dilakukan kegiatan perbaikan dengan mencari komponen yang rusak dan menggantinya dengan komponen yang baru (corrective maintenance). Di samping itu, mesin membutuhkan waktu setup yang lebih karena kegiatan perbaikan mesin. Hal ini menyebabkan perusahaan kehilangan banyak waktu produksi (downtime) yang berdampak pada target produksi tidak terpenuhi dalam arti efektifitas mesin rendah. Tabel 1.3 menunjukkan downtime pada mesin blowing.

Tabel 1.3. Downtime Mesin Blowing

No Bulan Downtime

(jam)

Available Time

(jam)

Persentase

Downtime (%)

1 Januari 2014 82,30 336 24,49

2 Februari 2014 57,40 336 17,08

3 Maret 2014 75,75 350 21,64

4 April 2014 81,00 350 23,14

5 Mei 2014 66,90 322 20,78

6 Juni 2014 74,25 350 21,21

7 Juli 2014 79,75 322 24,77

8 Agustus 2014 69,50 350 19,86

9 September 2014 64,85 364 17,82

10 Oktober 2014 79,20 364 21,76

11 November 2014 76,75 350 21,93

12 Desember 2014 77,50 350 22,14

Total 885,15 4.144 21,36


(25)

Pendekatan yang digunakan dalam mengatasi permasalahan ini adalah metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk melakukan pengukuran dan evaluasi efektifitas mesin. Analisis six big losses digunakan untuk menganalisis tiga faktor utama dalam OEE (availability, performance dan quality), untuk menentukan faktor mana yang paling dominan mempengaruhi tingkat efektifitas mesin. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi komponen kritis mesin blowing. Penentuan interval penggantian komponen mesin menjadi rekomendasi tindakan preventive maintenance dengan tahapan pengujian pola distribusi kerusakan komponen mesin dan perhitungan Total Minimum Downtime. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah penentuan interval penggantian komponen mesin dapat menjaga ketersediaan mesin blowing sehingga nilai efektifitas mesin meningkat.

Penelitian Dinda Hesti Triwardani (2013) yang berjudul “Analisis Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Meminimalisi Six Big Losses pada Mesin Produksi Dual Filter DD07” dengan studi kasus PT. Filtrona Indonesia di Surabaya menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efektifitas mesin Dual Filters DD07 selama masa penelitian adalah sebesar 26.22%, dengan rata -rata nilai availability 69.88%, performance 45.37% dan quality 89.06%. Sedangkan, losses yang signifikan mempengaruhi nilai efektifitas adalah idling and minor stoppages losses dan reduced speed losses. Berdasarkan analisis menggunakan FMEA, dapat


(26)

diketahui bahwa penyebab kegagalan sesuai urutan prioritas adalah settingan belt tiap operator berbeda, pengaturan timex tidak sesuai dan pisau hopper tumpul.1

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan CV. Makmur Palas dalam penelitian ini adalah adanya downtime pada mesin blowing yang memiliki kapasitas mesin paling kecil yang dapat menyebabkan kegiatan produksi ke mesin berikutnya berhenti sehingga target produksi tidak tercapai (efektifitas mesin blowing rendah).

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah meningkatkan efektifitas mesin blowing agar target produksi dapat tercapai. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan pengukuran tingkat efektifitas dari mesin blowing

2. Mengidentifikasi losses yang paling dominan mempengaruhi nilai efektifitas mesin blowing

3. Mengidentifikasi komponen kritis mesin blowing

4. Menentukan interval penggantian optimum komponen kritis mesin blowing.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa

1

Dinda Hesti Triwardani, dkk. 2013. Analisis Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Meminimalisi Six Big Losses pada Mesin Produksi Dual Filters DD07. Teknik Industri Universitas Brawijaya. Surabaya.


(27)

Mampu menguasai metode peningkatan efektifitas mesin produksi berdasarkan evaluasi OEE, mengaplikasikannya dan memberikan masukan kepada perusahaan dalam memperbaiki nilai OEE sehingga target produksi dapat tercapai.

2. Bagi Perusahaan

Sebagai masukan bagi pihak perusahaan dalam memperbaiki efektifitas mesin produksi berdasarkan nilai OEE sehingga dapat mencapai target produksi. 3. Bagi Departemen Teknik Industri USU

a. Dapat mempererat kerja sama antara perusahaan dengan Fakultas Teknik, Departemen Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara.

b. Departemen Teknik Industri dapat lebih dikenal secara luas sebagai forum disiplin ilmu terapan yang sangat bermanfaat bagi perusahaan.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data yang diambil adalah Januari - Desember 2014.

2. Penelitian ini tidak memperhatikan faktor biaya produksi ataupun biaya maintenance mesin.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Semua mesin blowing memiliki komponen yang sama. 2. Metode kerja dan teknologi yang digunakan tidak berubah.


(28)

4. Setiap karyawan mengetahui bidang pekerjaannya sesuai dengan metode kerja yang sudah diberikan.

5. Tidak ada perubahan terhadap struktur organisasi di CV. Makmur Palas.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan laporan tugas sarjana adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah yang mendasari penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi dan batasan yang digunakan dalam penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II Gambaran Umum Perusahaan, menguraikan sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, fasilitas layanan, struktur organisasi dan uraian tugas.

Bab III Landasan Teori, menguraikan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. Sumber teori atau literatur yang digunakan berupa buku, jurnal penelitian dan tugas sarjana mahasiswa yang pernah mengangkat topik permasalahan yang sama.

Bab IV Metodologi Penelitian, menjelaskan langkah-langkah penelitian yang dilaksanakan yaitu meliputi penentuan lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, kerangka konseptual, definisi variabel operasional, instrumen penelitian, serta langkah-langkah penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.


(29)

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, mengumpulkan data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam memecahkan masalah. Pengolahan data digunakan sebagai dasar penyelesaian masalah untuk mengetahui nilai OEE mesin dan mengindentifikasi faktor penyebab permasalahan.

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah, menguraikan hasil pengolahan data serta mengalisis hasil pengolahan data.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, kesimpulan memberikan hasil yang ditunjukkan oleh penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Saran-saran berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan.


(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Umum Perusahaan

CV. Makmur Palas merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pendaur ulangan sampah plastik menjadi kantong plastik. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak Edy Sanjaya. Perusahaan ini awalnya berdiri pada tahun 1990 dan mulai beroperasi pada tahun 1991 dengan status Usaha Dagang, namun seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1993 perusahan ini berganti status dari usaha dagang menjadi CV. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta No. 59 Km 18,6 Binjai, Medan.

Perusahaan ini mengolah sampah plastik sebagai bahan baku utama menjadi produk plastik asoy.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Produk yang dihasilkan oleh CV. Makmur Palas adalah kantongan plastik asoy. Bahan baku yang digunakan yaitu sampah plastik. Produk tersebut dipasarkan dalam bentuk lembaran dengan satuan berat. CV. Makmur Palas melakukan produksi dengan sistem make to order dimana produk yang dihasilkan berdasarkan pesanan dan kebutuhan dari pelanggan.


(31)

2.3. Lokasi Perusahaan

Pabrik CV. Makmur Palas terletak di Jalan Soekarno-Hatta No. 59 Km 18,6 Binjai, Medan.

2.4. Daerah Pemasaran

Hasil produksi CV. Makmur Palas dipasarkan ke beberapa distributor dan grosir. Daerah pemasaran produk kantongan plastik dari CV. Makmur Palas dipasarkan di daerah Sumatera seperti, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat.

2.5. Struktur Organisasi

2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah bagian yang menggambarkan hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih dengan tugas yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam struktur organisasi yang baik, setiap karyawan (staff dan tenaga kerja) dapat melihat keseluruhan sistem birokrasi untuk setiap departemen dengan jelas, terperinci dan mudah dimengerti, sehingga setiap karyawan dapat mengetahui kepada siapa dan bagaimana harus melaporkan aktivitas kerjanya.

CV. Makmur Palas memiliki struktur organisasi lini fungsional. CV. Makmur Palas membuat pembagian tugas berdasarkan jenis pekerjaan atau fungsi, dimana kegiatan-kegiatan yang sejenis atau fungsi-fungsi manajemen yang sama dikelompokkan ke dalam suatu kelompok kerja. Tugas dan tanggung jawab


(32)

berjalan vertikal menurut garis lurus mulai dari pimpinan tertinggi sampai pada bawahan masing-masing. Struktur Organisasi pada CV. Makmur Palas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Direktur

Wakil Direktur

Kabag. Keuangan

Kabag. Produksi Kabag.

Personalia

Kabag. Bengkel Kabag.

Pemasaran Kabag.

Gudang

Karyawan Produksi

Karyawan Gudang Staf Keuangan Karyawan Bengkel

Cleaning Service

Satpam

Supir Staf Pemasaran

Keterangan: = hubungan lini = hubungan fungsional

(Sumber: CV. Makmur Palas)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi CV. Makmur Palas

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab CV. Makmur Palas dibagi menurut masing-masing jabatan yang telah ditetapkan. Adapun tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

CV. Makmur Palas memiliki dua jenis tenaga kerja yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Tenaga kerja tetap terdiri dari kepala bagian dan staff, sedangkan tenaga kerja harian diberdayakan pada waktu penyelesaian suatu proyek sesuai dengan kontrak. Jika proyek sudah selesai maka ia tidak lagi bekerja dengan perusahaan kecuali ada kontrak baru.


(33)

Jumlah tenaga kerja yang dimiliki CV. Makmur Palas sebanyak 204 orang. Adapun perincian jumlah tenaga kerja di CV. Makmur Palas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja

No. Jabatan Jumlah (orang)

1 Direktur 1

2 Wakil Direktur 1

3 Kepala Bagian Produksi 2

4 Karyawan Bagian Produksi 158

5 Kepala Bagian Gudang 2

6 Karyawan Bagian Gudang 8

7 Kepala Bagian Bengkel 2

8 Karyawan Bagian Bengkel 12

9 Kepala Bagian Personalia 1

10 Kepala Bagian Keuangan 1

11 Staf Keuangan 2

12 Kepala Bagian Pemasaran 1

13 Staf Pemasaran 1

14 Supir 8

15 Cleaning service 2

16 Satpam 2

Jumlah 204

(Sumber: CV. Makmur Palas)

Pembagian jam kerja untuk tenaga kerja setiap hari adalah sebagai berikut 1. Karyawan kantor (Tenaga Kerja Tidak Langsung)

Karyawan kantor ini mulai bekerja pukul 09.00 sampai pukul 17.00 WIB. Waktu istirahat pukul 12.00 – 13.00, kecuali pada hari Jumat istirahat pukul 12.00 – 13.30.


(34)

2. Karyawan Bagian Produksi bekerja Shift I : Kerja : 08.00 – 12.00

Istirahat : 12.00 – 13.00 Kerja : 13.00 – 16.00 Shift II : Kerja : 16.00 – 20.00 Istirahat : 20.00 – 21.00 Kerja : 21.00 – 24.00

Karyawan yang bekerja melebihi kerja normal atau kerja shift dihitung sebagai kerja lembur. Hari Minggu dan hari-hari besar lainnya merupakan hari libur bagi perusahaan.

2.7. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu proses pengolahan dari bahan baku, bahan setengah jadi hingga bahan jadi, menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan mengggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana) yang ada, dan menghasilkan nilai tambah dari suatu barang.

2.7.1. Bahan yang Digunakan 2.7.1.1.Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk (dalam proses produksi). Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi plastik asoy di CV. Makmur Palas yakni sampah plastik.


(35)

2.7.1.2.Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi, yang sifatnya hanya membantu atau mendukung kelangsungan proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Bahan penolong yang digunakan dalam proses pembuatan plastik asoy ini adalah sebagai berikut:

1. Pewarna

Pewarna digunakan untuk memberikan warna pada plastik asoy. 2. Air

Fungsi air, di antaranya:

a. Mencuci sampah plastik dari kotoran-kotoran yang melekat. b. Mendinginkan biji plastik dari mesin boker

c. Mendinginkan motor-motor pembangkit tenaga 3. Rol Karton

Rol karton digunakan sebagai alat tumpuan gulungan plastik.

2.7.1.3.Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan mutu produk menjadi bernilai. Adapun bahan tambahan yang digunakan di CV. Makmur Palas adalah:

1. Plastik Pembungkus

Plastik pembungkus digunakan untuk membungkus plastik yang telah siap untuk dipasarkan.


(36)

2. Karung

Karung digunakan sebagai tempat penyimpanan kumpulan plastik yang sudah dikemas.

3. Tali Plastik

Tali plastik digunakan untuk mengikat plastik yang sudah dikemas agar tidak berserakan.

4. Benang

Benang digunakan untuk mengikat karung.

2.7.2. Uraian Proses

Tahapan proses produksi kantongan plastik asoy dibagi menjadi 2 tahapan besar yaitu : proses produksi biji plastik dan proses produksi kantong plastik. Uraian tahapan proses produksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses produksi biji plastik

Tahapan proses produksi biji plastik adalah sebagai berikut : a. Penyortiran

Merupakan tahap awal proses produksi yang dilakukan secara manual oleh pekerja. Pada proses ini dilakukan pemisahkan sampah plastik dari material/benda asing yang tidak diharapakan masuk ke dalam proses produksi agar tidak mempengaruhi kualitas biji plastik.

b. Pencucian Tahap I

Pada proses ini dilakukan pemisahkan sampah plastik dari material-material asing yang melekat pada plastik agar tidak ikut dalam proses


(37)

selanjutnya. Proses ini menggunakan media air sebagai sarana untuk mencuci plastik sebelum dibawa ke tempat pemotongan.

c. Pemotongan

Proses ini dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya, dengan cara memotong atau merajang kantongan plastik menjadi serpihan plastik dengan menggunakan mesin potong.

d. Pencucian Tahap II

Serpihan plastik dicuci kembali dengan alat berupa ulir menanjak yang berputar pada putaran tinggi sehinggga hasil dari perputarannya dapat melepaskan material asing yang masih terdapat pada bahan. Proses ini menggunakan media air untuk membawa material asing keluar dari proses pencucian.

e. Pengeringan

Proses ini dilakukan untuk mengeluarkan air pada serpihan plastik dengan cara dipress.

f. Pemanasan

Serpihan plastik yang sudah kering dan bersih dari pengotor dilelehkan dengan proses pemanasan dengan suhu 2000C. Suhu panas dihasilkan oleh heater dalam mesin boker. Selanjutnya mesin tersebut menghantarkan lelehan plastik ke penyaringan yang berdiameter 4 mm di seluruh permukaannya. Lelehan plastik tersebut akan melewati saringan ini untuk menghasilkan lelehan plastik berbentuk silinder panjang yang nantinya akan dipotong-potong.


(38)

g. Pendinginan

Pada proses ini, setelah lelehan plastik berbentuk silinder panjang, lelehan tersebut ditarik dan melewati air sebagai media pendinginan.

h. Pemotongan

Pada proses ini, biji plastik dipotong dengan panjang 6 mm. Biji plastik yang sudah dipotong ini akan digunakan untuk tahapan proses produksi selanjutnya.

2. Proses produksi kantong plastik

Tahapan proses produksi kantong plastik adalah sebagai berikut : a. Penimbangan

Penimbangan merupakan proses pengukuran berat yang akan digunakan dalam proses produksi. Proses penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan yang berfungsi untuk menimbang bahan baku yang beratnya (1 kg-30kg), misalnya untuk menimbang biji plastik dan pewarna.

b. Pencampuran Bahan

Pada proses ini, biji plastik yang sudah ditimbang dicampurkan zat aditif yaitu pigmen warna sebagai pewarna kantong plastik sebelum diproses di mesin blowing. Warna pada plastik bermacam-macam, disesuaikan dengan permintaan konsumen, tetapi ada pengecualian terhadap warna putih dan bening, dimana plastik warna putih dan bening tidak menggunakan biji plastik hasil daur ulang sampah plastik melainkan biji plastik dari bahan dasar minyak. Pencampuran warna ini dilakukan dengan mesin mixer,


(39)

yang dimasukkan ke dalam tabung mixer selama 10 sampai 15 menit, hal ini dimaksudkan agar bahan tercampur dengan rata.

c. Pemanasan

Pada proses ini, bahan baku berupa biji plastik yang sudah diberi warna dipanaskan dengan suhu 1200 C dengan tujuan untuk memperkuat sifat bahan tersebut.

d. Peleburan Biji Plastik

Bahan yang sudah dipanaskan selanjutnya dilebur dengan suhu berkisar 2000 C.

e. Blowing

Biji plastik yang telah dilebur kemudian dilakukan proses peniupan dengan tekanan udara dan kecepatan tertentu sehingga membentuk plastik dengan ketebalan yang bervariasi. Plastik yang ditiup berbentuk seperti tabung atau circular.

f. Pemeriksaan

Plastik yang sudah ditiup kemudian diperiksa ukurannya, jika sudah sesuai maka akan dilakukan proses selanjutnya.

g. Extruding

Plastik kemudian ditarik oleh operator ke nip roller untuk diratakan menjadi gulungan plastik pada mesin blowing.

h. Packaging rol


(40)

i. Pengukuran rol

Mengukur diameter rol plastik sesuai dengan ukuran yang ditentukan. j. Pemotongan rol

Rol plastik yang sudah sesuai dengan ukuran yang ditentukan kemudian dipotong dan dibawa ke mesin pemotong.

k. Laminasi

Rol plastik dilekatkan dengan jalan laminasi. Ujung dari lembaran plastik disatukan dengan bagian lainnya lalu dilaminasi melalui proses heat sealable.

l. Pemotongan produk

Lembaran plastik dilanjutkan ke bagian pemotongan dan dipotong sesuai dengan spesifikasi kantong plastik yang diinginkan. Plastik yang sudah dipotong kemudian dibawa ke mesin pon.

m. Pembuatan pegangan

Pada proses ini dilakukan pemotongan untuk membentuk pegangan dari kantong plastik.

n. Pemeriksaan

Pada proses ini, operator melakukan pemeriksaan terhadap lembaran kantong plastik yang telah terpotong dan terlaminasi, apabila kantong plastik tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan maka lembaran kantong plastik yang cacat tersebut diletakkan pada bagian produk cacat. Untuk lembaran kantong plastik yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan maka dilakukan proses pengemasan.


(41)

o. Pengemasan produk

Kantong plastik dimasukkan ke plastik pengemasan sesuai dengan jumlah yang ditentukan dan diikat dengan tali plastik, kemudian dimasukkan ke dalam karung.

p. Penyimpanan

Pada proses ini, kantong plastik yang telah dikemas diangkut dari bagian penumpukan sementara dan disimpan dalam gudang penyimpanan dengan menggunakan trolly dan siap untuk dipasarkan.

2.7.3. Mesin dan Peralatan

Mesin produksi yang digunakan oleh CV. Makmur Palas dalam kegiatan proses produksi plastik asoy dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Mesin yang Digunakan

No. Nama Mesin Merk Kapasitas Daya Tegangan Jumlah Fungsi

1 Mesin

pencincang Dongfeng 25 kg/jam 3,5 kW 600 V 2

Mencincang kantongan plastik menjadi serpihan plastik

2 Mesin boker Speecon 25 kg/jam 5,5 kW 380 V 2

Memanaskan sampah plastik menjadi biji plastik

3 Mesin mixer Kica 25 kg/jam 105 kW 380 V 2

Mengaduk dan mencampurkan warna pada biji plastik

4 Mesin blowing Fotek 10 kg/jam 20.000 W 380 V 4

Mencetak biji plastik menjadi kantongan plastik sesuai dengan ukuran lebar yang diinginkan 5

Mesin laminasi dan potong

Feininger 20 kg/jam 2000 W 380 V 3

Memotong kantongan plastik sesuai dengan panjang yang diinginkan dan melekatkannya

6 Mesin pon Roll Fuji 20 kg/jam 750 kW 220 V 3 Membuat pegangan pada

kantong plastik (Sumber: CV. Makmur Palas)


(42)

Peralatan yang digunakan oleh CV. Makmur Palas untuk mendukung kegiatan produksinya antara lain

1. Spidol

Spidol digunakan sebagai alat untuk menulis kode produk dan ukuran produk pada rol plastik.

2. Trolley

Trolley digunakan untuk mengangkut produk ke setiap mesin untuk di proses. 3. Timbangan

Timbangan digunakan sebagai alat untuk mengukur berat biji plastik, pewarna dan produk plastik asoy.

4. Pisau pemotong

Pisau pemotong digunakan sebagai alat untuk memotong kantongan plastik yang tidak sesuai ukuran.

5. Gunting

Gunting digunakan sebagai alat untuk memotong tali plastik yang berfungsi untuk mengikat produk.

2.8. Utilitas

Utilitas adalah alat/perlengkapan yang mendukung pelaksanaan produksi namun tidak terlibat langsung dalam pembuatan produknya, hanya sebagai penunjang proses produksi agar berjalan lancar. Fasilitas pendukung yang digunakan pada perusahaan ini ialah seperti:


(43)

1. Fasilitas Penyediaan Sumber Tenaga Listrik

Sumber arus listrik pada CV. Makmur Palas berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan generator. Sumber listrik dari PLN digunakan dalam kegiatan proses produksi dalam perusahaan, selain itu juga digunakan untuk penerangan pada area kerja dan sekitarnya, sedangkan arus listrik yang bersumber dari generator hanya digunakan sebagai supply cadangan apabila ada gangguan pada PLN atau terjadi pemutusan secara tiba-tiba. 2. Fasilitas Penyediaan Air

Air merupakan unit pendukung yang sangat penting pada proses produksi yaitu sebagai media pembersih sampah-sampah plastik. Sumber air berasal dari air tanah.

3. Bengkel

Perusahaan membangun fasilitas bengkel untuk perawatan dan pemeliharaan terhadap fasilitas produksi. Dengan adanya bengkel ini maka perusahaan dapat menekan biaya pemeliharaan dan waktu perbaikan yang lebih singkat dibandingkan dengan dikerjakan oleh pihak orang lain.


(44)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Perawatan (Maintenance)2

Perawatan (maintenance) adalah semua tindakan yang dibutuhkan untukmemelihara suatu unit mesin atau alat di dalamnya atau memperbaiki sampai padakondisi tertentu yang bisa diterima.

3.1.1. Tujuan Perawatan3

Tujuan utama dari perawatan (maintenance) antara lain:

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin.

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2

Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Realibility for Engineers.Taylor and Francis Group. New York: LLC. Hal 3

3


(45)

3.1.2. Pengklasifikasian Perawatan

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Planneddan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebutdapat dilihat pada Gambar 3.1.

Maintenance

Planned Unplanned

Maintenance Maintenance

Predictive Preventive Corrective Breakdown

Maintenance Maintenance Maintenance Maintenance

Gambar 3.1. Klasifikasi Perawatan

(Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan)

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:

1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yangpelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas:


(46)

1. Time based Maintenance

Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya.

2. Condition based Maintenance

Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatan/asset, dengan tujuan untuk memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan.

b. Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapatmendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan. 2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan

yangpelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untukmemperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan pada mesin tersebut.

b. Breakdown Maintenace, yaitu suatu kegiatan perawatan yangpelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.


(47)

3.1.2.1. Preventive Maintenance

Preventive maintenance adalah suatu sistem perawatan yang terjadwaldari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya.

Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam hal menghindari suatu sistem atau peralatan mengalami kerusakan.Pada kenyatannya, kerusakan masih mungkin saja terjadi meskipun telah dilakukan preventivemaintenance. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan preventive maintenance yaitu :

1. Menghindari terjadinya kerusakan 2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan 3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi

Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara lain adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi terjadinya perbaikan (repairs) dan downtime. 2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan

3. Meningkatkan kualitas dari produk 4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan

5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan 6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah 7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya


(48)

9. Memperbaiki sistem informasi terhadap peralatan/komponen 10.Meningkatkan identifikasi dari masalah yang dihadapi

3.1.2.2. Corrective Maintenance

Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukanuntuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive maintenance.Pada umumnya, corrective maintenance bukanlahaktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula.

Corrective Maintenance di dalam buku “Maintanability, Maintenance and Realibility for Engineers”, diasumsikan bahwa Corrective maintenance dapatdilaksanakan dengan lima langkah berikut:

1. Mengetahui penyebab kegagalan (failure recognition). 2. Lokasi kegagalan (failure location).

3. Mendiagnosa peralatan atau unit-unit yang gagal (dianogsis within theequipment or item).

4. Mengganti atau memperbaiki bagian yang gagal (failed part replacement orrepair).

5. Mengembalikan sistem ke kondisi menjalankan tugasnya kembali (system toservice).


(49)

3.2. Total Productive Maintenance4

Total Productive Maintenance adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan organisasi produksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan system perawatan pada perusahaan manufaktur. Secara menyeluruh defenisi dari TPM menurut Nakajima mencakup 5 elemen sebagai berikut:

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness).

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen seperti engineering, produksi dan bagian maintenance.

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai pabrik.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi: autonomous small group activities.

3.3. Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall equipment effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses

4

Seiichi Nakajima. Introduction to TPM (Total Productive Maintenance). (Cambridge: Productivity Press, Inc. 1988). Hlm. 10-11.


(50)

peralatan. Overall equipment effectiveness adalah besarnya efektivitas yang dimiliki oleh peralatan atau mesin. OEE dihitung dengan memperoleh nilai availabilitas dari alat-alat perlengkapan, efisiensi kinerja dari proses dan rate dari mutu produk.

Dalam penerapan OEE, ada beberapa manfaat yang dapat diambil, yaitu: a. Menentukan starting point dari perusahaan ataupun peralatan/mesin.

b. Identifikasi bottleneck di dalam peralatan/mesin.

c. Identifikasi kerugian produktivitas (true productivity losses)

d. Menentukan prioritas dalam usaha meningkatkan OEE dan peningkatan produktivitas.

Pengukuran OEE didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu: 1. Availability ratio

Availability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Nakajima (1988) menyatakan bahwa availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah:

% 100 %

100

 

 

Time Loading

Downtime Unplanned

Time Loading

Time Loading

Time Operation ty

Availabili

Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau perbulan dikurangi dengan planned downtime. Planned downtime adalah


(51)

jumlah downtime mesin yang dijadwalkan untuk pemeliharaan (scheduled maintenance) atau kegiatan managemen lainnya.

Loading Time = Total Available Time – Planned Downtime

Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non-operation time). Dengan kata lain, operation time merupakan waktu dimana peralatan beroperasi aktualnya. Unplanned downtime adalah downtime mesin karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failure) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan, meliputi breakdown dan setup and adjusment5.

2. Performance ratio

Performance ratio merupakan suatu ratio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan net operating rate. Operating speed rate peralatan mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah.

Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency adalah:

a. Ideal cycle time (waktu siklus ideal/waktu standar)

5

Stamatis, D.H. 2010. The OEE Primer Understanding OEE, Reliability, and Maintainability: Productivity Press. New York


(52)

b. Processed amount (jumlah produk yang diproses) c. Operation time (waktu operasi mesin)

Formula pengukuran rasio ini adalah:

Time Operation Time Cycle l Theoretica Amount processed Rate Speed Operating Time Operting Net y Effiecienc e Performanc    

Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses (processed amount) dikalikan dengan actual cycle time dengan operation time.

Time Operation Time Cycle Actual Amount processed Time Operation

Net  

Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin (actual cycle time).

Time Cycle Actual Time Cycle l Theoretica Rate Speed Operating

3. Quality ratio

Quality ratio atau rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: % 100    Amount processed Amount Defect Amount processed product Quality of Rate


(53)

Nilai OEE diperoleh dengan mengalikan ketiga rasio utama tersebut. Secara matematis formula pengukuran nilai OEE adalah sebagai berikut:

OEE (%) = Availability (%) x Performance Rate (%) x Quality Rate (%)

Adapun skema OEE dilihat pada Gambar 3.2.

Loading Time

Equipment

Six Big Losses

Computation of OEE

Operating Time

Net Operating Time

Valuable Operating Time

Down time Losses

Speed Losses

Defect Losses

Equipment failure

Setup & Adjusment Idling & Minor

Stoppage Reduce Speed Defect in Process

Reduce Yield

Availability = Operation Time/Loading Time

Performance = Net Operating Time/Operating Time

Quality =

Valuable Operating Time/Net Operating Time

Gambar 3.2. Skema Overall Equipment Effectiveness

(Sumber :Nakajima, S., Introduction To TPM Cambridge, MA., Productivity Press, Inc., 1998)

3.4. Analisis Six Big Losses

Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif dan efisien terdapat dalam enam faktor yang disebut enam kerugian besar (six big losses). Menggunakan mesin/peralatan yang efektif dan efisien adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas mesin dan peralatan yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi


(54)

mesin/peralatan pada six big losses. Adapun enam kerugian besar (six big losses) tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pembagian Six Big Losses

KATEGORI SIX BIG LOSSES

Downtime losses Equipment failure (breakdowns) Set-up and adjustment

Speed losses Idling and minor stoppages Reduced speed

Defect losses Process defect

Reduced yield losses (startup loss)

(Sumber :Nakajima, S., Introduction To TPM Cambridge, MA., Productivity Press, Inc., 1998)

3.4.1. Equipment Failure

Kerusakan mesin/peralatan yang tiba-tiba atau kerusakan yang tidak diinginkan tentu saja akan menyebabkan kerugian karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Hal ini akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia dan kerugian material serta produk cacat yang dihasilkan semakin banyak.

3.4.2. Set-up and Adjustment

Waktu Produksi yang hilang disebabkan suatu mesin dilakukan setup atau disetel/disesuaikan di awal untuk bisa beroperasi6. Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment)

6

Peter Wilmott dkk. TPM - A Route to World-class Performance. (India: Replika Press. 2001). Hlm. 17.


(55)

dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan pengganti satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya.

3.4.3. Idling and Minor Stoppages

Kerugian yang terjadi ketika menunggu atau mendiamkan sehubungan adanya pembersihan dan penataan ulang. Kerugian karena berhenti tanpa beban maupun berhenti sesaat (idling and minor stoppages) muncul karena faktor eksternal mengakibatkan suatu mesin/peralatan berhenti berulang-ulang atau mesin/peralatan berhenti tanpa menghasilkan produk. Gangguan kecil yang terjadi selama proses produksi dan pada umumnya tidak direkam (record).

3.4.4. Reduced Speed Losses

Pengurangan persentase OEE terhadap mesin yang berproses lebih lambat dibandingkan ideal rate. Speed loss merepresentasikan perbedaan antara waktu teoritis siklus dan waktu actual yang digunakan untuk membuat produk7. Menurunnya kecepatan mesin dapat disebabkan oleh :

1. Mesin yang dirancang tidak sesuai dengan aplikasi/penggunaan di pabrik 2. Operator tidak mengetahui kecepatan normal atau kecepatan yang dirancang 3. Kecepatan mesin/peralatan sengaja diturunkan untuk menghindari kerusakan

mesin.

7

Robert C. Hansen. Overall Equipment Effectiveness : A Powerful Production Maintenance Tool for Increase Profit: (New York : Industrial Press. 2001). Hlm. 26.


(56)

3.4.5. Processed Defect Losses

Processed defect losses adalah kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang. Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, biaya tambahan untuk pengerjaan ulang dan limbah produksi meningkat. Kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembali ataupun untuk memperbaiki produk yang cacat. Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki produk cacat hanya sedikit, kondisi ini dapat menimbulkan masalah yang lebih besar.

3.4.6. Reduced Yield Losses

Reduced yield losses disebut juga dengan startup loss adalah kerugian yang terjadi sepanjang tahap awal produksi setelah dilakukan shutdown sebelumnya (akhir pekan, liburan, atau pergantian antar shift), sehingga dapat mengurangi hasil produksi atau meningkatkan scrap dan cacat8. .adalah kerugian waktu dan material yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin/peralatan untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas produk yang telah ditetapkan. Kerugian yang ditimbulkan tergantun pada faktor-faktor seperti operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin/peralatan ataupun operator tidak mengerti kegiatan proses produksi yang dilakukan. Beberapa hal yang berhubungan dengan kerugian yang mungkin

8

D. H. Stamatis. The OEE Primer Understanding OEE, Reliability, and Maintainability. (New York: Productivity Press. 2010). Hlm. 139.


(57)

timbul pada tahap awal produksi dapat diterima karena tidak dapat dihindarkan, akan tetapi tetap dibutuhkan tindakan untuk meminimalkan agar mesin/peralatan yang digunakan tetap dapat beroperasi pada kondisi ideal yang diharapkan.

3.5. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)9

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan tindakan-tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang kritis.

Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian), Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai berikut: RPN = Severity * Occurrence * Detection

9

Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.


(58)

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah:

a. Severity

Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalanyang terjadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada Tabel 3.2.berikut ini.

Tabel 3.2. Tingkatan Severity Rating Criteria of Severity Effect

10 Tidak berfungsi sama sekali

9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan 8 Kehilangan fungsi utama

7 Pengurangan fungsi utama

6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan 5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah 3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah 2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah 1 Tidak ada efek

b. Occurrence


(59)

kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut.

Tabel 3.3. Tingkatan Occurence

c. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan ataumengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel 3.4. berikut ini.

Rating Probability of Occurrence

10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan 9 35-50 per 7200 jam penggunaan

8 31-35 per 7200 jam penggunaan 7 26-30 per 7200 jam penggunaan 6 21-25 per 7200 jam penggunaan 5 15-20 per 7200 jam penggunaan 4 11-14 per 7200 jam penggunaan 3 5-10 per 7200 jam penggunaan

2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan 1 Tidak pernah sama sekali


(60)

Tabel 3.4. Tingkatan Detection Rating Detection Design Control

10 Tidak mampu terdeteksi

9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi 8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi 7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi 5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi 4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi 3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi 1 Pasti terdeteksi

3.6. Fungsi Distribusi Statistik

Ada beberapa fungsi distribusi statistik yang digunakan untuk menguraikan kerusakan peralatan. Adapun fungsi distribusi tersebut adalah sebagai berikut :

- Fungsi Distribusi Normal - Fungsi Distribusi Gamma - Fungsi Distribusi Eksponensial - Fungsi Distribusi Weibull

3.6.1. Fungsi Distribusi Normal

Distribusi normal mempunyai laju kerusakan yang naik sejak bertambahnya umur alat, yang berarti probabilitas kerusakan alat atau komponen


(61)

naik sesuai dengan bertambahnya umur komponen tersebut. Distribusi normal mempunyai dua parameter yaitu rata-rata dan standar deviasi.

Adapun fungsi-fungsi distribusi normal dinyatakan sebagai berikut : Fungsi kepadatan kerusakan :

        

2 2

2 ) ( exp 2 1 ) (     t t f

Fungsi keandalan :

dt t t R t           

 2 2 2 ) ( exp 2 1 ) (     Fungsi laju kerusakan

t

dt

t t h t

      2 2 2 2 2 / ) ( exp 2 / ) ( exp ) (    

Fungsi distribusi kumulatif

dt t t F t

         

22

2 ) ( exp 2 1 ) (    

3.6.2. Fungsi Distribusi Gamma

Distribusi ini mempunyai laju kerusakan yang menurun dan menaik dengan bertambahnya umur komponen. Distribusi Gamma memiliki dua parameter yaitu α dan β.

Adapun fungsi-fungsi distribusinya adalah sebagai berikut : Fungsi kepadatan probabilitas

) / exp( 1 ) ( 1 ) (    

t t

t

f  

 


(62)

Untuk t < 0, α > 0, dan β = 0.

Fungsi kemungkinan kumulatifnya :

    1 0 1 ) / exp( ) ( 1 )

(t t t dt

F      Fungsi keandalannya

     1 0 1 ) / exp( ) ( 1 1 )

(t t t dt

F

 

 

Fungsi laju kerusakan

) ( ) ( ) ( t R t f t r

3.6.3. Fungsi Distribusi Eksponensial

Distribusi eksponensial mempunyai laju kerusakan yang konstan, tidak tergantung pada waktu. Dengan demikian probabilitas terjadinya kerusakan pada suatu komponen atau alat tidak tergantung pada umur alat tersebut. Distribusi eksponensial memiliki satu parameter yaitu β.

Fungsi Kemungkinan kumulatifnya :

 1 0 ) ( )

(t f t dt F

( )

exp )

(t t

F   

( )

exp 1 )

(t t

F    


(63)

( )

exp )

(t t

f   

Fungsi laju kerusakannya :

  1 ) ( ) ( ) (    t R t f t r

Dimana θ = rata-rata waktu antar kerusakan (MTTF) Fungsi keandalannya yaitu :

) ( 1 )

(t F t

R  

( )

exp 1 ( 1 )

(t t

R     

( )

exp )

(t t

R   

3.6.4. Fungsi Distribusi Weibull

Distribusi ini merupakan distribusi yang paling sering digunakan untuk menganalisis data kerusakan, karena distribusi weibull dapat memenuhi beberapa periode kerusakan yang terjadi, yaitu periode awal (early failure), periode normal, dan periode pengausan (wear out).

Periode tersebut tergantung dari nilai parameter bentuk fungsi distribusi weibull. Distribusi weibull mempunyai laju kerusakan menurun untuk β < 1, laju kerusakan konstan untuk β = 1, dan laju kerusakan naik untuk β > 1.

Fungsi-fungsi distribusinya adalah sebagai berikut : Fungsi kepadatan kerusakan

                           

t t

t

f() exp

1

Dimana untuk t > 0


(64)

                   t t

F() 1 exp

Fungsi keandalannya                   t t

R() exp

Fungsi laju kerusakannya adalah : 1 ) ( ) ( ) (              t t R t f t r

3.7. Pengujian Kecocokan Distribusi Waktu Antar Kerusakan

Untuk mengetahui apakah distribusi pengamatan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu untuk mempertimbangkan distribusi menurut pengamatan dengan distribusi menurut nilai-nilai teoritis, dalam hal ini dilakukan pengujian kecocokan distribusi yaitu dengan menggunakan uji statistik yaitu uji distribusi non-parametrik (Uji Kolmogorov-Smirnov).

Pengujian Kolmogorov-smirnov digunakan untuk sampel yang berukuran kecil. Dasar pengujian adalah perbedaan harga mutlak terbesar diantara nilai distribusi kumulatif sampel acak (f0) berukuran (n) dengan nilai distribusi

kumulatif teoritis spesial (fe).

Statistik pengujian untuk pengujian Kolmogorov-smirnov untuk sampel tunggal adalah : Dn = maks fo – Fe; hipotesis akan diterima apabila Dn < Dtabel


(65)

3.8. Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum Downtime10

Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu komponen sistem tidak dapat digunakan (tidak berada dalam kondisi yang baik), sehingga membuat fungsi sistem tidak berjalan. Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya prinsip utama dalam manajemen perawatan adalah untuk menekan periode kerusakan (breakdown period) sampai batas minimum, maka keputusan penggantian komponen sistem berdasarkan downtime minimum menjadi sangat penting. Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan keputusan penggantian komponen sistem yang meminimumkan downtime, sehingga tujuan utama dari manajamen sistem perawatan untuk memperpendek periode kerusakan sampai batas minimum dapat dicapai. Penentuan tindakan preventif yang optimum dengan meminimumkan downtime akan dikemukakan berdasarkan interval waktu penggantian (replacement interval). Tujuan untuk menentukan penggantian komponen yang optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian preventif dengan menggunakan kriteria meminimumkan total downtime per unit waktu, dapat dijelaskan melalui Gambar 3.3. berikut.

Gambar 3.3. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu

10


(66)

Dari Gambar 3.3, dapat dilihat bahwa total downtime per unit waktu untuk tindakan penggantian preventif pada waktu tp, dinotasikan sebagai D(tp) adalah:

p p

p f p p

T t

T T t H t

D

 

 ( )

) (

Dimana:

tp = Unit waktu (yang menjadi dasar interval penggantian komponen) H(tp) = Banyaknya kerusakan (kagagalan) dalam interval waktu (0,tp),

merupakan nilai harapan (expected value)

Tf = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena kerusakan.

Tp = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena tindakan preventif (komponen belum rusak).


(67)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di CV. Makmur Palas yang beralamat di Jl. Soekarno Hatta No. 59, KM 18,6 Binjai, Medan. Perusahaan ini bergerak dibidang pembuatan kantong plastik asoy. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 s/d Juli 2015.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian action research karena bertujuan untuk mendapatkan suatu rancangan preventive maintenance untuk meningkatkan efektifitas mesin. Penelitian action research, yaitu suatu jenis penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan temuan-temuan praktis untuk keperluan pengambilan keputusan operasional pada objek penelitian yang sedang diamati. Kemudian dilakukan studi untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan menggunakan ilmu yang terkait sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan koreksi bagi perusahaan di masa mendatang.

4.3. Objek Penelitian


(1)

terhadap komponen utama yang memiliki nilai prioritas terbesar dalam sistem. Nilai RPN untuk setiap komponen yang telah diurutkan berdasarkan prioritasnya dapat dilihat padaTabel 6.2.

Tabel 6.2. Rekapitulasi RPN Komponen Mesin Blowing

No Komponen RPN

1 Heater 225

2 Blower 160

3 As Screw 128

4 Motor 96

5 Rewinder 84

6 Gear Box 64

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) komponen utama yang memiliki nilai prioritas terbesar dalam kerusakan mesin blowing, yaitu : Heater, Blower, As Screw. Sehingga ketiga komponen ini menjadi prioritas perusahaan dalam melakukan tindakan perawatan yang berkaitan dengan interval penggantian optimum komponen (preventive maintenance).

6.4. Analisis Preventive Maintenance

Dilihat dari sistem manajemen sebelumnya, bahwa perawatan yang dilakukan adalah corrective maintenance, yang tidak memiliki perhitungan peluang terjadinya kerusakan, sehingga kerusakan yang terjadi sewaktu-waktu dapat menghentikan proses produksi yang mengakibatkan tingginya downtime mesin perusahaan. Penelitian ini mempertimbangkan preventive maintenance untuk mengurangi terjadinya breakdown mesin dengan memperhatikan interval penggantian komponen mesin ketika melakukan perawatan.


(2)

Berdasarkan tindakan preventive maintenance, diperoleh interval penggantian optimum komponen dan totalminimumdowntime pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Interval Pergantian Optimum Komponen dan TMD

No Komponen Interval Penggantian Optimum (hari)

Total Minimum Downtime (jam)

1 Heater 16 0,012925555

2 Blower 19 0,006034434

3 As Screw 29 0,009810548

4 Motor 37 0,006943906

5 Rewinder 39 0,002684239

6 Gear Box 54 0,001795208

6.5. Analisis Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing

Peningkatan efektifitas mesin blowing dapat ditinjau dari peningkatan availability mesin setelah melakukan perbaikan dengan penentuan interval penggantian optimum komponen mesin blowing yang ditunjukkan pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4. Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing

No Bulan

Downtime Aktual (jam) Availability Aktual (%) Downtime Setelah Perbaikan (jam) Availability Setelah Perbaikan (%)

1 Januari 2014 82,30 78,79 43,74 90,76

2 Februari 2014 57,40 82,92 27,91 91,69

3 Maret 2014 75,75 78,36 29,07 91,69

4 April 2014 81,00 80,06 42,51 91,52

5 Mei 2014 66,90 79,22 26,74 91,69

6 Juni 2014 74,25 78,79 31,57 90,98

7 Juli 2014 79,75 78,65 42,48 90,75

8 Agustus 2014 69,50 80,14 31,57 90,98

9 September 2014 64,85 82,18 27,63 92,41

10 Oktober 2014 79,20 81,37 46,27 90,78

11 November 2014 76,75 78,07 31,57 90,98

12 Desember 2014 77,50 77,86 31,57 90,98


(3)

Berdasarkan tabel tersebut, selisih downtime aktual dengan downtime setelah perbaikan merupakan jumlah waktu produksi yang dapat digunakan untuk memenuhi target produksi. Peningkatan availability mesin blowing sebesar 90,75% - 92,41%.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan dan analisis terhadap data pengamatan awal maupun hasil estimasi yang dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil pengukuran overall equipment effectiveness, diperoleh nilai OEE mesin blowing dalam kisaran 60,34% - 64,39%.

2. Berdasarkan nilai OEE, nilai yang paling rendah adalah availability.

3. Faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat availability mesin blowing adalah kategori downtime losses yaitu equipment failure sebesar 40,28%. 4. Dari hasi perhitungan RPN, komponen kritis adalah heater, blower dan as

screw.

5. Berdasarkan tindakan preventive maintenance, interval penggantian optimum komponen kritis yaitu heater 16 hari, blower 19 hari, as srew 29 hari, motor 37 hari, rewinder 39 hari dan gear box 54 hari.

6. Total minimum downtime masing-masing komponen kritis adalah heater 0,012925555, blower 0,006034434, as srew 0,009810548, motor 0,006943906, rewinder 0,002684239 dan gear box 0,001795208.

7. Dengan penerapan preventive maintenance, diperoleh peningkatan efektifitas mesin blowing dengan peningkatan availability sebesar 90,75% – 92,41%.


(5)

7.2. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan kepada perusahaan agar menjadi masukan yang berguna bagi perbaikan di masa yang akan datang, yaitu: 1. Agar perusahaan dapat lebih mengembangkan aktivitas preventive

maintenance pada mesin produksi agar kegagalan proses lebih minimum dengan mempertimbangkan hasil penelitian dengan pendekatan inil

2. Agar dapat menggunakan beberapa pendekatan metode lain yang berhubungan dengan preventive maintenance selain metode yang digunakan dalam penelitian ini.

3. Agar batasan masalah seperti mengenai faktor biaya dapat menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan dalam penelitian berikutnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Corder, Antony. 1992. TeknikManajemenPemeliharaan. Erlangga: Jakarta. Dinda Hesti Triwardani, dkk. 2013. Analisis Overall Equipment Effectiveness

(OEE) dalam Meminimalisi Six Big Losses pada Mesin Produksi Dual Filters DD07. Teknik Industri Universitas Brawijaya. Surabaya

Dhillon, B.S. 2006. Maintainability, Maintenance, and Reliability for Engineer. New York : CRC Press.

Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Kanada: CRC Press.

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Graha Ilmu : Jakarta.

Gaspersz, Vincent. 2000. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Erlangga: Jakarta.

Hansen, Robert C. 2001. Overall Equipment Effectiveness : a powerfull production/maintenance tol for increased profits. New York. Industrial Press.

Nakajima, S. 1998. Introduction to Total Productive Maintenance, Cambridge, MA, Productivity Press, Inc,.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian. Usu Press: Medan.

Smith, Antony M. dan Hinchcliffe, Glenn R. 2004. RCM-Gateaway to World Class Maintenance.

Stamatis, D.H. 2010. The OEE Primer Understanding OEE, Reliability, and Maintainability: Productivity Press. New York

Wilmott, Peter dan Dennis McCarthy. 2001. TPM – A Route World-Class Performance. New Delhi. Replika Press.