Uji daya hasil galur-galur kacang tanah (Arachis hypogea L.) tahan penyakit bercak daun di Desa Cijelag Kabupaten Sumedang

i

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH
(Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG

NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI
A24080041

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

i

ii

RINGKASAN
NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI. Uji Daya Hasil Galur-Galur Kacang
Tanah (Arachis hypogea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Desa Cijelag

Kabupaten Sumedang (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E.K)
Bercak daun merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan penurunan
produksi kacang tanah yang cukup besar. Penggunaan varietas unggul yang tahan
terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi merupakan salah satu
pengendalian yang efektif untuk digunakan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi
daya hasil 16 galur GWS kacang tanah tahan penyakit bercak daun, hasil
persilangan antara varietas Gajah dan galur introduksi GPNC-WS 4. Penelitian
dilaksanakan di Desa Cijelag, Kabupaten Sumedang pada bulan Maret sampai
bulan Juni 2012.
Bahan tanam yang digunakan adalah 16 galur GWS kacang tanah dan
empat varietas pembanding yaitu Gajah, Sima, Jerapah, dan Zebra Putih. Gajah
adalah varietas pembanding yang rentan terhadap penyakit bercak daun,
sedangkan tiga lainnya yaitu Sima, Jerapah, dan Zebra Putih merupakan varietas
pembanding yang toleran terhadap penyakit bercak daun.
Percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) satu faktor yaitu 20 genotipe kacang tanah dengan tiga ulangan. Terhadap
data yang diperoleh dilakukan uji kenormalan dengan metode Andersson-Darling.
Transformasi dilakukan pada data yang menunjukkan sebaran tidak normal.
Selanjutnya data yang telah memiliki sebaran normal diolah dengan uji-F,
perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji t-Dunnett pada taraf

nyata 5%. Analisis data lainnya digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti
luas dan korelasi antar karakter yang diamati.
Berdasarkan uji Andersson-Darling, terdapat tiga peubah yang memiliki
sebaran data yang normal yaitu peubah bobot polong total, bobot polong bernas,
dan bobot seratus butir biji. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa karakter
tinggi tanaman dan jumlah cabang berbeda nyata pada taraf 5%.
Hasil evaluasi dari daya hasil terhadap 16 galur generasi lanjut hasil
persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP-NC WS4 untuk

ii

iii

ketahanannya terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi, diperoleh
Galur GWS 110A2, 73D, 110A1, 39D, 18A1, 134A1, dan 39B sebagai galur yang
tahan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil lebih tinggi dibandingkan
varietas Gajah. Pemilihan galur GWS terbaik didasarkan pada galur-galur yang
memiliki nilai tengah tertinggi dibandingkan varietas Gajah untuk karakter
persentase panjang batang utama berdaun hijau tua, jumlah polong total, dan
jumlah polong bernas. Ketiga karakter tersebut merupakan karakter yang dipilih

untuk kriteria seleksi ketahanan dan daya hasil.

iii

iv

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH
(Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI
A24080041

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

iv

v

Judul

: UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR
KACANG TANAH (Arachis hypogea L.)
TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN
DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG

Nama

: NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI

NIM

: A24080041


Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK., MS
NIP. 19631107 198811 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

v

vi


RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 8 April 1991 di Kota Semarang. Penulis
merupakan anak ketiga dari pasangan Ratum dan Siti Susaeni.
Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga
sekolah menengah atas di Kota Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah. Tahun 1996
penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi, kemudian pada tahun 2002
penulis menyelesaikan studi di SD Negeri 1 Notog. Tahun 2005 lulus dari SMP
Negeri 1 Patikraja, kemudian pada tahun 2008 lulus dari SMA Negeri
4 Purwokerto. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008.
Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi Asrama Putri Darmaga dan
mengikuti berbagai macam kepanitiaan yang diadakan oleh Asrama Putri
Darmaga dan kepanitiaan MPD (masa Pengenalan Departemen) Agronomi dan
Hortikultura.

vi

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
kesehatan dan segala kemudahan yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga
penulis bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul uji daya hasil galur-galur
kacang tanah (Arachis hypogeal L.) tahan penyakit bercak daun di desa Cijelag
Kabupaten Sumedang.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.
K., MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan selama kegiatan penyusunan skripsi ini dan Ir. Endang Sjamsudin,
M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
pengarahan selama proses belajar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
ke dua orang tua dan kepada keluarga besar (Purwokerto dan Sumedang) yang
telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan
(Hendriyana Rachman, Lidya Oktaviani, Emilia Tri. W, Rezky. Y, Novita, Anita
P, Yeni Rachel, dan teman-teman Asrama Putri Darmaga). Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, 25 September 2012

Penulis


vii

viii

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ....................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................... 2
Hipotesis ................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................3
Syarat Tumbuh ....................................................................................................... 3
Penyakit Bercak Daun ............................................................................................ 4
Kriteria Seleksi untuk Perakitan Varietas Tahan terhadap Penyakit
Bercak Daun dan Berdaya Hasil Tinggi................................................................. 5

BAHAN DAN METODE ........................................................................................8
Waktu dan Tempat ................................................................................................. 8
Bahan dan Alat ....................................................................................................... 8
Metode Penelitian................................................................................................... 8
Pelaksanaan Kegiatan............................................................................................. 9
Pengamatan ............................................................................................................ 9
Analisis Data ........................................................................................................ 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................12
Kondisi Umum ..................................................................................................... 12
Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji .............................................. 15
Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun .................. 16
Karakter Hasil dan Komponen Hasil ................................................................... 18
Korelasi antar Karakter yang Diamati.................................................................. 21
Seleksi terhadap Galur-Galur GWS Terbaik........................................................ 23
KESIMPULAN ......................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................26
LAMPIRAN ...........................................................................................................30

viii


ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Analisis ragam percobaan dengan RKLT ......................................................... 10
2. Curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu udara selama penanaman .............. 13
5. Nilai tengah jumlah polong (total, bernas, cipo), dan bobot 100 butir
biji pada 20 genotipe kacang tanah ................................................................. 19
6. Nilai tengah bobot polong (total, bernas, dan cipo) dan bobot biji total
20 genotipe kacang tanah ................................................................................. 20
7. Koefisien korelasi pearson antar karakter pada galur-galur kacang tanah
tahan penyakit bercak daun .............................................................................. 22
8. Nilai duga heritabilitas dan koefisien korelasi enam karakter yang
menjadi kriteria seleksi daya hasil pada 20 genotipe kacang tanah ................. 24

ix


x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Hama yang menyerang kacang tanah...............................................................13
2. Gejala serangan hama dan gejala penyakit pada kacang tanah........................14

x

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Curah hujan bulan selama penanaman ...............................................................31
2. Suhu udara harian selama penanaman ...............................................................32
3. Rekapitulasi analisis ragam karakter-karakter pengamatan ...............................33
4. Hasil analisis tanah di Desa Cijelag Kabupaten Sumedang ...............................35

xi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup
penting di Indonesia dalam pola menu makanan di masyarakat. Luas pertanaman
kacang tanah di Indonesia (539,459 ha) menempati urutan keempat setelah padi
(13,203,643 ha), jagung (3,864,692 ha), dan kedelai (622,254 ha) (BPS, 2011).
Kebutuhan dalam negeri akan produk kacang tanah terus meningkat, namun
besarnya kebutuhan ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Total produksi
kacang tanah dalam lima tahun terakhir (2006 sampai 2011) terus mengalami
penurunan dari 838,096 ton menjadi 77,335 ton (BPS, 2011). Hal ini
menyebabkan masih dilakukannya impor untuk memenuhi kebutuhan nasional
kacang tanah. Pada tahun 2006, volume impor kacang tanah mencapai 164,000
ton dengan nilai US$ 54 juta, tahun 2007 sebanyak 173,000 ton dengan nilai US$
62 juta, tahun 2008 sebanyaks 205,000 ton dengan nilai US$ 99.6 juta (Medan
Bisnis, 2011).
Salah satu penyebab rendahnya produksi kacang tanah di Indonesia adalah
serangan hama dan penyakit. Penyakit utama yang menyerang kacang tanah
adalah bercak daun. Menurut Hadiningsih (1993), penyakit ini mampu
menurunkan hasil kacang tanah berkisar antara 20-75%. Penyakit bercak daun
disebabkan

oleh

serangan

cendawan

Cercospora

aradichola

dan

Cercospororidium personatum. Gejala dari penyakit bercak daun hitam berupa
bercak-bercak berbentuk bulat berwarna hitam berdiameter 1-10 mm yang
memiliki halo tipis berwarna kuning.
Perakitan varietas baru yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan
berdaya hasil tinggi merupakan alternatif cara pengendalian yang efektif untuk
digunakan. Zuriat hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GPNC WS4 merupakan salah satu persilangan yang diarahkan untuk merakit varietas
yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil tinggi. Penelitian
dalam kurun waktu 2010-2011 yang mengevaluasi daya hasil dari 16 galur
generasi lanjut hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP-NC

1

2

WS4 telah mendapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap
penyakit bercak daun.
Menurut Allard (1960), hasil evaluasi dari uji daya hasil galur di beberapa
lokasi berfungsi untuk mengetahui manfaat suatu genotipe sehingga dapat
diperoleh suatu genotipe yang dapat dijadikan sebagai varietas budidaya baru,
genotipe-genotipe yang perlu tindakan seleksi lebih lanjut, dan genotipe yang
dapat dijadikan tetua dalam hibridisasi selanjutnya. Oleh karena itu, perlu
diadakan penelitian yang mengevaluasi daya hasil dari 16 galur tersebut di Desa
Cijelag agar dapat diperoleh varietas yang tahan terhadap penyakit bercak daun
dan berdaya hasil tinggi. Desa Cijelag terpilih sebagai tempat diadakannya
percobaan ini karena Cijelag merupakan salah satu sentra produksi kacang tanah
di Kabupaten Sumedang. Selain itu, Desa Cijelag memiliki topografi dan iklim
yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur generasi
lanjut kacang tanah tahan terhadap penyakit bercak daun hasil pemuliaan
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, di Desa Cijelag,
Kabupaten Sumedang.
Hipotesis
Terdapat sedikitnya satu galur generasi lanjut berdaya hasil lebih tinggi
dan lebih tahan penyakit bercak daun dibandingkan dengan varietas pembanding.

2

3

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh
Tanah
Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung
berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (pH) tanah yang
optimal untuk pertumbuhan kacang tanah adalah sekitar 6.5 sampai 7.0. Apabila
pH tanah lebih dari 7.0, maka daun akan berwarna kuning akibat kekurangan
suatu unsur hara (N, S, Fe, Mn) dan sering menimbulkan bercak hitam pada
polong (Adisarwanto, 2001).
Pada jenis tanah berstruktur berat seperti Vertisol, kacang tanah masih
dapat tumbuh dengan baik. Kendala yang sering dihadapi pada tanah jenis ini
adalah banyaknya polong yang tertinggal di dalam tanah sehingga menurunkan
hasil. Kacang tanah memberikan hasil terbaik jika di tanam pada tanah remah dan
berdrainase baik, terutama di tanah berpasir. Tanah berstuktur ringan
memudahkan penembusan ginofor ke dalam tanah dan perkembangan polong
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Pada tanah Alfisol kendala yang sering dihadapi adalah tingginya pH
tanah. Rendahnya kadar unsur Fe dan tingginya pH menjadi pembatas (penyebab
rendahnya) produktivitas kacang tanah pada tanah Alfisol. Keseimbangan unsur
Fe dengan unsur mikro lainnya dan rendahnya unsur Ca, juga menjadi penyebab
rendahnya produktivitas kacang tanah. Kahat unsur P pada tanah ini terjadi pada
tanah ber-pH tinggi dan kaya unsur Ca. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas kacang tanah pada sebagian besar tanah Alfisol
adalah melalui pemupukan N dan P (Taufiq, 1999).
Iklim
Suhu dan panjang hari (fotoperiode) mempunyai peranan yang sangat
penting bagi pertumbuhan kacang tanah. Ketring (1979) melaporkan bahwa
tanaman kacang tanah yang mengalami fotoperiode yang panjang (16 jam) lebih
meningkatkan pertumbuhan vegetatif daripada pertumbuhan reproduktif. Kacang
tanah dapat tumbuh baik pada suhu 28 sampai 32 0C. Suhu di bawah 10 0C akan

3

4

menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, bahkan tanaman menjadi
kerdil yang disebabkan oleh pertumbuhan bunga yang kurang sempurna
(Menegristek, 2011).
Perbandingan antara suhu siang dan suhu malam dalam tanah juga
mempegaruhi pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Golombek dan Johansen
(1997) menguji pertumbuhan dan hasil kacang tanah pada empat suhu tanah yang
berbeda yaitu 20/14 oC (suhu siang/suhu malam), 26/20 oC, 32/26 oC, dan
38/32 oC. Peningkatan suhu tanah dari 20/14 oC sampai 32/26 oC menurunkan
biomassa daun, batang dan akar lateral. Suhu tanah 26/20 oC (suhu siang/suhu
malam) dan 32/26 oC memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan kacang tanah
yang diberi perlakuan 20/14 oC.
Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan pencapaian hasil kacang tanah. Curah hujan yang
sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1,300 mm per tahun. Hujan yang
terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah.
Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan kelembaban di sekitar
pertanaman kacang tanah (Menegristek, 2011).
Penyakit Bercak Daun
Penyakit bercak daun disebabkan oleh serangan cendawan Cercospora
aradichola dan Cercospororidium personatum. Tingkat kehilangan hasil akibat
penyakit ini cukup besar. Ditingkat petani, penyakit bercak daun dikenal dua
macam penyakit bercak daun yaitu bercak daun awal (early leafspot) yang
disebabkan oleh Cercospora aradichola dan penyakit bercak daun akhir (late
leafspot) yang disebabkan oleh Cercospororidium personatum.
Gejala awal dari penyakit bercak daun awal (early leafspot) adalah
munculnya bercak bulat berwarna coklat tua sampai hitam pada permukaan bawah
daun dan coklat kemerahan sampai hitam pada permukaan atas daun. Pada daun
terdapat halo berwarna kuning jelas. Gejala mulai timbul pada awal pertumbuhan,
yaitu sejak tanaman berumur 3 sampai 4 minggu setelah tanam (MST). Tanaman
yang terserang berat, daunnya mengering, rontok, dan batangnya berwarna
kehitaman (Deptan, 2000).

4

5

Gejala bercak daun akhir (late leafspot) mulai terlihat pada tanaman yang
telah berumur 6 sampai 8 MST. Bercak yang timbul mirip dengan bercak daun
awal, tetapi warnanya kehitaman dan memiliki halo tipis berwarna kuning. Gejala
serangan penyakit bercak daun akhir juga menyerang tangkai daun dan batang.
Tanaman yang terserang berat, daunnya akan kering dan rontok (Adisarwanto,
2001).
Perkembangan penyakit bercak daun sangat didukung oleh kelembaban
udara yang tinggi (95%) dengan kisaran suhu 12-33 oC (Sumartini, 2008). Kondisi
suhu yang agak tinggi (25-30 oC) dengan kelembaban relatif yang tinggi akan
mempercepat proses infeksi dan perkembangan penyakit ini. Infeksi jamur bercak
daun dapat terjadi melalui kedua sisi daun dengan cara penetrasi langsung
menembus sel-sel jaringan epidermis atau melalui mulut daun (stomata). Infeksi
pada daun banyak melalui epidermis atas (Saleh, 2010).
Cara pengendalian penyakit bercak daun dapat dilakukan melalui
menghilangkan atau mengurangi sumber inokulum, memanipulasi faktor
lingkungan untuk mengurangi laju infeksi, serta memanipulasi waktu dan peluang
terjadinya infeksi. Menanam varietas tahan merupakan cara yang efektif dalam
mengendalikan penyakit bercak karena dapat mengurangi penggunaan fungisida.
Beberapa varietas unggul kacang tanah seperti Rusa, Anoa, Kelinci, dan Badak
mempunyai sifat tahan/toleran terhadap penyakit bercak daun dan karat. Varietas
Panter, Singa, dan Jerapah bersifat toleran dan agak tahan terhadap bercak daun
dan karat. Dua varietas unggul baru kacang tanah yang dilepas pada tahun 2001
yaitu Turangga dan Kancil masing-masing bersifat agak tahan terhadap penyakit
bercak daun dan karat (Saleh, 2010).
Kriteria Seleksi untuk Perakitan Varietas Tahan terhadap Penyakit Bercak
Daun dan Berdaya Hasil Tinggi
Sifat tahan memiliki korelasi genotipik dan fenotipik negatif nyata dengan
daya hasil (Yudiwanti et al., 1998). Hal inilah yang menjadi kendala dalam
perakitan varietas tahan dan berdaya hasil tinggi. Galur-galur yang tahan selalu
tersingkir dalam proses seleksi karena memiliki hasil yang rendah dibandingkan
galur yang rentan. Menurut Yudiwanti (2006), korelasi negatif antara sifat tahan
dengan daya hasil disebabkan oleh peran antagonis stomata terhadap daya hasil
5

6

dan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Stomata yang membuka
sempit dengan kerapatan rendah mendukung tingkat ketahanan terhadap penyakit
bercak daun karena dapat menurunkan peluang penetrasi patogen melalui stomata,
akan tetapi karakter yang sama mengurangi difusi karbondioksida ke dalam daun
sehingga kapasitas fotosintesis berkurang dan akibatnya daya hasilnya lebih
rendah.
Pemilihan karakter utama sebagai kriteria seleksi untuk mengembangkan
varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan berdaya hasil
tinggi terus dilakukan. Yudiwanti et al. (2007) melaporkan bahwa kandungan
klorofil dan persentase panjang batang utama bebas serangan bercak daun
berkorelasi positif dengan bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukan bahwa
karakter tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang berkaitan dengan
ketahanan terhadap penyakit bercak daun.
Karakter kandungan klorofil secara visual ditunjukan oleh tingkat
kehijauan daun, sehingga tingkat kehijauan daun dapat digunakan sebagai kriteria
seleksi tidak langsung untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Warna
daun hijau tua mencerminkan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap penyakit
bercak daun karena kadar karotenoidnya yang tinggi. Karotenoid bersifat protektif
terhadap efek merusak dari toksin cercosporin yang dihasilkan oleh patogen
bercak daun. Oleh karena itu, kandungan karotenoid yang tinggi dalam daun yang
lebih hijau diduga berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman kacang tanah
terhadap penyakit bercak daun (Yudiwanti, 2007).
Pemilihan karakter kuantitatif yang berkorelasi positif nyata terhadap daya
hasil serta memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi juga penting dalam
penentuan karakter seleksi untuk membentuk varietas yang berdaya hasil tinggi.
Suatu karakter kuantitatif berpotensi diperbaiki melalui seleksi bila karakter
tersebut memiliki nilai duga heritabilitas tinggi dan koefisien keragaman genetik
yang luas (Yudiwanti dan Sutina, 2004). Arfansah (1999) melaporkan bahwa
karakter jumlah polong total memiliki nilai duga heritabilitas yang tinggi (98.5%)
dan merupakan salah satu komponen hasil yang dapat mempengaruhi hasil.
Dalam kaitannya dengan penyakit bercak daun, karakter jumlah polong
total merupakan karakter yang mencerminkan potensi genetik kacang tanah

6

7

terhadap penyakit bercak daun. Hal ini karena penyakit bercak daun berkembang
pada pertanaman setelah polong terbentuk. Oleh karena itu, pengaruh penyakit ini
terhadap pengurangan hasil lebih diakibatkan oleh pengaruhnya terhadap
pengurangan kemampuan tanaman dalam pengisian polong, bukan terhadap
pengurangan jumlah polong. Di lain pihak, karena polong terbentuk sebelum
penyakit berkembang pada tanaman, maka jumlahnya kurang dipengaruhi oleh
serangan patogen. Oleh karena itu, karakter jumlah polong total lebih
mencerminkan potensi genetik daya hasil genotipe kacang tanah berkaitan dengan
penyakit bercak daun (Yudiwanti et al., 1998).

7

8

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2012 di desa
Cijelag kabupaten Sumedang dengan ketinggian tempat 40 meter diatas
permukaan laut (dpl).
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah 16 galur generasi lanjut hasil
pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB yang
merupakan hasil persilangan antara varietas Gajah x galur intoduksi GP-NC WS4,
dan empat varietas unggul nasional yaitu varietas Gajah sebagai varietas
pembanding yang rentan terhadap penyakit bercak daun dan varietas Sima,
Jerapah, dan Zebra Putih sebagai varietas pembanding yang toleran terhadap
penyakit bercak daun. Bahan lain yang digunakan adalah insektisida berbahan
aktif karbofuran dengan dosis 15 kg per ha, pupuk kandang dengan dosis 2 ton per
ha, dan pupuk NPK Phonska (15-15-15) dengan dosis 1,094 per ha.
Metode Penelitian
Percobaan disususun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak ( RKLT ) dengan satu faktor yaitu 20 genotipe kacang tanah. Setiap
genotipe diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing taraf sehingga terdapat
60 satuan percobaan. Satuan percobaaan berupa petakan dengan ukuran 3 m x 3
m. Adapun model linier RKLT adalah sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij

= Nilai pengamatan dari genotipe ke-i ulangan ke-j

μ

= Nilai rata-rata pengamatan

αi

= Pengaruh perlakuan ke-i ( 1, 2, 3,…,20)

βj

= Pengaruh ulangan ke-j ( 1, 2, 3)

εij

= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan kontrol ke-i ulangan ke-j.

8

9

Pelaksanaan Kegiatan
Dua minggu sebelum galur-galur yang dievaluasi ditanam, terlebih dahulu
dilakukan pengolahan lahan dengan menggemburkan tanah sampai kedalaman
15-20 cm, kemudian dibuat petak percobaan sebanyak 60 petak dengan ukuran
setiap petak 3 m x 3 m. Pupuk kandang yang telah masak diberikan satu minggu
sebelum penanaman dengan dosis 2 ton per ha.
Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 40 cm x 15 cm
dan ditanam satu benih per lubang. Pupuk NPK Phonska diaplikasikan satu kali
pada saat penanaman. Pupuk diberikan dengan cara dialur di samping lubang
tanam. Selain itu, aplikasi insektisida berbahan aktif karbofuran dengan dosis 15
kg per ha juga dilakukan pada saat penanaman.
Pemeliharaan mencakup penyulaman yang dilakukan pada 1 MST
(Minggu Setelah Tanam), pemenuhan kebutuhan air, pembumbunan, dan
penyiangan. Sistem pengairan dilakukan dengan sistem tadah hujan. Penyiangan
dilakukan setiap minggu sampai tanaman berumur 5 MST dan pembumbunan
dilakukan saat 5 MST.
Panen dilakukan pada 96 HST (Hari Setelah Tanam). Pengeringan polong
dilakukan dengan cara dijemur ± 8 jam setiap hari saat cuaca cerah selama 3 hari.
Pengamatan
Pengamatan untuk hasil dilakukan dengan menggunakan ubinan 1 m x 1 m
pada masing-masing petak percobaan. Pengamatan untuk karakter lainnya
dilakukan pada 5 tanaman contoh yang diambil secara acak dari tanaman di setiap
ubinan berukuran 1 m x 1 m (17 tanaman contoh). Peubah yang diamati
mencangkup:
1. Tinggi tanaman saat panen yang diukur dari batas antara batang dengan
akar sampai titik tumbuh pada batang utama.
2. Jumlah cabang yang tumbuh pada tiap tanaman saat panen.
3. Persentase panjang batang utama berdaun hijau pada saat panen, dihitung
dengan rumus: (panjang batang utama berdaun hijau dibagi tinggi tanaman
saat panen) x 100 %.

9

10

4. Jumlah polong total, polong bernas, dan polong cipo yang dihitung setelah
tanaman pada ubinan dikeringkan.
5. Bobot polong total, polong bernas, polong cipo yang dihitung setelah
tanaman pada ubinan dikeringkan.
6. Bobot biji dari tanaman pada ubinan yang sudah dikeringkan.
7. Bobot 100 biji kering.
Analisis Data
Terhadap data yang diperoleh dilakukan uji kenormalan dengan metode
Andersson-Darling. Transformasi dilakukan pada data yang menunjukkan sebaran
tidak normal. Selanjutnya data yang telah memiliki sebaran normal diolah dengan
uji-F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji t-Dunnett pada
taraf nyata 5%. Analisis data lainnya digunakan untuk menduga nilai heritabilitas
arti luas dan korelasi antar karakter yang diamati.
Tabel 1. Analisis ragam percobaan dengan RKLT
SK
Db
KT
E (KT)
Ulangan
r-1
M1
Perlakuan g-1
M2
σ² + rσ²g
Galat
(r-1)(g-1) M3
σ²
Keterangan :
SK
: sumber keragaman
KT
: kuadrat tengah
E (KT) : harapan kuadrat tengah
db
: derajat bebas
r
: banyaknya ulangan
g
: banyaknya galur
Berikut ini merupakan pendugaan persamaan untuk komponen ragam:
Ragam lingkungan (σe2) = M3/r
Ragam genetik (σg2) = (M2 – M3)/r
Ragam fenotipik (σp2) = M2/r
Selain itu, dilakukan analisis untuk menduga nilai heritabilitas arti luas
(h2bs) dan analisis korelasi antar karakter yang diamati. Rumus untuk masingmasing analisis tersebut yaitu:

10

11

1. Nilai heritabilitas arti luas (h2bs) merupakan rasio ragam genetik terhadap ragam
fenotipik dan nilai duganya ditentukan menggunakan rumus
h2bs = σg2 / σp2
2. Analisis korelasi antar karakter yang diamati menggunakan rumus:

r

= koefisien korelasi

Xi dan Yi

= nilai pengamatan pada karakter-karakter yang diamati

x dan ȳ

= rataan nilai pengamatan pada karakter-karakter yang diamati

11

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan percobaan seluas 640 m2 yang
terletak pada ketinggian 40 m diatas permukaan laut (dpl). Tanah pada lokasi
penelitian berstruktur liat dengan nilai pH sebesar 4.8. Menurut Adisarwanto
(2001), pH optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 6.5 sampai 7.0.
Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah.
Pada kondisi iklim basah seperti Indonesia bagian barat, sebagian besar
kation tanah tercuci oleh air hujan, yang tertinggal adalah kation yang bersifat
masam, seperti Al3+, dan H+, sehingga tanah bersifat masam. Tanaman tidak
mampu tumbuh pada tanah dengan kadar Al3+ tinggi. Akar tanaman diselaputi
oleh Al dan akar tanaman tidak dapat menyerap hara. Hara P dalam tanah maupun
yang ditambahkan tidak tersedia karena diikat oleh Al. Hara K tidak tersedia
karena terdesak oleh Al. Selain itu, kejenuhan Al akan rendah apabila kadar Al
tanah tinggi (Balittan, 2010).
Pemberian kapur pada lahan masam dapat meningkatkan pH tanah dan
menurunkan Al-dd. Sumarwoto (2010) mengatakan bahwa pemberian kapur pada
tanah ber Al-dd tinggi sangat diperlukan, sampai pada taraf 1 ton ha-1 kapur
pertanian (kaptan) untuk setiap 1 me Al-dd per 100 g tanah. Pemberian kapur dapat
meningkatkan pH tanah dari 4.55 menjadi 5.99. Selain meningkatkan pH,
pemberian kaptan juga dapat meningkatkan kadar Ca dan Mg tersedia,
meningkatkan KTK tanah dari 24.16 menjadi 30.81, serta menurunkan Al-dd dari
19.99 menjadi tidak terukur (sangat kecil).

Curah hujan rata-rata selama penanaman kacang tanah adalah 190.233 mm
dengan 13 hari hujan (hh) dan suhu rata-rata harian sebesar 30.17 oC (Tabel 2).
Menurut Fachruddin (2000), suhu sangat berpengaruh terhadap perkecambahan
biji dan pertumbuhan awal. Pada suhu kurang dari 18 oC, laju perkecambahan
rendah. Pertumbuhan kacang tanah meningkat sejalan dengan peningkatan suhu
dari 20

o

C menjadi 30

o

C. Total curah hujan optimum selama periode

pertumbuhan antara 300-500 mm. Curah hujan yang beragam dalam jumlah dan
pendistribusiannya akan mempengaruhi pertumbuhan dan pencapaian hasil
kacang tanah.
12

13

Pada penelitian ini, pemenuhan kebutuhan air sepenuhnya berasal dari air
hujan. Pada Lampiran 1 terlihat bahwa selama fase pertumbuhan, pertanaman
kacang tanah mengalami cekaman kekeringan terutama pada 40-45 HST. Irsal
(2005) menyatakan bahwa tanaman kacang tanah yang terkena cekaman
kekeringan setiap 7 hari sekali selama fase pertumbuhannya memiliki jumlah
polong paling sedikit diantara perlakuan cekaman lainnya (1 hari sekali, 3 hari
sekali, dan 5 hari sekali).
Tabel 2. Curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu udara selama penanaman
Bulan
Suhu udara (oC) Curah Hujan (mm)
Jumlah Hari Hujan
34.80
362.00
20
Maret
27.80
152.50
12
April
27.90
56.20
7
Mei
Rata30.17
190.23
13
rata
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Jatiwangi
Hama yang umum ditemukan pada lahan percobaan adalah belalang
(Oxya spp.), ulat bulu (Caterpillar phenomenon), kutu (Aphis sp.), dan tikus
(Rattus sp.). Serangan hama belalang, ulat bulu, dan kutu mulai terjadi pada 5
MST dan serangan mulai membahayakan pertanaman pada 7 MST. Pengendalian
hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Matador dengan konsentrasi
0.5-1 ml L-1. Hama tikus menyerang pada 10 MST dan sangat menurunkan hasil
yang diperoleh per petak percobaan. Intensitas serangan hama tikus paling parah
terjadi pada galur GWS 110D.

A

B

C

Gambar 1. Hama yang menyerang kacang tanah. (A) ulat bulu (Caterpillar
phenomenon), (B) belalang (Oxya sp.), (C) kutu (Aphis sp.)
13

14

A

B

C

D

E
Gambar 2. Gejala serangan hama dan gejala penyakit pada kacang tanah.
(A) tikus (Rattus sp), (B) karat daun, (C) virus belang, (D) layu
bakteri, dan (E) bercak daun.
Penyakit bercak daun mulai menyerang pertanaman kacang tanah pada

umur 3 MST. Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak hitam kecil pada
daun bagian bawah. Serangan awal terjadi pada sebagian besar pertanaman
kacang tanah kecuali Sima pada ulangan satu dan dua dan Sima, GWS 27C, dan
Zebra Putih pada ulangan tiga. Pada 5 MST intensitas serangan mulai meningkat
hingga semua pertanaman kacang tanah telah terjangkit penyakit bercak daun.
Selain penyakit bercak daun, penyakit yang menyerang pertanaman
kacang tanah adalah karat (Puccinia arachidis), layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum), dan virus belang (Peanut Stripe Virus/PStV). Penyakit layu
bakteri mengurangi populasi pertanaman kacang tanah hingga 2.46% karena
penyakit ini menyebabkan tanaman layu dan pada akhirnya tanaman menjadi

14

15

mati. Suryadi dan Rais (2009) mengemukakan bahwa infeksi pada tanaman muda
dapat mengakibatkan tanaman layu secara tiba-tiba dengan daun tetap berwarna
hijau, tetapi tampak layu, seperti bekas tersiram air panas, kemudian tanaman
mati. Sama halnya dengan penyakit bercak daun, penyakit layu bakteri menyerang
tanaman pada umur 3 MST. Serangan penyakit layu bakteri tidak dalam taraf
yang membahayakan, sehingga tidak dilakukan pengendalian terhadap penyakit
ini.
Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji
Genotipe-genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan yang nyata
berdasarkan uji F untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang pada taraf 5%
(Tabel 3). Perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan oleh genotipe yang diuji untuk
karakter panjang batang utama berdaun hijau tua, persentase panjang batang
utama berdaun hijau tua, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah
polong cipo, bobot polong total, bobot polong bernas, bobot polong cipo, bobot
100 butir biji, dan bobot biji total.
Tabel 3. Rekapitulasi uji F karakter pada 20 genotipe kacang tanah
Pr>F
KK (%)
Karakter
F hitung
*
0.016
30.11
Tinggi tanaman
2.26
*
0.029
22.75
Jumlah cabang
2.05
Persentase panjang batang utama
0.77 tn
0.727
18.43
berdaun hijau tua (%) b
0.177
25.97
Jumlah polong total b
1.41 tn
b
tn
0.127
26.85
Jumlah polong bernas
1.54
c
tn
0.833
25.65
Jumlah polong cipo
0.66
tn
0.422
49.14
Bobot polong total (g)
1.06
tn
0.350
49.29
Bobot polong bernas (g)
1.14
c
tn
Bobot polong cipo (g)
0.59
0.892
32.35
tn
0.077
11.27
Bobot 100 butir biji
1.72
b
tn
0.300
28.64
Bobot biji total
1.21
Keterangan: *: nyata pada taraf 5% ; tn: tidak nyata; KK: koefisien keragaman;
a: transformasi 1/x; b: transformasi ; c: transformasi log x.
Tabel 3 juga menunjukkan beberapa karakter yang diikuti oleh huruf a, b,
dan c. Karakter yang diikuti huruf-huruf tersebut adalah karakter yang telah
ditransformasi menggunakan jenis transformasi sesuai keterangan pada masing-

15

16

masing huruf yang berada di bawah tabel. Karakter-karakter tersebut
ditransformasi disebabkan oleh data dari karakter tersebut tidak menyebar normal
setelah dilakukan analisis kenormalan menggunakan uji Anderson-Darling. Data
dikatakan normal dengan uji Anderson-Darling jika data tersebut memiliki
P value >0.05%.
Data yang tidak menyebar normal membuat asumsi pokok dalam analisis
ragam tidak terpenuhi. Salah satu cara untuk membuat data menjadi mendekati
sebaran normal dan ragam tidak dipengaruhi oleh perubahan nilai tengah
perlakuan adalah melalui transformasi data. Melalui transformasi data diharapkan
asumsi pokok dalam analisis ragam dapat terpenuhi, sehingga pengambilan
keputusan melalui uji nyata menjadi sahih (Mattik dan Sumertajaya, 2006).
Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun
Karakter-karakter vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah
cabang, dan persentase panjang batang utama berdaun hijau tua. Genotipegenotipe yang diuji menunjukkan perbedaan keragaan terhadap ketiga karakter
vegetatif tersebut. Hasil uji F menunjukan bahwa genotipe-genotipe tersebut
memiliki perbedaan yang nyata pada taraf 5% untuk karakter tinggi tanaman dan
jumlah cabang (Tabel 3). Namun setelah dilakukan uji t-Dunnet pada taraf 5%,
galur-galur yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan
dengan varietas pembanding rentan (Gajah) dan toleran (Sima). Sima dipilih
sebagai pembanding toleran untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang
pada uji t-Dunnet karena Sima memiliki nilai tengah yang tertinggi untuk kedua
karakter tersebut (Tabel 4). Kedua karakter tersebut memiliki kisaran nilai sebesar
47-92 cm untuk karakter tinggi tanaman dan 3-7 cabang untuk karakter jumlah
cabang.
Karakter persentase panjang batang utama berdaun hijau tua merupakan
peubah yang diajukan untuk menilai secara kuantitatif tingkat ketahanan genotipe
kacang tanah terhadap penyakit bercak daun (Yudiwanti et al., 2008). Karakter ini
memiliki kisaran nilai 8%-17% dengan nilai tengah terendah ada pada Gajah
(Tabel 4). Apabila dibandingkan dengan Gajah, keenambelas galur yang diuji
memiliki nilai tengah yang lebih tinggi. Hal ini menunjukan bahwa semua galur
yang diuji lebih tahan terhadap penyakit bercak daun dibandingkan dengan Gajah.
16

17

Tabel 4. Nilai tengah karakter vegetatif 20 genotipe kacang tanah
Genotipe
GWS 110A2
GWS 73D
GWS 110A1
GWS 74 D
GWS 39 D
GWS 74 A1
GWS 27 C
GWS 72 A
GWS 18 A1
GWS 138 A
GWS 134 A1
GWS 39 B
GWS 110 D
GWS 134 D
GWS 134 A
GWS 79 A
Zebra Putih
Gajah
Sima
Jerapah

Tinggi
tanaman (cm)

Jumlah
cabang

47.82
58.77
63.02
65.17
66.13
67.80
70.10
69.73
52.87
60.60
59.97
52.08
60.77
72.50
79.58
63.49
53.73
63.13
97.09
60.85

5.80
4.73
5.47
4.60
5.47
4.87
4.80
7.00
5.73
6.60
7 .00
5.28
6.80
7.70
7.20
7.20
3.93
5.27
4.40
4.13

Persentase panjang
batang utama berdaun
hijau tua (%)
12.57
17.46
15.64
12.89
16.30
15.19
13.82
17.78
13.51
15.71
14.57
15.09
10.80
17.92
15.71
11.46
13.24
8.79
15.93
12.53

Persentase panjang batang utama berdaun hijau tua yang diukur pada saat
panen menunjukan ketahanan tanaman dalam mempertahankan jumlah daun yang
masih hijau selama terserang penyakit bercak daun. Penurunan hasil yang
disebabkan penyakit bercak daun lebih pada penurunan kemampuan fotosintesis
selama tanaman terserang penyakit. Hal ini karena tanaman yang terkena penyakit
bercak daun, daunnya akan mengering dan rontok.
Semakin banyaknya daun yang masih hijau pada batang utama selama
tanaman terserang penyakit bercak daun diharapkan dapat meningkatkan hasil.
Hal ini karena daun-daun pada batang utama merupakan penyuplai utama asimilat
untuk pengisian polong/biji, sedangkan daun-daun yang tumbuh pada cabang
merupakan penyuplai asimilat utuk kebutuhan sink-sink lain selain biji
(Purnamawati, 2012). Seperti yang dilaporkan oleh Purnamawati et al. (2010),
apabila kegiatan fotosintesis dapat tetap dipertahankan tinggi selama periode
pengisian biji maka akan sangat menguntungkan karena kebutuhan biji akan dapat
terpenuhi.

17

18

Galur 134D memiliki nilai tertinggi untuk karakter jumlah cabang
(7.73 cabang), namun nilai tengah tertinggi untuk karakter jumlah polong total
dan jumlah polong bernas tidak dimiliki oleh galur 134D (Tabel 5). Hal ini
bertentangan dengan Riduan dan Sudarsono (2005) yang melaporkan bahwa
peningkatan jumlah cabang biasanya berasosiasi dengan peningkatan daya hasil
yang menghasilkan polong dan biji lebih banyak karena bunga dan polong kacang
tanah lebih banyak berkembang dari cabang sekunder bagian bawah. Menurut
Yudiwanti dan Ghani (2002), pengaruh jumlah cabang terhadap daya hasil akan
lebih ditentukan oleh jumlah cabang produktif dan persentase bunga yang
membentuk polong.
Karakter Hasil dan Komponen Hasil
Karakter hasil yang diamati adalah bobot biji total, dan karakter komponen
hasil yang diamati adalah jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah
polong cipo, bobot polong bernas, bobot polong total, bobot polong cipo, dan
bobot 100 butir biji. Pengamatan karakter hasil dan komponen hasil dilakukan
pada seluruh tanaman pada ubinan berukuran 1 m x 1 m atau 17 tanaman bebas
serangan hama tikus.
Hasil uji F (Tabel 3) menunjukkan bahwa karakter hasil dan komponen hasil
tidak memiliki perbedaan yang nyata. Namun secara keseluruhan, galur-galur
yang diuji sebagian besar memiliki nilai tengah lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas pembanding (rentan dan toleran) untuk karakter hasil dan komponen hasil
yang diamati (Tabel 5 dan Tabel 6).
Bobot 100 biji merupakan karakter yang biasa digunakan untuk menduga
ukuran biji (Yudiwanti dan Ghani, 2002). Semakin besar bobot 100 biji maka
ukuran benihnya semakin besar. Menurut Utomo et al (2005), ukuran polong dan
biji yang lebih besar dapat berkontribusi pada hasil yang tinggi.
Genotipe yang diuji memiliki kisaran nilai 38-194 polong untuk jumlah
polong total, 27-148 polong untuk jumlah polong bernas dan 10-49 polong untuk
jumlah polong cipo (Tabel 5). Nilai tengah tertinggi untuk jumlah polong total
terdapat pada GWS 110A1 dan terendah terdapat pada GWS 110D. GWS 134D
mamiliki jumlah polong bernas yang lebih banyak dibandingkan dengan 110A1
yang memiliki jumlah polong total paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
18

19

galur 134D memiliki kemampuan mengisi polong yang lebih baik bila
dibandingkan dengan 110A1.
Tabel 5. Nilai tengah jumlah polong (total, bernas, cipo), dan bobot 100 butir biji
pada 20 genotipe kacang tanah
Galur
GWS 110A2
GWS 73D
GWS 110A1
GWS 74 D
GWS 39 D
GWS 74 A1
GWS 27 C
GWS 72 A
GWS 18 A1
GWS 138 A
GWS 134 A1
GWS 39 B
GWS 110 D
GWS 134 D
GWS 134 A
GWS 79 A
Gajah
Zebra putih
Sima
Jerapah

Jumlah polong
total

Jumlah polong
bernas

Jumlah
polong cipo

142.67
165.67
194.67
107.67
175.67
121.67
59.67
95.33
147.33
111.67
183.00
143.67
38.00
118.00
81.67
123.67
122.33
97.00
110.67
78.00

101.33
121.33
141.67
74.67
140.00
90.00
43.33
75.00
132.67
86.00
148.00
112.00
27.67
89.33
60.33
85.67
96.67
76.33
78.00
61.33

41.33
44.33
49.67
33.00
35.67
21.67
16.33
20.33
14.67
25.00
35.00
31.67
10.33
28.00
21.33
38.00
23.67
20.67
32.67
16.67

Bobot 100
butir biji
(g)
38.38
43.07
42.78
47.71
41.59
43.18
43.76
44.13
34.55
46.01
46.41
40.34
39.13
43.09
45.30
45.73
43.41
35.72
40.27
44.52

Galur-galur yang diuji memiliki kisaran nilai 34-47 g untuk bobot
100 butir biji. Menurut Yudiwanti dan Ghani (2002), ukuran benih kacang tanah
tergolong medium jika memiliki bobot 100 butir benih sebesar 31-38 g, sehingga
dapat disimpulkan bahwa galur-galur yang diuji memiliki ukuran benih medium
dan besar. Galur yang memiliki ukuran benih medium adalah galur GWS 110A2
dan GWS 18A1, sedangkan keduabelas galur yang lain memiliki ukuran benih
yang besar. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Junaedi (2010)
dan Budiman (2011) yang melaporkan bahwa keenambelas galur yang diuji
memiliki ukuran biji yang besar.
Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan lokasi, iklim dan tidak
dilakukannya pengapuran. Namun menurut Wijaya (2011), tindakan pengapuran
tidak mempengaruhi bobot 100 biji. Tindakan pengapuran hanya berpengaruh

19

20

nyata pada persentase polong penuh, setengah penuh, dan jumlah bunga pada
10 MST. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan bobot 100 butir biji yang
terjadi pada penelitian ini dan dua penelitian sebelumnya lebih dikarenakan pada
perbedaan lokasi dan iklim.
Tabel 6. Nilai tengah bobot polong (total, bernas, dan cipo) dan bobot biji total 20
genotipe kacang tanah
Genotipe
GWS 110A2
GWS 73D
GWS 110A1
GWS 74 D
GWS 39 D
GWS 74 A1
GWS 27 C
GWS 72 A
GWS 18 A1
GWS 138 A
GWS 134 A1
GWS 39 B
GWS 110 D
GWS 134 D
GWS 134 A
GWS 79 A
Gajah
Zebra Putih
Sima
Jerapah

Bobot polong
total (g)
115.41
156.47
155.25
110.55
116.80
117.91
54.43
94.59
93.38
111.86
172.27
126.79
41.43
112.03
78.62
120.91
114.43
122.80
122.96
77.44

Bobot polong
bernas (g)
95.57
132.73
133.30
86.63
135.24
93.60
64.69
81.97
83.94
97.87
119.65
111.99
33.06
97.33
68.59
96.18
103.08
107.18
101.09
71.70

Bobot polong
cipo (g)
19.69
23.74
21.94
23.98
11.13
18.49
9.35
12.62
9.45
8.69
17.79
14.79
8.47
14.07
10.03
24.73
11.35
15.62
21.86
7.79

Bobot biji
total (g)
77.99
92.92
117.27
69.82
99.31
72.14
31.75
61.08
68.83
73.31
115.43
78.73
18.90
65.97
60.32
83.16
77.31
61.67
74.25
51.92

Kisaran nilai untuk karakter bobot polong total adalah 41-172 (g), bobot
polong bernas adalah 33-135 (g), bobot polong cipo adalah 8-24 (g), dan bobot
biji total adalah 18-117 (g) (Tabel 6). Galur GWS 73D dan 110A1 memiliki nilai
tengah yang lebih tinggi dibandingkan nilai tengah kedua varietas pembanding
(toleran dan rentan) untuk karakter bobot polong total, bobot polong bernas, dan
bobot biji total. Varietas pembanding toleran terbaik untuk karakter bobot polong
total dan bobot polong bernas adalah Sima, sedangkan varietas pembanding
toleran terbaik untuk karakter bobot polong bernas adalah Zebra Putih.
Nilai tengah rata-rata untuk karakter bobot polong cipo, semua galur yang
diuji memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding
toleran dan rentan. Tingginya bobot polong cipo pada galur yang diuji
20

21

menunjukkan bahwa galur-galur tersebut masih memiliki kemampuan mengisi
polong yang kurang baik bila dibandingkan dengan pembanding Gajah (rentan)
dan Jerapah (toleran terbaik).
Korelasi antar Karakter yang Diamati
Analisis korelasi menggambarkan hubungan keeratan antar karakter yang
diamati. Nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan rentang nilai
antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka
tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin mendekati nol
maka tingkat keeratannya semakin rendah (Mattik dan Sumertajaya, 2006).
Menurut Abu Bakar (2007), hubungan signifikansi menerangkan tentang
kesahihan hubungan antara dua variabel berdasarkan pada taraf kepercayaan yang
diambil (5% atau 1%). Nilai korelasi yang nyata berarti adanya hubungan yang
kuat, bukan karena adanya peluang tetapi benar-benar hubungan yang nyata antara
dua variabel tersebut.
Hubungan antar karakter yang erat dan positif ditunjukan oleh karakter
jumlah polong total dan jumlah polong bernas (Tabel 7). Hal ini dikarenakan
hubungan antara dua karakter tersebut memiliki koefisien korelasi positif yang
paling tinggi (0.984) dan hubungan keeratannya nyata pada taraf 1%
dibandingkan dengan hubungan antar karakter yang lainnya. Korelasi yang nyata
dan positif dari kedua karakter tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi atau
rendah jumlah polong total maka jumlah polong bernas akan semakin tinggi atau
rendah pula.
Salah satu kendala untuk merakit varietas baru yang tahan dan daya hasil
tinggi adalah adanya hubungan yang negatif antara karakter ketahanan dengan
daya hasil. Yudiwanti et al. (1998) dan Utomo dan Akin (2004) melaporkan
bahwa sifat ketahanan terhadap suatu penyakit berkorelasi negatif dengan daya
hasil. Namun pada penelitian kali ini, karakter persentase panjang batang utama
berdaun hijau yang diajukan sebagai karakter ketahanan terhadap penyakit bercak
daun berkorelasi positif terhadap karakter hasil yaitu bobot biji total meskipun
hubungan

keeratan

tersebut

tidak

nyata

(Tabel

7).

21

22

Tabel 7. Koefisien korelasi pearson antar karakter pada galur-galur kacang tanah tahan penyakit bercak daun
JC
PPBH
JPT
JPB
JPC
BPT
BPB
BPC
BSBB
BBT

TT
0.013
(0.958)
0.293
(0.21)
-0.001
(0.995)
0.064
(0.788)
-0.12
(0.613)
-0.116
(0.628)
-0.106
(0.657)
0.019
(0,938)
-0.648
(0.002)
-0.191
(0.421)

JC

PPBH

JPT

JPB

JPC

BPT

BPB

BPC

BSBB

-0.26
(0.268)
-0.155
(0.515)
-0.164
(0.49)
0.004
(0.988)
-0.044
(0.855)
0.04
(0.867)
0.221
(0.349)
-0.301
(0.197)
-0.17
(0.473)

0.35
(0.13)
0.383
(0.095)
0.273
(0.244)
0.171
(0.471)
0.345
(0.136)
0.103
(0.666)
0.021
(0.929)
0.275
(0.241)

0.984**
(