Budaya Hajatan Pada Masyarakat Subang

2.5 Budaya Hajatan Pada Masyarakat Subang

Hajatan adalah ikatan sosial masyarakat desa yang didasarkan atas kepercayaan akan adanya kekuatan gaib yang datang dari mahluk halus (setan) yang dapat mengganggu kehidupan manusia (Ekajati, 1995:246). Menurut Kamus Umum Basa Sunda hajatan ialah "Niat atawa kaperluan sideicah, salametan (barangbere), minangka bayar denda, nebus dosa " Artinya: Niat atau keperluan seseorang untuk mengadakan sedekah atau derma berdasarkan cinta kasih kepada sesama manusia, dan merupakan wujud rasa syukur atas segala nikmat dan rahmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (1994: 159).

Hajatan itu sendiri merupakan upacara tradisional yang diikuti oleh seluruh penduduk desa secara bersama-sama (seluruh desa/kampung) dan secara berkelompok. Hajatan dimaksud untuk memohon berkah dan menjalin hubungan baik dengan yang gaib sehingga tidak mengganggu manusia. Kegiatan hajat telah menjadi tradisi, setiap anggota masyarakat merasa terikat untuk melaksanakannya, seolah-oleh merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

Para pemeluk suatu religi atau agama memang ada yang menjalankan kewajiban mereka untuk melakukan upacara itu secara sungguh-sungguh, tetapi tidak sedikit yang hanya melakukannya setengah-setengah saja. Seperti yang diungkapakan oleh Koentjaraningrat berikut ini:

... Motivasi mereka tidak terutama untuk berbakti kepada dewa atau Tuhannya, atau untuk mengalami kepuasan keagamaan secara pribadi, tetapi juga karena mereka manganggap melakukan upacara itu sebagai suatu kewajiban sosial..." (Koentjaraningrat, 1085:24) .

Dewasa ini, hajatan bagi masyarakat Subang tidak semata-mata berkaitan dengan kepercayaan atau religi saja. Hajatan kadang-kadang juga digunakan untuk mencapai tujuan tertentu di luar konteks kepercayaan dan religi. Sehingga kewajiban seseorang untuk melaksanakan hajatan di sisi lain telah menjadi "hak" orang itu untuk melaksanakan hajatan dan masyrakat berkewajiban membantu penyelenggaraan hajatan itu. Fungsi sosial hajatan dalam konteks kedua kadang- kadang tidak jelas untuk peristiwa apa hajatan itu diselenggarakan. Berkaitan dengan hal tersebut di bawah ini akan dibagi dua macam hajatan yaitu hajatan dalam konteks kepercayaan dan religi, dan hajatan dalam konteks lain.

Dalam konteks kepercayaan masyarakat Subang, pada dasarnya ada dua jenis hajatan yaitu hajat untuk siklus alam dan hajat untuk siklus daur hidup. Hajat Dalam konteks kepercayaan masyarakat Subang, pada dasarnya ada dua jenis hajatan yaitu hajat untuk siklus alam dan hajat untuk siklus daur hidup. Hajat

(A) Hajat Untuk Siklus Alam. Di daerah Subang ada beberapa jenis hajat siklus alam yaitu hajat laut pada masyarakat nelayan dan hajat bumi pada masyarakat agraris yang terdiri dari Ngabengkat, ngalokat tanah nyalin, dan hajat desa.

(1) Ngabengkat adalah upacara mapag cai kahuripan. Upacara ini dilaksanakan saat musim penghujan tiba. Upacara ini dilakukan di hulu sungai, yang pelaksanaannya dipimpin oleh para pemangku hajat, dukun (pawang) dan disaksikan oleh beberapa tokoh masyarakat serta aparat desa. Kegiatan upacara didahului dengan pembakaran kemenyan, pembacaan mantera, dan doa selamat yang dilengkapi dengan hidangan sesajen (sesaji) dan penanaman kepala kerbau atau kambing. Kegiatan upacara itu dialanjutkan dengan arak-arakan (mengarak benda-benda yang digunakan untuk menggarap tanah seperti cangkul, bajak, garu lalandak, dan sejenisnya). Kegiatan arak- arakan ini mengelilingi kampung dan berakhir di halaman balai desa, yang dilanjutkan dengan syukuran. Dalam kegiatan ini seluruh warga yang hadir dapat menikmati hidangan (memotong tumpeng). Pada malam harinya dapat menyaksikan pertunjukan kesenian.

(2) Ngalokat tanah, ngalokat artinya membersihkan dari segala sifat jelek yang dapat membawa malapetaka. Dengan ngalokat diharapkan dijauhkan dari marabahaya. Pada hakekatnya adalah ngalokat tanah pertanian dari segala jenis tanaman lir seperti rumput, gulma, dan sejenisnya. Ngalokat tanah juga meruoakan (2) Ngalokat tanah, ngalokat artinya membersihkan dari segala sifat jelek yang dapat membawa malapetaka. Dengan ngalokat diharapkan dijauhkan dari marabahaya. Pada hakekatnya adalah ngalokat tanah pertanian dari segala jenis tanaman lir seperti rumput, gulma, dan sejenisnya. Ngalokat tanah juga meruoakan

(3) Nyalin/Mitembeyan, upacara nyalin atau mitembeyan adalah upacara panen perdana yang dilakukan sebelum dimulainya kegiatan menuai padi secara umum. Yang melakukan nyalin ialah kuncen atau dukun atau juga ajengan. Upacara ini didahului oleh doa selamat. Pemilik atau penggarap huma atau sawah membuat ancak (sanggar) yang di dalamnya berisi berbagai macam sesajen, antara lain: nasi tumpeng, telur, lauk pauk, sekapur sirih, tujuh macam ramuan rujak, minyak kelapa, kaca, sisir kerep, sisir jarang, kembang rampe, dan param. Sanggar tersebut diletakkan di sudut petak sawah di antara padi yang akan dituai pertama kali. Padi yang dipotong pertama kali itu dijadikan Indung Pare (Dewi Sri). Sanggar tersebut ditutupi dengan boeh rarang (kain putih) dan di dekatnya dipasang pula bendera warna kuning dan putih dengan tiang bambu melengkung (umbul- umbul), sapu lidi ditancapkan dengan api dan diberi kemenyan (Soeganda, 1982:5).

Setelah selesai doa selamat mulailah menyalin dengan memotong 10 atau

20 potong padi. Padi tersebut dibungkus dengan kain putih yang kemudian diletakkan di atas sanggar. Setelah upacara nyalin kemudian panen dimulai. Berkenaan dengan panen ini biasanya, di daerah Subang, dilanjutkan dengan hajat bumi (ngaruat bumi) atau hajat desa. Kegiatan ini lebih meriah dari upacara ngabeungkat.

(B) Hajat untuk siklus daur hidup. Hajat ini diselenggarakan oleh perorangan dengan dibantu oleh organisasi kepanitiaan yang dibentuk sebelum hari hajatan dilaksanakan, biasanya pada malam mamarung (semalam sebelum hajatan). Hajatan dalam upacara adat masyarakat Sunda khususnya daerah Subang dilukiskan pada tahap-tahap kehidupan seperti kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian.

(1) Upacara kelahiran secara umum memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: tingkeban, mandi kembang, pemeliharaan bayi, peringatan-peringatan untuk sang suami, mudun lemah, dan mencukur bayi. Upacara tingkeban dilaksanakan pada waktu bayi dalam kandungan berusia tujuh bulan (Soeganda, 1982:16). Sidekah tingkeb biasanya harus jatuh pada bulah Hijriah pada tanggal- tanggal yang memiliki angtka 7 (tanggal 7,17,dan 27). Waktu pelaksanaannya dilaksanakan pada jam tujuh pagi atau petang. Hal lain yang terkait dengan kebutuhan upacara adalah rnrujakan yang dibuat dari tujuh macam buah-buahan, samping kebat tujuh buah, elekan (ruas bambu kecil kira-kira berukuran sejengkal) tujuh buah, ayakan bambu tujuh buah, dan ikan belut tujuh ekor.

Selamatan menurunkan dan mencukur bayi biasanya disaturagakan dengan selamatan empat puluh hari. Bagi orang-orang yang mampu pada selamatan empat puluh hari bayi mengadakan keramaian pertunjukan kesenian.

(2) Khitanan, telah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk disunat atau dikhitan. Sunatan atau khitanan dilakukan ketika anak laki-laki cukup kuat untuk disunat, dan di beberapa daerah biasanya anak yang disunat itu telah khatam (tamat mengaji Al-Qur'an). Disunat hukumnya wajib baik bagi anak laki-laki atau perempuan.

Di daerah Subang sebelum anak disunat terlebih dahulu diadakan upacara ngarak beas (ngarak Dewi Sri). Upacara ini didahului oleh tutunggulan (memukul lesung). Anak diarak mengelilingi rumah tinggalnya yang dipandu oleh dukun dan pembawa kelapa muda (kelapa muda diseret), kemudian disawer.

(3) Hajat pernikahan, hajat pada pernikahan dilakukan setelah ijab kabul. Biasanya yang menyelenggarakan hajat adalah pihak pengantin wanita, dengan biaya sendiri atau dibantu oleh pihak pengantin pria. Di Subang penyelenggaraan hajat yakni pada saat pengantin perempuan menyelenggarakan selamatan, atau pada saat pengantin pria nginngkeun (melepas anaknya untuk berumahtangga). Pelaksanaan hajatan ini tak ubahnya hajat khitanan

(4) Kematian, hajat pada kematian disebut hajat papait atau kesusahan. Pada hajat papait ini dikenal dengan sidekah nyususr tanah, yaitu sedekah orang mati waktu ia dikubur. Pada acara kematian ini dilaksanakan ngamandikeun mayit (memandikan mayat), nyolatkeun mayit (menshalatkan mayat), ngolongpasaran, ngurebkeun , yang diakhiri oleh telekin.

Di daerah Subang apabila seseorang akan mengadakan hajatan tidak perlu dalam konteks upacara ritus, seperti pada bahasan di atas saja, tetapi juga kadang- kadang mengadakan hajatan dalam untuk tujuan komersial yaitu yang dikenal dengan istilah arisan hajat, hajat syukuran karena telah mencapai kedudukan tertentu, dan lain-lain. Sehingga dikenal istilah gintingan/gantangan. Apabila seseorang yang menyelenggarakan hajat disumbang dengan sejumlah uang, beras, bahan dan makanan dalam jumlah tertentu, maka ia harus mengembalikan sumbangan tersebut dalam jumlah yang sama (minimal) apabila si penyumbang mengadakan hajatan kelak Dalam susunan kepanitiaan hajatan seperti ini, harus ada Di daerah Subang apabila seseorang akan mengadakan hajatan tidak perlu dalam konteks upacara ritus, seperti pada bahasan di atas saja, tetapi juga kadang- kadang mengadakan hajatan dalam untuk tujuan komersial yaitu yang dikenal dengan istilah arisan hajat, hajat syukuran karena telah mencapai kedudukan tertentu, dan lain-lain. Sehingga dikenal istilah gintingan/gantangan. Apabila seseorang yang menyelenggarakan hajat disumbang dengan sejumlah uang, beras, bahan dan makanan dalam jumlah tertentu, maka ia harus mengembalikan sumbangan tersebut dalam jumlah yang sama (minimal) apabila si penyumbang mengadakan hajatan kelak Dalam susunan kepanitiaan hajatan seperti ini, harus ada

Hajatan lain yang suka dilaksanakan orang Subang di luar konteks religi adalah hajatan buka panggung. Hajatan ini diselenggarakan sebagai peresmian berdirinya sebuah perkumpulan kesenian dalam bentuk pergelaran pertama perkumpulan kesenian tersebut. Tempat hajatan dilaksanakan di rumah pimpinan rombongan kesenian itu, dengan biaya ditanggung oleh pimpinan rombongan dan

sponsor. 7 Pada hampir setiap peristiwa hajatan, terutama hajatan pernikahan dan

khitanan, selalu disertakan pertunjukan kesenian. Baik pertunjukan yang berhubungan langsung dengan konteks upacara hajatan maupun pertunjukan sebagai sarana hiburan. Jenis kesenian yang seringkah dipertunjukan dalam konteks upacara tertentu, khususnya di daerah Subang ialah: pantun, wayang kulit, wayang golek, gembyung, dan tarawangsa. Sementara itu hampir semua jenis kesenian dapat ditampilkan dalam upacara hajatan sebagai acara pelengkap di awal atau di akhir upacara. Misalnya pada upacara hajat bumi pertunjukan yang dijadikan acara pokok adalah wayang golek atau wayang kulit, biasanya dengan lakon Batara Kala. Sementara pada acara tambahannya, yaitu arak-arakan

mengambil buah sawen 8 dipertunjukan kesenian helaran seperti kesenian genjring bonyok atau tardug.

7 Sponsor ini terdiri dari donatur, simpatisan, dan sumbangan hajat dari tokoh dan masyarakat yang diundang. Tujuan utama dari sponsor ini adalah mendanai pergelaran kesenian

dengan uang yang sepenuhnya ia tanggung. Tujuan utamanya biasanya adalah untuk melestarikan seni dan budaya.

8 Buah sawen itu berupa bahan-bahan makanan dari hasil bumi yang diikat pada daun kelapa muda (janur). Buah sawen ini diletakkan di pintu masuk ha laman rumah.

Pada acara hajatan yang menyangkut siklus daur hidup semua kesenian di atas bisa dijadikan media upacara. Penduduk Subang dikenal sebagai masyarakat yang gemar melaksanakan hajatan. Pendapat ini berdasarkan pernyataan bahwa untuk melaksanakan hajatan orang Subang kadang-kadang meminjam anak orang lain (saudara, cucu, keponakan) untuk dijadikan pengantin dalam khitanan atau pernikahan (Edih A.S., wawancara, Subang, 11 Juli 2012). Jenis hajatan inilah yang paling sering dilaksanakan oleh masyarakat Subang. Sehingga jenis kesenian yang tumbuh pesat di wilayah Subang adalah jenis kesenian yang tertuju untuk sarana hajatan khitanan dan kesenian untuk sarana pernikahan serta jenis kesenian hiburan. Seperti yang terlihat pada Tabel di atas bahwa hampir semua kecamatan di wilayah kabupaten Subang memiliki perkumpulan-perkumpulan kesenian sisingaan, kliningan , dan tardug.