Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan Di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN
TANGERANG, PROVINSI BANTEN

YULISTA NOVELIYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
usulan penelitian ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016

Yulista Noveliyana
NIM C252124061

RINGKASAN
YULISTA NOVELIYANA. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di
Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh YUSLI
WARDIATNO dan RAHMAT KURNIA.
Ekosistem mangrove memiliki peranan penting baik secara ekologi maupun
ekonomi. Keberadaan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang semakin
memprihatinkan karena terus terjadi konversi lahan mangrove menjadi tambak.
Kerusakan ekosistem mangrove dapat menyebabkan terputusnya mata rantai
kehidupan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem lain maupun di dalam
ekosistem itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis status
keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
dan menentukan rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem mangrove
berkelanjutan di pesisir Kabupaten Tangerang.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015 dikawasan mangrove

pesisir Kabupaten Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey dengan purposive sample. Pengumpulan data primer dilakukan
melalui pengamatan langsung (observasi) di lapangan dan wawancara terstruktur
dengan bantuan kuisioner. Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui studi
literatur. Analisis data yang digunakan meliputi analisis kuantitatif dengan metode
Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) dan analisis kualitatif (deskriptif).
Status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten
Tangerang termasuk kategori kurang berkelanjutan (47.59), dimensi ekologi
termasuk kategori kurang berkelanjutan (27.59), dimensi ekonomi termasuk
kategori cukup berkelajutan (58.03), dimensi sosial termasuk kategori cukup
berkelanjutan (57.07) dan dimensi kelembagaan termasuk kategori kurang
berkelanjutan (49.32). Strategi pengelolaan ekosistem mangrove
secara
berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang sebagai berikut : meningkatkan
kegiatan rehabilitasi mangrove dan menghentikan kegiatan konversi lahan
mangrove, optimalisasi lahan tambak dan mengembangkan potensi sumberdaya
alam yang ada sebagai mata pencaharian alternatif, meningkatkan penyuluhan dan
pelatihan kepada masyarakat, meningkatkan upaya konservasi mangrove dan
meningkatkan koordinasi antar stakeholder.
Kata kunci : analisis keberlanjutan, ekosistem mangrove, Kabupaten Tangerang


SUMMARY
YULISTA NOVELIYANA. Sustainability of Mangrove Ecosystem Management
in Tangerang District, Province Banten. Supervised by YUSLI WARDIATNO and
RAHMAT KURNIA.
Mangrove ecosystem has an important role whether ecology and economy.
The existence of mangroves in the coast of Tangerang the apprehensive because
continues to be conversion land mangrove fishponds. Mangrove ecosystem damage
can cause breakdown of the chain of life among the mangrove ecosystem with other
ecosystems as well as within the ecosystem itself. This study aimed to analyze the
status of sustainable management of mangrove ecosystems in the coastal district of
Tangerang and determine recommended management strategies of sustainable
mangrove ecosystem in the coastal district of Tangerang.
The study held on January to March 2015 located in coastal mangrove areas
Tangerang District. The method used in this study was survey with purposive
sample. Primary data was done through observation the study’s object and
structured interview. Secondary data obtained through the literature study. Analysis
of the data using quantitative analysis method of Rapid Appraisal for Fisheries
(RAPFISH) and qualitative analysis (descriptive).
Status sustainability of management mangrove ecosystems of coastal

Tangerang included in the category less sustainable (47.59), the ecology dimension
included in the category less sustainable (27.59), the economic dimension included
in the category quite sustainable (58.03), the social dimension included in the
category quite sustainable (57.07) and institutional dimensions included in the
category less sustainable (49.32). Management strategy to be done : the
improvement of rehabiitation projects mangrove and stop the conversion mangrove,
optimization land frms and developing the potential natural resources existing as
alternative livehoods, increase counseling and training to the community,
increasing mangrove conservation and improve coordination between stakeholders.
Keywords : sustainability analysis, mangrove ecosystems, Tangerang District

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN
TANGERANG, PROVINSI BANTEN

YULISTA NOVELIYANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Mennofatria Boer, DEA

LEMBAR PENGESAHAN

Judul
Nama
NIM
Jurusan

: Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Pesisir
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
: Yulista Noveliyana
: C252124061
: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua

Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Pengesahan :

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang,

Provinsi Banten”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku
pembimbing, atas bimbingan dan arahannya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
2. Prof Mennofatria Boer, DEA selaku dosen penguji luar komisi, atas
masukan sarannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
3. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
4. Papa, Mama dan Kakak atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
5. Bapak Supriyadi dan keluarga, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tangerang atas bantuan dalam penyelesaian tesis ini.
6. Teman-teman SPL 2012 dan SPL 2013 atas segala suka duka serta bantuan
dan kerjasama yang telah diberikan.
7. Segenap dosen dan staf serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini belum sempurna. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016


Yulista Noveliyana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xii
xii
xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran


1
1
2
2
4
4

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis kualitatif
Analisis kuantitatif
Analisis status keberlanjutan

5
5
5
8
8

8
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Sumberdaya Perikanan di Pesisir Kabupaten Tangerang
Tambak
Kondisi Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang
Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Status keberlanjutan dimensi ekologi
Status keberlanjutan dimensi ekonomi
Status keberlanjutan dimensi sosial
Status keberlanjutan dimensi kelembagaan
Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan
Dimensi ekologi
Dimensi ekonomi
Dimensi sosial
Dimensi kelembagaan

12
12
13
13
14
16
17
17
19
20
22
24
26
27
27
28
28

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis Dan Sumber Data
Kriteria Dalam Penilaian Setiap Atribut
Kategori Status Keberlanjutan Ekosistem Mangrove
Lokasi-Lokasi Wilayah Pesisir Di Kabupaten Tangerang
Jumlah Penduduk di Pesisir Kabupaten Tangerang
Persebaran Luas Area Pertambakan di Pesisir Kabupaten Tangerang
Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di
Pesisir Kabupaten Tangerang
Nilai Statistik Hasil Analisis Rapfish pada Masing-Masing Dimensi
Pengelolaan Ekosisten Mangrove di Kabupaten Tangerang
Atribut Sensitif dari Setiap Dimensi

6
11
11
12
13
15
25
26
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kerangka Pikir Penelitian
Peta Lokasi Penelitian di Pesisir Kabupaten Tangerang
Tahapan Metode RAPFISH dalam Perikanan
Produksi Penangkapan Ikan di Laut
Pemanfaatan Lahan Potensi Perikanan
Produksi Tambak Ikan Bandeng Dan Udang di Kabupaten
Tangerang 2010 – 2014
Penyusutan Luas Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Ekologi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Ekologi
Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Ekonomi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Ekonomi
Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Sosial Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Sosial
Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Kelembagaan Pengelolaan
Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Kelembagaan
Hasil Analisis Rapfish Multidimensi Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Di Pesisir Kabupaten Tangerang
Diagram Layang Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Antar Dimensi

3
5
9
14
14
15
16
17
18
19
19
21
21
23
24
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Hasil penilaian (pemberian skor) untuk setiap atribut
Data panjang abrasi pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil analisis Monte Carlo dimensi ekologi pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil analisis Monte Carlo dimensi ekonomi pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil analisis Monte Carlo dimensi sosial pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil analisis Monte Carlo dimensi kelembagaan pengelolaan
ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
Hasil analisis Monte Carlo multidimensi pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

34
39
40
40
41
41
42

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem paling produktif di
daerah pesisir subtropis dan tropis (Nagelkerken et al. 2008). Sekitar 3 juta ha
hutan mangrove tumbuh di sepanjang 95.000 km pesisir Indonesia
(Giri et al. 2011). Ekosistem mangrove mempunyai fungsi strategis sebagai
produsen primer yang mampu menopang dan menstabilkan ekosistem darat
maupun perairan disekitarnya (Pramudji 2004). Ekosistem mangrove berbeda
dengan ekosistem lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem
mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, melainkan serasah yang
berasal dari tumbuhan mangrove seperti daun, ranting, buah dan batang. Serasah
mangrove mengalami dekomposisi menjadi detritus yang sebagian mendukung
rantai makanan di ekosistem mangrove (Tue et al. 2012; Yong et al. 2011;
Sukardjo 2002). Kerusakan ekosistem mangrove dapat menyebabkan terputusnya
mata rantai kehidupan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem lain maupun
di dalam ekosistem itu sendiri.
Luas mangrove di Provinsi Banten sekitar 2 936,19 ha. Mangrove terluas
terdapat
di
Kabupaten
Pandeglang
dan
Kabupaten
Tangerang
(Bakosurtanal 2009). Luas mangrove di pesisir kabupaten Tangerang telah
mengalami penurunan sangat drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Luas
mangrove yang tersisa pada tahun 2013 hanya sekitar 222.9 ha (DKP Kabupaten
Tangerang 2013). Kerusakan mangrove disebabkan karena besarnya arus
gelombang dari laut Jawa ke arah daratan, adanya penebangan pohon,
pengembangan kawasan industri serta konversi lahan menjadi areal tambak.
Kegiatan usaha budidaya tambak di pesisir Kabupaten Tangerang memiliki
potensi yang cukup besar sehingga terus terjadi pengembangan usaha budidaya
dibeberapa kecamatan (Wulandari 2014). Menurut Mayudin (2012), pemanfaatan
mangrove seperti pengambilan hasil hutan dan konversi lahan mangrove menjadi
tambak dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja, namun
di sisi lain terjadi penyusutan mangrove yang dapat mengganggu ekosistem
perairan kawasan sekitarnya.
Kabupaten Tangerang belum mampu memanfaatkan sumberdaya pesisir
yang berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir yang terjadi mengarah pada
kerusakan lebih dengan adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh negara
(Bappeda Kabupaten Tangerang 2012). Upaya pengelolaan ekosistem mangrove
yang ada di pesisir Tangerang masih terbatas, baik dari dana, sumberdaya
manusia, sarana prasarana serta informasi, sehingga tidak mampu meningkatkan
keberlanjutan fungsi dan manfaat ekosistem mangrove. Pengelolaan ekosistem
mangrove perlu memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan yang
mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan
(Pattimahu et al. 2010). Keberlanjutan ekosistem mangrove dalam penelitian ini
memperhatikan beberapa dimensi seperti, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan
kelembagaan. Salah satu tools yang dapat digunakan untuk mengetahui status
keberlanjutan suatu sumberdaya adalah Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH)
dengan pendekatan multidimensional scalling (MDS) (Kavanagh dan

2

Pitcher 2004). Rapid Appraisal for Fisheries dapat menjelaskan keberlanjutan
secara kuantitatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan untuk diwakili dalam
analisis numerik dengan sejumlah atribut yang diberi skor sesuai dengan kriteria
penilaian yang ditentukan.
Perumusan Masalah
Keberadaan ekosistem mangrove memberikan manfaat bagi lingkungan dan
penduduk sekitarnya. Pemanfaatan mangrove yang semakin tidak terkendali dapat
mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove. Faktor-faktor yang mendorong
kerusakan ekosistem mangrove dapat berasal dari aktivitas manusia seperti
budidaya tambak dan penebangan kayu ataupun pembangunan di darat seperti
industri, pemukiman dan pertanian. Aktivitas tersebut dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap keberadaan dan keberlanjutan fungsi ekosistem
mangrove.
Terdapat dua jenis dampak konversi dan pemanfaatan mangrove, yaitu
dampak terhadap lingkungan fisik dan biologis serta dampak terhadap lingkungan
sosial ekonomi. Dampak fisik dan biologis yang dimaksud berkaitan dengan
aspek amunitas dan ketersediaan sumber penghasilan dari keberadaan mangrove
dikawasan sekitar tempat tinggal masyarakat. Dampak ini juga dapat berupa
penurunan keragaman, stabilitas dan produktifitas biologis. Dampak sosial
ekonomi berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, tingkat pendapatan
masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya alam (Rusdianti dan Sunito 2012).
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar ekosistem mangrove
serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi dan manfaat mangrove
merupakan salah satu masalah dalam usaha menyelamatkan ekosistem mangrove.
Berdasarkan uraian tersebut maka beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini diantaranya yaitu :
1) Bagaimana kondisi lingkungan ekosistem mangrove yang ada di pesisir
Kabupaten Tangerang
2) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar pesisir Kabupaten
Tangerang
3) Sejauh mana status keberlanjutan pengelolaan mangrove di pesisir
Kabupaten Tangerang
4) Bagaimana arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan mangrove di
pesisir Kabupaten Tangerang
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan :
1) Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir
Kabupaten Tangerang
2) Menentukan rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem mangrove
berkelanjutan di pesisir Kabupaten Tangerang

3

Ekosistem Mangrove
Eksploitasi
Degradasi
Evaluasi Pengelolaan

Dimensi
Ekologi
1. Tekanan
lahan
mangrove
2. Abrasi pantai
3. Rehabilitasi
mangrove
4. Kerapatan
mangrove
5. Produksi
perikanan
tangkap

Dimensi
Ekonomi
1. Rerata
penghasilan
masyarakat
terhadap
UMR
2. Aksesibilitas
kawasan
mangrove
3. Jumlah
penduduk
miskin
4. Rencana
pengelolaan
ekosistem
mangrove

Dimensi
Sosial
1. Pengetahuan
masyarakat
tentang
ekosistem
mangrove
2. Partisipasi
masyarakat
dalam
pengelolaan
mangrove
3. Tingkat
pendidikan
4. Tingkat
konflik antar
nelayan
5. Dampak
sosial
keberadaan
mangrove

Status Keberlanjutan
Strategi Pengelolaan Berkelanjutan

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Dimensi
Kelembagaan
1. Kearifan
lokal
2. Ketersediaan
peraturan
formal dalam
pengelolaan
mangrove
3. Keterlibatan
lembaga
masyarakat
4. Koordinasi
antar
stakeholders
5. Komitmen
Pemda untuk
konservasi

4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui status keberlanjutan
pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Tangerang sehingga dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan arahan strategi pengelolaan
ekosistem mangrove yang berkelanjutan di pesisir Kabupaten Tangerang.
Kerangka Pemikiran
Semakin tingginya pemanfaatan dan penggunaan lahan yang berlebih serta
tidak memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan
kerusakan ekosistem mangrove. Pengelolaan yang berkelanjutan merupakan
bagian dari pembangunan wilayah pesisir secara keseluruhan. Pengelolaan yang
berkelanjutan perlu memperhatikan berbagai dimensi seperti dimensi ekologi,
ekonomi, sosial dan kelembagaan. Masing-masing dimensi tersebut akan
dianalisis indeks nilai keberlanjutannya. Selanjutnya, berdasarkan hasil yang
diperoleh maka akan ditentukan alternatif kebijakan pengelolaan yang tepat untuk
diterapkan di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang. Secara umum kerangka
pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

5

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2015 di kawasan
hutan mangrove yang terdapat di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten
(Gambar 2). Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa
sebagian besar wilayah pesisir di Kabupaten Tangerang ini telah mengalami
kerusakan sehingga perlu dilakukan pengelolaan berkelanjutan yang dapat
mendukung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar.

.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di pesisir Kabupaten Tangerang
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung
(observasi) di lapangan dan wawancara terstruktur dengan bantuan kuisioner.
Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui survei pada instansi terkait, studi
literatur dan data pendukung lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Metode pengambilan contoh responden yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu metode pengambilan sampel tidak secara acak melainkan
berdasarkan pertimbangan tertentu atau disengaja. Tujuan metode ini untuk
mengetahui informasi sebanyak-banyaknya dari narasumber mengenai
permasalahan yang diajukan.

6

Tabel 1 Jenis dan sumber data
Sumber Data

Metode

Dimensi Ekologi
- Tekanan
lahan
mangrove

Jenis
Data
Primer
dan
Sekunder

- DKP,
BLHD dan
Responden

- Abrasi pantai

Sekunder

- DKP

- Rehabilitasi
mangrove

Primer
dan
Sekunder
Sekunder

- DKP dan
Responden

- Observasi
wawancara
dan
studi
literatur
- Studi
literatur
- Wawancara
dan
studi
literatur
- Studi
literatur

No.

Tujuan

Peubah

1

Menganalisis
status
keberlanjutan
pengelolaan
ekosistem
mangrove di
pesisir
Kabupaten
Tangerang

- Kerapatan
mangrove
Dimensi Ekonomi
- Rerata
Primer
penghasilan
masyarakat
terhadap
UMR
- Aksesibilitas Primer
kawasan
mangrove
- Jumlah
Sekunder
penduduk
miskin
Primer
- Rencana
pengelolaan
ekosistem
mangrove
Dimensi Sosial
- Pengetahuan
Primer
masyarakat
tentang
ekosistem
mangrove
- Partisipasi
Primer
masyarakat
dalam
pengelolaan
mangrove
- Tingkat
Primer
pendidikan
- Tingkat
Primer
konflik antar
nelayan
Primer
- Dampak
sosial
keberadaan
mangrove

- Responden

- Wawancara

- Responden

- Wawancara

- BPS

- Studi
literatur

- Responden

- Wawancara

- Responden

- Wawancara

- Responden

- Wawancara

- Responden

- Wawancara

- Responden

- Wawancara

- Responden

- Wawancara

7

No.

2

Tujuan

Menentukan
rekomendasi
strategi
pengelolaan
ekosistem
mangrove
berkelanjutan
di pesisir
Kabupaten
Tangerang

Jenis
Data
Dimensi Kelembagaan
- Kearifan
Primer
lokal
- Ketersediaan Sekunder
peraturan
formal dalam
pengelolaan
ekosistem
mangrove
- Keterlibatan
Primer
lembaga
dan
masyarakat
Sekunder
- Komitmen
Primer
Pemda untuk dan
konservasi
Sekunder
Primer
- Hubungan
pemerintah
dan
pusat dan
Sekunder
daerah
- Atribut
Primer
sensitif dari
masingmasing
dimensi
Peubah

Sumber Data

Metode

- Responden

- Wawancara

- Instansi
terkait

- Studi
literatur

- Pemerintah
setempat
- Responden
- Pemerintah
setempat

- Wawancara
dan
studi
literatur
- Wawancara
dan
studi
literatur
- Wawancara
dan
studi
literatur

-

- Hasil data
olahan

- Analisis
leverage

8

Analisis Data
Analisis kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam fokus yang
melibatkan pendekatan interpretatif dan wajar pada setiap pokok permasalahan
sehingga penelitian kualitatif bekerja dalam setting alami yang berupaya untuk
memahami dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat (Rahmat 2009).
Menurut Andriani (2002), analisis difokuskan pada jawaban responden terhadap
pertanyaan yang diajukan. Data yang terkumpul berupa kata-kata hasil observasi
dan wawancara yang kemudian dibuat transkripnya.
Analisis kuantitatif
Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang arah dan fokusnya melalui
uji teoritik, membangun atau menyusun fakta dan data, deskripsi statistik,
kejelasan hubungan dan prediksi (Musianto 2002). Sampel yang digunakan adalah
80 responden yang merupakan masyarakat sekitar yang terlibat dalam pengelolaan
dan memiliki kepentingan dengan ekosistem mangrove. Analisa data dilakukan
dengan memprosentasekan hasil kuisioner yang diperoleh berdasarkan jawaban
responden.
Analisis status keberlanjutan
Analisis keberlanjutan pengelolaan mangrove di pesisir Kabupaten
Tangerang dilakukan dengan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH).
Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) merupakan metode penilaian
keberlanjutan yang berbasiskan pendekatan multidimensional scalling (MDS).
Konsep dasar MDS adalah proses menentukan koordinat posisi tiap obyek dalam
suatu peta multi dimensi sehingga jarak antar obyek pemetaan akan sesuai dengan
nilai kedekatan dalam input datanya. Ukuran kedekatan antar pasangan obyek
berupa nilai kemiripan (similarity) atau nilai ketidakmiripan (dissmilarity)
(Bae et al. 2012). Dalam metode MDS, jarak kecil antara dua titik sesuai dengan
korelasi yang tinggi antar dua obyek dan jarak yang besar sesuai dengan korelasi
yang rendah (Machado et al. 2011). Metode MDS akan mereduksi ruang
multidimensi tersebut menjadi ruang berdimensi kecil dengan tetap sedapat
mungkin mempertahankan karakter jarak antar titik pada obyek tersebut. Melalui
proses reduksi dimensi ini maka posisi dan jarak antar titik tersebut akan mudah
digambarkan, sehingga pada akhirnya indeks yang merupakan representasi status
keberlanjutan pengelolaan mangrove relatif terhadap kondisi ideal pengelolaan
berkelanjutan dapat ditentukan (Susilo 2003).
Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS pada jarak Euclidian yang
dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut (Alder et al. 2000):
=

(



) + (



) + ( −

) + ⋯

9

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian
diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i ke titik j
dengan titik asal (dij) sebagaimana persamaan berikut :
= +

+

Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat terhadap kuadrat, yang dalam tiga
dimensi ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut :

=

1



∑ ∑

∑ ∑



Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis :
=

w





Mulai

Identifikasi dan
pendefinisian perikanan

Review atribut

Penentuan nilai skor dan titik
referensi nilai tengah, buruk dan
Ordinasi MDS

Analisis Leverage

Simulasi Monte Carlo

Status Keberlanjutan
Selesai

Gambar 3 Tahapan metode RAPFISH dalam perikanan
Sumber : Alder et al. (2000)

10

Metode RAPFISH dilakukan dengan menentukan atribut dari masingmasing dimensi yaitu, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan.
Penentuan atribut dari masing-masing dimensi dipilih berdasarkan atribut yang
dapat merepresentasikan keberlanjutan pengelolaan mangrove di pesisir
Kabupaten Tangerang. Setiap atribut akan diberi nilai sesuai dengan kriteria nilai
yang telah ditentukan (Tabel 2). Pemberian nilai setiap atribut menggambarkan
kondisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove. Nilai “buruk” merupakan
cerminan kondisi yang paling tidak menguntungkan dalam suatu pengelolaan,
sedangkan nilai “baik” mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan dalam
pengelolaan sumberdaya. Data yang diperoleh dari masing-masing atribut
kemudian dianalisis menggunakan software RAPFISH untuk mengetahui status
keberlanjutan sumberdaya tersebut. Hasil statusnya menggambarkan
keberlanjutan setiap dimensi yang dikaji dalam bentuk skala 0 sampai 100
(Pitcher and Preikshot 2001). Penentuan status keberlanjutan dibagi kedalam
empat kategori yang disajikan pada Tabel 3. Jika sistem yang dikaji mempunyai
nilai indeks > 75 maka pengelolaan tersebut berkelanjutan dan sebaliknya jika
< 75 maka sistem tersebut belum berkelanjutan.
Tahap selanjutnya dilakukan simulasi Monte Carlo dan analisis Leverage.
Simulasi Monte Carlo menguji tingkat kepercayaan nilai indeks total maupun
masing-masing dimensi (Pitcher and Preikshot 2001). Analisis ini sangat
membantu dalam analisis indeks keberlanjutan untuk melihat pengaruh kesalahan
pembuatan skor pada setiap atribut pada masing-masing dimensi yang disebabkan
kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor
karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses
analisis MDS, tingginya nilai stress, kesalahan memasukkan data atau ada data
yang hilang (Kavanagh dan Pitcher 2004). Analisis Leverage bertujuan melihat
atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan
masing-masing dimensi (Baeta et al. 2005). Atribut paling sensitif akan
memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan dalam bentuk perubahan Root
Mean Square (RMS). Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu
atribut maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai
indeks keberlanjutan pada skala sustainabilitas atau semakin sensitif atribut
tersebut dalam menentukan keberlanjutan pengelolaan mangrove di lokasi
penelitian.

11

Tabel 2 Kriteria dalam penilaian setiap atribut
Dimensi
Ekologi

Atribut
Kriteria Nilai
Tekanan lahan mangrove
0; 1; 2;
Abrasi pantai
0; 1; 2;
Rehabilitasi mangrove
0; 1; 2;
Kerapatan mangrove
0; 1; 2;
Produksi perikanan tangkap
0; 1; 2;
Ekonomi
Rerata penghasilan
0; 1; 2;
masyarakat terhadap UMR
Aksesibilitas kawasan
0; 1; 2
mangrove
Jumlah penduduk miskin
0; 1; 2;
Rencana pengelolaan
0; 1; 2;
ekosistem mangrove
Sosial
Pengetahuan masyarakat
0; 1; 2;
tentang ekosistem
mangrove
Partisipasi masyarakat
0; 1; 2;
dalam pengelolaan
mangrove
Tingkat pendidikan
0; 1; 2; 3; 4;
Tingkat konflik antar
0; 1; 2
nelayan
Dampak sosial keberadaan
0; 1; 2;
mangrove
Kelembagaan Kearifan lokal
0; 1;
Ketersediaan peraturan
0; 1; 2;
formal dalam pengelolaan
ekosistem mangrove
Keterlibatan lembaga
0; 1; 2;
masyarakat
Koordinasi antar
0; 1; 2;
stakeholders
Komitmen Pemda untuk
0; 1; 2;
konservasi
Sumber : Santoso (2012); Pattimahu et al. (2010); Ramadhani (2015)

Baik
0
0
2
2
2
2

Buruk
2
2
0
0
0
0

2

0

0
2

2
0

2

0

2

0

4
2

0
0

2

0

1
2

0
0

2

0

2

0

2

0

Tabel 3 Kategori status keberlanjutan ekosistem mangrove
Nilai Indeks
0 – 25
26 – 50
51 – 75
76 – 100

Sumber : Santoso (2012)

Kategori
Tidak berkelanjutan
Kurang berkelanjutan
Cukup berkelanjutan
Berkelanjutan

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Tangerang berada pada koordinat 106o20’-106o43’ Bujur Timur
dan 6o00’- 6o20’ Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten
Tangerang sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan
dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok serta sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Serang dan Lebak. Wilayah bagian utara merupakan wilayah pesisir
sepanjang ± 51 km2 yang meliputi delapan kecamatan (Tabel 4).
Tabel 4 Lokasi-lokasi wilayah pesisir di Kabupaten Tangerang
No.
1

Kecamatan
Kosambi

2

Teluk Naga

3

Pakuhaji

4
5

Sukadiri
Mauk

6

Kemiri

7

Kronjo

8

Mekar Baru

Desa/ Keluraha Pesisir
Kosambi Barat
Kosambi Timur
Salembaran Jaya
Salembaran Jati
Dadap
Tanjung Burung
Tanjung Pasir
Muara
Lemo
Surya Bahari
Kohod
Sukawali
Kramat
Karang Serang
Mauk Barat
Ketapang
Tanjung Anom
Marga Mulya
Patra Manggala
Lontar
Karanganyar
Kronjo
Pagedangan Ilir
Muncung
Jenggot

Secara topografi, Kabupaten Tangerang terdiri dari dataran rendah dan
dataran tinggi. Dataran rendah (0-25 m diatas permukaan laut) meliputi
Kecamatan Teluk Naga, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pakuhaji dan
Sepatan. Dataran tinggi (> 25 m diatas permukaan laut) dari bagian tengah kearah
selatan. Suhu rata-rata di Kabupaten Tangerang mencapai 27.8 oC, sedangkan
curah hujan bulanan selama tahun 2013 bervariasi antara 35.5 – 682.4 mm
(BPS Kabupaten Tangerang 2015). Curah hujan yang tinggi dengan frekuensi

13

yang tinggi akan memberikan limpahan air tawar yang lebih banyak kedalam
badan sungai dan selanjutnya menuju muara.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Wilayah Kabupaten Tangerang memiliki luas 959.60 km2 yang terbagi
dalam 29 kecamatan, 246 desa dan 28 kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten
Tangerang tahun 2014 mencapai 3 264 776 jiwa, terdiri dari 1 671 390 laki-laki
dan 1 593 386 perempuan, sedangkan penduduk yang berada di wilayah pesisir
berjumlah 691 709 jiwa. Wilayah pesisir yang memiliki kepadatan penduduk
tertinggi terdapat di Kecamatan Kosambi yaitu sebesar 5 107 jiwa/km2 (Tabel 5).
Tabel 5 Jumlah penduduk di pesisir Kabupaten Tangerang
Luas Wilayah Jumlah Penduduk
(km2)
(Jiwa)
29.76
151 972
1
Kosambi
2
Teluk Naga
40.58
155 317
51.87
110 928
3
Pakuhaji
4
Sukadiri
24.14
55 543
51.42
81 517
5
Mauk
6
Kemiri
32.70
42 294
7
Kronjo
44.23
57 350
8
Mekar Baru
23.82
36 788
298.52
691 709
Total
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2015)
No

Kecamatan

Kepadatan Penduduk
(Jiwa/km2)
5 107
3 827
2 139
2 301
1 585
1 293
1 297
1 544
19 093

Tahun 2014, jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Tangerang sebanyak
2 340 273 jiwa, dimana 1 467 353 jiwa merupakan angkatan kerja dan
872 920 jiwa bukan angkatan kerja. Dari angkatan kerja yang ada, sebanyak
1 343 329 jiwa bekerja dan 124 024 jiwa merupakan pengangguran. Sebagian
besar penduduk yang berusia 15 tahun keatas bekerja dibidang industri (46.92%);
pertanian, perkebunan, perburuan dan perikanan (6.21%) serta dibidang
jasa kemasyarakatan, sosial dan perjiwaan (14.03%) (BPS Kabupaten
Tangerang 2015).
Sumberdaya Perikanan di Pesisir Kabupaten Tangerang
Perikanan adalah salah satu sektor yang dapat diandalkan untuk masa kini
maupun masa mendatang. Sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Tangerang
memiliki potensi yang cukup besar. Potensi perikanan dan kelautan yang ada di
Kabupaten Tangerang terdiri dari perairan laut, perairan payau dan perairan tawar.
Penangkapan ikan di laut menghasilkan produksi terbesar dalam sektor perikanan
mencapai 20 070.26 ton dan produksi kedua terbesar dihasilkan dari budidaya
tambak sebesar 11 024.60 ton, sedangkan produksi terendah dihasilkan dari
penangkapan ikan di perairan umum sebesar 116.52 ton. Produksi perikanan
tangkap di laut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

14

25000,00

Produksi (Ton)

20000,00
15000,00
10000,00
5000,00
0,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Tahun

Gambar 4 Produksi penangkapan ikan di laut
Sumber: DKP Kabupaten Tangerang (2015)

Tambak
Tambak merupakan salah satu kegiatan usaha budidaya perikanan yang
banyak dilakukan di daerah-daerah pesisir dan lahan basah. Pemanfaatan lahan
potensi perikanan budidaya di Kabupaten Tangerang disajikan pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pemanfaatan lahan sebagai tambak
bandeng memiliki persentase tertinggi yaitu 78% sedangkan pemanfaatan
terendah adalah rawa yang hanya sebesar 1%.

2% 3%
1%

8%

8%

78%

Tambak bandeng
Tambak udang
Rawa
Situ
Kolam
Eks galian pasir

Gambar 5 Pemanfaatan lahan potensi perikanan
Sumber: DKP Kabupaten Tangerang (2013)

Area pertambakan di Kabupaten Tangerang tersebar di beberapa kecamatan
seperti yang tersaji pada Tabel 6. Berdasarkan data yang ada, luas tambak pada
tahun 2013 meningkat menjadi 4 115.93 ha. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
penambahan luas sebesar 1 581.93 ha dibandingkan tahun sebelumnya.
Penambahan yang sangat signifikan terjadi di Kecamatan Teluk Naga sebesar
851.2 ha. Masyarakat Kampung Garapan yang terletak di Desa Tanjung Pasir,

15

Kecamatan Teluk Naga telah merasakan dampak akibat konversi lahan yang
terjadi yaitu, abrasi pantai sepanjang satu kilometer dan ombak besar yang
menelan 20 – 100 meter pantai sehingga banyak rumah penduduk yang harus
dipindahkan.
Tabel 6 Persebaran luas area pertambakan di Pesisir Kabupaten Tangerang
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Kecamatan
Kosambi
Teluk Naga
Pakuhaji
Sukadiri
Mauk
Kemiri
Kronjo
Mekar Baru
Total

Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2015)

Luas Tambak (ha)
2012
2013 - 2015
427
450.89
24
875.20
496
504.40
507
596.00
143
426.84
867
1 071.60
70
191.00
2 534
4 115.93

Budidaya tambak yang ada di sekitar kawasan mangrove umumnya adalah
tambak ikan bandeng dan udang. Produksi tambak ikan bandeng dan udang di
Kabupaten Tangerang selama 5 tahun terakhir mengalami fluktuasi (Gambar 6).
Hasil produksi tambak ikan bandeng lebih tinggi dibandingkan tambak udang.
Ikan bandeng merupakan komoditas dengan hasil produksi tertinggi mencapai
6 402.90 ton pada tahun 2014. Produksi tambak ikan bandeng cenderung
mengalami peningkatan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan produksi udang yang
juga mengalami peningkatan selama 2 tahun terakhir.

7000,00

Produksi (Ton)

6000,00

5927,50
5230,10

6234,90

6402,90

5659,00

5000,00
4000,00
bandeng

3000,00

udang

2000,00
1000,00
0,00

981,7

983,98

2010

2011

751,6

893,9

990,7

2012

2013

2014

Tahun
Gambar 6 Produksi tambak ikan bandeng dan udang di Kabupaten Tangerang 2010-2014
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang (2015)

16

Kondisi Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang
Mangrove yang ada di pesisir Kabupaten Tangerang terdiri dari
Avicennia marina, Avicennia alba, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris
(Aida et al. 2014); Avicennia dan Rhizophora (Muzani 2014). Faktor lingkungan
dapat mempengaruhi dan menunjang ekosistem mangrove baik secara langsung
maupun tidak langsung (Lewis 2005). Kualitas lingkungan perairan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang secara umum masih berada pada batas
normal. Kondisi perairan di daerah Tanjung Pasir memiliki kisaran suhu
24.7 oC – 32.7 oC dengan pH 6.2 – 7.5 (Muzani 2014) dan kondisi perairan di
daerah pesisir Kronjo berkisar antara 29 oC – 37 oC dengan pH 6.0 – 8.0
(Aida et al. 2014).

Gambar 7 Penyusutan luas mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten; Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Tangerang (2012) in Muzani (2014)

Ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang telah banyak
mengalami kerusakan yang mengakibatkan penurunan luasan mangrove. Luas
ekosistem mangrove pada tahun 1996 adalah 487.5 ha sedangkan pada tahun 2012
luasnya hanya sekitar 222.9 ha. Pengurangan luas ekosistem mangrove mencapai
264.6 ha selama 16 tahun. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar
133.62 ha.
Menurut Suwargana (2010) in Muzani (2014), berdasarkan hasil tumpang
tindih tahun 2007 ke tahun 1990 diketahui bahwa perubahan luas ekosistem
mangrove disebabkan adanya konversi mangrove menjadi tambak, lahan kering,
lahan terbuka, permukiman, sawah dan laut. Meningkatnya kegiatan budidaya
tambak akan membutuhkan banyak lahan untuk dikonversi menjadi areal
pertambakan. Besarnya eksploitasi dan pemanfaatan mangrove yang tidak
diimbangi dengan kegiatan rehabilitasi mengakibatkan luas mangrove semakin
berkurang.

17

Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Penentuan status keberlanjutan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten
Tangerang dilakukan menggunakan metode RAPFISH. Analisis dilakukan dengan
memberikan penilaian (skor) terhadap setiap atribut dari masing-masing dimensi
yaitu, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Hasil penilaian (skor)
dari setiap atribut disajikan pada Lampiran 1. Status keberlanjutan diwakilkan
oleh besar kecilnya kisaran nilai yang dihasilkan dalam ordinasi RAPFISH pada
setiap dimensi.
Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Dimensi ekologi merupakan cerminan dari baik buruknya lingkungan
sumberdaya mangrove (Hartono et al. 2005). Berdasarkan hasil analisis RAPFISH
terhadap empat atribut dalam dimensi ekologi menunjukkan bahwa nilai indeks
keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 27.59 dan termasuk kategori tidak
berkelanjutan (Gambar 8).
60
UP

40
20
0
-20

0

BAD

20

40

60

80

100

GOOD

27.59

-40
DOWN

Posisi Keberlanjutan
Titik Referensi Utama
TitikReferensi Tambahan

-60

Gambar 8 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi ekologi pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
Analisis leverage dilakukan untuk mengetahui atribut yang sensitif
mempengaruhi indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi. Berdasarkan hasil
analisis leverage, diketahui bahwa dari empat atribut pada dimensi ekologi
terdapat tiga atribut yang lebih sensitif dibandingkan atribut lainnya, yaitu
rehabilitasi mangrove, produksi perikanan tangkap, dan abrasi pantai (Gambar 9).
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di
wilayah pesisir serta kebutuhan lahan yang semakin meningkat menyebabkan
tekanan ekologis terhadap wilayah pesisir. Kabupaten Tangerang akan terus
mengalami perkembangan pembangunan dan tekanan terhadap wilayah pesisir

18

akan terus terjadi (Bappeda Kabupaten Tangerang 2012), salah satunya tekanan
terhadap ekosistem mangrove. Pemanfaatan mangrove tidak saja dilakukan dalam
bentuk pengambilan hasil hutan, tetapi berkembang ke bentuk pemanfaatan lahan
mangrove. Adanya perubahan tata guna lahan mangrove menjadi tambak,
pemukiman, pertanian dan industri serta pemanfaatan lain secara berlebihan dapat
merusak ekosistem mangrove.
Produksi perikanan tangkap

8.03
7.45

Attribute

Kerapatan mangrove

12.44

Rehabilitasi mangrove

7.80

Abrasi pantai

5.67

Tekanan lahan mangrove
0

2

4

6
8
10
Root Mean Square

12

14

Gambar 9 Hasil analisis leverage untuk dimensi ekologi
Kerusakan ekosistem pesisir selalu diikuti dengan permasalahanpermasalahan lingkungan seperti abrasi, sedimentasi, menurunnya produksi
perikanan dan lain sebagainya. Proses abrasi dan sedimentasi pada dasarnya
merupakan proses yang terjadi secara alami, namun demikian khusus di kawasan
Tanjung Anom dan Tanjung Burung serta Pulau Cangkir, kecepatan dan akibat
yang ditimbulkannya juga sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang telah
merusak mangrove dan pembangunan di daerah yang secara geologi masih labil
(Bappeda Kabupaten Tangerang 2012). Menurut Vatria (2010), pada tahun 2005
sedikitnya telah terjadi 7 kasus abrasi pantai di wilayah Indonesia, salah satunya
di Pantura Tangerang. Panjang pantai yang telah terabrasi di pesisir Kabupaten
Tangerang sepanjang 48.1 km (Lampiran 2).
Rehabilitasi merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan
dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih
stabil (Rusdianti dan Sunito 2012). Beberapa dinas terkait seperti Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Tangerang, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Tangerang dan UPT Kementerian Kehutanan (Perhutani) telah melakukan
program penanaman mangrove untuk memperbaiki kondisi ekosistem mangrove.
Kegiatan penanaman mangrove dilakukan di beberapa Desa seperti Desa Muara,
Tanjung Pasir dan Tanjung Burung. Kegiatan penanaman yang dilakukan tidak
semuanya berhasil dengan baik, hal ini karena kurangnya perawatan dan adanya
gangguan ternak (kambing). Kambing ini biasanya memakan tanaman yang telah
berdaun sampai kepangkal daun, akibatnya tanaman tidak dapat menghasilkan
daun kembali dan mati. Cara untuk mengatasi gangguan kambing ini dapat
dilakukan dengan membuat kesepakatan diantara masyarakat apakah kambing
dikandangkan atau menentukan daerah penggembalaan dan kambing harus
digembala atau diikat di areal tersebut. Cara lain yang dilakukan yaitu dengan

19

menanam bibit/ benih di daerah diluar jangkauan kambing, yaitu tempat yang
selalu tergenang air atau berlumpur (Khazali 1999).
Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi merupakan dimensi yang juga berpengaruh terhadap
keberlanjutan ekosistem mangrove. Kehidupan masyarakat pesisir sangat
bergantung pada keberadaan ekosistem mangrove. Berdasarkan hasil analisis
RAPFISH (Gambar 10), nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar
58.03 dan termasuk kategori cukup berkelanjutan.
60
UP

40
20
0

0

BAD

20

40

60

80

100

GOOD

-20
58.03

Posisi Keberlanjutan

-40

Titik Referensi Utama

DOWN

Titik Referensi Tambahan

-60

Gambar 10 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi ekonomi pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang
Pada dimensi ekonomi terdapat tiga atribut yang memiliki sensitivitas yang
lebih tinggi dibandingkan atribut lainnya, yaitu jumlah penduduk miskin
Kabupaten Tangerang, rencana pengelolaan ekosistem mangrove dan rerata
penghasilan masyarakat terhadap UMR (Gambar 11).

Attribute

Rencana pengelolaan ekosistem
mangrove

6.44

Jumlah penduduk miskin Kab.
Tangerang

12.92
4.13

Aksesibilitas kawasan mangrove
Rerata penghasilan masyarakat terhadap
UMR

5.31
0

2

4

6

8

10

Root Mean Square

Gambar 11 Hasil analisis leverage untuk dimensi ekonomi

12

14

20

Penduduk miskin di Kabupaten Tangerang pada tahun 2013 berjumlah
183 900 jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten 677 500 jiwa
(BPS Provinsi Banten 2014). Berdasarkan data BPS Provinsi Banten (2014),
persentase penduduk miskin di Kabupaten Tangerang sebesar 5.82%. Dari seluruh
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan mempunyai
persentase penduduk miskin terkecil (1.75%), sedangkan Kabupaten Pandeglang
mempunyai persentase penduduk miskin terbesar (10.25%).
Sebagian besar masyarakat di pesisir Kabupaten Tangerang berprofesi
sebagai nelayan. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data bahwa rata-rata
penghasilan responden sebesar Rp 2 108 750/bulan. Hasil ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.506-Huk/2014 tentang
Penetapan Upah Minimum Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten Tahun 2015,
ditetapkan bahwa UMR Kabupaten Tangerang tahun 2015 sebesar Rp 2 710 000.
Keberadaan ekosistem mangrove memberikan banyak manfaat bagi masyarakat
sekitarnya, salah satunya dapat menjadi sumber mata pencaharian. Ekosistem
mangrove menyediakan daerah asuhan untuk ikan, udang dan kepiting serta
mendukung produksi perikanan di wilayah pesisir (Romadhon 2008;
Manson et al. 2005). Kondisi ekosistem mangrove yang baik akan dapat
meningkatkan hasil produksi sehingga pendapatan nelayan dan petambak juga
dapat meningkat. Untuk memperbaiki keberlanjutan dimensi ekonomi maka
kesejahteraan masyarakat perlu diperhatikan terutama kesejahteraan nelayan.
Pengelolaan ekosistem mangrove bertujuan untuk menciptakan ekosistem
yang produktif dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian.
Menurut Khomsin (2005), salah satu indikator tercapainya pengembangan
program pengelolaan wilayah pesisir di suatu wilayah adalah keberadaan
mangrove yang sesuai dengan kaidah fungsinya.
Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Dimensi sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat serta
pengaruhnya terhadap ekosistem mangrove. Atribut dalam dimensi sosial dapat
menggambarkan bagaimana pemanfaatan sumberdaya perairan terutama
ekosistem mangrove berpengaruh terhadap masyarakat sekitar (Ramadhani 2015).
Berdasarkan hasil analisis RAPFISH (Gambar 12), nilai indeks keberlanjutan
dimensi sosial sebesar 57.06 dan termasuk kategori cukup berkelanjutan.
Berdasarkan hasil analisis leverage terhadap 5 atribut dimensi sosial
diperoleh empat atribut sensitif yang mempengaruhi indeks nilai keberlanjutan
yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove, tingkat konflik antar
nelayan dan tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Tangerang (Gambar 13).
Persepsi dan partisipasi merupakan unsur perilaku manusia yang akan
mempengaruhi bagaimana cara seorang manusia bertindak (Gumilar 2012).
Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa partisipasi masyarakat di pesisir
Kabupaten Tangerang masih rendah. Persentase masyarakat yang pernah ikut
berpartisipasi dalam menanam mangrove dan menghadiri penyuluhan hanya
sebesar 26.25%. Peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam upaya
pengelolaan ekosistem mangrove sangat penting dan perlu dilakukan. Bentuk

21

partisipasi masyarakat dapat berupa kontribusi tenaga, pikiran, waktu dan dana
yang dicurahkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegitan
pengelolaan/ pelestarian lingkungan (Gumilar 2012). Menurut Harja (2001),
seseorang akan ikut berpartisipasi jika merasa bahwa keikutsertaannya akan
memberikan keuntungan dan manfaat bagi dirinya. Dalam proses pemberdayaan
masyarakat yang diperlukan bukan hanya kesiapan dari aparatur dan instansi
pemerintah lainnya sebagai institusi formal, akan tetapi juga diperlukan kesiapan
dari seluruh komponen lokal masyarakat pesisir (Marlon et al. 2005).
60
UP

40
20
0
-20

0

BAD

20

40

60

80

100

GOOD

57.06
Posisi Keberlanjutan

-40

Titik Referensi Utama
DOWN

Titik Referensi Tambahan

-60

Gambar 12 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi sosial pengelolaan ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

Dampak keberadaan mangrove terhadap
masyarakat

3.36
7.92

Attribute

Tingkat konflik antar nelayan
Tingkat pendidikan masyarakat Kab.
Tangerang

4.89

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
mangrove

8.92

Pengetahuan masyarakat tentang ekosistem
mangrove

4.40

0

2

4
6
Root Mean Square

Gambar 13 Hasil analisis leverage untuk dimensi sosial

8

10

22

Pengetahuan masyarakat berkaitan dengan pemahaman masyarakat tentang
kondisi ekosistem mangrove serta fungsi dan manfaat ekosistem mangrove. Hasil
penelitian Ratnawati et al. (2014), menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepedulian, artinya semakin tinggi
pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan
mangrove dan hutan payau maka akan semakin tinggi tingkat kepedulian
masyarakat terhadapa hutan mangrove. Hasil penelitian yang diperoleh
berdasarkan kuisioner menunjukkan bahwa 66.25% masyarakat memahami
tentang ekosistem mangrove sedangkan 33.75% masyarakat kurang memahami.
Meskipun pengetahuan masyarakat sudah dirasa cukup baik, namun dapat lebih
ditingkatkan dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang fungsi dan
arti penting ekosistem mangrove bagi kehidupan.
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola berfikir dan bertindak
masyarakat dalam mempertimbangkan sesuatu keputusan terbatas, terutama dalam
pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Tingkat pendidikan masyarakat
Kabupaten Tangerang sebagian besar tamatan SMA (29%), sedangkan hasil
survey terhadap responden menunjukkan bahwa pendidikan formal responden
sebagian besar tamatan SD (51.25%). Kondisi tingkat pendidikan yang rendah
dapat menjadi kendala dalam upaya partisipasi pengelolaan ekosistem mangrove
yang lestari dan berkelanjutan (Erwianto 2006).
Saat ini aktivitas dan jumlah orang yang ingin memanfaatkan sumberdaya
semakin hari semakin meningkat sehingga berpotensi menimbulkan konflik
pemanfaatan sumberdaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh Mitchell et al. (2000) bahwa konflik dapat terjadi karena terbatasnya
sumberdaya dan kebutuhan yang selalu meningkat akan keberadaan, fungsi dan
manfaat sumberdaya sedangkan sumberdaya yang ada tetap atau cenderung
berkurang. Berdasarkan hasil wawancara kepada nelayan setempat, diketahui
bahwa tidak ada konflik yang terjadi antar nelayan. Kondisi tidak adanya konflik
antar nelayan harus dapat dipertahankan, meskipun tidak menutup kemungkinan
terjadinya konflik.
Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan
Institusi atau lembaga merupakan sekumpula