Parenting Paper

POLA ASUH OTAK KANAN

  Untuk memperolah gambaran yang lebih jelas mengenai Pola Asuh, berikut beberapa definsi umum menenai Pola Asuh. Menurut Wikipedia (Kamus Online), Pola Asuh merupakan proses untuk meningkatkan mendukung perkembangan anak baik dari segi fisik, emosional, sosial dan intelektual dari bayi hingga dewasa. Sedangkan menurut Encyclopedia of Psychology, praktek pengasuhan di seluruh dunia memiliki kesamaan akan tiga hal, yaitu memastikan kesehatan dan keselamatan anak, mempersiapkan anak untuk hidup produktif, dan mengajarkan nilai-nilai budaya. Namun secara umum, Pola asuh seringkali diterjemahkan kepada cara membesarkan seorang anak. Cara setiap keluarga dalam membesarkan anak tentu saja berbeda-beda tergantung dari latar belakangnya, baik dari tempat dimana ia tinggal, tingkat pendidikan, kesehatan, kepribadian dan lain-lain. Namun tentunya terdapat hal universal yang diakui di seluruh dunia mengenai factor esensial dari pola asuh yaitu factor kasih sayang. Karena kasih sayang ini lah yang akan menjadi sumber tersedianya segala hal yang disebutkan dalam semua definisi di atas. Dan tentu saja kasih sayang ini hal mutlak dimiliki oleh orangtua manapun dengan latar belakang apapun. Dalam pembahasan ini Pola Asuh berbasis Kasih Sayang ini disebut dengan Pola Asuh Otak Kanan. Mengapa otak kanan? Otak kanan merupakan bagian dari otak manusia yang memiliki fungsi emosi. Karena jika ditelaah, Kasih Sayang ini merupakan bagian dari emosi atau sangat erat kaitannya dengan perasaan. Keterikatan Kasih Sayang dengan Emosi atau Perasaan tersebutlah yang menjadi latar belakang penggunaan istilah Pola Asuh Otak Kanan dalam tulisan ini. Semua orangtua atau pun pembimbing anak pasti merasa bahwa dirinya telah mengasuh anaknya dengan Kasih Sayang. Karena kita semua menyadari bahwa kasih sayang merupakan kunci dalam mengaplikasikan pola asuh yang baik pada anak. Namun, kasih sayang ini sendiri perlu dicerna kembali karena penerjemahannya dalam penerapan pola asuh dapat bermacam-macam. Kasih sayang yang dimaksud dalam pembicaraan ini berisi beberapa factor sebagai berikut:

  1. Menerima keunikan anak, maksudnya adalah bahwa setiap anak berbeda dan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Segala hal yang terdapat pada anak dapat sangat berbeda dari orangtuanya. Hal ini karena factor lingkungan turut berperan penting bagi perkembangan anak. Semakin semakin orangtua tidak dapat mengenal anaknya. Tentu saja hal ini akan berpengaruh terhadap penerimaan orangtua terhadap perilaku anak terutama yang tidak berkenan di mata orangtua. Tentunya banyak sekali factor yang perlu diperhatikan pada diri anak dan memiliki perbedaan dengan orang lain. Untuk memberikan contoh sederhana mengenai aspek- aspek yang perlu diperhatikan pada anak, misalnya potensi kemampuan dan inteligensinya, tipe motivasinya dan gaya belajarnya. Hal-hal tersbut akan dibahas kemudian pada bab berikutnya.

  2. Menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak. Nilai positif tidak dapat ditanamkan jika terdapat penolakan dari sisi anak. Untuk membuat orangtua sukses menanamkan nilai positif adalah mengenali kecenderungan yang dimiliki sang anak, menerimanya, mempelajarinya untuk dapat memanfaatkan momen (saat) terbaik untuk memasukan nilai positif tersebut. Momen yang dimaksud adalah pada saat anak merasa bahagia dan pada saat anak focus terhadap suatu hal. Pada saat seorang anak focus, orangtua dapat dengan mudah memasukkan nilai-nilai positif kepada anaknya secara verbal. Misalnya, ketika anak sedang menonton film kartun kseukaannya, orangtua dapat langsung mengatakan, “makin hari, makin rajin belajar ya Nak..” Untuk orangtua yang masih memiliki anak usia 0-6 tahun sangat dianjurkan memanfaat momen yang disebut golden age ini dengan optimal. Karena pada usia inilah apa yang anak alami akan sangat melekat dan membekas pada ingatannya.

  3. Kuasai diri sendiri agar memiliki emosi positif sehingga memberikan efek positif kepada anak. Tampilkanlah senyum, pelukan dan pujian saat anak menampilkan perilaku yang baik. Karena hal ini akan memberikan getaran atau energy yang dibutuhkan anak untuk semangat dan mencapai kemampuan optimalnya. Sudahkan kita mengaplikasikan ini semua? Jawabannya tentu hanya ada pada diri kita sendiri, namun akan tampak dengan pasti pada perilaku yang ditampilkan oleh anak kita. Jika situasi yang ada sekarang ingin diubah tentunya memerlukan proses. Cara ini mungkin tidak dapat langsung berefek pada satu kali percobaan. Membutuhkan waktu untuk anak berubah dan menkonsistensikan perilaku tersebut. Tetapi jika proses ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari pola asuh, maka efeknya akan terasa turun-temurun dan akan menjadi budaya keluarga. Pembahsan mengenai contoh factor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui keunikan anak kita, dapat dilihat sebagai berikut.

MULTIPLE INTELLIGENCE

  System pendidikan yang ada di Negara kita saat ini memberikan peluang besar dalam mengeksplorasi keunikan setiap individu. Anak berprestasi akademik akan lebih mendapat perhatian dibandingkan anak yang memiliki prestasi akademik yang kurang menonjol, khususnya untuk keterampilan baca-tulis dan matematika. Sehingga anak-anak dengan nilai akademik yang kurang baik (lambat dalam membaca dan berhitung), seringkali dianggap kurang mampu atau bahkan ditinggalkan. Dan hal ini berlangsung ketika anak memulai sekolah Taman Kanak- kanak (TK).

  Jika boleh membandingkan dengan Negara lain yang lebih maju, contohnya Jepang, pendidikan TK di Jepang lebih cenderung merupakan lembaga pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari dengan permainan-permainan. Sedangkan pada tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah tidak meluluskan dengan persyaratan ujian. Di kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar menekankan

  Ulfah02.wordpress.com kepada pola hidup mandiri daripada mengajarkan pelajaran IPS dan IPA.

  Contoh lainnya adalah Finlandia yang disebut negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Para guru tidak diburu untuk menyelesaikan kurikulum yang disediakan pemerintah karena masing-masing guru diberi kebebasan untuk membuat tujuan pembelajarannya sendiri untuk masing-masing anak

  

sehingga setiap anak memiliki hak untuk

berkembang sesuai potensinya.

  Atau contoh lain di Australia…. Sedangkan pada umumnya, khususnya di Indonesia Kecerdasan Personal yang dinamakan Kecerdasan Interpersonal dan Intrapersonal, menurut Howard Gardner,

  Howard Gardner adalah tokoh psikologi Pendidikan yang memformulasikan bahwa Kecerdasan tidak dapat diukur dalam satu skor solid yang sebenarnya hanya mengukur Linguistik (Bahasa) dan Logika Matematika. Karena studinya telah melihat beberapa kejadian seperti seseorang yang kehilangan kemampuan berbicaranya tetapi masih piawai bermusik, atau seseorang yang dapat melakukan hitung perkalian 3 digit dengan 3 digit tanpa mesin padahal sesungguhnya memiliki keterbelakangan, atau seseorang yang hanya bisa menggambar dengan indahnya namun tidak dapat melakukan hal lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masing- masing kemampuan baik musical, matematika dan artistic memiliki proses yang berbeda di dalam system otak.

  Tentu saja masing-masing individu memiliki kekuatan yang berbeda dan memiliki proses yang berbeda-beda dalam organ otaknya, sehingga tidak dapat diberikan label lebih pintar atau bodoh. Karena kekurangan seseorang di matematika dapat ditutupi dengan kelebihannya di musik jika kemampuan musiknya diasah dan diakui. Hal ini sekaligus memaparkan bahwa ada banyak hal yang perlu distimulasi atau dirangsang pada anak sehingga potensinya terlihat dan minat anakpun muncul dengan adanya eksplorasi terhadap berbagai hal. Konsekuensi dengan minimnya stimulasi juga akan menurunkan motivasi anak untuk belajar lebih banyak. Contoh jika ia kurang memiliki nilai yang baik dalam berhitung atau lambat dalam membaca, karena setiap hari itu yang dilakukan di sekolah, anak akan dicap kurang mampu dan ia tidak menemukan kesenangan dalam hal apa pun di sekolah. Akibatnya ia akan mudah frustrasi dan kehilangan kemampuan sesungguhnya karena tidak diasah dan disfungsi di masyarakat.

  Hal itu tentu saja tidak kita inginkan terjadi pada anak-anak kita. Dengan demikian, teori paling mudah untuk membantu kita menstimulasi factor-faktor kecerdasan adalah dengan teori Kecerdasan Majemuk yang diformulasikan oleh Howard Gardner.

  Gardner di tahun 1983 menyatakan bahwa terdapat 7 Kecerdasan Majemuk yang kemudian berkembang menjadi 8 Kecerdasan Majemuk sebagai berikut:

  1. Kecerdasan Linguistik yaitu kemampuan menggunakan kosa kata, melakukan analisa verbal, memahami materi verbal yang kompleks serta memahami metafora. Kecerdasan ini biasanya secara terlihat ditunjukan oleh Penulis atau Pembuat Puisi.

  2. Kecerdasan Musikal yaitu kecerdasan untuk mengenali sumber suara dan memadukan nada atau suara menjadi harmoni. Kecerdaasan ini biasanya pun dipengaruhi oleh lingkungan, menurut metode Suzuki. Kemampuan ini pastinya dimiliki oleh Mozart dan John Lenon.

  3. Kemampuan Logika Matematika yaitu kemampuan untuk berpikir logis, konseptual dan abstrak. Lebih tinggi lagi kemampuan ini dapat melogikakan suatu proses dalam energy fisika dan molekul biologi, sehingga biasanya seseorang dengan kemampuan ini memiliki nilai yang baik dalam aritmatika, algebra, logika simbolik.

  4. Kemampuan Visual-Spasial yaitu kemampuan dalam memadukan atau kelihaian dalam melihat secara mental atau abstrak. Biasanya kemampuan ini dimiliki pada Arsitek atau Designer.

  5. Kemampuan Kinestetik yaitu kemampuan mengkontrol kesadaran dalam gerakan tubuh. Kemampuan ini ditemukan pada Atlit dan Penari.

  6. Kemampuan Naturalis yaitu kemamuan dalam mengenali, merawat dan mengelola alam. Kemampuan ini biasanya dimiliki oleh Petani, Peternak dan orang yang suka berkebun.

  7. Kemamuan Interpersonal yaitu kemampuan dalam menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang lain secara kompleks, mengharmoniskan keluarga, teman, sekolah dan tetangga.

  8. Kemampuan Intrapersonal yaitu kemampuan untuk mengkontrol diri, perasaan serta fungsi tubuhnya sehingga berperan optimal dalam kehidupannya dan orang lain. Masing-masing anak memiliki salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Anak yang memiliki banyak kecerdasan pun bukan berarti lebih baik dari yang hanya memiliki satu kecerdasan saja. Hanya saja anak dengan beberapa kecerdasan memiliki lebih banyak hal untuk dieksplorasi untuk menjadi prestasi. Namun, bisa saja anak akhirnya memiliki banyak minat yang ia sulit untuk fokuskan. Akhirnya karena terlalu mengeksplorasi banyak hal, membuatnya tidak menonjol dalam satu bidang. Untuk menyiasati anak dengan beberapa kecerdasan, orangtua dan guru dapat menstimulasinya dengan aktivitas yang khusus. Misalnya, anak yang memiliki kecerdasan Verbal Lingustik dan Visual Spasial dapat diberikan aktivitas ‘membuat film’ sederhana, mulai dari menulis skenarionya sampai melakukan proses pengambilan gambar. Tentunya pemilihan aktivitas harus berdasarkan kepada potensi anak.

  Masing-masing kecerdasan ini dapat distimulasi sedini mungkin sesuai tahap perkembangannya. Contohnya pada tahap perkembangan Pra-Sekolah, stimulasinya adalah dengan cara bermain. Beberapa contoh stimulasi untuk masing-masing Kecerdasan ini akan diulas pada tema berikutnya.

MOTIVASI BELAJAR

  Gambaran tentang keunikan anak dilihat dari sisi motivasi dapat menggunakan ilustrasii berikut. Jika ada tiga orang menampilkan suatu perilaku yang sama, belum tentu ketiganya memiliki alasan yang sama untuk melakukannya. Misalnya, A, B dan C, ketiganya memutuskan untuk sekolah di luar negeri. Jika ditanya mengenai alasan masing- masing, A menjawab karena saya ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik. B menjawab karena saya ingin menyenangkan hati orangtua. Sedangkan C menjawab karena saya ingin saja, kebetulan ada uangnya. Hal ini menandakan bahwa kita tidak dapat menilai anak berdasarkan apa yang tampak saja, namun diperlukan pengetahuan mengenai alasan dibalik perilaku tersebut. Alasan ini yang disebut sebagai Motivasi. Motivasi disebut juga sebagai energy kebutuhan, minat, nilai, sikap dan aspirasi. Dalam bahasa awam sering disebut juga sebagai motif. Jadi, pada intinya setiap perilaku atau aksi didasari oleh motivasi. Dalam kegiatan belajarpun dilandasi oleh motivasi. Motivasi belajar yang dimaksud adalah alasan seseorang untuk belajar. Dalam pembahasan ini, marilah kita membagi motivasi belajar ke dalam dua jenis, yaitu:

  1. Motivasi Intrinsik adalah ketika seseorang melakukan seseuatu demi sesuatu itu sendiri. Misalnya, siswa belajar untuk ujian karena ia menyenangi bidang studi yang dipelajari tsb.

  2. Motivasi Ekstrinsik adalah ketika seseorang melakukan sesuatu untuk mendapatkan atau menghindari seseuatu yang lain. Misalnya, siswa belajar untuk ujian karena ia ingin diberi pujian oleh Ibunya, atau karena ia belajar dengan temannya yang disukainya.

  Motivasi intrinsik dalam belajar membuat anak lebih dapat mandiri. Namun ternyata motivasi intrinsic ini pun sebenarnya diawali oleh motivasi ekstrinsik. Misalnya ketika seorang anak merasa bangga ketika mendapat nilai bagus dan itu merupakan hasil dari belajarnya, maka lama-kelamaan perilaku belajar akan terbentuk sendirinya tanpa dia mengharap nilai bagus. Atau pada awalnya ia belajar dan mendapat pujian dari guru dan orangtuanya, maka jika ada konsistensi dalam pola ini maka lama-kelamaan motivasinya untuk belajar akan terbentuk sebagai sebuah kebiasaan. Maka kita perlu mengenali terlebih dahulu motivasi ekstrinsik anak agar bisa membentuk perilaku yang diinginkan sampai akhirnya anak dapat lebih mandiri untuk menampilkan perilaku tersebut.

  Dalam sudut pandang pengembang alat Analisa Sidik Jari, motivasi belajar dibedakan dalam 3 hal, yaitu:

  1. Motivasi Kognitif adalah motivasi yang dilandasi oleh keinginan mencapai suatu tujun atau berorientasi pada hasil. Seseorang dengan kecenderungan motivasi kognitif biasanya terpacu dengan stimulus nilai/prestasi/pencapaian/jabatan/pengakuan akan kemamuannya dalam bentuk materi. Dalam proses belajar mampu mempelajari sesuatu sekaligus, antara teori dan aplikasi. Sehingga guru harus mendesai pelajaran yang sifatnya aplikatif, tidak hanya sekedar teori yang monoton.

  2. Maotivasi Afektif adalah motivasi yang dilandasi oleh orientasi terhadap kenyamanan/perasaan. Seseorang dengan kecenderungan motivasi afketif biasanya terpacu dengan stimulus kebersamaan dengan oranglain/hal yang membuat perasaannya senang/pengakuan akan kemampuan dalam bentuk non-materi seperti pujian, teman baru, makan bersama. Dalam proses belajar sangat membutuhkan pendampingan dari guru atau orang yang signigifikan (teman atau orangtua) dan guru sebaiknya menciptakan kondisi yang

  3. Motivasi Reflektif adalah motivasi yang dilandasi oleh orientasi terhadap naluri dengan kecenderungan spontan. Seseorang dengan kecenderungan motivasi reflektif biasanya terpacu dengan stimulus informasi yang jelas. Seseorang dengan kecenderugnan motivasi reflektif biasanya lebih mampu optimal jika diberikan instruksi, tujuan dan arahan serta langkah yang jelas dalam mengerjakan sesuatu. Dalam proses belajar harus diberikan penjelasan sedetil mungkin.

  Dengan mengetahui adanya perbedaan tersebut, orangtua dan guru dapat memberikan stimulus tertentu untuk membuat anak menampilkan perilaku yang diinginkan. Karena tidak semua anak berhasil diberikan iming-iming nilai bagus atau hukuman lari di lapangan. Tidak perlu terburu-buru pula untuk memberikan label “Pemalas” untuk anak yang terlihat tidak berminat untuk belajar. Karena mereka perlu dukungan dan bantuan kita untuk memberikan suasana yang kondusif untuk menggugah minat mereka dan menjadikan kemampuan mereka optimal. Tentunya dengan menyadari bahwa setiap anak unik dan membutuhkan penanganan yang berbeda.

GAYA BELAJAR

  Mengapa penting bagi guru dan orangtua untuk mengetahui gaya belajar anak? labeling kepada anak, padahal kita yang tidak Tentunya agar kita tidak melakukan membaca buku di meja belajar, jangan terburu-buru dianggap tidak suka belajar. Jika seorang anak sering berlarian di dalam kelas dan selalu bergerak, jangan terburu-buru dianggap tidak bisa diatur. Jika seorang anak sering berbicara atau mengobrol di dalam kelas, jangan terburu-buru dianggap tidak bisa diam. Hal ini bisa sebagai petunjuk bahwa setiap anak memiliki kecenderungan gaya belajar masing-masing.

  Yang dimaksud dengan Gaya Belajar dalam hal ini adalah cara yang lebih disukai seseorang dalam kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Gaya Belajar menurut David Kolb dibagi dalam 3 bagian, yaitu Visual, Auditori dan Kinestetik. Masing-masing Gaya Belajar tersebut memiliki karakteristiknya masing- masing sehingga kita dapat dengan mudah menilai Gaya Belajar apakah yang dimiliki anak. Anak dengan Gaya Belajar Visual belajar melalui apa yang dilihat, oleh karena itu bentuk, warna dan keserasian di antaranya sangat mempengaruhi efektivitas belajar anak dengan kecenderungan Visual. Biasanya anak dengan Gaya Belajar Visual lebih senang mencatat ketika belajar dengan cara bicara yang cepat, lebih memperhatikan jika pengajarnya berpenampilan menarik, lebih senang benda seni daripada musik, dan mudah teralihkan jika ada pergerakan. Biasanya mereka juga berpenampilan serasi dan rapi dalam penataan. Mereka lebih senang dengan buku dengan gambar yang pernuh warna atau membaca data dengan grafik, tabel atau sejenisnya. Untuk menandai hal yang perlu diingat dalam sebuah buku bacaan, highlight dengan spidol. Metode mereka akan lebih senang mewarnai atau meng- lain seperti Mind Map juga merupakan aktivitas menyenangkan dan efektif bagi anak Visual. Jangan lupa juga bahwa Pengajar pun penting untuk membuat penampilannya menarik agar para anak Visual lebih senang untuk memperhatikan. Anak dengan Gaya Belajar Auditori belajar melalui apa yang dididengar, oleh karena itu volume suara, intonasi dan nada merupakan hal yang penting dalam efektivitas belajar anak dengan kecenderung Auditori. Tidak heran jika anak-anak ini memiliki potensi yang bagus dalam bermusik, ataupun juga sebagai pembaca puisi. Biasanya anak dengan kecenderungan Auditori senang dengan metode berdiskusi jika belajar berkelompok. Dan jangan heran jika mereka akan terlihat berkomat-kamit atau mengatakan kembali apa yang telah dibacanya. Karena berbicara dan mendengar sangat membantu dalam proses mereka memahami informasi. Sehingga kegaduhan dalam belajar perlu dihindari. Headphone akan membantu anak Visual untuk mendapatkan ketenangan dan focus dalam mendengar. Metode lain dalam belajar seperti mendongeng atau melalui lagu akan sangat membantu mereka untuk memahami informasi.

  Anak dengan Gaya Belajar Kinestetik belajar melalui apa yang dilakukannya, oleh karena itu gerak tubuh dan mempraktekan langsung apa yang dipejarinya merupakan hal terpenting dalam efektivitas anak dengan kecenderungan menggambar, menari dan bermain peran. Mereka tidak begitu senang untuk duduk diam membaca dan mendengarkan Pengajar hanya berbicara. Sebagai kompesasi, kebosanannya akan dilampiaskan dengan melakukan aktivitas fisik seperti berlari atau membongkar dan memasang sesuatu. Untuk memberikan kesenangan belajar pada mereka, Pengajar perlu memberikan kesempatan mereka menggunakan tangan dan tubuhnya untuk bergerak. Sehingga mereka akan focus kepada penyelesaian masalah. Alat bantu yang dapat mengarahkan aktivitas mereka untuk lebih konstruktif adalah balok-balokan, buku gambar, puzzle, bermain masak- music tape. masakan, Dengan mengenal Gaya Belajar anak, kita dapat memberikan perlakuan yang tepat kepada mereka sehingga mereka lebih dapat belajar dengan efektif (tepat dan cepat) serta menyenangkan dan mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan. Sehingga membuat anak ingin kembali memiliki pengalaman belajar.