STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)
i
SKRIPSI
DESTRYANA NUR INDAH SARI
STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE
PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SBP
(Spontaneous Bacterial Peritonitis)
(Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
(2)
ii Lembar Pengesahan
STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE
PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SBP
(Spontaneous Bacterial Peritonitis)
(Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)
SKRIPSI
Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang 2014
Oleh:
DESTRYANA NUR INDAH SARI 201010410311064
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Didik Hasmono.,M.S.,Apt. Dra. Lilik Yusetyani.,Apt.,Sp.FRS NIP 195809111986011001 NIP.UMM 114.0704.0450
(3)
iii Lembar Pengujian
STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE
PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SBP
(Spontaneous Bacterial Peritonitis)
(Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)
SKRIPSI
Telah diuji dan dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal 14 Juni2014
Oleh:
DESTRYANA NUR INDAH SARI 201010410311064
Tim Penguji
Penguji I Penguji II
Drs. Didik Hasmono.,M.S.,Apt. Dra. Lilik Yusetyani.,Apt.,Sp.FRS NIP 195809111986011001 NIP.UMM 114.0704.0450
Penguji III Penguji IV
Hidajah Rachmawati,S.Si, Apt.,Sp.FRS Nailis Syifa’, S.Farm., M.Sc.,Apt.
(4)
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Puji syukur tercurahkan kepada ALLAH SWT, Tuhan semesta alam karena berkat rahmad dan ridhonya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulSTUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang).
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari peranan pembimbing dan bantuan dari seluruh pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. ALLAH SWT, Tuhan semesta alam yang memberikan rahmat, nikmat dan hidayahNYA kepada umatnya, Rosulullah SAW, yang sudah menuntun kita menuju jalan yang lurus.
2. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep.,Sp.Kom selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan kesempatan penulis belajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
3. dr. Budi Rahayu, MPH selakuDirektur RSU Dr. Saiful Anwar Malangbeserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 4. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm.,M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberi motivasi dan kesempatan penulis belajar di Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.
5. Staf pengawai RMK RSSA Malang yang banyak membantu dalam proses pengambilan data skripsi serta memberikan semangat (Ibu Yun, Ibu Yuli, Mbk Andri, Mbk Vita)
(5)
v
6. Bapak Drs. Didik Hasmono.,M.S.,Apt. dan Ibu Dra. Lilik Yusetyani ,Apt.,Sp.FRS selaku Dosen Pembimbing I dan II, disela kesibukan Bapak dan Ibu masih bisa meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi pengarahan dan dorongan moril sampai terselesaikannya skripsi ini.
7. Ibu Hidajah Rachmawati,S.Si, Apt.,Sp.FRS dan Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., M.Sc.,Apt. selaku Dosen Penguji I dan II, yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
8. Bapak Ahmad Shobrun Jamil, S.Si.,M.P. selaku Dosen wali. Terima kasih banyak atas arahan, nasehat, motivasi dan bimbingannya selama ini.
9. Untuk semua Dosen Farmasi Universitas Muhamadiyah Malang yang sudah memberikan waktunya untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang sangat bergunadan kepada Ibu Sendy selaku Dosen penanggung jawab skripsi yang telahsusah payah membantu jalanya ujian skripsi sehingga kami dapat melaksanakan ujian skripsi dengan baik.
10. Untuk semua staff tata usaha Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang, yang telah banyak membantu untuk kebutuhan administrasi kelengkapan skripsi.
11. Orang Tua tercinta, Bapak Muyono dan (almh) Ibu Murtilah, yang tiada hentinya memotivasi dalam segala hal, dengan sabar mendoakan untuk kebaikan dan kesuksesan anak-anaknya. Terima kasih banyak atas didikan dan kerja keras untuk membuat anak-anaknya bahagia serta mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
12. Kakak-kakak dan kakak ipar tersayang, Mas Alex Probo, Mbak Dhita Astreva, Mbak Widi, Mas Febri terima kasih buat motivasi, kritik, saran dan doanya selama ini sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu. 13. Sahabat seperjuangan begadang Ice Tea’, sahabat saling memotivasi
kelompok SH Ivone, Enis, Isti, Bebek, mbak Titin, Yuni dan Lilis terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat serta kerja samanya sehingga skripsi ini dapat terwujud.
14. Sahabat sekaligus keluarga, Mpok Depi, Mamanya Nayla (Vivi), Intan, Liyak dan Dian Zona, dengan keceriaan dan semangat kalian selama ini
(6)
vi
sebagai sahabatsekaligus keluarga yang membantu dan mendukung saat senang maupun susah.
15. Sahabat yang selalu bersama di saat susah sedih senang galau dan selalu menghibur Beb Ereni, Frimaquin, bang Murci terima kasih atas perhatian, doa, motivasi selama ini.
16. Keluarga besar Apotek Kepuh Farma, DR. Sri Winarsih, Apt., M.Si selaku Apoteker, Bu Titin, Demont, mbk Vindi, mbk Bida, Dwi selaku rekan kerja dan Bapak Prof. DR. Teguh Wahju Sardjono,DTMH.,MSc.,Sp.Park selaku PSA apotek Kepuh Farma, terima kasih atas perhatian, do’a, kerjasama serta dukungannya selama ini.
17. Teman-teman Farmasi UMM 2010, terima kasih atas kebersamaan dan kenangan indah dan buruk selama ini, terima kasih atas pelajaran hidup yang diberikan dan bagaikan perjalanan penuh arti.
18. Untuk semua pihak yang belum disebutkan namanya, penulis mohon maaf dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semua keberhasilan ini tak luput dari bantuan, doa yang telah kalian semua berikan.
Jasa dari semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, penulis tidak mampu membalas dengan apapun. Semoga amal baik semua pihak mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kebaikan skripsi ini. Semoga penulisan ini dapat berguna bagi penelitian berikutnya, amiin.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Malang, 14 Juni 2014 Penyusun
(7)
vii
RINGKASAN
STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE PADA PASIEN
SIROSIS HATI DENGAN SBP (
Spontaneous Bacterial Peritonitis
)
(Penelitian di Rumah Sakit UmumDr. Saiful Anwar Malang)
Sirosis Hati merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronisdengan berbagai penyebab. Sirosis hati ditandai denganfibrosis dan regenerasi nodular, menyebabkan nekrosis hati dan penurunan fungsi hati. Berdasarkan AASLD
(American Association for the Study of Liver Diseases) sirosis hati menjadi penyebab kematian ke tujuh di dunia dan ke delapan mengakibatkan 35.000 kematian setiap tahunnya pada tahun 2006 di Amerika Serikat.
Sirosis hati dapat menimbulkan penurunan fungsi hati dengan manifestasi klinik antara lain hipertensi portal, varises esofageal, sindrom hepatorenal, ensefalopati hepatik, asites serta SBP (Spontaneous BacterialPperitonitis). Asites adalah salah satu komplikasi utama pada Sirosis Hati dengan hipertensi portal. Asites juga dapat menjadi sumber infeksi karena cairan asites ini merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk pertumbuhan bakteri. Asites merupakan faktor utama terjadinya SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis). Semua pasien komplikasi sirosis hati dengan asites akan beresiko berkembang menjadi SBP. SBP merupakan infeksi cairan asites disebabkan
enterobacteriaceae, seperti E. Colli yang memerlukan terapi antibiotika. Berdasarkan literatur antibiotika yang digunakan adalah Sefalosporin generasi III seperti Ceftriaxone dan Cefotaxime.
Antibiotik Ceftriaxone telah diteliti dan merupakan alternatif untuk pengobatan SBP. Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan empiris, cotohnya Ceftriaxone. Ceftriaxone menunjukkan keberhasilan pada tingkat yang sama, mulai dari 77% sampai 93%.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penggunaan ceftriaxone pada pasien sirosis hati dengan SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) di RSU Dr. Saiful Anwar, serta mengkaji hubungan terapi ceftriaxone terkait dosis yang diberikan, rute pemberian,interval pemberian, dan lama pemberian yang dikaitkan dengan data klinik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang..
Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap pasien. Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu berupa studi retrospektif (penelitian yang dilakukan dengan meninjau kebelakang) dengan metode consecutive sampling (pengambilan sampel berdasarkan waktu). Kriteria inklusi meliputi pasien dengan diagnosissirosis hati dengan SBP di Rumah Sakit Umum Dr.Saiful Anwar Malang dengan data Rekam Medik Kesehatan (RMK) meliputi data terapi antibiotika ceftriaxone dan obat lain yang menyertaiperiode 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2013.
Hasil penelitian ini didapatkan 32 data RMK sebagai populasi dan data yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 28 pasien yaitu (61%) pasien laki-laki dan (39%) pasien perempuan. Faktor resiko tersebut meningkat pada pasien laki-laki usia 55-74 tahun. Pasien ini semakin meningkat dijumpai seiring dengan bertambahnya usia. Usia lanjut merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang tandai dengan perubahan atau penurunan fungsi organ tubuh. Oleh karena
(8)
viii
itu, pada usia lanjut pertahanan tubuh terhadap infeksi terganggu atau menurun sehingga pada pasien dengan usia lanjut rentan terkena infeksi. Didukung dengan adanya faktor life style seperti alkoholik (14%), merokok (86%). Profil penggunaan terapi antibotika tunggal Ceftriaxone (65%), kombinasi (35%). Sedangkan kombinasi antibiotika ceftriaxone dengan antibiotika lain (75%) dan kombinasi antibiotika selain ceftriaxone (25%). Antibiotika tunggal yang banyak digunakan adalah golongan sefalosporin generasi tiga, yaitu ceftriaxone (68%). Kombinasi antibiotika ceftriaxone yang paling banyak digunakan adalah ceftriaxone IV dan metronidazole IV (25%). Dalam pemberiannya ceftriaxone paling banyak diberikan tunggal dengan dosis 1 g secara intravena setiap 12 jam (68%). Franca et al meneliti khasiat terapi ceftriaxone untuk terapi SBP, tiga puluh tiga pasien mendapat terapi Ceftriaxone 1 g setiap 12 jam minimal selama lima hari. Lama perawatan pasien sirosis hati dengan SBP dapat dipengaruhi oleh adanya komplikasi penyerta dan SBP yang dapat memperburuk prognosisnya. Penggunaan dosis, rute pemberian, interval pemberian, serta lama pemberian ceftriaxone yang diberikan pada pasien sirosis hati dengan SBP rawat inap di RSU Dr. Saiful Anwar sudah sesuai menurut literatur yang ada.
(9)
ix
ABSTRACT
THE STUDY OF CEFTRIAXONE IN PATIENT WITH LIVER
CIRRHOSIS SBP (
Spontaneous Bacterial Peritonitis
)
(Research At General Hospital Dr. Saiful Anwar Malang)
Background: Cirrhosis is the end stage of chronic liver damage with caused different. Cirrhosis is characterized by fibrosis resulting in the distortion and destruction of normal liver tissue is destroyed and repalce by regerating nodules that decrease of liver function. Cirrhosis is seventh causes of death in the world. Complications of cirrhosis is asites. Ascites formation is defined a condition of abnormal accumulation of fluid in the abdomen, protein that contained in the ascites fluid is the good media for bacterial growth/bacterial life then later becomes into SBP. SBP is defined as the infection of ascitic fluid without a contiguous source of intraabdominal infection. SBP is the infection of the ascitesfluid, that’s why we need the antimicrobial therapy. Therapy Ceftriaxone is used empirically for SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis).
Objective: to know the pattern of use of Ceftriaxone in patients with liver cirrhosis SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) in RSU Dr. Saiful Anwar Malang and reviewing related dose Ceftriaxone therapy relationship is provided, giving the route, delivery interval, and grant long associated with the data clinic in RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
Methods: this study is a retrospective observational study of with consecutive sampling methods in patients with liver cirrhosis SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) from January to December 2013
Result & Conclusion: Use of single Ceftriaxone as many 18 patients (68 %). Almost therapy is used combination of ceftriaxone and metronidazole IV as many 4 patient (25%). Use of Ceftriaxone is a route in IV, the use of Ceftriaxone dose 2x1g dominated. The use of dose, route of administration, as well as granting long intervals giving Ceftriaxone given in patients with liver cirrhosis SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) inpatient installation in Dr. Saiful Anwar was appropiate according to some existing guideline.
(10)
x
ABSTRAK
STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE
PADA PASIEN SIROSIS HATI DENGAN SBP
(Spontaneous
Bacterial Peritonitis)
(Penelitian Di Rumah Sakit Umum
Dr. Saiful Anwar Malang)
Latar Belakang: Sirosis Hati merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dengan berbagai penyebab. Sirosis hati ditandai dengan fibrosis dan regenerasi nodular yang menyebabkan nekrosis hati dan penurunan fungsi hati. Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh yang menyebabkan kematian. Penyakit sirosis hati ini menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya seperti asites. Asites merupakan akumulasi cairan rongga peritonial, cairan asites mengandung protein sehingga baik untuk pertumbuhan bakteri. Asites adalah penyebab terjadinya SBP, semua pasien asites beresiko berkembang menjadi SBP. SBP merupakan infeksi cairan asites yang harus diterapi dengan Antibiotika. Ceftriaxone merupakan antibiotika yang digunakan secara empiris untuk terapi SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis).
Tujuan:Untuk mengetahui pola penggunaan Ceftriaxone pada pasien sirosis hati dengan SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis)di RSU Dr. Saiful Anwar Malang dan mengkaji hubungan terapi Ceftriaxone terkait dosis yang diberikan, rute pemberian, interval pemberian, dan lama pemberian yang dikaitkan dengan data klinik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
Metode:Penelitian ini bersifat observational yaitu berupa studi retrospektif dengan metode consecutive sampling pada pasien sirosis hati dengan SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis)periode Januari sampai dengan Desember 2013.
Hasil & Kesimpulan:Penggunaan Ceftriaxone tunggal sebanyak 18 pasien (68%). Kombinasi antibiotika Ceftriaxone IV + Metronidazole IV paling tinggi, yaitu sebanyak 4 pasien (25%). Rute penggunaan Ceftriaxone adalah secara iv, penggunaan Ceftriaxone didominasi dosis 2x1g. Penggunaan dosis, rute pemberian, interval pemberian, serta lama pemberian Ceftriaxone yang diberikan pada pasien sirosis hati dengan SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis)di instalasi rawat inap RSU Dr. Saiful Anwar sudah sesuai menurut beberapa literature yang ada.
(11)
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGUJIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
RINGKASAN ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1 Bagi Peneliti ... 4
1.4.2 Bagi Rumah Sakit... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Tinjauan Tentang Anatomi Hati dan Fungsi Hati ... 5
2.1.1Anatomi Hati ... 5
2.1.2 Sirkulasi hati ... 5
2.1.3 Fungsi hati ... 7
2.1.3.1 Metabolisme energi dan konversi substrat ... 7
2.1.3.2 Fungsi sintesis protein ... 7
2.1.3.3 Fungsi solubilisasi, transport dan penyimpanan ... 7
(12)
xii
2.2 Sirosis hati ... 8
2.2.1 Definisi ... 8
2.2.2 Epidemiologi ... 8
2.2.3 Etiologi Sirosis Hati ... 9
2.2.4 Klasifikasi Sirosis hati ... 10
2.2.5 Patofisiologi Sirosis Hati ... 10
2.2.6 Komplikasi Sirosis Hati ... 11
2.2.6.1 Hipertensi Portal ... 11
2.2.6.2 Asites ... 12
2.2.6.3 SBP ... 14
2.2.6.4 Varises Esofageal ... 14
2.2.6.5 Ensefalopati Hepatik ... 14
2.2.6.6 Sidrom Hepatorenal ... 15
2.2.7 Data Laboratorium sirosis hati ... 15
2.3 SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) ... 17
2.3.1 Definisi ... 17
2.3.2 Epidemiologi ... 18
2.3.3 Etiologi ... 19
2.3.4 Patofisiologi ... 19
2.3.5 Diagnosa Klinis ... 21
2.4 Penatalaksanaan Terapi pada SBP ... 22
2.4.1 Penatalaksanaan pada SBP ... 22
2.4.1.1 Antibiotika Penisillin ... 24
2.4.1.2 Antibiotika Kuinollon ... 25
2.4.1.3 Antibiotika Sefalosporin ... 25
2.5 Penggunaan Ceftriaxone pada SBP ... 27
2.5.1 Tinjauan Tentang Ceftriaxone ... 28
2.5.2 Mekanisme Kerja ... 28
2.5.3 Sifat Farmakodinamik dan Farmakokinetik ... 29
2.5.4 Dosis Ceftriaxone ... 30
2.5.5 Interaksi dan Efek Samping Ceftriaxone ... 30
(13)
xiii
2.5.5.2 Efek Smaping ... 30
2.5.6 Parameter Monitoring ... 30
2.5.7 Stabilitas Penyimpanan ... 31
2.5.8 Nama Dagang Ceftriaxone ... 31
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 32
BAB IV METODE PENELITIAN ... 34
4.1 Rancangan Penelitian ... 34
4.2 Populasi dan Sampel ... 34
4.2.1 Populasi ... 34
4.2.2 Sampel ... 34
4.2.3 Kriteria Data Inklusi ... 34
4.2.4 Kriteria Data Eksklusi ... 34
4.3 Bahan Penelitian ... 35
4.4 Instrumen Penelitian ... 35
4.5 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
4.6 Definisi Operasional ... 35
4.7 Metode Pengumpulan Data ... 36
4.8 Analisa Data ... 37
BAB V HASIL PENELITIAN ... 38
5.1 Data Deografi Pasien ... 39
5.1.1 Jenis Kelamin ... 39
5.1.2 Usia ... 39
5.1.3 Status Pasien ... 39
5.2 Komplikasi Penyerta Pada Pasien Sirosis Hati dengan SBP ... 40
5.3 Pola Terapi Selain Antibiotika pada Pasien Sirosis hati ... 41
5.4 Penggunaan Ceftriaxone Pasien Sirosis Hati dengan SBP ... 41
5.4.1 Pola Penggunaan Terapi Antibiotika Tungal ... 41
5.4.2 Pola Penggunaan Terapi Antibiotika Kombinasi ... 42
5.4.3 Lama Penggunaan terapi Ceftriaxone ... 43
5.4.4 Pola Penggunaan terapi Penggantian Antibiotika ... 43
5.5 Lama Masuk Rumah Sakit ... 44
(14)
xiv
5.7 Profil Pasien Dengan Kondisi KRS meninggal ... 45
BAB VI Pembahasan ... 51
BAB VII Kesimpulan Dan Saran ... 63
7.1 Kesimpulan ... 63
7.2 Saran ... 64
(15)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Etiologi Sirosis Hati ... 9
II.2 Gejala infeksi asites ... 21
II.3 Antibiotik untuk Terapi SBP ... 23
II.4 Terapi Antibiotika secara empiris ... 24
II.5 Pilihan Terapi Untuk SBP ... 24
II.6 Generasi Sefalosporin ... 26
II.7 Nama Dagang Ceftriaxone ... 31
V.1 Jenis Kelamin ... 39
V.2 Usia ... 39
V.3 Status Pasien ... 39
V.4 Komplikasi penyerta ... 40
V.5 Life Style paisen ... 41
V.6 Terapi Selain Antibiotika ... 41
V.7 Pola penggunaan terapi Antibiotika Tunggal ... 42
V.8 Pola penggunaan terapi Kombinasi ... 43
V.9 Lama Penggunaan Terapi Ceftriaxone ... 43
V.10 Pola Penggunaan terapi Penggantian Antibiotika ... 44
V.11 Lama MRS ... 44
V.12 Penyebab meninggalnya pasien Sirosis hati... 45
(16)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Anatomi Hati ... 5
2.2 Struktur Hati ... 6
2.3 Hati dengan Sirosis ... 8
2.4 Patogenesis Sirosis Hati ... 11
2.5 Sistem Vena Portal ... 12
2.6 Terbentuknya Asites………... 13
2.7 Patofisiologi SBP ... 20
2.9 Diagnosis SBP ... 21
2.10 Penatalaksanaan SBP ... 22
2.11 Struktur Kimia Ceftriaxone ... 28
3.1 Kerangka Konseptual ... 32
3.2 Kerangka Operasional ... 33
5.1 Skema Inklusi dan Eklusi penelitian ... 38
5.2 Kondisi KRS Pasien Sirosis Hati ... 45
(17)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Riwayat Hidup ... 72
2. Surat Pernyataan... 73
3. Surat Ijin Penelitian ... 74
4. Keterangan Kelaikan Etik ... 75
5. Surat nota Dinas ... 76
6. Surat Permohonan Diterbitkan “Ethical Clearance” ... 77
7. Daftar Nilai Normal Data Kinik dan Data Laboratorium ... 78
8. Lembar Pengumpul Data Pasien ... 80
(18)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
AASLD : American Association for the Study of Liver Diseases
ALF : American Liver Foundation
ALT : Alanin aminotransferase
APTT : Activated partial thromboplastin time
AST : Asparte aminotransferase
CKD : Chronic Kidney Disease
DEPKES : Departemen Kesehatan DNA : Deoxyribonucleic Acid
EASL : European Association for the Study of Liver
FDA : Food and Drug Administration
GCS : Glasgow Coma Scale
GD2PP : Gula Darah 2 Jam Post Prandial
GDP : Gula Darah puasa
GDS : Gula Darah Sewaktu
GGT : Gamma-glutamyl transpeptidase
Hb : Hemoglobin
HBCAg : Hepatitis B Core Antigen
HBV : Hepatitis B Virus
Hct : Hematokrit
HDL : High Density Lipid
LDH : Lactate dehidrogenase
LDL : Low Density Lipid
LED : Laju Endap Darah
MN : Monomicrobial Non
PMN : Polimorfonuklear
PPHI : Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia
PT : Masa protrombin
RBC : Red Blood Cell
RR : Respiratory Rate
SBP : Spontaneous Bacterial Peritonitis
(19)
xix
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SH : Sirosis Hati Spp : Spesies
WBC : White Blood Cell
(20)
xx
DAFTAR PUSTAKA
Alaniz, C., and Regal, R. E., 2009. Spontaneous Bacterial PeritonitisA Review of Treatment Options. Vol. 34 No. 4
Angeloni, S.,Leboffe, C.,Parente, A., Venditti, M., Giordano, A., Merli, M., and Riggio, O. 2008.Efficacy of current guidelines for the treatment of Sponta-neous bacterial peritonitis in the clinical practice.World Journal of Gas-troenterology. Vol14, Number 17 Badawy, A.A., Zaher, T.I.,Sharaf, S. M., Emara, M.H., Shaheen, N.E., Aly,
T.F. 2013. Effect of alternative antibiotics in treatment of Cefotaxime Resistant Spontaneous bacterial peritonitis. World Journal of Gastroenterology. Vol 19, issue 8.
Bajaj, J. S., Ratliff, S. M., Heuman, D. M., and Lapane, K. L., 2013. Proton pump inhibitors are associated with a high rate of serious infections in veterans with decompensated cirrhosis. Aliment Pharmacol Ther. 2012 November ; 36(9): 866–874. doi:10.1111/apt.12045
Biecker, E., 2011. Diagnosis and therapy of ascites in liver cirrhosis.
World J Gastroenterol 2011; 17(10): 1237-1248 Available from: URL: http://www.wjgnet.com/1007-9327/full/v17/i10/1237. htm DOI:
http://dx.doi.org/10.3748/wjg.v17.i10.1237
Cadranel, J. F., Nousbaum, J. B., Besaguet, C., Nahon, P., Khac, E. N., Moreau, R., Thevenot, T., Silvain, C., Bureau, C., Nouel, O., Pillete, C., Paupard, T., Pauwels, A., Sapey, T., Grange, J. D., Tran, A., 2013. Low incidence of spontaneous bacterial peritonitis in asymptomatic cirrhotic outpatients. Online Submissions: http://www.wjgnet.com/esps/wjh@wjgnet.com . World J Hepatol doi:10.4254/wjh.v5.i3.104
Caruntu, F. A., and Benea, L., 2006. Spontaneous Bacterial Peritonitis:Pathogenesis, Diagnosis, Treatment.J Gastointest Liver Dis Vol 15. No 1, 51-56.
Castellote, J., Girbau, A., Ariza, X., Salord, S., Vazquest, X., Lobaton, T., Rota, R., Xiol, X., 2009. Usefulness of reagent strips for checking cure in spontaneous bacterial peritonitis after short-course treatment. Aliment Pharmacol Ther 31, 125–130
Cheong, H. S., Kang, C., Lee, J. A., Moon, S. Y., Joung, M. K., Chung, D. R., Koh, K. C., Lee, N. Y., Song, J. H., Peck, K. R. 2009. Clinical significance and outcome of nosocominal acquisition of Spontaneous bacterial peritonitis in patient with liver cirrhocis:
(21)
xxi
Outcome of Nosocominal SBP. Clinical Infectious Disease.Vol 48, pp 1230-1236
Gayatri, A. A., Suryadharma, I., Purwadi, N., Wibawa, IDN. 2007. The relationship between a Model of End Stage Liver Disease Score (MELD Score) and The Occurrence of Spontaneous Bacterial Peritonitis in Liver cirrotic Patient. Volume 39
Godong, B., 2013. Patofisiologi dan Diagnosis Asites pada Anak. Volume 63 no. 1
Grange JD, Amiot X, Grange V, et al. 1990. Amoxicillin+clavulinic acid therapy of spontaneous bacterial peritonitis : a prospective study of twenty-seven cases in cirrhotic patient. Hepatology, 11 : 360-4
Giannelli, V., Lattanzi, B., Thalhaimer, U., Merli, M., 2014. Beta-blocker in liver chirrosis. Ann Gastroenterol 2014; 27 (1): 20-26
Guang-jun, S., Bo, F., Hui-ying, R., Lai, W., 2013. Etiological features of cirrhosis inpatients in Beijing, China. Chin Med J 2013;126 (13) Hasan, I., dan Indra, T. A., 2008. Peran Albumin Dalam Penatalaksanaan
Sirosis Hati. Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Jakarta. Vol. 21, No. 2
Horinek, E., and Fish, D., 2009. Spontaneous Bacterial Peritonitis. AACN Advanced Critical Care Volume 20, Number 2, pp.121–125
Istiantoro., Yati, H., Dan Gan, V. H. S., 2007. Penisillin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam lainnya. In: S. G Nagiswara (Ed.). Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Bagian Farmakologi Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia, Jakarta: Indonesia Univeristy Press Jaurigue, M. M., and Cappel, M. S., 2014. Therapy for alcoholic liver
disease. World J Gastroenterol ISSN2219-2840 Online Submissions: http://www.wjgnet.com/esps/ bpgoffice@wjgnet.com doi:10.3748/wjg.v20.i9.2143
Javid, G., Khan, B. A., Khan, B. A, Shah, A. H., Gulzar, G. M., Khan, M. A. 1998. Short-course Ceftriaxone therapy in Spontaneous Bacterial Peritonitis. Postgrad Med J, 74:529-595.
Lian, J. S., Lin, Y. Z., Jian, Y. C., Hong, Y. J., Yi, M. Z., Dai, R. X., Liang, Y., Jian, H. H., Ying, F. L., Ling, Z., Lan, J. L., Yi, D. Y., 2013. De novo combined lamivudine and adefovir dipivoxil therapy vs entecavir monotherapy for hepatitis B virus-related
(22)
xxii
decompensated cirrhosis. World J Gastroenterol 2013 October 7; 19(37): 6278-6283
Jimenez, J. G., Ribera, E., Gasser, I., Artaza,M. A., Valle, D. O., Pahissa, A., and Martinez J. M. 1993. Randomized Trial Comparing Ceftriaxone with Cefonicid forTreatment of Spontaneous Bacterial Peritonitis inCirrhotic Patients. P 1587-1592
Kim, S. U., Chon, Y. E., Lee, C. K., Park, J. Y., Kim, D. Y., Han, K. H., Chon, C. Y., Kim, S., Jung, K. S., Ahn, S. H., 2012. Spontaneous Bacterial Peritonitis in Patients with Hepatitis B Virus-Related Liver Cirrhosis: Community-Acquired versus Nosocomial. Yonsei
Med J 53(2):328-336, 2012.
http://dx.doi.org/10.3349/ymj.2012.53.2.328 pISSN: 0513-5796, eISSN: 1976-2437
Khumiyah, K. 2011. Pola Penggunaan Diuretik Pada Pasien Asites. Surabaya. Skripsi FF-Universitas Airlangga. Hal. 19-22
Koulaouzidis, A., Bhat, S., Saeed, A.A. 2009. Spontaneous bacterial peritonitis. World Journal of Gastroenterology. Vol 15, pp 1042-1049
Koulaouzidis, A., 2011. Diagnosis of spontaneous bacterial peritonitis: An updateon leucocyte esterase reagent strips. World J Gastroenterol17(9): 1091-1094 http://www.wjgnet.com/1007-9327office wjg@wjgnet.com doi:10.3748/wjg.v17.i9.1091
Lata, J., Stiburek, O., Kopacova, Marcela. 2009. Spontaneous bacterial peritonitis:A Severe complication of liver cirrhosis.World Journal of Gastroenterology.Vol 15 (44), pp 5505-5510
Lacy, Charles F., 2010. Drug Information Handbook, A Comprehensive Resource for all Clinicans and Healthcare Profesional 18 Ediotion,
North American: Lexi Comp’s inc.
Lee, S., and Kim, D. Y., 2014. Non-invasive diagnosis of hepatitis B virus-related cirrhosis. World J Gastroenterol 20(2): 445-459. Online Submissions: http://www.wjgnet.com/esps/ bpgoffice@wjgnet.com doi:10.3748/wjg.v20.i2.445
Lindseth, G., N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. In : Price, S., A. Willson, L., M. Patofisiologi : Kosep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6; Alih Bahasa, Brahm U., P. ; Editor Bahasa Indonesia, Huriawat Hartanto. Jakarta: EGC. Halaman 472-475; 493 Lippa, V., R. And Nguyen., 2006. Liver Disease. In : SJ. McPhee, Ganong,
(23)
xxiii
Introducing to Clinical Medicine 5th ed. New York: McGraw Hill. P. 388-429
Lutz, P., Parcina, M., Ding, I. B., Nischalke, H. D., Natterman, J., Sauerbruch, T., Hoerauf, A., Strassburg, C. P., Spengler, U., 2014. Impact of Rifaximin on the Frequency and Characteristics of Spontaneous Bacterial Peritonitis in Patients with Liver Cirrhosis and Ascites. PLoS ONE 9(4): e93909. doi:10.1371/journal.pone.0093909
Martin, Jhon., 2009. British National Formulary 58. London: BMJ Group and RPS Publishing, pp. 305
Martin, Claude, Cottin, Agnes, Francois-Godfroy, Nicole, Mallet, Marie-Noelle, Martin, Annie, Sastre, Bernard, De Micco, Philippe and Gouin, Francois., 1997. Concentrations of Propylacic Ceftriaxone in Abdominal Tissue During Panceratic Surgery.
Mazer, L., Tapper, E. B., Piatkowski, G., Lai, M., 2014. Dosing of ceftriaxone and outcomes after spontaneous bacterial peritonitis. Department of Surgery, Beth Israel Deaconess Medical Centre, Boston, MA, 02215, USA. http://f1000r.es/2nr
Mc Evoy, G. K., 2008. AHFS Drug Information Book 1, United States of America: American Society of Health System Pharmacist.
MIMS., 2009. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta Moore, K. P., Wong, F., Gines, P., 2003. The management of ascites in
cirrhosis: report on the consensus conference of international ascites club. Hepatology, 38: 258-266
Nassir, F., and Ibdah, J. A., 2014. Role of mitochondria in alcoholic liver disease. World J Gastroenterol 20(9): 2136-2142. Submissions: http://www.wjgnet.com/esps/ bpgoffice@wjgnet.com doi:10.3748/wjg.v20.i9.2136
Navasa, M., Follo, A., Llovet, J. M,. 1996. Randomized, comparative study of oral ofloxacin versus intravena cefotaxime in spontaneous bacterial peritonitis. Gastroenterology, 111:1011-101
Moore, C. M., and Thiel, D.H.Van, 2013. Cirrhotic ascites review:Pathopysiology, diagnosis and management. Hepatology Oladimeji, A. A., Adegun, P. T., Ajayi, E. A., Raimi, H.T., Dada, S. A.,
2013. Prevalence of spontaneous bacterial peritonitis in liver cirrhosis with ascites. Pan African Medical Journal. 2013; 15:128. Doi : 10. 11604/ pamj. 2013. 15. 128.2702
(24)
xxiv
Park, B. J., Lee, Y. J., Lee, H. R., 2014. Chronic liver inflammation: Clinical implications beyond alcoholic liver disease. World J Gastroenterol 20(9): 2168-2175. Online Submissions: http://www.wjgnet.com/esps/ bpgoffice@wjgnet.com doi:10.3748/wjg.v20.i9.2168
Parsi, M. A., Atreja, A., Zein, N. N., 2006. Spontaneous Bacterial Peritonitis: Recent data on incidence and treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine. Vol 71, No.7
PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia)., 2012. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Hepar. Jakarta
Rustogi, R., Jeanne, H., Carla, H., Yi, W., Hamid, C., Daniel, R. G., Zongming, E., Bradley, D. B., Saurabh, S., and Frank, H. M., 2012. Accuracy of MR Elastography and Anatomic MR Imaging Features in the Diagnosis of Severe Hepatic Fibrosis and Cirrhosis. J Magn Reson Imaging. 2012 June ; 35(6): 1356–1364. doi:10.1002/jmri.23585
Ribeiro, T. C., Cebli, J. M., Kondo, M. et al. 2008. Spontaneous bacterial peritonitis: How to dealwith this life-threatening cirrhosis complication. 2008:4(5) 919–925
Regina, V., Arnelis, Edward, Z. 2013. Hubungan Kadar Limfosit Total dengan Prognosis penyakit pada Penderita Sirosis Hati di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. DjamilPadang Tahun 2011. 2 (2) Riggio, O. and Angeloni, S. 2009. Ascitic fluid analysis for diagnosis and
monitoring of Spontaneous bacterial peritonitis.World Journal of Gastroenterology.Vol 15 (31), pp 3845-3850
Rigopoulou, E. I., Zachou, K., Gatselis, N. K., Papadamou, G., Koukoulis, G. K., Dalekos, G. N., 2013. Primary biliary cirrhosis in HBV and HCV patients: Clinical characteristics and outcome. World J Gastroenterol 5(10): 577-583. Online Submissions: http://www.wjgnet.com/esps/ wjh@wjgnet.com doi:10.4254/wjh.v5.i10.577
Rivetty, A. 2013. Patofisiologi sirosis hati
Runyon, B. A. 2009. Management of adult patient with ascites due to cirrhosis. AASLD Practise Guidline Comittee. Hepatology 2009Jun; 49 (6); 2087-2107
(25)
xxv
Runyon, B. A. 2013. Management of adult patient with ascites due to cirrhosis.American Association for the Study of Liver Disease. Vol 57(4),pp 1651-3
Saskara, P. M., Suryadharama, I., 2012. Sirosis hepatis.
Shalimar and Acharya, S. K., 2013. Difficult to treat spontaneous bacterial peritonitis. Tropical Gastroenterology 2013;34(1):7 –13 Shier, D., Butler, J., Lewis, R. 2000. Hole’s Esseatials of Human
Anatomy and Physiology. USA: McGraw Hill. Pp. 425
Sim, J. P., Hyoung, S. K., Ki J. O., Myung, S. P., Eun, J. J, Youn, J. J., Dae, G. K., Seung, I. S., Won, J. K., and Myoung, K. J., 2012. Spontaneous Bacterial Peritonitis with Sepsis caused by Enterococcus hirae. J Korean Med Sci 2012; 27: 1598-1600
Somali, Susana. 2006. Gambaran laboratorium cairan asites pada penderita sirosis hati: Kajian khusus peritonotis bakteri spontan. Tesis. Universitas Indonesia
Starr, S.P., AND Raines, D., 2011. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention. American Family Physician. Vol 84, No 12.
Sutadi, S. M., 2013. Sirosis Hepatitis dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatra Utara. Digitized by USU digital library.
Sweetman, Sean C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36 Edition London: Pharmaceutical Press, pp. 237-238.
Tatro, D. S., 2003. A to Z Drugs Facts. San Fransisco: Facts and Comparisons.
Tambunan, A., Mulyadi, Y., Kahtan, M.I., 2012. Karakteristik pasien sirosis hati di RSUD Dr. Soedarso Pontianak PeriodeJanuari 2008-Desember 2010.
Tarigan P. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sirosis hati. FKUI Jakarta
Tasnif, Y., O dan Hebert, M., F. 2011. Komplikasi Penyakit Hati Stadium Akhir. Penerjemah : Lyrawati
Terg, R., Cobas, S., Fassio, E., 2000. Oral ciprofloxacin after a short course of intravenous ciprofloxacin in the treatment of spontaneous bacterial peritonitis : result of a multicenter randomized study. J Hepatol, 33 : 564
(26)
xxvi
Tsung, P. C., Soo, H. R., In, H. C., Hee, W. C., Jin, N. K., You, S. K., and Jeong, S. M., 2013. Predictive factors that influence the survival rates in liver cirrhosis patients with spontaneous bacterial peritonitis. The Korean Association for the Study of the Liver. http://dx.doi.org/10.3350/cmh.2013.19.2.131. Clinical and Molecular Hepatology Original Article 2013;19:131-139
Xiao-yu, S., Zhi-jun, D., Yan-lian, L., Qing-shan, C., 2012. Detection of carboxyhemoglobin in patients with hepatic encephalopathy due to hepatitis B virus-related cirrhosis. Chinese Medical Journal 2012;125(22):3991-3996
(27)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke 3 pada pasien usia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh yang menyebabkan kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit sirosis hati (Sutadi, 2003). Berdasarkan AASLD (American Association for the Study of Liver Disease) sirosis hati menjadi penyebab kematian ke delapan pada tahun 2006 di AS (Bruce et al, 2012). Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di luar negeri (Tarigan, 2006). Berdasarkan The Korean Association for the Study of the Liver sirosis hati, merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Korea, pada tahun 2007 menempati peringkat ke 8 yang menyebabkan kematian (Tsung et al, 2013). Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis dari pada wanita (2-4,5 : 1). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3) (Tarigan, 2006). Berdasarkan data Depkes RI (2005) di Indonesia pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian ke 21 dari 50 penyebab kematian dengan jumlah kematian 1.336 orang (Depkes RI, 2005).
Sirosis Hati merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dengan berbagai penyebab. Sirosis hati ditandai dengan fibrosis dan regenerasi nodular, menyebabkan nekrosis hati dan penurunan fungsi hati (Rustogi et al, 2012). Fungsi jaringan hati rusak dan diganti dengan regenerasi nodul yang tidak bisa mengembalikan fungsi hati dengan normal (Lian et al, 2013).
Berdasarkan The Korean Association for the Study of the Liver penyebab paling umum dari sirosis hati adalah hepatitis B, yang ditemukan pada 46 pasien (48,4%), diikuti oleh penyalahgunaan alkohol pada 27 pasien (28,4%), hepatitis C pada 10 pasien (10,5%) dan kriptogenik pada 12 pasien (12,6 %) (Tsung et al, 2013). Etiologi munculnya sirosis hati di negara barat tersering akibat alkoholik.
(28)
2
Sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus. Sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Saskara & Suryadharma, 2012).
Penyakit sirosis hati ini menimbulkan berbagai komplikasi seperti hipertensi portal, asites disertai atau tanpa SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis), varises esofageal, hepatik ensefalopati dan sindrom hepatorenal (SHR) (Tasnif & Hebert, 2011). Asites adalah salah satu komplikasi utama sirosis hati dengan hipertensi portal. Dalam 10 tahun dari diagnosis sirosis, lebih dari 50% pasien mengalami asites. Pengembangan asites berhubungan dengan prognosis buruk dan menyebabkan kematian (Biecker E, 2011). Asites dapat menjadi sumber infeksi seperti penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Cairan asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. coli), bakteri gram negatif, kelompok enterococcus yang menyebabkan terjadinya SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) (Sease et al, 2008).
SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) adalah infeksi bakteri yang sangat umum pada pasien sirosis hati dengan asites, membutuhkan perawatan dan pengobatan yang tepat. SBP pertama kali dijelaskan oleh Conn dan Fessel pada tahun 1971 sebagai sindrom cairan asites yang terinfeksi pada pasien dengan sirosis hati (Oleojadi et al, 2013). SBP merupakan infeksi cairan asites yang terjadi karena adanya translokasi bakteri dan inflamasi intraabdominal. Untuk diagnosis SBP, ditandai dengan jumlah leukosit polimorfonuklear (PMN) dari cairan asites yang diperoleh parasintesis dengan jumlah lebih dari 250sel/mL dan ditemukan satu jenis bakteri (Caruntu and Benea, 2006). SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) merupakan komplikasi umum dari pasien sirosis hati dengan asites. Semua pasien sirosis hati dengan asites dapat mengakibatkan SBP. Prevalensi SBP pada pasien sirosis dengan asites dirawat di rumah sakit berkisar antara 10% dan 30%. Sebagian besar infeksi tersebut disebabkan bakteri dari gastrointestinal yaitu bakteri Gram-negatif, terutama
Enterobacteriaceae. Karena SBP merupakan infeksi cairan asites yang terjadi karena adanya translokasi bakteri lokal maupun sistemik yang dapat menyebabkan
(29)
3
sepsis maupun syock sepsis bahkan sampai mortalitas sehingga perlu diterapi dengan antibiotika (Rosmari et al, 2010). Selain itu SBP dapat berlanjut pada penurunan fungsi ginjal (Hasan & Indra, 2008).
Studi dari Jefferson Spontaneous Bacterial Peritonitis A Review of Treatment Options mengatakan bahwa pada tahun 2000, The International Ascites Club menerbitkan dokumen untuk diagnosis, manajemen dan profilaksis dari SBP. Salah satu literatur menyarankan antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan empiris adalah Sefalospotin generasi III seperti Ceftriaxone. Dalam beberapa penelitian, antibiotik Ceftriaxone menunjukkan keberhasilan pada tingkat yang sama, mulai dari 77% sampai 93%. Franca et al meneliti khasiat terapi ceftriaxone untuk terapi SBP, tiga puluh tiga pasien mendapat terapi Ceftriaxone 1 g setiap 12 jam minimal selama lima hari. Infeksi dianggap sembuh ketika semua tanda-tanda infeksi menurun dan cairan asites mengandung PMN di bawah 250 sel/mL. 94% pasien mencapai keberhasilan setelah terapi. Seorang peneliti berkomentar tidak hanya pada keberhasilan yang luar biasa dari Ceftriaxone tetapi juga pada jumlah penurunan PMN cairan asites untuk membantu dalam menetapkan durasi terapi antibiotik (Alaniz and Regal, 2009).
Pada studi Spontaneous Bacterial Peritonitis a Review Treatment Options, dikatakan bahwa karena peningkatan risiko nefrotoksisitas, sehingga penggunaan kombinasi antara antibiotik beta-laktam spektrum luas dengan aminoglikosida tidak dianjurkan (Alaniz and Regal, 2009). Selain itu dari studi Spontaneous Bacterial Peritonitis:How to deal with this life-threatening cirrhosis complication, dikatakan bahwa Sefalosporin generasi ke tiga seperti Ceftriaxone intravena 2 g per hari dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk SBP dalam terapi empiris (Javid et al 1998 ; Ribeiro et al 2008 ). Antibiotik Ceftriaxone telah diteliti dan merupakan alternatif untuk pengobatan SBP, tetapi harus hati-hati dalam menghindari efek sampingnya yaitu kemungkinan kecil terjadi nefrotoksisitas (Grange et al, 1990 ; Ribeiro et al, 2008).
Berdasarkan data di atas, maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pola penggunaan Ceftriaxone sebagai terapi antibiotik SBP pada pasien sirosis hati, sehingga dapat mencapai terapetik yang maksimal. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar karena rumah sakit tersebut merupakan
(30)
4
rumah sakit umum yang sudah diakui pemerintah, terakreditasi dan RSUD rujukan terbanyak di kota Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana profil penggunaan Ceftriaxone sebagai antibiotik SBP pada pasien sirosis hati di RSU Dr. saiful Anwar?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Profil Penggunaan Ceftriaxone untuk SBP pada pasien sirosis hati untuk mendapatkan pengobatan yang rasional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pola penggunaan Ceftriaxone untuk SBP pada pasien Sirosis Hati di RSU Dr. Saiful Anwar
2. Mengkaji hubungan terapi antibiotik SBP Ceftriaxone golongan sefalosphorin generasi III terkait dosis yang diberikan, rute pemberian, frekuensi pemberian, interval pemberian, dan lama pemberian yang dikaitkan dengan data klinik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti
1. Mengetahui penatalaksanaan terapi farmakologi pada pasien Sirosis Hati sehingga farmasis dapat memberikan asuhan kefarmasian dan bekerjasama dengan profesi kesehatan lain.
2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi kesehatan dan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variable yang berbeda.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
1. Sebagai bahan masukan bagi Komite Medik Farmasi dan Terapi dalam merekomendasikan penggunaan obat di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
(1)
xxv
Runyon, B. A. 2013. Management of adult patient with ascites due to cirrhosis.American Association for the Study of Liver Disease. Vol 57(4),pp 1651-3
Saskara, P. M., Suryadharama, I., 2012. Sirosis hepatis.
Shalimar and Acharya, S. K., 2013. Difficult to treat spontaneous bacterial peritonitis. Tropical Gastroenterology 2013;34(1):7 –13 Shier, D., Butler, J., Lewis, R. 2000. Hole’s Esseatials of Human
Anatomy and Physiology. USA: McGraw Hill. Pp. 425
Sim, J. P., Hyoung, S. K., Ki J. O., Myung, S. P., Eun, J. J, Youn, J. J., Dae, G. K., Seung, I. S., Won, J. K., and Myoung, K. J., 2012. Spontaneous Bacterial Peritonitis with Sepsis caused by Enterococcus hirae. J Korean Med Sci 2012; 27: 1598-1600
Somali, Susana. 2006. Gambaran laboratorium cairan asites pada penderita sirosis hati: Kajian khusus peritonotis bakteri spontan. Tesis. Universitas Indonesia
Starr, S.P., AND Raines, D., 2011. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention. American Family Physician. Vol 84, No 12.
Sutadi, S. M., 2013. Sirosis Hepatitis dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatra Utara. Digitized by USU digital library.
Sweetman, Sean C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36 Edition London: Pharmaceutical Press, pp. 237-238.
Tatro, D. S., 2003. A to Z Drugs Facts. San Fransisco: Facts and Comparisons.
Tambunan, A., Mulyadi, Y., Kahtan, M.I., 2012. Karakteristik pasien sirosis hati di RSUD Dr. Soedarso Pontianak PeriodeJanuari 2008-Desember 2010.
Tarigan P. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sirosis hati. FKUI Jakarta
Tasnif, Y., O dan Hebert, M., F. 2011. Komplikasi Penyakit Hati Stadium Akhir. Penerjemah : Lyrawati
Terg, R., Cobas, S., Fassio, E., 2000. Oral ciprofloxacin after a short course of intravenous ciprofloxacin in the treatment of spontaneous bacterial peritonitis : result of a multicenter randomized study. J Hepatol, 33 : 564
(2)
Jeong, S. M., 2013. Predictive factors that influence the survival rates in liver cirrhosis patients with spontaneous bacterial peritonitis. The Korean Association for the Study of the Liver. http://dx.doi.org/10.3350/cmh.2013.19.2.131. Clinical and Molecular Hepatology Original Article 2013;19:131-139
Xiao-yu, S., Zhi-jun, D., Yan-lian, L., Qing-shan, C., 2012. Detection of carboxyhemoglobin in patients with hepatic encephalopathy due to hepatitis B virus-related cirrhosis. Chinese Medical Journal 2012;125(22):3991-3996
(3)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke 3 pada pasien usia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh yang menyebabkan kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit sirosis hati (Sutadi, 2003). Berdasarkan AASLD (American Association for the Study of Liver Disease) sirosis hati menjadi penyebab kematian ke delapan pada tahun 2006 di AS (Bruce et al, 2012). Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di luar negeri (Tarigan, 2006). Berdasarkan The Korean Association for the Study of the Liver sirosis hati, merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Korea, pada tahun 2007 menempati peringkat ke 8 yang menyebabkan kematian (Tsung et al, 2013). Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis dari pada wanita (2-4,5 : 1). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata sirosis mikro dan makronodular hampir sama (1,6 : 1,3) (Tarigan, 2006). Berdasarkan data Depkes RI (2005) di Indonesia pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian ke 21 dari 50 penyebab kematian dengan jumlah kematian 1.336 orang (Depkes RI, 2005).
Sirosis Hati merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dengan berbagai penyebab. Sirosis hati ditandai dengan fibrosis dan regenerasi nodular, menyebabkan nekrosis hati dan penurunan fungsi hati (Rustogi et al, 2012). Fungsi jaringan hati rusak dan diganti dengan regenerasi nodul yang tidak bisa mengembalikan fungsi hati dengan normal (Lian et al, 2013).
Berdasarkan The Korean Association for the Study of the Liver penyebab paling umum dari sirosis hati adalah hepatitis B, yang ditemukan pada 46 pasien (48,4%), diikuti oleh penyalahgunaan alkohol pada 27 pasien (28,4%), hepatitis C pada 10 pasien (10,5%) dan kriptogenik pada 12 pasien (12,6 %) (Tsung et al, 2013). Etiologi munculnya sirosis hati di negara barat tersering akibat alkoholik.
(4)
Sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus. Sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Saskara & Suryadharma, 2012).
Penyakit sirosis hati ini menimbulkan berbagai komplikasi seperti hipertensi portal, asites disertai atau tanpa SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis), varises esofageal, hepatik ensefalopati dan sindrom hepatorenal (SHR) (Tasnif & Hebert, 2011). Asites adalah salah satu komplikasi utama sirosis hati dengan hipertensi portal. Dalam 10 tahun dari diagnosis sirosis, lebih dari 50% pasien mengalami asites. Pengembangan asites berhubungan dengan prognosis buruk dan menyebabkan kematian (Biecker E, 2011). Asites dapat menjadi sumber infeksi seperti penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Cairan asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. coli), bakteri gram negatif, kelompok enterococcus yang menyebabkan terjadinya SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) (Sease et al, 2008).
SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) adalah infeksi bakteri yang sangat umum pada pasien sirosis hati dengan asites, membutuhkan perawatan dan pengobatan yang tepat. SBP pertama kali dijelaskan oleh Conn dan Fessel pada tahun 1971 sebagai sindrom cairan asites yang terinfeksi pada pasien dengan sirosis hati (Oleojadi et al, 2013). SBP merupakan infeksi cairan asites yang terjadi karena adanya translokasi bakteri dan inflamasi intraabdominal. Untuk diagnosis SBP, ditandai dengan jumlah leukosit polimorfonuklear (PMN) dari cairan asites yang diperoleh parasintesis dengan jumlah lebih dari 250sel/mL dan ditemukan satu jenis bakteri (Caruntu and Benea, 2006). SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) merupakan komplikasi umum dari pasien sirosis hati dengan asites. Semua pasien sirosis hati dengan asites dapat mengakibatkan SBP. Prevalensi SBP pada pasien sirosis dengan asites dirawat di rumah sakit berkisar antara 10% dan 30%. Sebagian besar infeksi tersebut disebabkan bakteri dari gastrointestinal yaitu bakteri Gram-negatif, terutama Enterobacteriaceae. Karena SBP merupakan infeksi cairan asites yang terjadi karena adanya translokasi bakteri lokal maupun sistemik yang dapat menyebabkan
(5)
3
sepsis maupun syock sepsis bahkan sampai mortalitas sehingga perlu diterapi dengan antibiotika (Rosmari et al, 2010). Selain itu SBP dapat berlanjut pada penurunan fungsi ginjal (Hasan & Indra, 2008).
Studi dari Jefferson Spontaneous Bacterial Peritonitis A Review of Treatment Options mengatakan bahwa pada tahun 2000, The International Ascites Club menerbitkan dokumen untuk diagnosis, manajemen dan profilaksis dari SBP. Salah satu literatur menyarankan antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan empiris adalah Sefalospotin generasi III seperti Ceftriaxone. Dalam beberapa penelitian, antibiotik Ceftriaxone menunjukkan keberhasilan pada tingkat yang sama, mulai dari 77% sampai 93%. Franca et al meneliti khasiat terapi ceftriaxone untuk terapi SBP, tiga puluh tiga pasien mendapat terapi Ceftriaxone 1 g setiap 12 jam minimal selama lima hari. Infeksi dianggap sembuh ketika semua tanda-tanda infeksi menurun dan cairan asites mengandung PMN di bawah 250 sel/mL. 94% pasien mencapai keberhasilan setelah terapi. Seorang peneliti berkomentar tidak hanya pada keberhasilan yang luar biasa dari Ceftriaxone tetapi juga pada jumlah penurunan PMN cairan asites untuk membantu dalam menetapkan durasi terapi antibiotik (Alaniz and Regal, 2009).
Pada studi Spontaneous Bacterial Peritonitis a Review Treatment Options, dikatakan bahwa karena peningkatan risiko nefrotoksisitas, sehingga penggunaan kombinasi antara antibiotik beta-laktam spektrum luas dengan aminoglikosida tidak dianjurkan (Alaniz and Regal, 2009). Selain itu dari studi Spontaneous Bacterial Peritonitis:How to deal with this life-threatening cirrhosis complication, dikatakan bahwa Sefalosporin generasi ke tiga seperti Ceftriaxone intravena 2 g per hari dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk SBP dalam terapi empiris (Javid et al 1998 ; Ribeiro et al 2008 ). Antibiotik Ceftriaxone telah diteliti dan merupakan alternatif untuk pengobatan SBP, tetapi harus hati-hati dalam menghindari efek sampingnya yaitu kemungkinan kecil terjadi nefrotoksisitas (Grange et al, 1990 ; Ribeiro et al, 2008).
Berdasarkan data di atas, maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pola penggunaan Ceftriaxone sebagai terapi antibiotik SBP pada pasien sirosis hati, sehingga dapat mencapai terapetik yang maksimal. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar karena rumah sakit tersebut merupakan
(6)
rumah sakit umum yang sudah diakui pemerintah, terakreditasi dan RSUD rujukan terbanyak di kota Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana profil penggunaan Ceftriaxone sebagai antibiotik SBP pada pasien sirosis hati di RSU Dr. saiful Anwar?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Profil Penggunaan Ceftriaxone untuk SBP pada pasien sirosis hati untuk mendapatkan pengobatan yang rasional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pola penggunaan Ceftriaxone untuk SBP pada pasien Sirosis Hati di RSU Dr. Saiful Anwar
2. Mengkaji hubungan terapi antibiotik SBP Ceftriaxone golongan sefalosphorin generasi III terkait dosis yang diberikan, rute pemberian, frekuensi pemberian, interval pemberian, dan lama pemberian yang dikaitkan dengan data klinik di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1. Mengetahui penatalaksanaan terapi farmakologi pada pasien Sirosis Hati sehingga farmasis dapat memberikan asuhan kefarmasian dan bekerjasama dengan profesi kesehatan lain.
2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi kesehatan dan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variable yang berbeda.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit
1. Sebagai bahan masukan bagi Komite Medik Farmasi dan Terapi dalam merekomendasikan penggunaan obat di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.