tinggi dibandingkan dari lapangan. Perbedaan ini diduga karena adanya perlakuan stressing pada saat trapping. Perlakuan stressing menyebabkan tanaman inang
mengalami cekaman kekeringan, dan merangsang pembentukan spora yang lebih banyak. Widiastuti 2004 juga memperoleh hasil yang sama, bahwa kepadatan spora
hasil trapping 1-237 spora50 g tanah lebih tinggi dibandingkan lapangan 2-52 spora50 g tanah pada areal perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian Pulungan
2010; Adawiyah 2009; dan Hartoyo et al. 2011 juga menunjukkan bahwa kepadatan spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan lapangan. Oleh karena itu,
perlakuan stressing berpengaruh terhadap jumlah spora FMA. Delvian 2006 menyatakan bahwa produksi spora FMA meningkat pada kondisi kering. Hernandez
et al. 1986 juga menyatakan bahwa pada kondisi kering cekaman air akan merangasang pembentukan spora lebih awal.
Perbedaan jumlah spora hasil lapangan dengan trapping terjadi karena kondisi tanaman dan faktor kemampuan infeksi dari FMA terhadap akar tanaman inang. Hal
ini menunjukkan bahwa eksudat akar juga berpengaruh terhadap kepadatan spora. Eksudat yang dihasilkan mempengaruhi perkecambahan spora FMA, seperti laporan
Bakhtiar 2002 bahwa komposisi eksudat tanaman inang mampu meningkatkan perkecambahan spora. Selain itu, Viierheilig 2003 menyatakan bahwa eksudat akar
merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkecambahan spora pada tahap awal.
4.3 Persentase Kolonisasi Akar
Hasil pengamatan persentase kolonisasi akar pada tanaman kelapa sawit menunjukkan asosiasi antara FMA dengan akar yang membentuk hifa atau vesikula
pada struktur akar tanaman Gambar 4. Rata-rata persentase kolonisasi sampel akar yang tertinggi terdapat pada Afdeling I sebesar 42 Gambar 5.
Universitas Sumatera Utara
a b Hifa
Vesikula Gamabar 4. Kolonisasi akar oleh FMA yang ditandai dengan adanya
a hifa dan b vesikula
Gambar 5. Persentase kolonisasi akar oleh FMA
Universitas Sumatera Utara
Persentase kolonisasi pada Afdeling I,II, dan III memiliki nilai yang hampir sama dan tergolong sedang. Setiadi et al. 1992 menyatakan bahwa persentase
kolonisasi tergolong sedang jika berada di antara 26-50. Hasil penelitian Nurhalisyah 2012 juga memperoleh persentase kolonisasi yang tergolong sedang
35 pada areal perkebunan kelapa sawit. Dalam penelitian ini, persentase kolonisasi yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan yang sejalan atau
berkorelasi positif dengan kepadatan spora Gambar 6.
Gambar 6. Korelasi persentase kolonisasi dengan kepadatan spora x jumlah spora, y persentase kolonisasi
Berdasarkan Gambar 6, menunjukkan bahwa peningkatan persentase kolonisasi FMA dipengaruhi oleh peningkatan jumlah spora. Persentase kolonisasi
akan meningkat sebesar 0,072 setiap penambahan 1 spora. Smith dan Read 1997 menyatakan bahwa persentase kolonisasi FMA akan meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah spora. Penelitian lainnya juga memperoleh hasil yang sama, bahwa persentase kolonisasi sejalan dengan kepadatan spora Delvian, 2010;
Songachan et al., 2011; Pindi, 2011; Nurhandayani et al., 2013.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan kolonisasi akar oleh FMA dalam penelitian ini dipengaruhi oleh kandungan P yang sangat rendah. Oleh karena itu, kandungan P yang sangat rendah
dapat merangsang kolonisasi FMA. Smith dan Read 1997 menyatakan bahwa pada ketersediaan P yang rendah akan merangsang kolonisasi FMA. Oleh karena itu,
kolonisasi FMA lebih cepat terbentuk pada kondisi kandungan P yang rendah. Faktor lain yang juga mempengaruhi persentase kolonisasi adalah curah
hujan. Pada saat pengambilan sampel, curah hujan bulanan di lapangan berkisar 269 mm. Kriteria ini tergolong sedang karena berada di antara 101-300 mm BMKG,
2013. Pada kondisi seperti ini kecepatan perkecambahan spora meningkat sehingga kolonisasi pada akar tanaman juga meningkat. Clark 1997 menyatakan bahwa
adanya air yang cukup dari curah hujan akan membantu proses perkecambahan spora FMA sehingga meningkatkan kolonisasi FMA. Pengaruh perubahan musim ini
berhubungan dengan aktivitas tanaman inang dan FMA itu sendiri. FMA adalah simbion obligat. Oleh karena itu, semua faktor yang mempengaruhi tanaman inang
juga mempengaruhi FMA. Kondisi terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman inang akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan terbaik bagi FMA.
4.4 Tipe dan Karakteristik Spora FMA