Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma

4. Keadilan

Keadilan sebagai nilai normatif-filosofis harus perlu juga diperhatikan. Peraturan perundang-undangan yang dibuat dan akan diimplementasikan dalam masyarakat harus dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat luas. Walaupun diinsyafi, peraturan perundang-undangan tidak dapat serta merta memuaskan hasrat keadilan masing-masing individu atau kelompok, dikarenakan konsepsi tentang keadilan juga memiliki banyak unsur subyektifitas. Namun ikhtiar yang dapat dilakukan adalah dengan memberi stimulus atau dorongan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan atau marginal, guna menyeimbangkan posisi mereka didalam ruang kompetisi sosial. Kearifan lokal masyarakat adata yang semakin tergerus oleh Keadilan sebagai nilai normatif-filosofis harus perlu juga diperhatikan. Peraturan perundang-undangan yang dibuat dan akan diimplementasikan dalam masyarakat harus dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat luas. Walaupun diinsyafi, peraturan perundang-undangan tidak dapat serta merta memuaskan hasrat keadilan masing-masing individu atau kelompok, dikarenakan konsepsi tentang keadilan juga memiliki banyak unsur subyektifitas. Namun ikhtiar yang dapat dilakukan adalah dengan memberi stimulus atau dorongan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan atau marginal, guna menyeimbangkan posisi mereka didalam ruang kompetisi sosial. Kearifan lokal masyarakat adata yang semakin tergerus oleh

5. Ketertiban dan kepastian hukum

Salah satu tujuan utama dari hadirnya hukum adalah untuk memberikan batasan-batasan dan petunjuk normatif tentang hal-hal yang dianggap baik, dan hal-hal mana yang dianggap buruk. Hukum adalah sebuah barometer sosial tentang moralitas, kepantasan dan juga kesusilaan dalam masyarakat. Dalam konteks ini, hukum harus mampu memberikan rasa aman, tertib dan kepastian kepada masyarakat. Dengan diaturnya nilai-nilai kearifan lokal dan hukum-hukum yang hidup di masyarakat (living laws) oleh pemerintah daerah, eksistensi kearifan lokal dan hukum-hukum adat tersebut dapat terjaga dan memberi kepastian hukum tidak hanya untuk masyarakat adat, namun juga untuk pemerintah daerah sendiri.

6. Kemanfaatan

Segala hukum yang dibuat oleh pemerintah haruslah berdaya guna dan manfaat bagi masyarakat dan menunjang tujuan pembangunan negara. Kemanfaatan berkorelasi dengan rasa keadilan masyarakat. Apabila hukum (undang-undang atau peraturan daerah) mampu memberi efek atau stimulus positif bagi masyarakat, maka suasa kebathinan masyarakat dan kohesi sosial akan cenderung membaik. Kohensi sosial yang baik dan harmonis antara pemerintah, stakeholders terkait dengan masyarakat luas tentunya akan berdampak positif terhadap proses pembangunan dan perlindungan hak-hak kultural masyarakat adat didaerah tersebut.

7. Keberlanjutan

Dalam konteks pembangunan kontemporer, unsur keberlanjutan (sustainability) adalah sebuah keharusan. Suatu perangkat hukum harus Dalam konteks pembangunan kontemporer, unsur keberlanjutan (sustainability) adalah sebuah keharusan. Suatu perangkat hukum harus

berfungsi sebagai ‘panglima’ dalam setiap ikhtiar pembangunan berkelanjutan. Dalam artian hukum tidak hanya selalu berpihak pada kuasa modal dan capital, namun juga memberi porsi seimbang kepada pemenuhan hak-hak masyarakat marjinal dan melindungi hak-hak kultural mereka.

8. Partisipasi

Partisipasi adalah ‘jantung’ negara demokrasi, dan demokrasi sendiri adalah salah satu prasyarat dari negara hukum (rule of law). Relasi tersebut menggambarkan ikatan timbal balik antara demokrasi partisipatif dengan negara hukum. Hukum harus dibuat dengan menyerap partisipasi publik sebanyak-banyaknya, sehingga hukum dapat diaplikasikan secara efektif dilapangan. Segala produk hukum sejatinya diciptakan untuk masyarakat, bukan masyarakat untuk hukum. Dengan kata lain, masyarakat harus didudukkan sebagai subyek, bukan semata

sebagai obyek. Dalam konteks masyarakat adat, dikenal konsep partisipasi Free, Prior, Inform, Consent (FPIC), dimana harus ada pemberitahuan sebelum dan persetujuan masyarakat adat dalam setiap proyek-proyek pembangunan yang bersinggungan dengan hak-hak kultural masyarakat adat.

9. Transparansi dan akuntabilitas

Dalam organisasi pemerintahan, tidak ada satu kegiatanpun yang boleh lepas dari pertanggung-jawaban. Begitu juga halnya dengan pembuatan peraturan perundang-undangan terkait perlindungan hak- hak kultural masyarakat adat. Bertalian erat dengan konsep FPIC diatas, pemerintah daerah harus mampu mengkomunikasikan

setiap perencanaan proyek pembangunan dan membuka ruang yang luas dan setiap perencanaan proyek pembangunan dan membuka ruang yang luas dan

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERATURAN PEMERINTAH NO.58 TAHUN 2005 TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

2 44 15

EFEKTIFITAS ISI PESAN MEDIA BANNER DALAM SOSIALISASI PERATURAN PENERTIBAN BERPENAMPILAN PADA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa FISIP UMM)

2 59 22

ANALISIS YURIDIS PERANAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DALAM PENATAAN REKLAME BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME

2 64 102

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI (PTKLN) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NO.2 TAHUN 2004 BAB II PASAL 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO (Studi Kasus pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupa

3 68 17

IMPLIKASI BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA TERHADAP PEMERINTAHAN NAGARI DI SUMATERA BARAT

0 31 5

KAJIAN YURIDIS PENGAWASAN OLEH PANWASLU TERHADAP PELAKSANAAN PEMILUKADA DI KOTA MOJOKERTO MENURUT PERATURAN BAWASLU NO 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

1 68 95

PERSEPSI PESERTA DIDIK TERHADAP OPTIMALISASI PELAYANAN PENDIDIKAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DI SMA YP UNILA BANDAR LAMPUNG

0 13 72

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 17 50

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN KEMENTERIAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN PERATURAN AKAD NIKAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

13 79 90