Uji Lima Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai.

UJI LIMA KONSENTRASI DAN FREKUENSI APLIKASI
ISOPROTHIOLANE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL KEDELAI (Glyciite m m L. Merr.)

OLEH:
ABIDIN
A 31.0876

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2001

U a 7 u L n l u IeridanLL adu i h a m

X t u d tetap ap>lemyuduri aidapmzt- m u

g a y Cn,-dau aaugerahlan depa&

lapad iludu


B a n untul mengerjadan a,,laIsh&/L y a y C y d a u r i d h i ,

B a n tmzdudlanLL adu A y a , t-ahmat-

Wu

/?e &L,x

(QSA,,
a?,,!:

go&an

hmla-htnla-

Wu

191

71,ritm

L i L a t a degaPa pcrLatia,r
7eriri,29 pertnoLo,la,r
tna,zgaBLi,.

datr

do htrya

atad LeterPamLatan
5tadi

ddi katnpu itti

UJI LIMA KONSENTRASI DAN FREKUENSI APLIKASI
ISOPROTHIOLANE TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL KEDELAI (Gbcine max L. Merr.)

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

OLEH:

ABrDIN
A 31.0876

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2001

RINGKASAN
ABIDIN. A31.0876. Uji Lima Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. (dibawah bimbingan MUNIF
GHULAMAHDI)
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan
frekuensi aplikasi zat pengatur tumbuh isoprothiolane terhadap pertumbuhan dan
hasil kedelai, serta untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan frekuensi aplikasi

yang memberi hasil ferbaik terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai.
Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru IPB,
Dramaga Bogor dari bulan Maret 1999 sampai dengan bulan Juli 1999.
Rancangan yang digunakan dalam percobaan adalah Rancangan Acak
Kelompok dua faktor 3 ulangan.

Faktor pertama adalab konsentrasi

isoprothiolane yang terdiri dari 6 taraf yaitu 0 ml/l air, 0.4 mV1 air, 0.8 ml/l air, 1.2
m1/1 air, 1.6 ml/l air dan 2.0 mu1 air. Faktor kedua adalah frekuensi penyemprotan
yaitu 2 kali penyemprotan (15 dan 30 HST) dan 3 kali penyemprotan (15, 30 dan
45 HST). Percobaan dilakukan dalam petak percobaan berukuran 3 m x 2 m
dengan 3 ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi isoprothiolane memberikan
pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6 dan 7 MST..
Konsentrasi 0.4 d l air menghasilkan tanaman yang nyata lebih tinggi daripada
perlakuan konsentrasi lainnya dengan tinggi tanaman 39.38 cm.

Konsentrasi


isoprothiolane juga nyata mempengamhi waktu berbunga tanaman kedelai.
Aplikasi konsentrasi 0.4 mVl air dan 2.0 d l air menunjukkan hasil terbaik
dengan menghasilkan tanaman berbunga paling cepat yaitu 29.50 HST.
Pemberian isoprothiolane tidak berpengaruh nyata terhadap hasil per petak
dan hasil per hektar. Meskipun tidak berpengamh nyata, perlakuan isoprothiolane
sebanyak 0.4 mVl air dapat meningkatkan produktivitas sebesar 0.2831 tonlha
dibandingkan tanpa perlakuan isoprothiolane. Frekuensi aplikasi isoprothiolane
dan interaksi antara konsentrasi dan frekuensi aplikasi isoprothiolane juga tidak
berpengamh terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai.

JUDUL

: Uji Lima Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi

Isoprothiolane terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Kedelai (Glycine nzat- L. Merr.)
Nama Mahasiswa

: Abidin


NRP

: A 31.0876

Menyetujui,
Pembimbing

i & c r ; i ~ u n i f Ghulamahdi, MS
NIP : 131 471 386

Mengetahui,
san Budidaya Pertanian
tp

i

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 April 1975.

Penulis


merupakan anak ke-9 dari 11 bersaudara dari Bapak Djalil (Alm.) dan Ibu
Djaenah.
Tahun 1988 penulis lulus dari SD Negeri Galur 02 Jakarta, kemudian
pada tahun 1991 penulis menyelesaikan, studi di SMP Negeri 216 Jakarta.
Selanjutnya penulis luius dari SMA Negeri 68 Jakarta pada tahun 1994.
Tahun 1994, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

UMPTN. Setahun kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama masa kuliah,
penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Badan Civa Muslim Jurusan
Budidaya Pertanian.

KATA PENGANTAR
Bismiliaahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Alloh SWT. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada
Rasul mulia dan penutup para Nabi, Baginda Muhammad Shnllnllahz~Alnihi i11n
Snllant beserta keluarga, shahabat dan ummatnya yang senantiasa istiqomah di


jalan-Nya hingga akhir zaman.
Penulis bersyukur kehadirat Alloh SWT atas.selesainya karya ilmiah ini dan
pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, kritik dan saran selarna pembuatan karya ilmiah ini.
2. Ir Adiwirman, MS yang telah memberikan bimbingan pada awal pelaksanaan

penelitian.
3 , Ir Eko Sulistyo, MS dan Ir Maya Melati, MS atas kesediaannya sebagai dosen

penguji.
4. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama
penulis menuntut ilmu di IPB.
5. Bapak (alm), Emak, kakak dan adik atas dorongan, kasih dan do'anya.

6. Haikal, Devi, Budi, Edi, Ari, Marzuki, Apnita, Dadah, Widhi atas bantuan dan

dorongannya serta rekan-rekan AGR 3 1 atas kebersamaannya.


7. Segenap warga "Widya Graha" atas dialog dan kebersamaannya.
8. Husnan, Agus, Saladin, Tito, Muklasin, Zifiven, Dewi, Nuning, Titi, Eni dan

semua sahabat di Progress Insani atas keindahan ukhuwah yang terjalin selama
ini.
Semoga karya ilmiah ini menjadi bagian dari amal ibadah bagi penulis dan
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, April 2001
Penulis

DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................
i
DAFTAR GAMBAR ...................................................................

..

11


PENDAHULUAN ......................................................................
1
Tujuan ...............................................................................
2
Hipotesis .......................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
Botani dan Morfologi Kedelai .................................................
Syarat Tumbuh Kedelai .......................................................
Zat Pengatur Tumbuh ............................................................
Isoprothiolane .....................................................................

BAHAN DAN METODE ..............................................................
Tempat dan Waktu Percobaan ..................................................
Bahan dan Alat ....................................................................
Metode Percobaan .................................................................
Pelaksanaan Percobaan ..........................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
Hasil .................................................................................
Vegetatif Tanaman ......................................................

Generatif Tanaman ..........................................................
Pembahasan ........................................................................

11
11
12
13
18

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 23

DAFTAR TABEL

Halaman

Teks
1. Rekapitulasi Sidik Ragam Semua Peubah yang diamati ...................

11

2. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Tinggi Tanaman
Kedelai ...............................................................................................

12

3 . Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Tinggi Tanaman

Icedelai ..................................................................................

13

4. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Jumlah Cabang Tiap
Tanaman Kedelai .............................................................................

13

5. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Jumlah Cabang
Tiap Tanaman Kedelai ...........................................................

14

6. Pengaruh Ko,isentrasi Isoprothiolane terhadap Waktu Berbunga
Tanaman Kedelai .............................................................................

14

7. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Waktu Berbunga
Tanaman Kedelai ................................................................... 14
8. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Jumlah Buku Produktif

.

.

Tiap Tanaman, Jumlah Polong Isi Tiap Tanaman dan Jumlah Polong
Hampa Tiap Tanaman Kedelai ..............................................

15

9. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Jumlah Buku
Produktif Tiap Tanaman, Jumlah Polong Isi Tiap Tanaman dan Jumlah
Polong Hampa Tiap Tanaman Kedelai ....................................

16

10. Pengamh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Bobot 100 Biji, Bobot
Biji Tiap Tanaman, Bobot Biji Tiap Petak dan Hasil per Hektar. ......

16

11. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Bobot 100 Biji,
Bobot Biji Tiap Tanaman, Bobot Biji Tiap Petak dan Hasil per Hektar.

17

1. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi terhadap
Tinggi Tanaman Kedelai. .......................................................

26

2. Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Jumlah Cabang Tiap Tanaman ........................

27

3 . Sidik

Ragam Pengamh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Waktu Berbunga Tanaman Kedelai. ................

28

Sidik Ragam Pengamh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Jumlah Buku Produktif Tiap Tanaman ............
Sidik Ragam Pengamh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Jumlah Polong Isi Tiap Tanaman ....................
Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Jumlah Polong Hampa Tiap Tanaman ............
Sidik Ragam Pengamh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Bobot 100 Biji ..............................................
Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Bobot Biji Tiap Tanaman. ..............................
Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Aplikasi
Isoprothiolane terhadap Bobot Biji Tiap Petak ....................................
Interaksi Konsentrasi dengan Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane
terhadap Tinggi Tanaman dan Jumlah Cabang per Tanaman. . . . . . . . . . . . . .
Interaksi Konsentrasi dengan Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane
terhadap parameter Generatif Tanaman.. .....................................
Analisis Usahatani Benih Kedelai Edamame Varietas G 10428 Tanpa
Aplikasi ZPT Isoprothiolane (Fujiwan 400 EC) dan dengan Aplikasi
ZPT Isoprothiolane.. ..................................................................

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1.

Pengamh konsentrasi isoprothiolane terhadap tinggi tatlaman kedelai

18

2.

Pengamh konsentrasi isoprothiolane terhadap jumlah buku produktif
tiap tanaman kedelai ...... ... ........... ... ... ... ...... .. ... ... ... ..............

19

3.

Pengamh konsentrasi isoprothiolane terhadap hasil biji per petak.. .... ..

20

4.

Pengamh interaksi konsentrasi dan frekuensi aplikasi isoprothiolane ..
21
terhadap hasil biji per petak . .. ...... ... ........ ... ... ... ... ....... . . . .

PENDAHULUANJ
Kedelai Edamame adalah kedelai rebus yang dipanen muda dalam bentuk
polong segar. Kedelai ini digunakan sebagai makanan pendamping yang sangat
populer di Jepang. Makanan ini, seperti juga kedelai biasa, kaya akan protein,
sukrosa, vitamin A, C dan E. Kedelai Edamame menarik beberapa petani untuk
mengembangkannya.
Kebutuhan kedelai Edamame di Jepang mencapai 120.000 ton polong
segar per tahun sedangkan produksi di dalam negerinya sekitar 80.000 tonltahun
dari luas panen 14.000 ha (Puslitbangtan, 1993). Untuk menutupi kekurangannya,
Jepang mengimpor dari Taiwan, Thailand dan Selandia Baru. Salah satu masalah
pengembangan kedelai Edamame yang dihadapi Taiwan dan Jepang adalah
mahalnya biaya tenaga kerja, karena usahatani kedelai Edamame biasanya lebih
intensif dan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Hal tersebut membuka
peluang bagi Indonesia untuk dapat mengembangkan kedelai Edamame dan
memenuhi permintaan kedelai Edamame di Jepang.
Indonesia memiliki potensi yang cukup baik bagi pengembangan kedelai
tersebut. Indonesia memiliki wilayah yang diperkirakan cocok untuk usahatani
kedelai Edamame yaitu wilayah dengan ketinggian medium hingga tinggi (3001000 m dpl ke atas).

Kedelai Edamame dapat ditanam sebagai komponen

pergiliran tanaman setahun dalam pola: padi-kedelai-sayuran atau padi-sayurankedelai dan sebagainya. Pengembangan kedelai Edamame di Indonesia dapat
diarahkan pada dua tujuan, yaitu untuk ekspor dan untuk memenuhi kebutuhan di
dalam negeri. Pemasyarakatan kedelai rebus ini di Indonesia juga akan mudah
mengingat sebagian masyarakat Indonesia sudah lazim mengkonsumsi kedelai
yang direbus atau disayur. Usaha ini juga merupakan upaya peningkatan gizi
masyarakat.
Pengembangan kedelai Edamame memiliki prospek ekonomi yang baik
bagi petani dalam usaha peningkatan pendapatan. Harga jual kedelai Edamame
dalam bentuk polong segar lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai biasa karena
kedelai ini memiliki ukuran polong dan biji yang lebih besar daripada kedelai
biasa (350 - 400 polong/kg). Pada bulan Juni - September, harga di pasar Tokyo
sekitar Y 600lkg (Rp 49 700lkg) sedangkan pada bulan Desember - April

harganya berkisar Y 1 200-1 800Ikg (Rp 99 450 - Rp 149 150kg) (Puslitbangtan,
1993). Toko-toko swalayan dan supermarket menjual kedelai Edamame dengan
harga sekitar Rp 3 5001kg. Harga beli ditingkat petani sekitar Rp 2 000/kg.
Harga jual benih kedelai pada produsen benih juga cukuptinggi yaitu sekitar
Rp 15 000kg. Oleh karena harga jual yang tinggi tersebut n~akausahatani kedelai
Edamame yang lebih intensif termasuk dengan penggunaan zat pengatur tumbuh
(ZPT) yang biayanya cukup tinggi, tidak terlalu menjadi masalah dan tetap
memberikan pendapatan yang lebih baik bagi petani.
Penggunaan ZPT memberikan peluang dapat meningkatkan produksi
apabila diimbangi dengan penerapan paket anjuran lainnya (Manurung, 1989).
Pada pertanaman kedelai, ZPT merupakan teknologi yang belum lama diterapkan.
Pemberian ZPT pada kedelai diharapkan dapat memanipulasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang mengarah pada peningkatan kualitas dan kuantitas
produksi.

Menurut Adisanvanto dan Wudianto (1999) pemberian ZPT pada

kedelai dapat merangsang peningkatan jumlah biji per polong dan juga
meningkatkan jumlah polong per tanaman.
Isoprothiolane merupakan salah satu zat pengatur tumbuh sintetik yang
dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan mutu.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi zat pengatur tumbuh
isoprothiolane terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
2.

. ..

Mengetahui tingkat konsentrasi dan frekuensi aplikasi yang memberi hasil
terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

Hipotesis
1. Terdapat pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman kedelai.
2. Terdapat pengaruh frekuensi aplikasi isoprothiolane terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman kedelai.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara konsentrasi dan kekuensi aplikasi

isoprothiolane terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA J
Botani dan Morfologi Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh
tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman antara 10 - 200
m. Bercabang banyak atau sedikit tergantung kultivar dan lingkungan hidup.
Bentuk biji kedelai berbeda tergantung kultivar, dapat berbentuk bulat,
agak gepeng atau bulat telur, namun sebagian besar kultivar bentuk bijinya bulat
telur. Bobot 100 butir beragam antara 5 - 30 gram dan dibagi menjadi 3 kategori
yaitu biji kecil (7-14 d l 0 0 biji) biji sedang (11-13 d l 0 biji) dan biji besar
(>I3 d l 0 0 biji) (Hidajat, 1985). Biasanya kedelai yang berukuran kecil ditanam
di dataran rendah dan yang berukuran besar ditanam di dataran tinggi (Rukmana
dan Yuniarsih, 1996).
Kedelai berakar tunggang dan dangkal. Pada umumnya perakaran kedelai
berbentuk serabut dan berada pada lapisan atas dari tanah (15 cm di bawah
permukaan tanah).

Perakaran dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah,

pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik dan kimia tanah lapisan bawah tanah dan
lain-lain. Sumarno (1991) mengemukakan bahwa pada akar-akar terdapat bintilbintil akar yang merupakan koloni dari bakteri Rhizobum japonicum. Bakteri ini
berhngsi mengikat nitrogen bebas dari udara yang dapat dimanfaatkan oleh
tanaman.
Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30

-

100 cm.

Batang dapat

membentuk 3 - 6 cabang. Pertumbuhan batang dibedakan dalam tipe determinit
dan indeterminit yang masing-masing memiliki sifat yang khas (Hidajat, 1985).
Pengklasifikasian tersebut adalah berdasarkan akhir pertumbuhan tanaman
kedelai.

Sebagian besar varietas diklasifikasikan ke dalam determinit dan

indeterminit. Kedelai tipe determinit, pertumbuhan vegetatifnya berhenti pada
awal pembungaan atau tidak lama setelah itu dan memiliki diameter batang yang
relatif seragam sepanjang batang.

Kedelai tipe indeterminit, pertumbuhan

vegetatifnya berlangsung terus setelah kedelai berbunga dan diameter batang
mengecil mendekati pucuk (Bernard, 1972).

Kedelai yang mempnyai tipe

pertumbuhan antara determinit dan indeterminit disebut semi determinit. Kedelai

tipe determinit berbunga serempak dari bagian atas ke bagian pangkal, sedangkan
tipe indeterminit pembungaannya berangsur dari pangkal ke bagian atas
(Suprapto, 1985). Menurut Hanway dan Weber (1971) kedelai semi determinit
melengkapi pemanjangan batangnya lebih awal daripada indeterminit sehingga
pertarnbahan tingginya berkuranz dan jumlah bukunya pada batang utama pun
berkurang.
Daun-daun yang terbentuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun
bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima.
Bentuk anak daun ada yang lebar dan sempit. Hampir seluruh kultivar kedelai
yang dibudidayakan memiliki daun lebar. Kultivar berdaun lebar memberi hasil
biji yang lebih tinggi karena dapat lebih banyak menyerap sinar matahari.
Bunga kedelai termasuk bunga sempuma yaitu setiap bunga memiliki alar
jantan dan betina, penyerbukan tejadi pada saat mahkota bunga masih menutup
dan kemungkinan kawin silang sangat kecil. Bunga kedelai benvarna ungu atau
putih. Masa berbunga berkisar 3-5 minggu untuk kultivar daerah iklim dingin
sedangkan daerah tropis lebih singkat.

Syarat Tumbuh Kedelai
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat
drainase dan aerasi tanah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama
pertumbuhan tanaman. Menurut Sumarno dan Hartono (1983) tanaman kedelai
dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah alluvial, regosol, grumusol, latosol
atau andosol. Ditambahkan oleh Moms (1983), pertumbuhan tanaman kedelai
kurang baik pada pH tanah pasir, dan pH tanah yang baik untuk pertumbuhan
kedelai adalah 6 - 6.5 dan untuk Indonesia sudah dianggap baik jika pH tanah 5.5

- 6.0
Kedelai dapat tumbuh subur pada ketinggian 0 - 900 m dpl dan curah
hujan optimal 100

-

200 mm/bulan.

Curah hujan yang tinggi pada saat

pembungaan dan pengisian polong berakibat produksi yang dihasilkan rendah
(Departemen Pertanian, 1991). Suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai antara
21" - 32' C. Suhu yang kurang dari 21" C atau lebih dari 32" C dapat mengurangi

munculnya bunga dan terbentuknya polong (Shanmegasundaram dan Sumarno
dalam Van der Maesen dan Somaatmadja, 1993).
Kelembaban udara rata-rata 65%, penyinaran 12 jadhari atau minimal 10
jadhari. Kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis
tanah. Tanah yang cocok ditanami kedelai adalah jenis tanah alluvial, regosol,
grumusol, latosol dan andosol. Reaksi kemasaman tanah sekitar 5 -7 (Rukmana
dan Yuniarsih, 1996).

Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh sebagai senyawa-senyawa organik yang terdapat
secara alami maupun sintetik dalam jumlah kecil dapat memodifikasi derap,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Weaver, 1972). Pengertian senyawa
organik dalam definisi ini tidak termasuk senyawa-senyawa yang memasok atom
karbon, energi, atau hara mineral (Manurung, 1985).
Adapun hormon tumbuh didefinisikan sebagai zat organik aktif dalam
konsentrasi sangat rendah (kurang dari 1 mm) disintesis dalam jaringan tertentu,
dapat ditranslokasikan ke bagian lain dan menimbulkan
respon fisiologi, biologi,
I
atau morfologi yang spesifik (Weaver, 1972; Abidin, 1983; Manurung et al.,
1983). Oleh karena itu dapat dikatakan hormon tumbuh adalah bagian dari zat
pengatur tumbuh, tetapi zat pengatur tumbuh tidak selalu hormon tumbuh.
Terdapat enam kelompok zat pengatur tumbuh yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, asam absisat, etilen dan retardan. Senyawa-senyawa lain yang sering
digolongkan dalam ZPT adalah poliamin, polifenol dan alkohol berantai panjang
(triakontanol) (Wattimena, 1992)
Respon tanaman atau bagian tanaman dari suatu spesies atau varietas
tertentu bervariasi terhadap pemberian zat pengatur tumbuh yang sama. Variasi
respon ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, fase pertumbuhan kondisi
fisiologis dan kemampuan tanaman mengabsorpsi dan mentranslokasikan zat
pengatur tumbuh (Weaver, 1972).

Isoprothiolane
Isoprothiolane,

nama

umum

dari

diisopropil

1,3-ditiolan-2-

iledenemalonat, merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) dari
kelompok senyawa etilen (Muhadjir et al., 1997). Rumus kimia isoprothiolane
adalah

C I Z H I ~ O ~ Sdengan
Z

rumus

bangun

terlihat

pada

Gambar

1

(Nouyaku, 1989).

Gambar 1. Rumus Kimia Isoprothiolane
I

Etilen adalah satu-satunya hormon tanaman yang bersifat gas yang di
dalam tanaman bergerak secara dihsi. Fungsi utama ZPT dengan bahan aktif
etilen adalah mendorong pembungaan. Etilen pada kedelai berpengaruh pada
jumlah polong isi (Muhadjir, 1989).
Hasil percobaan Muhadjir et al. (1997) menunjukkan bahwa pemberian
ZPT kelompok senyawa etilen meningkatkan hasil biji kering kedelai varietas
Kerinci, Wilis dan Lokon di Citayam, Rajagaluh (Majalengka) dan Garut.
Isoprothiolane .yang diaplikasikan pada tanaman padi sawah cv.
Nipponbare dalam percobaan dalam pot terbukti dapat meningkatkan pemasakan
(Ohtsuka dan Saka, 1989).

Ohtsuka et al. (1989) mengemukakan bahwa

perlakuan isoprothiolane pada tanaman padi cv. Nipponbare, Norin 8 dan
Koshihikari yang ditanam di rumah kaca dapat meningkatkan berat rata-rata biji
superior. Selain itu juga dapat meningkatkan laju transpirasi daun dan kandungan
klorofil dalam daun bendera.
Ohtsuka, Hikawa dan Saka (1990) mengemukakan bahwa pemberian
M isoprothiolane pada pangkal batang tanaman Phaseolus vulgaris cv. Ceremony

dapat meningkatkan pembentukan akar adventif yang lebih besar dibandingkan
perlakuan serupa dengan IAA. Isoprothiolane juga memperbaiki pembentukan
akar pada segmen epikotil tanaman Phaseolus angularis (Vigna angularis),
dimana tejadi peningkatan jumlah sel yang membelah dalam primordia akar.
Disimpulkan oleh Ohtsuka et al. (1990) bahwa isoprothiolane memperbaiki
pembentukan akar adventif dalam kaitannya dengan sintesis protein spesifik untuk
inisiasi primordia akar.
Menurut Ohtsuka dan Saka (1991) pemberian 10" M isoprothiolane pada
kecambah padi dapatmeningkatkan jumlah akar. Isoprothiolane menghambat
aktivitas amonia-lyase fenil alanin dan meningkatkan aktivitas asam fosfat pada
tahap 5 daun.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa isoprothiolane lebih efektif

daripada IAA dalam menstimulasi pembentukan akar pada tanaman Phnseolzrs
vulgaris dan memberi pengaruh terhadap sudut daun padi. Pada konsentrasi

diatas lo6 M, kandungan klorofil pada padi lebih rendah dengan pemberian
isoprothiolane dibanding BA.

Peningkatan pemberian sampai taraf

1u3 M,

isoprothiolane dapat meningkatkan jumlah klorofil dibandingkan dengan BA.
Isoprothiolane juga dapat meningkatkan produksi etilen dan meningkatkan berat
biji padi.
Ikeda, Kuwano dan Eto (1992) mengungkapkan bahwa cincin dithiolane
dan malonate, bagian dari isoprothiolane yang termodifikasi, akan menghasilkan
4 acyloxy dan hydrazide atau derivat urea.

Penyemprotan isoprothiolane pada tanaman strawbeny cv. Toyonoka
dapat mempercepat waktu panen (Miura, Yoshida, Yamasaki dan Matsuno dalam
~ i t oLooney,
,
Nevins dan Halevy, 1995).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru IPB,
Darmaga, Bogor. Ketinggian tempat 250 m di atas permukaan laut dengan ratarata curah hujan tahunan 3 300 mmttahun dan jenis tanah Latosol. Pelaksanaan
percobaan dimulai pada awal bulan Maret 1999 sampai awal bulan Juli 1999.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi benih kacang kedelai
varietas G 10428 dan zat pengatur tumbuh isoprothiolane dalam bentuk Fujiwan
400 EC. Pupuk yang digunakan adalah Urea 50 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan KC1
100 kg/ha.

Furadan 3G dengan dosis 10 kg/ha diberikan saat tanam. Dan

insektisida Decis 2.5 EC. Mat yang digunakan yaitu cangkul, kored, meteran,
timbangan, knapsack sprayer, gelas ukur, pipet dan plastik pelindung.

Metode Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dua faktor dengan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah konsentrasi isoprothiolane terdiri dari 6 taraf, yaitu:
0 mlll air (kontrol), 0.4 mlll air, 0.8 mlll air, 1.2 mV1 air, 1.6 mV1 air dan 2.0 mV1
air. Faktor kedua adalah frekuensi penyemprotan yaitu: 2 kali penyemprotan pada
15 dan 30 hari setelah tanam (HST), dan 3 kali penyemprotan yaitu pada 15, 30
dan 45 HST. Percobaan dilakukan dalam petak percobaan berukuran 3 m x 2 m
dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh faktor-faktor yang digunakan
terhadap respon peubah yang diamati dilakukan analisis ragam (uji-F). Model
yang digunakan untuk mengetahui pengamh perlakuan terhadap respon yang
diamati adalah:
Yij = p

+ Ai + Bj + (AB)ij + Eij ;

Dimana:

Yij

=

Hasil pengamatan dari konsentrasi ke-i dan frekuensi
penyemprotan ke-j

p

=

Nilai rata-rata

Ai

=

Pengaruh aditif dari konsentrasi ke-i

Bj

=

Pengaruh aditif dari frekuensi penyemprotan ke-j

(AB)ij

= Pengaruh

interaksi dari konsentrasi ke-i dan frekuensi

penyemprotan ke-j
E ij

= Pengaruh

galat dari konsentrasi isoprothiolane ke-i dan

fiekuensi penyemprotan ke-j

Jika hasil uji-F menunjukkan pengaruh nyata secara statistik (pada a = 5
% atau a = 1 %) selanjutnya dilakukan uji perbandingan berganda dengan

menggunakan uji Dur:dn Multiple Range Test (DMRT). Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui perbedaan yang nyata secara statistik antara nilai rata-rata yang
dibandingkan atau untuk mengetahui faktor dan taraf yang relatif baik
berdasarkan peubah yang diamati.

Pelaksanaan Percobaan
Petak percobaan berukuran 3 m x 2 m.

Sebelurn penanaman, lahan

dibajak dan diratakan terlebih dahulu. Pada pinggir petakan dibuat aluran untuk
pemasukan dan pengeluaran air.

Benih kedelai ditanam menggunakan jarak

tanam 40 cm x 20 cm. Benih ditanam sebanyak 2 benih tiap lubang. Pupuk
diberikan pada larikan di pinggir barisan tanaman. Pupuk Urea 30 kg/ha, TSP
100 kgiha, KC1 100 kg/ha dan Furadan 3G diberikan pada saat tanam. Sisa pupuk
Urea sebanyak 20 kgiha diberikan pada umur 21 HST. Penyulaman dilaksanakan
pada 1 MST. Penyiangan gulma dilakukan tiga kali yaitu pada 2 MST, 3 MST,
5 MST dan 6 MST.

Penyemprotan isoprothiolane dilakukan pada pagi hari menggunakan
knapsack sprayer. Setiap petak percobaan disernprot dengan 1 liter larutan.
Pembuatan larutan isoprothiolane menggunakan gelas ukur 15 ml, ember dan
gelas ukur 1 liter. Pada penyemprotan pertama dan kedua, lamtan dibuat untuk 6
petak sekaligus pada masing-masing konsentrasi.

Larutan dibuat dengan

mengukur Fujiwan 400 EC masing-masing 6 ml, 12 mi, 16 ml, 24 ml, dan 30 ml
untuk konsentrasi isoprothiolane 0.4 mlll air, 0.8 mY1 air, 1.2 mu1 air, 1.6 mlll air,
dan 2.0 mlll air. Fujiwan yang sudah diukur dimasukkan dalam knapsack sprayer
dan dicampur dengan air masing-masing 6 liter. Pada penyemprotan ketiga,
larutan dibuat dengan mengukur Fujiwan 400 EC masing-masing 3 ml, 6 ml, 9 ml,
12 ml, dan 15 ml untuk konsentrasi 0.4 mlll air, 0.8 ml/l air, 1.2 ml/l air, 1.6 mlll
air dan 2.0 mlll air. Kemudian dimasukkan ke dalam knapsack sprayer dan
dicampur dengan air masing-masing 3 liter.
Peubah yang diamati pada percobaan ini meliputi pertumbuhan dan
produksi kedelai sebagai tanaman yang dibudidayakan.
Peubah yang diamati dari tanaman kedelai meliputi:
1. Pertumbuhan vegetatif

tanaman kedelai yang diamati pada minggu ke-2

sampai minggu ke-7 setelah tanam dari setiap tanaman sampel, komponen dari
pertumbuhan vegetatif ini meliputi tinggi tanaman dan jumlah cabang. Tinggi
tanaman diukur pada batang utama dari pangkal batang tepat dipermukaan
tanah sampai titik tumbuh. Jumlah cabang tiap tanaman dihitung berdasarkan
cabang yang tumbuh dari batang utama yaitu cabang yang memiliki daun
trifoliat lebih dari dua.
2. Waktu berbunga tanaman kedelai

yang ditentukan pada saat tanaman

berbunga 75%.
3. Komponen hasil yang diamati pada saat panen yang terdiri dari jumlah buku

produktif per tanaman sampel, jumlah polong hampa dan polong isi
pertanaman sampel, bobot 100 biji. Buku-buku dari tanaman yang mampu
menghasilkan polong isi pada saat panen dihitung sebagai buku produktif,
dan polong-polong dari tanaman contoh yang mampu menghasilkan polong isi
pada saat panen dihitung sebagai polong isi.
4. Hasil ubinan seluas 2 m2 tanpa mengikutkan tanaman pinggir dan hasil per
hektar. Hasil ubinan ditetapkan dengan menimbang biji kering yang dipanen
dari setiap satuan percobaan. Hasil yang diperoleh kemudian dikonversi untuk
mendapatkan hasil per hektar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Rekapitulasi sidik ragam dari setiap peubah yang diamati pada percobaan
ini dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil sidik ragam secara lengkap dari setiap
peubah dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 2, 3, 4, 5 , 6, 7 , 8, dan 9.
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Semua Peubah yang diamati
Peubah
Konsentrasi
Frekuensi

Interaksi

Aplikasi

..........................................................................................................................................................................................................................

1. Tinggi tanaman

- 2 MST

tn

tn

tn

- 3 MST

tn

tn

tn

-

4 MST

tn

tn

tn

-

5 MST

tn

tn

tn

- 6 MST

*
*

tn

tn

tn

tn

2 MST

tn

tn

tn

- 3 MST

tn

tn

tn

4 MST

tn

tn

tn

- 5 MST

tn

tn

tn

- 6 MST

tn

tn

tn

4. Jumlah buku produktif tiap tanaman

tn

tn

tn

5 . Jumlah polong isi tiap tanaman

tn

tn

tn

6. Jumlah polong hampa tiap tanaman

tn

tn

tn

7. Bobot biji tiap tanaman

tn

tn

tn

8. Bobot 100 biji

tn

tn

tn

9. Hasil per petak

tn

- 7 MST
2. Jumlah cabang tiap tanaman
-

-

- 7 MST
3. Waktu berbunga 75%

Keterangan:

* = berpengamh nyata pada taraf 5%
tn = tidak berpengamh nyata pada taraf 5%

tn
tn
-

Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi dan frekuensi
aplikasi isoprothiolane tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua peubah
yang diamati. Pengaruh interaksi disajikan pada Tabel Lampiran 10 dan 11..

Vezetatif Tanaman
Tinggi Tanaman
Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi
isoprothiolane memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada
umur 6 dan 7 MST, sedangkan perlakuan frekuensi aplikasi tidak memberikan
pengaruh yang nyata.

Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap tinggi

tanaman disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Tinggi Tanaman
Kedelai.
Perlakuan
2MST

3 MST

Tinggi tanaman
~ M S T ' 5MST 6MST

7MST

Konsentrasi
. . . .. cm . . . ..
0 ml/l air
10.42
17.50
34.37 b
34.37 b
29.03
33.78
0.4 mlll air
11.13
39.38 a
39.38 a
18.78
31.45
38.15
0.8 mlll air
10.62
17.68
35.70 b
35.70 b
29.33
34.60
1.2 mill air
35.22 b
35.22 b
9.61
17.10
28.53
34.10
34.52
b
34.52
b
1.6 mlll air
9.44
16.72
28.20
33.57
2.0 mlll air
11.13
37.62ab 37.62ab
18.18
30.18
36.35
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sarna tidak berbeda nyata dengan uji
Duncan (a=%)
Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi isoprothiolane berpengaruh nyata
pada umur 6 dan 7 minggu setelah tanam (MST).

Konsentrasi isoprothiolane

0.4 mill air menghasilkan tanaman yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan
konsentrasi lainnya dengan tinggi tanaman 39.38 cm. Walaupun secara statistik
perlakuan frekuensi aplikasi isoprothiolane tidak memberikan pengaruh nyata
namun tinggi tanaman pada umur 5, 6 dan 7 MST dengan perlakuan frekuensi
aplikasi 3 kali sedikit lebih tinggi daripada 2 kali aplikasi dan kontrol (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Tinggi
Tanaman Kedelai.
Perlakuan
Frekuensi aplikasi
0 kali
2 kali
3 kali
----------.---

2MST

3 MST

Tinggi tanaman
4MST 5 MST

10.42
10.37
10.40

17.50
17.54
17.85

29.03
29.24
29.84

6 MST

7 MST

. . . ..cm.. ...

33.78
35.15
35.56
..-----.-

34.37
36.17
36.81

34.37
36.17
36.81
.-.----

Jumlah Cabang Tiap Tanaman
Konsentrasi dan frekuensi aplikasi isoprothiolane tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap jumlah cabang tiap tanaman kedelai, namun perlakuan
konsentrasi 0.8 ml/l air menghasilkan jumlah cabang tiap tanaman pada 2, 4, 5, 6
dan 7 MST yang lebih banyak daripada kontrol dan perlakuan konsentrasi
isoprothiolane lainnya.

Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap jumlah

cabang tiap tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Pengaruh frekuensi aplikasi
isoprothiolane terhadap jumlah cabang tiap tanaman dapat dilihat pada Tabel 5 .
Ada kecenderungan bahwa pemberian 3 kali menghasilkan jumlah cabang lebih
banyak.
Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Jumlah Cabang
Tiap Tanaman Kedelai.

-... "......"---"--.-----.-.."-.-------".""--..".-."...".-""..
Perlakuan

2MST
Konsentrasi
0 mlll air
0.4 mlll air
0.8 mlll air
1.2 mlll air
1.6 ml/l air
2.0 mlll air

0.67
1.03
1.03
0.80
0.63
1.00

Jumlah cabang tiap tanaman
3 MST 4MST 5 M S T 6 M S T
.....buah.. ...

7 MST

2.27
2.70
2.90
2.23
1.70
2.70

2.27
2.70
2.90
2.23
1.70
2.70

1.23
1.73
1.50
1.37
1.13
1.70

1.87
2.37
2.30
1.97
1.60
2.40

2.07
2.53
2.84
2.13
1.63
2.67

Generatif Tanaman
Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa perlakuan
konsentrasi isoprothiolane berpengaruh nyata terhadap waktu berbunga tanamah
kedelai, sedangkan fiekuensi aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap waktu

berbunga tanaman kedelai. Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap waktu
berbunga tanaman kedelai disajikan pada Tabel 6. Pengaruh frekuensi aplikasi
isoprothiolane terhadap waktu berbunga tanaman kedelai disajikan pada Tabel 7.
Tabel 5. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Jumlah
Cabang Tiap Tanaman Kedelai.
Perlakuan

-

2MST

Frekuensi aplikasi
0 kali
2 kali
3 kali

0.67
0.85
0.95

-~-"
-

Jumlah cabang tiap tanaman
3 MST 4 M S T 5 MST 6 M S T
1.23
1.41
1.56

1.87
1.99
2.27

2.07
2.16
2.56

7MST

m

2.27
2.27
2.63

2.27
2.27
2.63

Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi isoprothiolane 0.4 ml/l air dan
2.0 ml/l air menghasilkan tanaman berbunga paling cepat yaitu 29.50 HST,
sedangkan konsentrasi 1.2 ml/l air mengbasilkan tanaman berbunga paling lambat
yaitu pada 3 1.33 HST.
Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Waktu Berbunga
Tanaman Kedelai.

-----

.........................Perlakuan
................. . .. ..... .

P
P
.
"

Waktu berbunga.....75%
..............(HST)
............. ..............

. . .. . .. . ...................................................

Konsentrasi
0 ml/l air
30.83 ab
0.4mWl air
29.50 b
30.00 ab
0.8 ml/l air
1.2 mill air
31.33 a
1.6 mV1 air
30.67 ab
2.0 ml/l air
29.50 b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan (a=%)
Tabel 7. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Waktu
Berbunga Tanaman Kedelai.

Perlakuan
Frekuensi aplikasi
0 kali
2 kali
3 kali

Waktu ~

~

30.13

H

----S

T

)

Pengaruh pemberian isoprothiolane terhadap bagian generatif lainnya
menunjukkan bahwa konsentrasi isoprothiolane tidak berpengamh nyata terhadap
jumlah buku produktif, jumlah polong isi tiap tanaman, jumlah polong hampa tiap
tanaman, bobot 100 biji dan hasil per satuan luas (hasil per petak) (Tabel 1).
Perlakuan frekuensi aplikasi isoprothiolane tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap semua peubah generatif Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap
jumlah buku produktif tiap tanaman, jumlah polong isi tiap tanaman dan jumlah
polong hampa tiap tanaman kedelai disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Jumlah Buku
Produktif Tiap Tanaman, Jumlah Polong Isi Tiap Tanaman dan
Jumlah Polong Hampa Tiap Tanaman Kedelai
Perlakuan

Konsentrasi
0 mV1 air
0.4 mlll air
0.8 mlll air
1.2 ml/l air
1.6 ml/l air
2.0 ml/l air

Jumlah buku
produktif tiap
tanaman

.--."

...............Jumlah
....................polong
..................tiap
...... ....tanaman
...................................

Isi

Hampa

. . . ..buah... ..

11.12
12.87
12.03
10.45
9.57
11.73

14.73
19.25
13.22
14.33
10.97
14.88

9.53
6.60
9.43
5.92
8.03
8.23

Dibandingkan kontrol, pemberian isoprothiolane tidak menyebabkan
perbedaan yang nyata pada jumlah buku produktif tiap tanaman akan tetapi ada
kecenderungan bahwa konsentrasi 0.4 mVI air menghasilkan jumlah buku
produktif terbanyak. Ada kecenderungan bahwa pemberian konsentrasi 0.8 mVI
air sampai 1.6 mV1 air menurunkan jumlah buku produktif.

Meskipun tidak

berpengaruh nyata, frekuensi aplikasi 3 kali menghasilkan buku produktif tiap
tanaman lebih banyak daripada aplikasi 2 kali dengan jumlah buku produktif tiap
tanaman masing-masing sebanyak 12.00 dan 10.66 buah (Tabel 9).
Meskipun tidak nyata, jumlah polong isi tiap tanaman yang paling tinggi
dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 0.4 mV1 air sedangkan jumlah polong isi tiap
tanaman yang paling rendah dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 1.6 mlA air
dengan jumlah masing- masing sebanyak 19.25 dan 10.97 buah (Tabel 8).

Tabel 9. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Jumlah
Buku Produktif Tiap Tanaman, Jumlah Polong Isi Tiap
Tanaman dan Jumlah Polong Hampa Tiap Tanaman Kedelai
Jumlah buku
produktif tiap
tanaman

Perlakuan

Frekuensi aplikasi
0 kali
2 kali
3..-..
kali
".""
-.--.-------..

..--

Jumlah polong tiap tanaman
Isi
Ham~a

11.12
10.66
12.00
"
"

14.73
13.75
15.31
..-..-----.------.--

9.53
7.52
7.77

Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap bobot 100 biji, bobot biji
tiap tanaman, hasil per luasan panen dan hasil per hektar disajikan pada Tabel 10.
Pengaruh frekuensi aplikasi isoprothiolane terhadap bobot 100 biji, bobot biji tiap
tanaman, hasil per luasan panen dan hasil per hektar disajikan pada Tabel 11
Tabel 10. Pengaruh Konsentrasi Isoprothiolane terhadap Bobot 100 Biji,
Bobot Biji Tiap Tanaman, Bobot Biji Tiap Petak dan Hasil per
Hektar.
Perlakuan

Konsentrasi
0 mlA air
0.4 mlll air
0.8 mVI air
1.2 d l air
1.6 mVI air
2.0 mVl air

Bobot
100 biji (8)

Bobot biji
tiap tanaman
(9)

26.98
28.76
25.83
23.89
24.06
28.12

5.27
4.75
4.34
3.03
2.74
4.53

Bobot biji
tiap petak
(8)
150.77
207.02
172.47
117.81
108.14
198.98-

Hasil per
hektar
(kg)
753.8
1 035.1
862.3
589.0
540.7
994.9

Perlakuan konsentrasi isoprothiolane 0.4 mVI air menghasilkan bobot 100
biji paling tinggi yaitu sebesar 28.76 g, sedangkan konsentrasi 1.6 mlll air
menghasilkan bobot 100 biji paling rendah yaitu 24.06 g. Perlakuan kontrol
menghasilkan bobot 100 biji sebesar 26.98 g.
Hasil per luasan panen (bobot bijitpetak) paling tinggi ditunjukkan oleh
perlakuan konsentrasi 0.4 ml/l air yaitu sebesar 207.02 g, sedangkan konsentrasi
1.6 mUI air memberikan hasil per luasan panen (petak) paling rendah yaitu
108.14 g (Tabel 10). Meskipun tidak berpengaruh nyata, aplikasi isoprothiolane 3

kali menunjukkan hasil per petak yang lebih tinggi daripada aplikasi 2 kali dengan
hasil masing-masing 165.47 g dan 156.30 g (Tabel 11).
Tabel 11. Pengaruh Frekuensi Aplikasi Isoprothiolane terhadap Bobot 100
Biji, Bobot Biji Tiap Tanaman, Bobot Biji Tiap Petak dan Hasil
per Hektar.
Perlakuan

Frekuensi
0 kali
2 kali
-3 kali

-

Bobot
I00 biji
(g)

Bobot biji
tiap tanaman
(g)

Bobot biji
tiap petak
(g)

Hasil per
hektar
(kg)

26.98
25.91
26.35

5.27
3.53
4.23

150.77
156.30
165.47

753.8
781.5
827.4

-

Hasil biji kering per hektar tertinggi juga dihasilkan oleh perlakuan
konsentrasi 0.4 mlll air yaitu sebesar 862.5 kg dan hasil per hektar paling rendah
diperoleh dari perlakuan konsentrasi 1.6 mlll air yaitu sebesar 450.4 kg. Aplikasi
isoprothiolane 3 kali memberikan hasil lebih tinggi daripada 2 kali dengan hasil
per hektar masing-masing 827.4 kg dan 781.5 kg (Tabel 1I).
Secara urnurn hasil percobaan pada generatif tanaman rnenunjukkan
kecenderungan bahwa peningkatan konsentrasi isoprothiolane dari 0.4 mVI air
sampai 1.6 d l air maka akan menurunkan respon peubah yang diamati dan bila
ditingkatkan sampai 2.0 mlll air, respon akan rneningkat lagi dengan nilai yang
relatif sama dengan konsentrasi 0.4 mVl air.

Pembahasan
Secara umum hasil percobaan menunjukkan tidak ada pengaruh
konsentrasi isoprothiolane, frekuensi aplikasi dan interaksi keduanya terhadap
jumlah cabang tiap tanaman kedelai. Sedangkan tinggi tanaman nyata dipengaruhi
oleh konsentrasi isoprothiolane tetapi frekuensi aplikasi dan interaksi konsentrasi
dan frekuensi aplikasi isoporothiolane tidak memherikan pengaruh nyata
Pemberian isoprothiolane berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman
pada umur 6 dan 7 MST. Hal ini menunjukkan pengaruh isoprothiolane terhadap
pertumbuhan

ke

atas

lebih

besar

dibandingkan

pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ke samping ( jumlah cabang)

-

0.4 rnlll air

-+0.8 rnlll air

+1.2 rnlll air

+I.6 rnlll air
'

0

2

3

4

5

6

7

Minggu ke-n
I

I

Gambar 1. Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap tinggi tanaman kedelai
Perpanjangan batang yang merupakan tinggi tanarnan adalah hasil dari
pembelahan dan pembesaran sel dalam batang.

Pemberian isoprothiolane

mengakibatkan tejadinya peningkatan jumlah sel yang membelah (Ohtsuka et nl.,
1990). Oleh karena itu meningkatnya aktivitas pembelahan dan pembesaran sel
dalam batang menyebabkan jumlah sel batang rneningkat sehingga meningkatkan
perpanjangan batang.
Hasil terbaik diperoleh pada pernberian isoprothiolane dengan konsentrasi
0.4 d l air yaitu menghasilkan tanaman dengan tinggi 39.38 cm (Gambar 1).

Meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, aplikasi 3 kali menghasilkan tinggi
tanaman yang paling tinggi yaitu 36.81 cm (Tabel 3).
Pemberian isoprothiolane memberi pengamh nyata pada peubah waktu
berbunga tanaman kedelai. Aplikasi konsentrasi 0.4 mV1 air dapat mempercepat
waktu berbunga dari 30.83 HST sampai 29.50 HST. Pengamh yang sama juga
ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi 2.0 mV1 air.

Konsentrasi tersebut

mempakan perlakuan yang terbaik dibandingkan perlakuan konsentrasi lainnya.
Hal tersebut membuktikan bahwa zat pengatur tumbuh isoprothiolane yang
termasuk dalam kelompok senyawa etilen dapat mempercepat pembungaan.
Menumt Muhadjir et al. (1989) hngsi utama zat pengatur tumbuh dengan bahan
aktif etilen adalah mendorong pembungaan.
Meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, aplikasi konsentrasi 0.4 mill
air dengan fiekuensi aplikasi 2 kali menghasilkan respon yang sama dengan
konsentrasi 0.4 mill air secara tunggal yaitu mempercepat waktu berbunga
tanaman kedelai dari 30.83 HST sampai 29.33 HST (Tabel Lampiran 11). Namun
demikian pengamh nyata waktu berbunga tanaman kedelai tersebut tidak berarti
secara agronomis karena isoprothiolane mempercepat waktu berbunga hanya 1
hari.

n
m
C

z
4

14

- 1210

92

8

n r

4

E"

2

2

zg
r

<

0

0

0,4

0.8

1.2

1,6

2

Konsentrasi (m Ill air)

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi isoprothiolane terhadap jumlah buku produktif
tiap tanaman.
Bagian generatif lainnya yaitu jumlah buku produktif tiap tanaman, jumlah
polong isi, polong hampa tiap tanaman, bobot 100 biji, bobot biji tiap tanaman,
bobot biji tiap petak, dan hasil per hektar tidak dipengamhi oleh aplikasi
isoprothiolane. Frekuensi aplikasi dan interaksi antara konsentrasi dan frekuensi

aplikasi isoprothiolane juga tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah
jumlah buku produktif tiap tanaman, jumlah polong isi tiap tanaman, jumlah
polong hampa tiap tanaman, bobot 100 biji, bobot biji tiap petak dan hasil per
hektar.
Meskipun tidak berpengaruh nyata, konsentrasi isopothiolane 0.4 ml/l air
memberikan hasil paling baik terhadap semua peubah tersebut.

Konsentrasi

isoprothiolane 0.4 mlll air menghasilkan buku produktif tiap tanaman yang paling
banyak yaitu 12.87 buku (Gamhar 2).

Sementara tanaman tanpa perlakuan

isoprothiolane menghasilkan buku produktif tiap tanaman sebanyak 11.12 buku.
Hasil yang diperoleh ini diduga berkaitan dengan terjadinya peningkatan tinggi
tanaman yang diberi konsentrasi 0.4 ml/l air.

Karena tinggi tanaman

mempengaruhi banyaknya buku pada batang yang akhirnya mempengaruhi
banyaknya buku produktif (Budihardjo, 1986).

< 200
.w

150

al

.P
:Q
=.
.In
m
I

100
50
0 .
0

0,8
1,2
1,6
konsentrasi (mill air)

0,4

2

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi terhadap hasil biji per petak
Hasil biji per petak paling tinggi diperoleh dari tanaman dengan perlakuan
konsentrasi isoprothiolane 0.4 d l air, yaitu sebanyak 207.02 g. Sedangkan hasil
biji per petak tanpa perlakuan isoprothiolane sebesar 150.77 g. Produktivitas
tanaman kedelai dengan perlakuan konsentrasi 0.4 mV1 air sebesar 1 035 1 tonlha
sedangkan produktivitas tanaman kedelai tanpa perlakuan isoprothiolane sebesar
0.7538 todha.

Apabila dibandingkan dengan tanpa perlakuan isoprothiolane,

maka perlakuan isoprothiolane sebanyak 0.4 mill air dapat meningkatkan
produktivitas sebesar 0.2813 todha. Tetapi produktivitas yang diperoleh tanaman
kedelai tersebut masih rendah. Rendahnya produktivitas yang dihasilkan tanaman

dalam percobaan ini disebabkan adanya serangan penyakit hawar daun bakteri
(Xa?zthonzonas cnnzpestris pv phaseoli) yang menyebar pada seluruh pertanaman

kedelai. Penyakit yang menyerang daun tersebut mengakibatkan terganggunya
proses fotosintesis sehingga banyaknya polong dan biji berkurang karena
tanaman kehlrangan asimilat untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan
biji dan

0

0.4 0.8

1.2 1.6

2

Konsentrasi (mlll air)

Gambar 4. Pengaruh Interaksi konsentrasi dan frekuensi isoprothiolane terhadap
hasil biji per petak.
Meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, aplikasi isoprothiolane 0.4
mill air secara tunggal maupun interaksi konsentrasi dan frekuensi aplikasi
memberikan respon yang konsisten pada hasil biji per petak, yaitu memberikan
hasil biji per petak tertinggi (Gambar 3 dan Gambar 4). Demikian juga dengan
frekuensi aplikasi 3 kali, memberi hasil tertinggi baik secara tunggal maupun
interaksinya dengan konsentrasi isoprothiolane (Tabel Lampiran 10).
Hasil percobaan memperlihatkan banyak variabel vegetatif maupun
generatif tanaman kedelai yang tidak dipengaruhi oleh konsentrasi dan frekuensi
is~~rothiolane.Pengaruh isoprothiolane yang tidak muncul tersebut diduga
karena tidak digunakannya zat perekat pada waktu aplikasi. Zat perekat berfungsi
untuk menahan larutan isoprothiolane tetap menempel pada daun sehingga tidak
langsung jatuh ke tanah. Larutan yang menempel pada daun lebih lama dapat
diserap oleh daun melalui stomata dengan lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konsentrasi dan frekuensi aplikasi isoprothilane pada tanaman kedelai
tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap jumlah cabang tiap tanaman
kedelai sedangkan konsentrasi isoprothiolane berpengamh nyata terhadap tinggi
tanaman pada umur 6 dan 7 MST. Konsentrasi 0.4 mill air menghasilkan tanaman
paling tinggi yaitu 39.38 cm sedangkan tanpa perlakuan isoprothiolane
menghasilkan tanaman dengan tinggi 34.37 cm.
Konsentrasi isoprothiolane nyata mempengamhi waktu berbunga tanaman
kedelai. Aplikasi konsentrasi 0.4 mlll air dapat mempercepat waktu berbunya
kedelai dari 30.83 HST sampai 29.50 HST.
Konsentrasi dan frekuensi aplikasi isoprothiolane tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah buku produktif tiap tanaman. Penyemprotan isoprothiolane yang
menghasilkan jumlah buku produktif terbanyak adalah konsentrasi 0.4 mlll air
yaitu 12.87 buku.

Aplikasi isoprothiolane 3 kali menghasilkan buku produktif

terbanyak yaitu 12.00 buku. Konsentrasi isoprothiolane juga tidak berpengaruh
nyata terhadap hasil biji per petak. Meskipun tidak berpengaruh nyata, perlakuan
isoprothiolane 0.4 mY1 air memberi hasil biji per petak terbesar yaitu 207.02 g.
Sedangkan tanaman tanpa perlakuan isoprothiolane memberi hasil hiji per petak
sebanyak 150.77 g.

Perlakuan isoprothiolane sebanyak 0.4 mlll air dapat

meningkatkan produktivitas sebesar 0.2831 tonlha dibandingkan dengan tanpa
perlakuan isoprothiolane.

Saran
Perlu diuji lebih teliti untuk lebih memantapkan hasil percobaan pada
peubah yang diamati dan sebaiknya dilakukan pengamatan pada bagian tanaman
lainnya seperti akar dan daun. Pada saat mengaplikasikan isoprothiolane
sebaiknya menggunakan zat perekat untuk meningkatkan efektifitas pemberian.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, 2. 1990. Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh. Angkasa.
Bandung. 77 hal.
Adisanvanto, T. dan Wudianto, R. 1999. Meningkatkan hasil panen kedelai di
lahan sawah, kering dan pasang surut. Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hal.
Bernard, R.L. 1972. Two genes affecting stem termination on soybean. Crop Sci.
12: 235-239.
Budihardjo, S. 1986. Pengaruh kehilangan daun terhadap hasil dan komponen
hasil tanaman kedelai (Glycirze max (L.) Merr.). Seminar Balittan. Bogor.
2:452-458.
Hanway, J.J. and C.R. Weber. 1971. Dry matter production in eight soybean
(Glycirze nzax (L.) Merr.) varietas. Agron. J. 63: 227-236.
Hidajat, 0.0. 1985. Morfologi tanaman kedelai. Hal:73-86. Dalam S.
Somaatmadja et al., (ed.). Kedelai. Balai Pene