Hubungan Pengawasan Piutang Dengan Likuiditas Pada PT. Federal International Finance (PT. FIF) Kantor Cabang Medan

(1)

i

MEDAN

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGAWASAN PIUTANG DENGAN LIKUIDITAS

PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (PT. FIF)

KANTOR CABANG MEDAN

OLEH :

NAMA

:

Frans Riko Natha Hutabarat

NIM

: 030522047

DEPARTEMEN

:

AKUNTANSIS-1

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

“HUBUNGAN PENGAWASAN PIUTANG DENGAN LIKUIDITAS PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (PT. FIF) KANTOR CABANG MEDAN”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program Ekstension Strata-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, September 2008 Yang membuat pernyataan

Frans Riko Natha Hutabarat 030522047


(3)

iii

Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji, hormat, dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas kasih setia dan anugerah-Nya yang telah memperkenankan penulis

untuk menyelesaikan dan mempersembahkan skripsi ini.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PENGAWASAN PIUTANG DENGAN LIKUIDITAS

PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (PT. FIF) KANTOR CABANG MEDAN” ini

ditulis dengan sebaik mungkin dari ilmu, pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki

selama masa perkuliahan. Namun daripada itu, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih

terdapat kekurangan baik dari segi isi, bahasa dan teknik penyusunannya.

Pada masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan

dan bimbingan dari segala pihak yaitu keluarga, teman, juga para dosen yang telah mengajarkan

penulis. Maka daripada itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas semua dukungan,

bimbingan, waktu dan doa dari mereka-mereka yang penulis sayangi, yaitu:

1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak, selaku Ketua Departemen Akuntansi Strata I Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak, selaku Sekretaris Departemen Akuntansi

Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Fachruddin, MSM, Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis


(4)

iv

membangun untuk penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen-Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membina

dan mendidik penulis selama masa perkuliahan.

7. Keluarga besarku yang tercinta, terima kasih buat Bapak dan Mamak yang telah

menjadikanku sebagai orang yang berguna dan berbakti. Buat saudara-saudaraku, Kak

Rondang, Bang Dedy dan Ray, yang telah memberi support yang begitu besar.

8. Buat Pimpinan dan Staf PT. FIF Cabang Medan yang telah membantu penulis selama dalam

melakukan riset di perusahaan tersebut.

9. Buat Verawaty Purba, sebagai orang yang selama ini mendampingiku dalam setiap aktivitas

hidupku, aku ucapkan terima kasih atas perhatian, dukungan dan semangat yang terus

diberikan sehingga aku tetap fokus pada skripsiku. Luv in Christ....

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan, semoga Tuhan senantiasa

memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua.

Medan, September 2008

Penulis,

Frans Riko Natha Hutabarat 030522047


(5)

v

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pengawasan intern piutang yang diterapkan oleh PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan sebagai perusahaan leasing yang membiayai berbagai jenis tipe kendaraan bermotor roda 2 dan elektronik di lebih dari 30 dealer yang ada di Sumatera Utara. Pengawasan intern piutang ini akan membantu perusahaan dalam mengawasi jalannya piutang mulai dari terjadinya transaksi leasing, pengelolaan piutang hingga transaksi penagihan piutang tersebut terhadap likuiditas perusahaan.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang menggunakan data primer seperti hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan data sekunder seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, kebijakan pengawasan intern piutang dan prosedur penagihan piutang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan teknik observasi. Metode analisa data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif . Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah bagian piutang, dan bagian keuangan. Penelitian ini dilakukan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan yang beralamat di Jl. Kapt. Muslim no. 60 DEF Medan.

Hasil penelitian ini adalah PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan memiliki kebijakan kebijakan serta sistem dan prosedur yang diterapkan terhadap transaksi pembiayaan dan penagihan piutang. Secara keseluruhan pada perusahaan sistem dan prosedurmeng-input data dilakukan dengan sistem komputer yang terhubung on-line ke Kantor Pusat Jakarta. Sehingga Kantor Pusat dapat secara langsung mengawasi kegiatan yang ada pada perusahaan.


(6)

vi

The purpose of this research is to know the internal control of receivable procedures which is applied ini PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan as a leasing company which leases many types fo motorcycle and electronic in more than 30 showrooms and outlet in Sumatera Utara. The internal control of receivable will support the company to control the rule of receivable from leasing transaction, management of receivable, until collecting receivable transaction in relational with liquidity.

The kind of this research is description research which uses the primary data such as the result of inquiries with the personal of company and the secondary data such as the histories of company, structure of organization, leasing procedures, the policies of internal control of receivable , and collecting receivable procedures. The technic of collecting data is done by inquiries and observation technics. Analysis data method is done by use description method. The respondents of this research are receivable and financial department. The research is done in PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan Jl. Kapt. Muslim No. 60 DEF Medan.

The result of this research is PT Federal International Finance Cabang Medan has some policies and system and procedures which are applied to the leasing and the collecting receivable transactions. The whole of system and procedures companya in input of the data is doing by the on-line computer system to The Head Office in Jakarta. So, The Head Office can control the activities of its the Branch Offices directly.


(7)

vii

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Kerangka Konseptual ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pengertian dan Pengelolaan Piutang ... 9

1. Pengertian Piutang ... 9

2. Klasifikasi Piutang ... 10

3. Penilaian dan Pelaporan Piutang ... 11

4. Pengelolaan Piutang ... 18

B. Prosedur Pencatatan, Penagihan dan Penerimaan Piutang ... 20

1. Prosedur Pencatatatan Piutang ... 20

2. Prosedur Penagihan Piutang ... 22

3. Prosedur Penerimaan Piutang ... 22

C. Pengertian Pengawasan ... 24

1. Pentingnya Pengawasan ... 26

2. Komponen Pengawasan Intern ... 29


(8)

viii

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Jenis dan Sumber Data ... 39

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

D. Metode Analisis Data ... 40

E. Responden ... 40

F. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 40

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 41

A. Deskripsi Objek Penelitian ... 41

1. Gambaran Umum Perusahaan ... 41

a. Sejarah Singkat Perusahaan... 41

b. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas ... 42

c. Jenis-jenis Produk Yang Ditawarkan Perusahaan ... 52

d. Aktivitas Pendukung Perusahaan ... 55

2. Prosedur Pembiayaan dan Pemberian Kredit ... 57

3. Pengawasan Intern Piutang ... 59

B. Analisis Hasil Penelitian ... 61

1. Kebijakan Penerimaan Uang ... 61

a. Cara Penerimaan Uang ... 61

b. Setoran ke Bank ... 62

c. Tutup Kas ... 62

2. Pengamanan Penerimaan Uang ... 63

3. Pelunasan Yang Dipercepat ... 63

4. Perkembangan Persentase Piutang Tertagih Dan Likuiditas Perusahaan ... 65


(9)

ix

A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN


(10)

x

No. Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel IV.1 Persentase Perkembangan Piutang Tertagih 2002-2006 ... 66

Tabel IV.2 Persentase Perkembangan Likuiditas 2002-2006 ... 66

Tabel IV.3 Persentase Piutang Tertagih dan Likuiditas 2002-2006 ... 67

Tabel IV.4 Laporan Perkembangan dan Status Piutang Tahun 2002 ... 68

Tabel IV.5 Laporan Perkembangan dan Status Piutang Tahun 2003 ... 69

Tabel IV.6 Laporan Perkembangan dan Status Piutang Tahun 2004 ... 70

Tabel IV.7 Laporan Perkembangan dan Status Piutang Tahun 2005 ... 71

Tabel IV.8 Laporan Perkembangan dan Status Piutang Tahun 2006 ... 72

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. FIF Cabang Medan ... 43


(11)

v

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pengawasan intern piutang yang diterapkan oleh PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan sebagai perusahaan leasing yang membiayai berbagai jenis tipe kendaraan bermotor roda 2 dan elektronik di lebih dari 30 dealer yang ada di Sumatera Utara. Pengawasan intern piutang ini akan membantu perusahaan dalam mengawasi jalannya piutang mulai dari terjadinya transaksi leasing, pengelolaan piutang hingga transaksi penagihan piutang tersebut terhadap likuiditas perusahaan.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang menggunakan data primer seperti hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan data sekunder seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, kebijakan pengawasan intern piutang dan prosedur penagihan piutang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan teknik observasi. Metode analisa data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif . Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah bagian piutang, dan bagian keuangan. Penelitian ini dilakukan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan yang beralamat di Jl. Kapt. Muslim no. 60 DEF Medan.

Hasil penelitian ini adalah PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan memiliki kebijakan kebijakan serta sistem dan prosedur yang diterapkan terhadap transaksi pembiayaan dan penagihan piutang. Secara keseluruhan pada perusahaan sistem dan prosedurmeng-input data dilakukan dengan sistem komputer yang terhubung on-line ke Kantor Pusat Jakarta. Sehingga Kantor Pusat dapat secara langsung mengawasi kegiatan yang ada pada perusahaan.


(12)

vi

The purpose of this research is to know the internal control of receivable procedures which is applied ini PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan as a leasing company which leases many types fo motorcycle and electronic in more than 30 showrooms and outlet in Sumatera Utara. The internal control of receivable will support the company to control the rule of receivable from leasing transaction, management of receivable, until collecting receivable transaction in relational with liquidity.

The kind of this research is description research which uses the primary data such as the result of inquiries with the personal of company and the secondary data such as the histories of company, structure of organization, leasing procedures, the policies of internal control of receivable , and collecting receivable procedures. The technic of collecting data is done by inquiries and observation technics. Analysis data method is done by use description method. The respondents of this research are receivable and financial department. The research is done in PT Federal International Finance (FIF) Cabang Medan Jl. Kapt. Muslim No. 60 DEF Medan.

The result of this research is PT Federal International Finance Cabang Medan has some policies and system and procedures which are applied to the leasing and the collecting receivable transactions. The whole of system and procedures companya in input of the data is doing by the on-line computer system to The Head Office in Jakarta. So, The Head Office can control the activities of its the Branch Offices directly.


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan dalam melakukan suatu kegiatan pertama sekali yang harus dipikirkan adalah apa tujuan utama kegiatan tersebut. Untuk pencapaian tujuan tersebut maka perlu dilakukan suatu pengawasan terhadap kegiatan tersebut, karena suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan prosedur yang baik tanpa adanya suatu pengawasan maka hal tersebut dapat menyimpang dari tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu perlu diperhatikan oleh seorang pimpinan perusahaan, terutama dalam masalah keuangan yang diketahui sangat berpengaruh sekali terhadap suatu perusahaan. Suatu perusahaan yang bergerak dibidang penjualan, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun secara kredit.

Pada penjualan secara tunai masalah yang dihadapi tidaklah terlalu rumit, karena si pembeli memberikan uang (tanda bukti yang sah) dan si penjual memberikan jasanya. Dalam hal ini masalah antara keduanya selesai. Penjualan kredit dilaksanakan untuk membantu konsumen yang tidak mampu untuk langsung membayar tunai terhadap jasa yang dibelinya dan juga didukung oleh banyaknya perusahaan-perusahaan yang memakai kebijakan penjualan kredit sebagai senjata yang ampuh dalam merebut pangsa pasar.

Dari penjualan kredit ini timbullah piutang. Piutang merupakan pos yang pening bagi perusahaan karena merupakan bagian aktiva lancar perusahaan yang


(14)

sangat besar. Piutang merupakan sumber kas yang penting bagi perusahaan, karena apabila perusahaan memerlukan uang dengan segera, piutang yang dimiliki oleh perusahaan dapat dijual ke bank atau lembaga keuangan lainnya.

Smith dan Skousen (2003:286) menyatakan : “Di lain pihak, kurangnya pengawasan terhadap piutang dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan berupa piutang tak tertagih.” Maksudnya apabila piutang perusahaan tidak diawasi secara maksimal maka hal ini dapat memberi peluang bagi pelanggan untuk tidak melaksanakan kewajibannya dalam membayar hutang, sehingga menimbulkan sejumlah piutang yang tidak tertagih dan hal ini merupakan kerugian bagi perusahaan.

Munawir (2002:68) mengemukakan : ”Piutang tak tertagih akan mengurangi atau menurunkan jumlah piutang dagang. Piutang lancar perusahaan ialah sumber utama untuk membayar kembali hutang lancar dan hutang-hutang lain. Hal ini dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan”.

Dalam pengawasan piutang kebanyakan perusahaan lebih menekankan pada kebijaksanaan kredit dan prosedur piutang. Pada perusahaan yang masih kecil pengawasan piutang masih sederhana karena pelanggan dan penjualan masih relatif kecil, pemilik perusahaan masih mampu memperhatikan jumlah pelanggan yang masih sedikit dan keputusan pamberian kredit masih ditangan pemilik itu sendiri.

Demikian juga prosedur pencatatan, penilaian dan penagihan piutang yang masih dapat diawasi langsung oleh pemilik perusahaan. Apabila perusahaan yang telah berkembang dan jumlah penjualan kredit sudah besar dan meluas maka


(15)

pengawasan piutang yang efektif mutlak diperlukan. Demi meningkatkan pengamanan terhadap harta perusahaan.

Pengawasan piutang dimulai sejak diterimanya pesanan penjualan dari pelanggan, persetujuan pengiriman, pembuatan faktur, verifikasi faktur, pencatatan piutang dan penagihan piutang. Pengawasan piutang tersebut hanya terwujud dengan adanya perencanaan piutang yang baik.

Dengan dilakukannya pengawasan piutang yang baik pada perusahaan maka keamanan kekayaan perusahaan dapat terjamin sehingga kegiatan operasional dapat berjalan dengan lancar. Hal ini dapat dilihat bahwa piutang yang ditagih dapat berjalan dengan lancar karena pada bagian penagihan dalam memberikan kredit menseleksi dagangannya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wing Wahyu Winarno (2004:90) dalam tujuan dilaksanakannya pengawasan untuk mencegah/menghindari perusahaan dari berbagai kerugian, yang disebabkan berbagai hal, misalnya :

1. Penggunaan sumber daya secara berlebihan. 2. Proses pengambilan keputusan yang tidak tegas. 3. Kesalahan pencatatan data.

4. Kerusakan berbagai catatan.

5. Hilang atau rusaknya aktiva karena kelalaian karyawan. 6. Ketidakpatuhan karyawan terhadap manajemen.

7. Penyelewengan yang dilakukan oleh karyawan.

Dengan pengawasan diharapkan segala aktivitas perusahaan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan, serta penyimpangan dan penyelewengan dapat dihindari.


(16)

Likuiditas adalah hubungan atau perbandingan antara kewajiban finansial lancar dengan kemampuan yang dimiliki perusahaan yaitu aktiva lancar. Sementara itu likuiditas perusahaan dicerminkan oleh kemampuan perusahaan tersebut memenuhi kewajiban finansialnya pada waktunya. Hal ini berhubungan erat dengan aktiva lancar perusahaan terutama penerimaan piutang. Dimana melalui penerimaan pembayaran piutang yang baik maka perusahaan dapat memenuhi kewajibannya, sehingga likuiditas perusahaan dapat ditingkatkan.

PT. Federal International Finance ( FIF ) yang bergerak dibidang pembiayaan, pada umumnya melakukan penjualan secara kredit sehingga memiliki piutang dalam jumlah yang besar dari kegiatan utamanya tersebut. PT. Federal International Finance telah menetapkan berbagai kebijaksanaan dalam mengawasi piutangnya, mulai dari pemberian kredit hingga pengawasan dalam penagihan piutangnya. Namun ternyata hal ini juga mengakibatkan timbulnya jumlah piutang tak tertagih yang lewat jatuh tempo. Besar kecilnya jumlah piutang yang tertagih tergantung dari optimal tidaknya pengawasan terhadap piutang. Semakin optimal pengawasan terhadap piutang maka semakin besar kemungkinan piutang dapat tertagih, hal ini juga akan berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan. Perusahaan tentunya menginginkan meningkatnya laba dan likuiditas perusahaan demi kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Oleh karena itu pengawasan terhadap piutang harus lebih maksimal untuk menekan jumlah piutang tak tertagih.

Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik mempelajari sejauh mana hubungannya dan memilih judul skripsi “Hubungan


(17)

Pengawasan Piutang dengan Likuiditas pada PT. Federal International Finance (FIF) Kantor Cabang Medan”.

B. Perumusan Masalah

Penelitian ini membahas mengenai pengawasan piutang yang digunakan oleh PT. PT. Federal International International (FIF) Kantor Cabang Medan tentunya mempunyai pembahasan yang sangat luas cakupannya. Oleh sebab itu, peneliti memberikan batasan masalah pada hal pelaksanaan pengawasan piutang yang dilakukan dengan tujuan kelancaran kelangsungan operasional usaha pada PT. Federal International International (FIF).

Dari uraian di atas, timbul berbagai permasalahan bagaimana cara yang digunakan pihak manajemen untuk kelancaran pembayaran piutang ini, maka peneliti mengajukan suatu perumusan masalah sebagai berikut : ”Apakah ada hubungan antara pengawasan piutang dengan likuiditas perusahaan ?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menemukan bukti empiris tentang hubungan pengawasan piutang dengan likuiditas pada PT. Federal International International (FIF) Medan dalam menunjang kelancaran operasi dan keberhasilan perusahaan.


(18)

2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan informasi mengenai tingkat perkembangan perusahaan dalam bidang keuangan untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan dan mengambil kebijaksanaan di masa yang akan datang.

b. Sebagai bahan informasi mengenai tingkat kemampuan perusahaan dalam menangani piutang usahanya yang dapat digunakan sebagai pedoman atau bahan pertimbangan bagi pimpinan PT. Federal International International (FIF) Medan dalam membuat pengawasan piutang yang baik.

c. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang pengawasan yang baik terhadap piutang dan hasil penelitian diharapkan berguna sebagai bahan masukan atau sumbangan pikiran bagi yang memerlukan, khususnya dalam pengembangan karya ilmiah dimasa yang akan datang.

d. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti lebih dalam mengenai pengawasan piutang dan likuiditas.

D. Kerangka Konseptual

Pengawasan merupakan suatu proses mendeterminir apa-apa yang dilaksanakan dan merupakan evaluasi pelaksanaan kerja pada suatu perusahaan. Apabila pengawasan telah dilaksanakan maka akan terhindar dari kesalahan atau penyimpangan di dalam pencatatan atau penagihan piutang pada langganan. Pengawasan piutang juga diperlukan untuk peningkatan efisiensi dan sebagai


(19)

pedoman untuk memperbaiki kebijaksanaan kredit maupun penagihan yang sudah ada.

Piutang merupakan suatu unsur yang penting dalam perusahaan yang menunjukkan sebagian besar harta perusahaan. Piutang usaha pada suatu perusahaan timbul karena adanya transaksi-transaksi penjualan secara kredit atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan dapat menyebabkan adanya piutang yang tak tertagih karena kelalaian dari pihak perusahaan atau pihak penagih.

Pengawasan piutang adalah pengawasan yang bertujuan untuk mendapatkan jaminan yang memadai mengenai adanya kebenaran dan keabsahan tentang piutang yang dicatat. Pengawasan ini berhubungan erat dengan penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh si pencatat piutang. Dalam hal ini pengawasan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh karyawan atau pegawai yang bersangkutan dalam hubungannya dengan pencatatan piutang.

Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansialnya. Apabila perusahaan memiliki kemampuan memenuhi kewajiban finansialnya maka dapat dikatakan likuid dan sebaliknya jika perusahaan tidak mampu membayar maka perusahaan tersebut dikatakan inlikuid. Berpedoman pada likuiditas untuk dapat membiayai suatu aktiva tertentu perlu diusahakan agar jangka waktu pembayaran hutang yang dipinjam tidak lebih singkat dari jangka waktu terikatnya modal tersebut dalam perusahaan.


(20)

Hubungan pengawasan piutang dengan likuiditas dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengawasan Piutang Likuiditas


(21)

9

A. Pengertian dan Pengelolaan Piutang 1. Pengertian Piutang

Setiap perusahaan yang beroperasi pasti mempunyai target dan tujuan. Salah satu tujuan tersebut adalah optimalisasi likuiditas perusahaan melalui penjualan maksimal. Untuk menghasilkan penjualan dalam jumlah besar, tentu tidak mungkin hanya dilakukan secara tunai saja melainkan juga harus dilakukan secara kredit, yaitu suatu kebijaksanaan untuk memberi keringanan kepada pelanggan untuk menunda pembayaran selama satu periode tertentu. Penundaan pembayaran oleh langganan atas penjualan disebut piutang, artinya perusahaan tidak dapat memperoleh uang pada waktu terjadinya penjualan tersebut. Dengan memberikan piutang ini berarti perusahaan telah menanamkan sebagian modalnya dalam piutang yang telah diberikan kepada pihak lain.

Smith dan Skousen (2001:286 ) memberikan definisi piutang adalah sebagai berikut:

Dalam arti luas, istilah piutang dapat digunakan bagi semua hak atau klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa. Namun, untuk tujuan akuntansi istilah ini pada umumnya diterapkan dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu berupa klaim yang diharapkan akan diselesaikan melalui penerimaan kas.

Sedangkan C. Rollins Niswonger et al (2000:232) memberikan definisi piutang sebagai berikut: “Piutang (receivable) meliputi semua tagihan dalam bentuk uang terhadap perorangan, badan usaha, atau pihak tertagih lainnya”.

Warren et al (2005:422) mengklasifikasikan secara umum piutang meliputi semua klaim uang terhadap entitas-entitas lain, termasuk perorangan, perusahaan, dan


(22)

organisasi lainnya. Piutang biasanya diklasifikasikan sebagai usaha, wesel tagih, atau piutang lain.

Berdasarkan artinya secara umum menurut Earl K. Stice et al (2004:479) mengemukakan, “Istilah piutang dapat diterapkan kesemua klaim atas uang, barang dan jasa. Akan tetapi untuk tujuan akuntansi, istilah tersebut secara umum digunakan dalam lingkup yang lebih sempit untuk menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas)”.

Selanjutnya menurut PSAK No. 43 menyebutkan piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha.

Bagi perusahaan, piutang merupakan alternatif untuk menyimpan sementara dana perusahaan yang sekaligus dapat digunakan untuk menarik konsumen dan meningkatkan penjualan. Piutang adalah suatu komponen yang penting dari laporan keuangan khususnya neraca.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan hak atau klaim kepada pihak tertagih dalam bentuk uang ataupun kas.

2. Klasifikasi Piutang

Menurut Smith dan Skousen (2001:239) atas dasar sifat / timbulnya piutang dapat dibedakan menjadi:

1) Piutang usaha ( Trade Receivable )

Piutang usaha merupakan salah satu kredit jangka pendek kepada pelanggan. Pembayaran biasanya jatuh tempo dalam 30 sampai 60 hari. Perjanjian kreditnya merupakan suatu persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen – dokumen perusahaan, seperti sales order dan bukti penyerahan


(23)

barang. Biasanya piutang usaha tidak melibatkan bunga, meskipun bunga dapat saja ditambahkan bilamana pembayarannya tidak dilakukan dalam periode yang telah ditentukan. Piutang usaha merupakan piutang yang paling lazim ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar.

2) Piutang non usaha ( Non Trade Receivable )

Piutang non usaha meliputi seluruh tipe piutang lain. Piutang non usaha timbul dari berbagai transaksi seperti:

a) Penjualan sekuritas atau harta benda lainnya selain persediaan

b) Uang muka kepada pemegang saham, para direktur, pejabat, karyawan dan perusahaan afiliasi

c) Setoran atau deposito kepada kreditur, perusahaan utilitas (Perum), dan instalasi - instalasi lain

d) Pembayaran dimuka atas pembelian

e) Panjar untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau pembayaran biaya. f) Tuntutan atas kerugian atau kerusakan.

Selanjutnya Earl K. Stice et al (2004:479) mengemukakan klasifikasi piutang, yaitu :

1) Piutang dagang (trade receivables), yaitu: kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal bisnis, yaitu, penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelangan. Piutang dagang dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Akan tetapi, dalam kasus dalam piutang dagang adalah “piutang terbuka” tanpa jaminan, dan sering disebut dengan piutang usaha.

2) Piutang non usaha ( Non Trade Receivable ) Piutang ini muncul dari berbagai transaksi, seperti:

1. Penjualan surat berharga atau property lainnya selain persediaan.

2. Deposit atau simpanan untuk jaminan pelaksanaan kontrak atau pembayaran atas beban

3. Klaim untuk pengurangan harga atau pengembalian pajak, dan 4. Piutang dividen bunga.

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa piutang non usaha adalah piutang yang terjadi karena transaksi-transaksi lain yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas utama perusahaan.

3. Penilaian dan Pelaporan Piutang

Menurut Smith dan Skousen (2001, hal 290) “Piutang usaha dilaporkan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan atau nilai kas yang diharapkan akan diterima,


(24)

bukan pada nilai sekarang yang didiskontokan”. Ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat bersih sesudah memperhitungkan estimasi piutang ragu-ragu, potongan penjualan, dan retur serta pengurangan harga jual yang diantisipasikan. Tujuannya adalah agar piutang dilaporkan sebesar klaim terhadap pelanggan yang diharapkan akan tertagih dalam bentuk kas.

Ada dua metode untuk mengakui kerugian dari piutang yang tak tertagih yaitu:

a. Direct Write Off Method (Metode Penghapusan Langsung)

Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan-perusahaan kecil. Metode ini tidak membuat taksiran, tapi apabila jelas diketahui adanya piutang yang tidak dapat ditagih maka piutang tersebut langsung dihapuskan. Metode ini juga tidak akan memberikan perbandingan pendapatan dengan beban periode berjalan dan tidak melaporkan piutang pada nilai bersih yang dapat direalisasikan. Metode ini dianggap menyimpang dari prinsip akuntansi yang diterima umum, maksudnya metode penghapusan merupakan suatu metode yang menyimpang dari prinsip akuntansi dan tidak memberikan penandingan pendapatan dengan beban periode berjalan. Tapi karena sifatnya yang sederhana maka banyak digunakan perusahaan – perusahaan kecil.

Jurnalnya:

Beban piutang tak tertagih xxx


(25)

Contoh :

Dari beberapa debitur diketahui bahwa salah satu debitur yang bernama D.L. Ross telah pindah keluar kota tanpa memberitahu kepada pihak perusahaan. Sedangkan D.L. Ross masih mempunyai hutang sebesar $ 42. Maka jurnal untuk menghapus perkiraan piutangnya adalah :

Beban piutang tak tertagih $ 42

Piutang usaha $ 42

b. Allowance Method (Metode Penyisihan)

Metode ini digunakan untuk mencatat estimasi piutang yang tak tertagih. Pencatatan ini dilakukan pada akhir periode sehingga pada akhir periode harus dilakukan estimasi piutang yang tak tertagih. Beban tersebut akan dilaporkan sebagai beban bagian penjualan atau beban bagian umum dan administrasi, dan perkiraan penyisihan akan ditunjukkan sebagai pengurangan atas piutang usaha, sehingga piutang akan dilaporkan pada jumlah bersih yang dapat direalisasikan. Beban piutang ragu-ragu tersebut dilaporkan sebagai beban bagian penjualan apabila perusahaan beranggapan bahwa beban piutang ragu-ragu merupakan beban yang terjadi karena adanya transaksi penjualan kredit sehingga merupakan tanggung jawab bagian penjualan. Apabila dilaporkan sebagai beban bagian administrasi dan umum, maka ini berarti bahwa perusahaan menganggap beban tersebut merupakan beban yang pasti akan terjadi pada setiap penjualan yang dilakukan secara kredit. Dengan kata lain beban piutang ragu-ragu tersebut merupakan beban yang tidak dapat dihindari pada setiap transaksi penjualan kredit. Apabila terbukti positif mengenai ketidaktertagihan sebagian atau seluruh piutang, seperti bangkrutnya perusahaan


(26)

debitur, meninggalnya debitur, dan sebagainya maka ayat jurnal untuk menghapus piutang tak tertagih adalah:

Jurnalnya:

Beban piutang tak tertagih xxx

Penyisihan piutang ragu – ragu xxx

Bukti positif atas ketidaktertagihan piutang usaha dapat berupa kepailitan atau hilangnya seorang debitur, kegagalan untuk memaksakan penagihan secara hukum oleh adanya halangan penagihan akibat keterbatasan daya upaya. Penghapusan harus didukung oleh bukti ketidak tertagihan piutang dari pihak-pihak yang terpercaya seperti pengadilan, ahli hukum atau lembaga penagihan dan harus diotorisasi secara tertulis oleh pejabat perusahaan yang berwenang.

Penyisihan piutang ragu – ragu xxx

Piutang usaha xxx Contoh :

Dalam saldo piutang usaha sebesar $ 105.000 diantaranya terdapat beberapa pelanggan yang hutangnya sudah lewat jatuh tempo selama beberapa hari yang berbeda-beda. Tidak ada pelanggan tertentu yang saat ini dapat dipastikan tidak dapat tertagih seluruhnya, namun menurut perkiraannya, beberapa akan tertagih sebagian saja dan pelanggan lainnya seluruhnya tak tertagih. Berdasarkan telaah yang cermat diperkirakan bahwa piutang sebesar $ 3000 benar - benar tak tertagih. Jadi, jumlah piutang usaha yang diharapkan dapat diterima adalah sebesar $ 105.000 - $ 3000 = $ 102.000, dan pengurangan sebesar $ 3000 itu merupakan beban piutang tak tertagih untuk periode berjalan. Maka jurnalnya :


(27)

Beban piutang tak tertagih $ 3000

Penyisihan piutang ragu – ragu $ 3000 Contoh :

Diketahui bahwa salah satu debitur yang bernama John Parker telah meninggal dunia. Sedangkan perusahaan masih memiliki piutang pada debitur tersebut sebesar $ 110. Maka jurnal untuk menghapus piutang tersebut dari perkiraan penyisihan adalah :

Penyisihan piutang ragu-ragu $ 110

Piutang usaha – John Parker $ 110

Adakalanya piutang yang telah dihapuskan sebagai piutang tak tertagih secara tak terduga ternyata diterima pembayarannya.

Maka jurnalnya adalah :

Piutang usaha xxx

Penyisihan piutang ragu- ragu xxx

(untuk membalik ayat jurnal yang dibuat guna menghapus piutang) Contoh :

Ternyata piutang terhadap John Parker yang telah dihapuskan, tanpa terduga dibayar lunas oleh ahli warisnya. Maka jurnal untuk menimbulkan kembali piutang tersebut adalah :

Piutang usaha – John Parker $ 110

Penyisihan Piutang ragu-ragu $ 110

Kas/ Bank xxx

Piutang usaha xxx (untuk mencatat hasil penagihan piutang).


(28)

Contoh :

Dari transaksi diatas maka jurnalnya adalah :

Kas $ 110

Piutang usaha $ 110

Ada dua cara untuk menentukan jumlah kerugian piutang yang tak tertagih, yaitu:

1. Atas dasar penjualan

Dengan metode ini, kita menentukan estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase (%) dari penjualan kredit. Biasanya persentase ditentukan berdasarkan persentase rata-rata dari dua tahun terakhir.

Misalnya :

Tahun 1992 1993 1994 Penjualan (Rp) 80 juta 90 juta 140 juta % piutang tak tertagih 1,9 % 2,1 % 2 %

Dengan demikian maka % piutang tak tertagih untuk tahun 1994 adalah 2% yaitu ( 1,9% + 2,1 % ) : 2. Jadi untuk tahun 1994 estimasi piutang ragu – ragu adalah Rp. 2,8 juta, yaitu 2 % x Rp. 140 juta.

Ayat jurnal yang dibuat adalah :

Beban piutang ragu-ragu 2.800.000

Penyisihan piutang ragu-ragu 2.800.000 2. Atas dasar saldo piutang


(29)

Untuk mengestimasikan besarnya piutang tak tertagih berdasarkan saldo piutang maka kita merumuskan melalui penetapan umur piutang (Aging Receivable). Metode analisis umur piutang memberikan pendekatan yang paling memuaskan untuk menilai piutang pada jumlah yang dapat direalisasikan. C. Rollins Niswonger et al (2000:242)

Tabel II – 1. Contoh menentukan jumlah kerugian piutang tak tertagih atas dasar penjualan

PT. ABC

Analisis piutang – 31 Desember 19xx

Debitur Saldo

Belum jatuh Tempo

Lewat jatuh tempo

1-30 hari 31-60 hari 61-90 hari >90 hari PT. AAA 100 100

PT. BBB 80 80

PT. CCC 30 30

PT. DDD 60 60

PT. EEE 10 10

TOTAL 280 100 70 80 30

Sumber : C. Rollins Niswonger et-al (2000:366). Prinsip-Prinsip Akuntansi. Tabel II – 2 Contoh menentukan jumlah kerugian piutang tak tertagih atas dasar


(30)

PT. ABC

Estimasi Jumlah Piutang Tak Tertagih –31 Desember 19xx (dalam Rp.000)

Klasifikasi Saldo

Persentase piutang tak tertagih menurut

pengalaman

Estimasi jumlah piutang tak tertagih

Belum jatuh tempo 100 2% 2

Lewat waktu 1-30 hari 70 5% 3,5

Lewat waktu 31-60 hari 10%

Lewat waktu 61-90 hari 80 15% 12

Lewat waktu > 90 hari 30 20% 6

Total 280 23,5

Sumber : C. Rollins Niswonger et-al (2000:367). Prinsip-Prinsip Akuntansi.

Kalau saldo awal perkiraan penyisihan sudah ada yaitu sebesar Rp.50.000.- maka ayat jurnal berikut akan dibuat :

Penyisihan piutang ragu-ragu 26.500

Penghasilan lain – lain 26.500

4. Pengelolaan Piutang

Dalam hubungannya dengan piutang, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan dan memastikan bahwa piutang dapat ditagih begitu waktunya tiba. Misalnya apabila syarat penjualan yang diberikan adalah 3/10, n/30, maka ini berarti bahwa piutang yang berhubungan dengan penjualan tersebut harus diusahakan dapat ditagih dalam 10 hari setelah dikeluarkan faktur dan untuk itu debitur akan diberikan potongan sebesar 3 %. Tetapi apabila debitur tidak bersedia untuk membayar hutangnya dalam 10 hari setelah tanggal faktur maka pimpinan perusahaan harus berusaha agar tagihan tersebut sudah dapat diterima paling lambat pada hari ke-30 setelah tanggal faktur, dengan demikian diharapkan kerugian akibat piutang tak tertagih dapat ditekan seminimal mungkin.


(31)

Agar tujuan pengelolaan piutang dapat berjalan dengan baik dan benar dan dapat menekan tingkat piutang tak tertagih semaksimal mungkin, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh pihak pimpinan perusahaan, yaitu :

a) Character

Menunjukkan kemungkinan atau probabilitas dari langganan untuk secara jujur memenuhi kewajiban-kewajibannya.

b) Capacity

Yaitu kemampuan langganan untuk membayar hutang tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian sebelum kredit diberikan.

c) Capital

Yaitu modal yang dimiliki oleh langganan dalam menjalankan usahanya. Kalau modal langganan dalam menjalankan usahanya besar maka diharapkan kerugian akibat piutang tak tertagih dapat ditekan seminimal mungkin.

d) Colleteral

Yaitu adanya jaminan guna mendukung pemberian kredit kepada langganan.

e) Conditions

Menunjukkan pengaruh langsung dari tren ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan oleh perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi yang mungkin mempunyai efek terhadap kemampuan langganan dalam memenuhi kewajibannya.

Ada beberapa alat yang dapat digunakan pimpinan perusahaan untuk memonitor pengelolaan terhadap piutang, yaitu :


(32)

Dari analisa umur piutang maka pimpinan perusahaan akan dapat menghitung beberapa jumlah piutang yang tidak tertagih, sehingga dapat diambil tindakan dengan cara menagih piutang-piutang yang seharusnya ditagih.

b. Perputaran piutang

Menunjukkan berapa kali suatu perusahaan menagih piutangnya dalam suatu periode. Makin tinggi perputaran piutang makin baik pula pengelolaan piutang

yang dilakukan perusahaan.

Perputaran piutang =

Rata -Rata Piutang

Bersih Kredit Penjualan

c. Rata-rata jangka waktu penagihan

Menunjukkan rata-rata jangka waktu yang digunakan untuk memperoleh pembayaran piutang. Makin pendek jangka waktu penagihan, makin baik bagi perusahaan.

Rata-rata jangka waktu penagihan 360 : perputaran piutang.

B. Prosedur Pencatatan, Penagihan, dan Penerimaan Piutang 1. Prosedur Pencatatan Piutang

Menurut Zaki Baridwan (2004:155) prosedur pencatatan piutang adalah : “Langkah-langkah yang harus dilalui mulai dari terjadinya sampai dengan pencatatan transaksi tersebut ke buku-buku perusahaan. Prosedur biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang sering terjadi”.

Proses pencatatan piutang dimulai dengan adanya bukti asli penjualan, dalam hal ini adalah faktur penjualan kredit. Faktur penjualan kredit ini diterima bagian


(33)

pembukuan dan akan mencatatnya dalam buku penjualan. Buku penjualan ini memuat tentang tanggal transaksi, nama debitur, nomor faktur penjualan, nomor buku pembantu serta jumlah pencatatan ke dalam penjualan ini dilakukan secara harian yaitu tanggal terjadinya transaksi kemudian di setiap periode tertentu buku penjualan diposting kebuku besar ( debet rekening piutang dan kredit rekening penjualan ). Hal ini dilakukan apabila frekuensi transaksi penjualan setiap harinya cukup banyak. Bila penjualan yang dilakukan setiap periodenya tidak terlalu sering, pencatatan ke dalam buku besar piutang dan buku penjualan dapat dilakukan pada saat penjualan terjadi.

Untuk mencatat piutang dapat dilakukan dengan tiga cara dalam mengerjakan jurnal dan posting yaitu :

a. Metode Konvensional

Dalam metode ini, posting kedalam kartu piutang dilakukan atas dasar data yang di catat dalam jurnal. Berbagai transaksi yang mempengaruhi piutang ialah transaksi penjualan kredit, transaksi retur penjualan, transaksi penerimaan kas dari piutang, dan transaksi penghapusan piutang.

b. Metode Posting Langsung

Metode posting langsung ke dalam kartu piutang dibagi menjadi dua, yaitu : metode posting harian dan metode posting periodic.

c. Metode Pencatatan Tanpa Buku Pembantu (Ledgerless Bookkeeping)

Dalam metode pencatatan piutang ini, tidak digunakan buku pembantu piutang. Faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya yang diterima dari bagian penaguhan, oleh bagian piutang diarsipkan menurut nama pelanggan dalam arsip


(34)

faktur yang belum dibayar. Arsip faktur penjualan ini berfungsi sebagai catatan piutang.

2. Prosedur Penagihan Piutang

Adapun prosedur yang digunakan dalam penagihan piutang yaitu

a. Bagian piutang menyusun daftar tagihan piutang yang telah jatuh tempo. Daftar tagihan tersebut akan diserahkan kepada penagih beserta faktur penjualan asli.

b. Penagih langsung mendatangi pelanggan kealamat masing-masing dan menagih piutang yang tercantum pada daftar tagihan. Setiap pelunasan yang dilakukan pelanggan akan diberikan kwitansi yang telah dicap lunas.

c. Uang hasil penagihan akan diserahkan kepada kasir beserta daftar tagihannya. d. Kasir menghitung uang tagihan dan apabila cocok dengan daftar tagihan, maka

daftar tersebut akan diberi cap telah diterima kasir. Setelah dicap, daftar tagihan tersebut diserahkan kepada penagih.

e. Selanjutnya bagian penagih akan menyerahkan daftar tagihan kepada bagian piutang, dan bagian akuntansi. Bagian piutang mencatat piutang yang telah diterima pada buku tambahan masing-masing pelanggan, dan bagian akuntansi mencatat ke buku harian dan buku besar. (Zaki Baridwan (2004:154)

3. Prosedur Penerimaan Piutang

Menurut Zaki Baridwan (2004:157) : “Prosedur penerimaan piutang dalam sebuah perusahaan melibatkan beberapa bagian dalam perusahaan agar transaksi penerimaan uang tidak terpusat pada satu bagian saja, hal ini perlu agar dapat memenuhi prinsip internal control”.

Bagian yang terlibat dalam prosedur penerimaan piutang ini adalah : a) Bagian surat masuk

Bertugas menerima semua surat yang diterima perusahaan. Surat yang berisi pelunasan piutang harus dipisahkan dari surat lainnya. Setiap hari bagian surat masuk membuat daftar penerimaan uang harian dan mengumpulkan check. Kecocokan jumlah dalam check menjadi tanggung jawab bagian surat masuk.


(35)

Sesudah daftar penerimaan uang harian selesai dikerjakan oleh bagian surat masuk maka daftar tersebut didistribusikan sebagai berikut; satu lembar bersama cek diserahkan kepada kasir dan satu lembar diserahkan kepada seksi piutang.

b) Bagian kasir

Bertugas menerima uang yang berasal dari bagian penagihan, pembayaran langsung atau penjualan dari salesman. Setiap hari kasir membuat bukti setoran ke bank dan menyetorkan semua uang yang diterimanya.

Agar penerimaan uang ini dapat diawasi dengan baik maka satu lembar bukti setor dari bank langsung dikirim kebagian akuntansi. Bukti setor yang diterima dibagian akuntansi dicocokkan dengan daftar penerimaan uang yang dibuat oleh bagian surat masuk dan oleh kasir. Salah satu cara pengawasan penerimaan uang langsung oleh kasir dapat dilakukan dengan dibuatnya bukti kas masuk yang diberi nomor urut yang dicetak.

c) Bagian piutang

Bagian ini bertugas sebagai :

1) Membuat catatan piutang yang dapat menunjukkan jumlah-jumlah piutang kepada tiap-tiap langganan

2) Membuat/ menyiapkan dan mengirimkan surat tagihan piutang kepada tiap-tiap langganan

3) Membuat daftar analisa umur piutang setiap periode. Daftar ini dibuat untuk menilai keberhasilan kebijaksanaan kredit yang dijalankan dan juga sebagai dasar untuk memuat bukti memo untuk mencatat kerugian piutang.


(36)

Dalam prosedur penjualan setiap pengiriman barang untuk pesanan pembeli yang bersifat kredit, harus ada persetujuan dari bagian kredit. Sebagai bahan pertimbangan bagian kredit menggunakan catatan yang dibuat oleh bagian piutang untuk masing-masing langganan.

Persetujuan pembelian kredit ditujukan dalam formulir surat-surat dimana perintah pengiriman dari bagian kredit langsung didistribusikan pada masing-masing bagian yang bersangkutan dan bagian kredit menerima tembusannya guna persetujuan atau penolakan. Dengan penolakan oleh bagian kredit ini maka bagian pesanan penjualan memberitahukan bagian pengiriman barang tersebut.

Surat pernyataan piutang dikirim agar langganan dapat mengetahui berapa jumlah hutangnya pada perusahaan pada tanggal tertentu dicatat, maka langganan dapat menghubungi bagian akuntansi perusahaan untuk mengadakan koreksi.

C. Pengertian Pengawasan

Pengawasan mempunyai arti yang sangat penting dalam setiap proses pencapaian tujuan dari suatu perusahaan, maka akan dapat diketahui semua rencana dan hal-hal yang telah digariskan untuk pelaksanaannya. Untuk itu setiap perusahaan baik yang bergerak di bidang produksi maupun jasa, mengutamakan pengawasan sebagai faktor yang sangat penting.

Pengawasan dapat didefenisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Hal ini berkenaan dengan cara-cara


(37)

membuat kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, serta menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan.

Ikatan Akuntan Indonesia (2001:12) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan Pengawasan intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya syarat-syarat mengenai unsur dari pengawasan intern, apabila syarat-syarat telah dipenuhi maka kemungkinan terjadinya kerugian bagi perusahaan dapat dihindari.

Mockler dalam Handoko (2001:160) mengemukakan bahwa pengawasan sebagai “suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi”.

Selanjutnya menurut Fayol dalam Harahap (2001:10) mengemukakan “Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari”.

Berdasarkan defenisi di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan itu bertujuan untuk pelaksanaa suatu rencana dengan apa yang ingin dicapai perusahaan sehingga terwujud sasaran yang ditetapkan. Pengawasan ini juga untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan perusahaan. Bagi perusahaan


(38)

besar, dimana jaringan perusahaan semakin kompleks, pengawasan mutlak diperlukan dan dipelihara sebaik – baiknya.

Pengawasan dapat dilaksanakan dengan beberapa cara yaitu :

1) Pengawasan langsung, yang dilakukan oleh pribadi-pribadi anggota, pimpinan atau oleh pihak yang biasanya seorang akuntan publik.

Apabila organisasi perusahaan semakin luas maka pengawasan langsung ini sukar dilaksanakan oleh akuntan publik.

2) Pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan yang disebut dengan sistem pengawasan intern.

1. Pentingnya Pengawasan

Adanya berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi atau perusahaan, yaitu :

a. Perubahan lingkungan organisasi

Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus menerus dan tidak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, ditemukannya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Disini manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi. Sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan tersebut.

b. Peningkatan kompleksitas organisasi

Semakin besar organisasi akan semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati- hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin bahwa


(39)

kualitas dan profitabilitas tetap terjaga. Penjualan eceran pada para penyalur perlu dianalisis dan dicatat secara tepat, bermacam-macam pasar organisasi luar dan dalam negeri perlu selalu dimonitor. Disamping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi dengan banyak agen-agen atau cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang terpisah secara geografis, atau fasilitas penelitian yang tersebar luas. Semuanya memerlukan fungsi pengawasan yang lebih efektif dan efisien.

c. Kesalahan-kesalahan

Bila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan uji pengawasan. Tapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan, seperti memesan barang atau komponen yang salah, membuat penentuan harga yang terlalu rendah, masalah-masalah didiagnosa secara tidak tepat, maka sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.

d. Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang.

Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya, tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah para bawahan telah melakukan tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengelementasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut manajer tidak dapat memeriksa pelaksanaan tugas bawahan.

Di samping itu perlu ditempuh cara-cara dalam proses dan prosedur pengawasan, yaitu :


(40)

1) Menetapkan rencana-rencana pengawasan

Dalam rencana pengawasan ini perlu diperhatikan sistem-sistem yang dipergunakan dalam perusahaan, yaitu :

a) Sistem pengawasan yang digunakan

b) Standar-standar pengawasan yang diterapkan c) Rencana operasional yang dijalankan.

2) Pelaksanaan pengawasan

Pelaksanaan pengawasan dapat menggunakan suatu sistem pengawasan, yaitu :

a) Inpektif, yaitu melakukan pemeriksaan setempat untuk mengetahui secara

langsung keadaan sesungguhnya.

b) Komperatif, yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana

yang ditetapkan.

c) Verifikasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan manajemen khususnya dalam

bidang keuangan.

d) Investigatif, yaitu menyelidiki untuk mengetahui atau penyelewengan dan

penyimpangan yang tersembunyi.

Semua sistem pengawasan ini bersifat refresif. 3) Penilaian atau evaluasi dari pelaksanaan pengawasan.

Yaitu untuk mengetahui apakah sistem yang di jalankan itu sudah memenuhi kebutuhan pengawasan atau tidak.

Dalam versi lain proses pengawasan adalah serangkaian tindakan dalam melaksanakan pengawasan. Rangkaian tindakan ini mutlak dilaksanakan di manapun


(41)

dan terhadap objek apapun tanpa terkecuali, proses pengawasan ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui oleh pimpinan dalam melaksanakan pengawasan.

2. Komponen Pengawasan Intern

Pengawasan intern suatu organisasi terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang memadai agar tujuan organisasi dapat dicapai. Dalam penyusunan sistem pengawasan intern ada beberapa komponen yang harus diperhatikan.

Hadibroto dan Oemar Witarsa (2004: 3) menyebutkan :

Pengawasan intern adalah merupakan suatu sistem pengawasan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur rencana organisasi, unsur sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang mampu untuk mengadakan pengawasan akuntansi terhadap harta benda, kewajiban, hasil dan biaya unsure praktek yang sehat untuk dilaksanakan dalam penunaian tugas pada tiap hari bagian organisasi dan unsure mutu personalia yang memadai sesuai dengan tanggungjawabnya. Jadi tujuan sistem pengawasan intern ialah untuk mengamankan harta benda organisasi, memperoleh data akuntansi yang tepat dan dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong akan kepatuhan terhadap kebijaksanaan pimpinan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pengawasan intern mencakup pengawasan yang dapat dibedakan atas pengawasan akuntansi dan pengawasan administrasi. Pengawasan akuntansi yaitu pengawasan yang meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur yang terutama menyangkut dan berhubungan langsung dengan pengamanan harta benda serta mengecek ketelitian dan dapat dipercaya atau tidaknya data akuntansi, seperti adanya sistem otorisasi/pengesahan dan persetujuan transaksi-transaksi, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus, adanya pemisahan tugas antara pihak yang mencatat dan membuat laporan dengan pihak yang menyimpan aktiva, adanya


(42)

pencatatan transaksi agar memudahkan penyiapan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim atau kriteria lain yang sesuai dengan tujuan laporan tersebut serta memudahkan dalam mengadakan pertanggungjawaban atas aktiva. Pengawasan akuntansi ini sering juga disebut dengan pengawasan yang bersifat

preventif.

C. Rollins Niswonger et al (2002:184) mengemukakan bahwa pengendalian intern memberikan jaminan yang wajar bahwa : “1) aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha, 2) informasi bisnis akurat, dan 3) karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan”.

Untuk mencapai tiga tujuan tersebut di atas C. Rollins Niswonger et al (2002: 184) merancang dan menerapkan lima unsur pengendalian intern, yaitu: “Lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, pemantauan atau monitoring serta komunikasi dan informasi”.

Selanjutnya Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) struktur pengawasan intern satuan usaha terdiri dari tiga unsur berikut ini :

1) Lingkungan pengawasan

Unsur ini mempengaruhi kesadaran anggotanya akan lingkungan pengawasan yang akan menentukan sifat dari suatu organisasi. Disamping itu unsur ini merupakan dasar yang dapat memberikan disiplin dan struktur bagi keseluruhan komponen pengawasan intern lainnya. Lingkungan pengawasan piutang meliputi tindakan, kebijakan dan prosedur yang menunjukkan sikap manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masalah pengawasan piutang.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) adapun tindakan kebijakan dan prosedur tersebut terdiri dari beberapa faktor :

a) Falsafah manajemen dan gaya operasi b) Struktur organisasi satuan usaha


(43)

c) Berfungsinya dewan komisaris dan komite-komite yang dibentuk d) Metode pemberian wewenang dan tanggung jawab

e) Metode pengendalian manajemen dalam memantau dan menindak lanjuti kinerja, termasuk audit intern

f) Kebijakan dan praktek personalia

g) Berbagai faktor extern yang mempengaruhi operasi dan praktik satuan usaha, seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh badan legislatif dan pemerintah.

Gabungan faktor-faktor di atas mempengaruhi lingkungan pengendalian dalam membentuk, memperkuat dan memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu.

2) Sistem akuntansi

Sistem akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasikan, menghimpun, menganalisis, mengelompokkan, mencatat, dan melaporkan transaksi satuan usaha dan untuk menyelenggarakan pertanggungjawaban aktiva dan kewajiban yang bersangkutan dan transaksi tersebut.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) penyusunan sistem akuntansi yang efektif harus mempertimbangkan pembuatan metode dan catatan yang akan:

a) Mengidentifikasi dan mencatat semua transaksi sah

b) Menggambarkan transaksi secara tepat waktu dan cukup rinci sehingga memungkinkan pengelompokan transaksi secara semestinya untuk pelaporan keuangan

c) Mengukur nilai transaksi dengan cara yang memungkinkan pencatatan nilai keuangan yang layak dalam laporan keuangan

d) Menentukan periode terjadinya transaksi untuk memungkinkan pencatatan transaksi pada periodetansi yang semestinya

e) Menyajikan dengan semestinya transaksi dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.


(44)

Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa sistem akuntansi untuk piutang merupakan teknik yang dipergunakan untuk memproses piutang mulai dari terjadinya piutang sampai pada pelaporannya. Teknik yang dipergunakan tersebut dapat berupa dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang diperlukan sehubungan dengan piutang tersebut.

3) Prosedur pengawasaan

Merupakan serangkaian tindakan/aktivitas yang diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap piutang. Prosedur ini meliputi kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pihak manajemen dalam pencapaian tujuan dan pengawasan piutang.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2002:319) secara umum prosedur pengawasan dapat dikelompokkan kedalam prosedur yang berkaitan dengan:

1) Otorisasi yang semestinya atas transaksi dan kegiatan

2) Pemisahan tugas yang mengurangi kesempatan yang memungkinkan seseorang dalam posisi yang dapat melakukan dan sekaligus menutupi kekeliruan atau ketidakberesan dalam pelaksanaan tugasnya sehari – hari.

3) Dokumen dan catatan yang memadai

Dokumen dan catatan yang memadai merupakan objek fisik dimana setiap transaksi dibukukan dan diikhtisarkan, yang terdiri dari ; faktur, cek, kontrak, kartu pencatat kerja, rekonsiliasi bank, rekening koran, kartu stok gudang, dan dokumen lainnya.

4) Pengawasan fisik atas aktiva dan pencatatan (Access Controls) merupakan pengawasan fisik secara langsung terhadap aktiva atau pengawasan tidak langsung melalui pemrosesan dan pembuatan dokumen.

5) Pengecekan pelaksanaan kerja yang terpisah, yang terdiri dari pengecekan terpisah meliputi kualitas personalia dan kebenaran dokumen, pencatatan dan jumlah laporan. Pengecekan pelaksanaan kerja yang terpisah terdiri dari pengecekan clerk, karyawan, membandingkan aktiva yang keluar dengan pencatatan saldo membuat rekonsiliasi.


(45)

D. Pengertian Likuiditas

Menurut Weston J. Fred dan Eugene Brigham (2004:57), “likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo”.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa likuiditas adalah hubungan atau perbandingan antara kewajiban finansialnya (harus dipenuhi pada tahun berjalan) dengan kemampuan yang dimiliki perusahaan yaitu aktiva lancar.

Apabila perusahaan memiliki kemampuan memenuhi kewajiban finansialnya maka dapat dikatakan likuid, dan sebaliknya perusahaan yang tidak mampu membayarnya maka perusahaan tersebut dikatakan inlikuid. Berpedoman pada likuiditas, untuk dapat membiayai suatu aktiva tertentu perlu diusahakan agar jangka waktu pembayaran modal yang dipinjam tidak lebih singkat dari jangka waktu pengggunaan modal atau jangka waktu terikatnya modal tersebut dalam perusahaan.

Dalam menghitung kemampuan perusahaan membayar hutang yang akan jatuh tempo digunakan beberapa rasio likuiditas, yaitu:

1. Current Ratio

Adalah suatu cara untuk menghitung kemampuan membayar hutang lancar dengan jalan membandingkan total aktiva lancar dengan total hutang lancar. Rumus :

Current ratio =

Lancar Hutang

Lancar Aktiva

x 100%

Ratio ini menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek. Semakin tinggi tingkat current ratio, berarti semakin likuidlah perusahaan


(46)

tersebut. Current ratio umumnya digunakan sebagai standar adalah 200% atau 2 : 1, artinya bahwa setiap Rp. 1,- hutang lancar dijamin oleh Rp. 2,- aktiva lancar.

2. Quick ratio atau Acid test ratio

Fungsi dan kegunaan ratio ini sama dengan current ratio. Perbedaannya terletak pada rumusnya, yaitu:

Rumus :

Quick ratio =

Lancar Hutang

Persediaan

-Lancar Aktiva

Quick ratio sering digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan adalah

karena secara umum persediaan dalam aktiva lancar adalah merupakan komponen yang kurang cair dibandingkan dengan kas, surat – surat berharga, dan piutang. Banyak orang berpendapat bahwa dilihat dari quick ratio 100% dianggap baik. Akan tetapi sebenarnya quick ratio yang tepat tergantung pada kepastian cash

flow dari perusahaan. Untuk mengukur likuiditas perusahaan sering digunakan current ratio, quick ratio, dan cash ratio.

Apabila perusahaan mempunyai persediaan yang sulit dicairkan maka quick

ratio dan cash ratio dapat digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan.

3. Cash ratio atau Absolute liquidity ratio

Sering pula terjadi current ratio dan quick ratio dianggap tidak cukup untuk mengukur likuiditas perusahaan walaupun struktur aktiva lancar maupun komposisi hutang lancar adalah sama. Hal ini disebabkan karena dianggap piutang dagang dan persediaan kurang cair. Dalam keadaan perekonomian yang sulit seperti masa resesi ekonomi hampir semua perusahaan mengalami kesulitan


(47)

dalam pengumpulan piutang. Sehingga yang dianggap dapat melunasi kewajiban jangka pendek hanya kas dan surat – surat berharga. Sehingga para kreditur jangka pendek lebih suka melihat cash ratio.

Rumus : Cash ratio =

Lancar Hutang

berharga Surat

-Surat Kas+

Dalam keadaan perekonomian yang baik walaupun cash ratio rendah tidak menghawatirkan para kreditur jangka pendek. Tetapi dalam keadaan perekonomian sulit seperti situasi resesi kreditur jangka pendek biasanya lebih menghendaki cash ratio yang lebih tinggi.

4. Net working capital

Modal kerja netto dari sebuah perusahaan adalah merupakan selisih aktiva lancar dengan hutang lancar. Hasil dari modal kerja netto tidak banyak memberikan arti untuk dijadikan sebagai alat pembanding dengan modal kerja netto rata – rata industri dimana perusahaan beroperasi, akan tetapi angka tersebut akan sangat berfaedah sebagai alat untuk pengendalian intern.

Rumus :

Net working capital = 100%

Aktiva Jumlah

Lancar Hutang

-Lancar Aktiva

x

Weston J. Fred dan Eugene Brigham (2004:294).

E.Kriteria Likuiditas

Bambang Riyanto (2001:19) menyatakan “Likuiditas badan usaha dapat diketahui dari neraca pada suatu saat antara lain dengan membandingkan jumlah


(48)

aktiva lancar (current assets) di satu fihak dengan hutang lancar ( current liabilities) di lain fihak, hasil perbandingan tersebut adalah apa yang disebut Current Ratio”.

Current ratio ini merupakan ukuran yang berharga untuk mengukur

kesanggupan suatu perusahaan untuk memenuhi current obligation-nya. Secara kasar dapatlah dikatakan bahwa bagi perusahaan yang bukan perusahaan kredit, current

ratio kurang dari 2 : 1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun

misalnya sampai lebih dari 50%, maka jumlah lancarnya tidak akan cukup lagi untuk menutup hutang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Dengan demikian pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman yang mutlak.

F. Hubungan Pengawasan Piutang dengan Likuiditas

Piutang dagang merupakan aktiva yang relatif likuid, biasanya dikonversikan menjadi kas dalam jangka waktu 30 hari hingga 60 hari. Oleh karena itu, piutang dagang dari pelanggan diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, muncul di neraca setelah kas dan investasi jangka pendek pada surat berharga. Nama lain untuk piutang dagang adalah piutang niaga (trade receivable). Perusahaan mendebit rekening Piutang Dagang dan mengkredit rekening Penjualan pada saat mencatat penjualan kredit.

Charles Horngren et al. (2001:404) mengemukakan bahwa Penjualan secara kredit akan menimbulkan keuntungan sekaligus kerugian. Orang yang tidak


(49)

membayar akan melakukan pembelian secara kredit, penerimaan dan keuntungan perusahaan akan meningkat tetapi kerugian yang dialami perusahaan tersebut akan meningkat pula. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah piutang yang tidak tertagih. Lebih lanjut Munawir (2002:68) mengmukakan bahwa Piutang tak tertagih akan mengurangi atau menurunkan jumlah piutang dagang. Piutang lancar perusahaan ialah sumber utama untuk membayar kembali utang lancar dan utang-utang lain. Hal ini dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan. Jadi ukuran likuiditas adalah rasio lancar.

Stice K Earl et al (2004:485) menyatakan “bahwa cara yang paling efektif untuk mengakui kerugian dari akun yang tak tertagih adalah mendebitkan beban, seperti beban piutang ragu-ragu, beban piutang sanksi atau puting tak tertagih serta, mengkredit piutang usaha pada saat diterapkan bahwa suatu piutang tak dapat ditagih

C. Rollins Niswonger et al. (2002:353) menyatakan :

Pengendalian yang memadai atas piutang usaha dimulai dengan persetujuan penjualan oleh pejabat perusahaan yang bertanggung jawab atau bagian kredit, sesudah peringkat kredit pelanggan dikaji – ulang. Demikian pula penyesuaian piutang usaha, seperti retur dan pengurangan penjualan serta potongan penjualan, juga harus disetujui atau diperiksa kembali oleh pihak yang bertanggung jawab. Prosedur penagihan yang efektif juga harus ditetapkan guna memastikan penagihan yang tepat waktunya atas piutang usaha dan untuk meminimisasikan kerugian dari piutang tak tertagih. Penggunaan yang tepat atas perkiraan pengendali dan buku piutang usaha juga meningkatkan efektivitas pengendalian atas piutang usaha.

Lebih lanjut Stice K. Earl et al. (2004:485) menyebutkan :

Estimasi piutang tak tertagih dapat dasarkan pada penjualan periode tersebut atau berdasarkan jumlah piutang usaha yang belum dibayar pada akhir periode. Ketika dasar penjulan digunakan, jumlah piutang tak tertagih ditahun-tahun sebelumnya terhadap total penjualan akan memberikan persentase perkiraan piutang tak tertagih. Persentase in dapat diubah oleh


(50)

perkiraan berdasarkan pengalaman saat ini. Oleh karena akun piutang tak tertagih hanya terjadi pada penjualan secara kredit, merupakan hal logis untuk mengembangkan persentase perkiraan piutang tak tertagih berdasarkan penjulan kredit pada periode yang telah lewat. Persentase ini kemudian diaplikasikan kepenjulan kredit periode saat ini. Akan tetapi, karena diperlukan pekerjaan tambahan untuk memelihara catatan terpisah atas penjulan tunai dan kredit atau dalam menganalisis data penjualan, persentase tersebut sering kali di kembangkan berdasarkan total penjulan. Kecuali jika terdapat banyak fluktuasi periodic dalam proporsi penjulan tunai dan kredit metode persentase total penjualan biasanya akan memberikan hasil yang memuaskan.


(51)

39

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian untuk menguraikan aspek-aspek fenomena atau karakteristik variable atau objek tertentu yang diperoleh peneliti dari subjek berupa individu, organisasional atau industri.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari perusahaan tetapi belum diolah yaitu hasil wawancara. Data sekunder adalah data yang diambil langsung dari perusahaan yang terdiri dari :

1. Sejarah singkat berdirinya perusahaan. 2. Struktur organisasi.

3. Tugas dan fungsi setiap bagian dalam struktur organisasi.

4. Data yang berhubungan dengan pengendalian intern terhadap piutang pada perusahaan.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah pihak-pihak yang berkompeten yaitu bagian akuntansi dan bagian lain yang berhubungan dengan pengendalian intern atas piutang dalam perusahaan.


(52)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah :

1. Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhdap objek yang diteliti, dimana yang menjadi objek penelitian adalah PT. Federal International International (FIF) Medan.

2. Teknik wawancara yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak perusahaan khususnya bagian akuntansi yang berhubungan dengan masalah piutang dalam perusahaan.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini penulis gunakan metode deskriptif, yaitu :

merupakan suatu penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Selanjutnya sifat motode tersebut adalah kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori sehingga memperoleh kesimpulan.

E. Responden

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah bagian piutang (A/R Departemen) dan bagian keuangan (Finance Departemen).

F. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2007 sampai dengan Oktober 2007

dengan lokasi penelitian di PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan beralamat di Jl. Kapt. Muslim no. 60 DEF Medan.


(53)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Perusahaan a. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Federal International Finance (FIF) adalah salah satu perusahaan pembiayaan dibawah naungan PT. Astra International, Tbk yang bergerak dibidang usaha pembiayaan sepeda motor khususnya merk Honda.

PT. Federal International Finance (FIF) berdiri pada tanggal 1 Mei 1989 dengan nama PT. Mitrapusaka Artha Finance. Kemudian pada tanggal 21 Oktober 1991 berganti nama menjadi PT. Federal International Finance (FIF).

PT. Federal International Finance (FIF) berkantor pusat di Gedung AMDI-B jalan Gaya Motor Raya No. 8 Sunter II Jakarta Utara. PT. Federal International Finance (FIF) memiliki jaringan pelayanan yang terdiri dan 108 Kantor Cabang yang berlokasi di seluruh Indonesia dan 242 kantor unit pembantu (pos). Salah satu kantor cabang yang telah didirikan adalah kantor Cabang Medan yang didirikan pada tahun 1997 untuk menunjang operasional perusahaan serta mendukung kesejahteraan masyarakat kota Medan ke arah yang lebih baik.

PT. Federal International Finance (FIF) semakin solid dari tahun ke tahun sebagaimana tercermin dari kinerja perusahaan yang terus mengalami peningkatan serta pengakuan terhadap mutu pelayanan melalui sertifikasi ICSA (Indonesian

Customer Satisfaction Award) kategori pembiayaan kenderaan roda dua sejak tahun

2003, PT. Federal International Finance (FIF) mendapatkan penghargaan Pride in


(54)

Performance 2005 kategori Winner dan Grand Prize versi Jardine Mathesson sebagai

salah satu pemegang saham terbesar PT. Astra Internasional, Tbk sehingga memperkokoh posisinya sebagai perusahaan sustainable dan bertaraf internasional.

PT. Federal International Finance (FlF) sebagai perusahaan pembiayaan roda dua merupaan perusahaan pembiayaan resmi sepeda motor merk Honda bekerja sama dengan PT. Astra Honda Motor memiliki reputasi yang dapat diandalkan dan teruji dalam melayani dan dipercaya masyarakat kecil, menengah dan besar. Semua kebanggaan tersebut tentunya tidak terlepas dan sumber daya manusia yang ahli dan terampil dalam bidangnya yang saat ini dimiliki oleh perusahaan serta ditunjang dengan teknologi informasi terkini dan peranan besar beberapa dari mitra usaha (main

dealer Honda disetiap propinsi) yang sampai detik ini memiliki eksistensi serta

loyalitas yang tinggi bagi kemajuan PT. Federal International Finance (FIF).

b. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas

Sebuah perusahaan berskala besar seperti PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan memiliki pola kepemimpinan yang berjenjang dari tingkat pusat ke daerah. Ditingkat pusat PT. Federal International Finance (FIF) memiliki jenjang keorganisasian yang disebut Head Office (HO) sedangkan ditingkat daerah disebut Cabang. Dari sebuah cabang didirikan pula kantor unit pembantu yang disebut pos yang dipimpin oleh seorang Ka. Pos yang membawahi beberapa Departemen yang hampir sama seperti yang ada di kantor cabang. Tujuan didirikannya pos ini adalah untuk membantu pelayanan konsumen didaerah tertentu serta untuk mencapai target pasar yang lebih terarah sesuai dengan domisili konsumen ataupun calon konsumen.

Berikut struktur organisasi yang digunakan PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(55)

GAMBAR 4.1

STRUKTUR ORGANISASI

PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) CABANG MEDAN


(56)

Adapun tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian dari struktur organisasi tersebut adalah:

1. Kepala Cabang.

a. Memimpin para karyawan yang berada dilingkungan kantor cabang untuk dapat menyelesaikan tugas masing-masing sesuai dengan target yang telah diberikan.

b. Mengkoordinir dan mengawasi para bawahan agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan terarah.

c. Bersama bawahan senantiasa menjaga hubungan dengan masyarakat luas dan selalu menjaga nama baik dan terus meningkatkan citra perusahaan.

d. Membuat laporan yang menyangkut perkembangan perusahaan pada kantor cabang ke pusat secara Iengkap, continue dan komprehensif

e. Mengkoordinir seluruh lini guna mencapai target dan sasaran yang ditetapkan perusahaan, yang tidak terlepas dan sasaran pusat.

2. Business Support Departement (BSD)

a. Business Support Departement (BSD) Officer

1) Bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran aktivitas perusahaan baik dilingkungan kantor cabang maupun kantor unit pembantu dari segi internal maupun eksternal.

2) Bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan perusahaan yang berhubungan dengan operasional maupun kerumah tanggaan perusahaan.


(57)

3) Bertanggung jawab penuh terhadap sumber daya perusahaan dan kekayaan (asset) perusahaan baik yang sifatnya bergerak maupun tidak bergerak

b. General Affair (GA) Operation

1) Bertanggung jawab penuh terhadap sektor ekstenal perusahaan

2) Membangun/membina hubungan yang harmonis dengan masyarakat dilingkungan sekitar kantor

3) Menjadi duta perusahaan dalam menjalin hubungan/kerja sama dengan perusahaan lain/instansi pemerintahan

c. Human Resources Development (HRD) Operation

1) Bertanggung jawab terhadap sektor internal perusahaan 2) Bertanggungjawab terhadap aspek SDM diperusahaan

3) Melakukan perekrutan karyawan baru dan meningkatkan kualitas karyawan.

3. Marketing Departement

a. Account Officer (AO)

1) Bertanggung jawab terhadap kegiatan pemasaran produk perusahaan 2) Merumuskan strategi pemasaran produk perusahaan.

3) Bersama dengan Credit Departement dalam merumuskan program- program tertentu yang berhubungan dengan peningkatan penjualan

4) Melaksanakan kegiatan promosi untuk meningkatkan penjualan sepeda motor baru dan bekas


(58)

b. Junior Account Officer (JAO)

1) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemasaran produk perusahaan 2) Melakukan riset pasar untuk mengetahui kebutuhan masyarakat

3) Menjalin kerjasama yang erat dengan dealer-dealer resmi sepeda motor Honda.

4. Account Receivable (A/R) Departement

a. Account Receivable (A/R) Officer

1) Bertanggung jawab penuh terhadap pengembalian piutang perusahaan berdasarkan target yang ditetapkan perusahaan.

2) Bertanggung jawab penuh dalam mengelola seluruh account perusahaan. 3) Memberikan laporan periodik tentang tanggung jawabnya kepada kepala

cabang.

b. Account Receivable (A/R) Operation

1) Membantu A/R Officer dalam mencapai target pengembalian piutang perusahaan.

2) Melakukan pembinaan terhadap konsumen yang lancar ataupun tidak lancar

3) Melakukan pengawasan dan analisis terhadap account diwilayah kerjanya.

4) Memimpin beberapa collector untuk mencapai target yang ditetapkai A/R


(59)

Collector

a) Melakukan penagihan kredit bermasalah secara langsung kepada konsumen dalam memenuhi target yang ditetapkan A/R operation.

b) Membina dan menyampaikan informasi tentang peraturan kredit kepada konsumennya.

c) Membenkan solusi kepada konsumen yang tertunggak

d) Menganalisis terjadinya hambatan pembayaran angsuran konsumen serta memutuskan apakah kredit konsumen dihentikan atau dilanjutkan

c. Account Receivable (A/R) Administrator

1) Melaksanakan kegiatan administrasi di departemen A/R yang berhubungan dengan dokumen-dokumen

2) Melakukan pendistribusian kwitansi kepada collector

3) Over book dan mengawasi tagihan colector setiap ban dan melakukan

entry pembayaran angsuran melalui colector

d. Customer Service A/R

1) Sebagai pusat informasi tentang tata cara pembayaran kredit di perusahaan yang ditempatkan di dealer resmi

2) Menerima pembayaran angsuran kredit dari konsumen

e. Desk Collector

1) Mengingatkan konsumen tentang jatuh tempo pembayaran angsuran sekaligus Melakukan penagihan terhadap konsumen melalui telepon


(1)

Aktiva Passiva Aktiva Lancar

Kas dan Bank

Piutang Konsumer Finance Piutang Lease

Nilai Residu Lease

Biaya Yang Dibayar Dimuka Cadangan Penyisihan Piut Ragu-ragu

Piutang Dagang Lain-lain

Jumlah Aktiva Lancar

Aktiva Tetap

Aktiva Tetap

Akumulasi Penyusutan

Nilai Buku Aktiva Tetap

Jumlah Aktiva

25.728.619 11.381.600.722 29.568.611.689 25.566.285.966 11.979.238 ( 532.235.010

40.856.291 --- 66.062.827.515

212.323.900 ( 102.798.422

109.525.478

66.172.352.993 )

)

Hutang Lancar

Hutang Kepada Bank

Hutang Piutang Wilayah Dengan Pusat Simpanan Jaminan

Hutang Bank BNI- KUK

Biaya Yang Masih Harus Dibayar Hutang Pajak

Hutang Lancar Lain-lain

Jumlah Hutang Lancar

Modal

Bunga yang Ditangguhan Laba yang Ditahan (Defisit)

Jumlah Modal

Jumlah Passiva

( 759.590.525 ( 10.497.553.413 ( 25.566.285.966 ( 198.263.791 ( 19.097.012 ( 1.202.219 ( 401.000 --- ( 37.042.393.926

( 7.810.595.241 ( 21.319.363.826 --- ( 29.129.959.067

( 66.172.352.993 ) ) ) ) ) ) )

)

) )

)


(2)

Lampiran 3

PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan

N e r a c a

Per 31 Desember 2004

Aktiva Passiva

Aktiva Lancar

Kas Bank

Piutang Konsumer Finance Piut.Promes (Piut. Prog Khusus) Piutang Lease

Piutang Ragu-ragu Leasing Piutang KKB

Putang Dagang Lain-lain Uang Muka

Nilai Residu Lease

Biaya Yang Dibayar Dimuka Biaya Bunga KKB Yang Ditangguhkan

Jumlah Aktiva Lancar

Aktiva Tetap

Aktiva Tetap

Akumulasi Penyusutan Nilai Buku Aktiva Tetap

Aktiva Lain-lain

Uang Jaminan

Jumlah Aktiva Lain-lain

Jumlah Aktiva 10.936.000 43.426.768 26.964.599.148 363.590.420 34.833.976.927 ( 891.354.564 29.834.947.675 ( 2.868.530 393.170. 29.059.248.433 101.809.687 70.183.964 --- 120.388.889.098 532.709.350 ( 244.211.667 288.497.683 350.000 350.000 120.687.736.781 ) ) ) Hutang Lancar Hutang Bank Hutang KKB Simpanan Jaminan Hutang BNI – KUK (Extra) Biaya Yang Masih Harus Dibayar Bunga Yang Masih Harus Dibayar Hutang Pajak Pasal 21

Hutang Pajak Pasal 23 Hutang Lancar Lain-lain Hutang Dagang Non Dealer

Jumlah Hutang Lancar

Hutang Lain-lain

Bunga yg ditangguhkan Cons. Finance Bunga promes

Bunga yang ditangguhkan leasing Selisih bunga KKB yang ditangguhkan Hutang Piutang Cabang Dengan Pusat

Jumlah Hutang Lain-lain

Modal

Laba yang Ditahan (Defisit)

Jumlah Passiva

( 1.627.850.221 ( 29.139.296.601 ( 29.059.248.433 ( 31.160.294 ( 177.580.731 ( 17.922.620 ( 1.721.881 ( 342.767 ( 45.917.740 ( 10.169.450 --- ( 60.111.210.738

( ( 4.835.067.018 ( 136.174.903 ( 7.547.535.425 ( 1.918.352.748 ( 15.790.313.871 --- ( 30.227.443.965

( 30.349.082.078

( 120.687.736.781 ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )


(3)

Aktiva Passiva Aktiva Lancar

Kas dan Bank

Piutang Konsumer Finance Piutang Lease

Nilai Residu Lease

Biaya Yang Dibayar Dimuka Piutang KKB-Per Pola-Per Dealer

Cadangan Penyisihan Piut Ragu-ragu

Piutang Dagang Lain-lain Bunga Yang ditangguhkan

Jumlah Aktiva Lancar

Aktiva Tetap

Aktiva Tetap

Akumulasi Penyusutan

Nilai Buku Aktiva Tetap

Aktiva Lain-lain

Uang jaminan Pinjaman Karyawan

Jumlah Aktiva Lain-lain

Jumlah Aktiva

82.896.839 28.494.876.361 24.483.607.514 20.861.072.720 101.769.074 3.526.705.970

( 897.424.559

( 23.937.152 2.671.160 --- 76.632.437.927

424.687.550 ( 226.273.532 --- 198.414.018

350.000 200.000 --- 550.000

76.831.201.945 )

)

)

Hutang Lancar

Hutang Kepada Bank Hutang KKB Simpanan Jaminan Hutang Bank BNI- KUK Biaya yang masih harus dibayar Hutang Pajak 21

Hutang Pajak 23 Hutang Lancar Lain-lain Hutang Dagang Non Dealer

Jumlah Hutang Lancar

Hutang Lain – lain

Bunga yg ditangguhkan Cons. Finance Bunga Promes

Bunga yg ditangguhkan Leasing Selisih bunga KKB yg ditangguhkan Hutang Piutang cabang dengan Pusat

Jumlah Hutang Lain-lain

Modal

Laba yang Ditahan (Defisit)

Jumlah Passiva

( 870.889.756 ( 3.435.267.410 ( 20.861.072.720 ( 30.807.468. ( 9.568.795 ( 7.373.257 ( 361.135 ( 9.086.125 ( 26.438.500

--- ( 25.250.865.166

( 5.329.019.841 ( 23.839.316 ( 5.108.757.346 ( 218.827.110 ( 14.518.315.541 --- ( 25.198.759.154

( 26.381.577.625

( 76.831.201.945 ) ) ) ) ) ) ) ) )

)

) ) ) ) )

)

)


(4)

Lampiran 5

PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan

N e r a c a

Per 31 Desember 2006

Aktiva Passiva

Aktiva Lancar

Kas Bank

Piutang Konsumer Finance Piut. Promes (Piut. Prog Khusus) Piutang Lease

Piutang Ragu-ragu Leasing Piutang KKB

Piutang Dagang Lain-lain Biaya Yang Dibayar Dimuka Biaya bunga KKB yang ditangguhkan

Nilai Residu Lease

Jumlah Aktiva Lancar

Aktiva Tetap

Aktiva Tetap

Akumulasi Penyusutan

Nilai Buku Aktiva Tetap

Aktiva Lain-lain

Uang jaminan

Jumlah Aktiva Lain-lain

Jumlah Aktiva 10.782.650 12.726.551 27.210.082.029 361.090.420 35.212.308.959 ( 895.067.296 35.146.940.749 ( 300.000 97.860.674 73.913.686 29.762.733.433 --- 126.993.071.855 532.709.350 ( 253.516.767 --- 279.192.583 350.000 --- 350.000 127.272.614.438 ) ) ) Hutang Lancar Hutang Bank Hutang KKB Simpanan Jaminan

Hutang Bank BNI- KUK (Extra) Biaya yang masih harus dibayar Bunga yang masih harus dibayar Hutang Pajak Pasal 21

Hutang Pajak Pasal 23 Hutang Lancar Lain-lain Hutang dagang non dealer

Jumlah Hutang Lancar

Hutang lain-lain

Bunga yg ditangguhkan Cons. Finance Bunga Promes

Bunga yang ditangguhkan leasing Selisih bunga KKB yang ditangguhkan Hutang Piutang cabang dengan pusat

Jumlah Hutang lain-lain

Modal

Laba yang Ditahan (Defisit)

Jumlah Passiva

( 1.299.966.543 ( 35.217.741.389 ( 29.762.733.433 ( 31.179.204 ( 12.016.281 ( 54.126. ( 8.918.420 ( 42.635 ( 21.619.785 ( 10.169.450 --- ( 66.364.441.266

( 3.970.625.195 ( 135.288.885 ( 7.653.212.185 ( 2.246.675.710 ( 16.066.216.403 --- ( 30.072.018.378

( 30.836.154.794

( 127.272.614.438 ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )


(5)

Baridwan, Zaki, 2004. Sistem Akuntansi Penyusunan Prosedur Dengan Metode,

Penerbit Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Fayol, Henry dan Harahap, 2001. Sistem Pengawasan Manajemen, Quantum,Jakarta .

Hadibroto, S. dan Oemar Witarsa, 2000, Masalah Akuntansi, Buku Satu, Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Handoko, T. Hani., 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,

Cetakan Keempat Belas, BPFE, Yogyakarta.

Horngren, Charles T. et al., 2000. Akuntansi di Indonesia. Buku Satu, Salemba

Empat, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia., 2001. Standard Profesional Akuntan Publik, Penerbit

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

________, 2002. Standard Akuntan Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.

Munawir, S., 2002. Akuntansi Keuangan dan Manajemen, Edisi Pertama, Penerbit

BPFE, Yogyakarta.

Niswonger, C. Rollin, et al, 2000. Accounting Principle Sixteenth Edition,

Terjemahan Hygenus Ruswirarto dan Herman Wibowo, Edisi 16, Jilid I,

Jakarta.

Smith.Jay M and Skousen K. Fred., 2003. Akuntansi Intermediate, Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Stice, Earl, K. et al, 2004. Akuntansi Intermediate, Edisi 15, Penerbit Salemba Empat,

Jakarta.

Warren Carl, S. et al, 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21, Penerbit Salemba Empat,

Jakarta.


(6)

84

Weston, J. Fred and Brigham, Eugene F., 2004. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,

Edisi kesembilan, Jilid satu, Terjemahan Alfonsus Sirait, SE, Akt., Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Wing Wahyu Winarno., 2004. Sistem Informasi Akuntansi, Edisi Pertama, Cetakan

Pertama, Bagian penerbit STIE-YKPN, Yogyakarta.