Toksoplasmosis dan Upaya Pencegahannya

TOKSOPLASMOSIS DAN UPAYA PENCEGAHNNYA
RASMALIAH
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang
pengerat, yaitu Ctenodactylus gondii, di suatu laboratorium di Tunisia, dan pada
seekor kelinci di suatu laboratorium di Brasil (Nicolle dan Splendore). Pada tahun
1937 parasit ditemukan pada neonatus dengan ensefalitis, meskipun transmisi
intrauterin secara transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970,
daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada
kucing (Hutchison).
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa koksidia yang tersebar luas di dunia
dan menimbulkan infeksi protozoa sistemik pada manusia. Organisme ini dapat
bertahan hidup sampai pada waktu yang lama dalam bentuk kista. Sebagai Host
perantaranya adalah manusia dan binatang termasuk hewan herbivora, karnivora
dan omnivora, tetapi yang menjadi tuan rumah akhir (Hospes definitif) adalah
kucing dan anggota lain dari famili Felidae. Stadium seksual Toxoplasma gondii
membentuk ookista ini hanya terdapat dalam tubuh tuan rumah definitif.
Menurut Hill yang dikutip oleh Budjjanto (1994), Toksoplasmosis menjadi sangat

penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan
abortus keguguran atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau
disebut sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, katarak, renitis dan
retardasi mental.
DAUR HIDUP DAN PENULARANNYA.
Siklus hidup dari T.gondii dikemukakan oleh Frenkel, dkk pada tahun 1970. Siklus
hidup seksual berlangsung didalam usus kucing, dimana kucing merupakan host
definitif (final/complete host) yang kemudian berakhir dengan terbentuknya
ookista (Budijanto, 1994).
T.gondi adalah suatu species dari Coccidia yang mirip dengan Isospora. Dalam sel
epitel usus muda kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual
(gametogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja.
Ookista yang berbentuk lonjong dengan ukuran 12,5 mikron menghasilkan 2
sporokista yang masing- masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista ini tertelan
oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan
hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok tropozoit yang membelah
secara aktif dan disebut takizoit (tachyzoit=bentuk yang membelah cepat).
Kecepatan tropozoit membelah berkurang secara berangsur dan terbentuklah
kista yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan), masa ini
adalah masa infeksi klinik menahun yang biasanya merupakan infeksi laten. Pada

hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, tetapi dibentuk stadium
istirahat, yaitu kista.
Bila kucing sebagai hospes definitif maka hospes perantara yang terinfeksi
terbentuk lagi berbagai stadium seksual didalam sel epitel usus mudanya. Bila
hospes perantara mengandung kista Toxoplasma, maka masa prapaten (sampai
dikeluarkan ookista) adalah 3-5 hari, sedangkan bila kucing memakan tikus yang

©2003 Digitized by USU digital library

1

mengandung trofozoit, masa prapaten biasanya 5-10 hari. Tetapi bila ookista
langsung tertelan oleh kucing, maka masa prapaten adalah 20-24 hari. Kucing
lebih mudah terinfeksi oleh kista daripada oleh ookista.
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan trofozoit dan kista. Pada
manusia trofozoit menemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel
yang berinti.
Bentuk tropozoit menyerupai bulan sabit dengan satu ujung yang runcing dan
ujung lain yang agak membulat. Panjangnya 4-8 mikron dan mempunyai satu inti
yang letaknya kira-kira ditengah.

Trofozoit berkembang biak dala m sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan
trozoit, maka sel menjadi pecah, dan tropozoit memasuki sel-sel disekitarnya
atau ositosis oleh sel makrofag. Sel hospes yang mengandung sejumlah tropozoit
hasil endiogeni disebut pseudokista dan dapat ditemu kan dalam waktu yang
lama. Kista dibentuk dalam sel hospes bila tropozoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada kista kecil yang
mengandung hanya beberapa organisme dan ada yang berukuran 200 mikron
berisi kira-kira 3000 organisme. Kista ini dapat dilakukan didalam hospes seumur
hidup terutama di otak dengan kista berbentuk lonjong bulat dan otot jantung,
otot bergaris dengan kista mengikuti bentuk sel otot.
Cara infeksi :
a. Pada toxoplasmosis kongenital transmisi Toxoplasma kepada janin terjadi in
utero melalui plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer waktu dia hamil.
b. Pada toxoplasmosis akuista infeksi (transmisi oral) dapat terjadi, bila makan
daging mentah atau kurang matang (sate), kalau daging tersebut
mengandung kista atau tropozoit Toxoplasma. Pada orang yang tidak makan
daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja
kucing tertelan.
c. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang yang bekerja dengan
binatang percobaan yang diifeksi dengan T.gondii yang hidup. Infeksi dengan

T.gondii juga dapat terjadi waktu mengerjakan autopsi.

Gambar: Siklus hidup Toksoplasma gondii

©2003 Digitized by USU digital library

2

GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang khas dikenal dengan istilah Triad Klasik yang meliputi
hidrosefalus, retinikoroiditis dan kalsifikasi intrakranial dan jika disertai dengan
kelainan psikomotorik disebut Tetrade Sabin.
Toksoplasmosis yang didapat lebih ringan meskipun infeksinya sendiri banyak
terjadi. Gejala kinis berupa kelinan mata uveitis dan koroidorenitis, atau kelainan
sistem limpatik (limpadenopati).
Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema dan
infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan proses
penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid disertai
pigmentasi. Gejala susunan saraf pusat sering meninggalkan gejala sisa seperti
retardasi mental dan motorik.

Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis biasanya lebih berat daripada yang
lahir cukup bulan, yaitu disertai adanya hepato splenomegali, ikterus,
limfadenopati, kelianan susunan saraf pusat dan lesi mare. Sekitar 60 % bayi
yang terinfeksi in-utero ternyata asimptomatik pada kelahiran seperti yang
didapatkan pada penelitian prospektif yang dilakukan oleh Desmonts dan
Couvreur di Paris. Selebihnya yaitu 40 % mengalami abortus, lahir mati,
simtomatik dan banyak yang lahir prematur (Budijanto, 1994).
Toksoplasmosis akuista yang terjadi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui
karena jarang sekali menimbulkan gejala, kecuali pada penderita defisiensi
kekebalan (imunosupressed) seperti pada penderita karsinoma, leukemia atau
penyakit lain yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis tinggi atau radiasi. Pada
keadaan ini gejala klinis dapat menjadi menifes secara dramatis karena adanya
defisiensi kekebalan.
AKIBAT-AKIBAT TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis kongenital
Gambaran klinis Toxoplasmosis kongenital dapat bermacam- macam. Ada yang
tampaknya normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah
beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops
fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosepalus, retinokoroiditis dan
perkaparan (klasifikasi) Intra kranial atau Tetrade Sabin yang disetai kelainan

psikomotorik.
Geja la susunan saraf pusat sering meninggalkan gejala sisa misalnya retardasi
mental dan motorik. Kadang-kadang ditemukan sikatriks pada retina yang
menunjukkan infeksi aktif kerusakan semasa dalam kandungan, namun dapat
kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Retinokoroiditis karena
Toxoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital,
jarang sekali sebagai infeksi akuisita.
Pada anak yang lahir prematur gejala klinis lebih berat daripada yang lahir cukup
bulan, dapat disertai hepatosplenornegali, ikterus, limfadenopati, kelainan
susunan saraf pusat dan lesi mata. Infeksi T.gondii pada kehamilan muda dapat
menyebabkan abortus atau lahir mati.
Untuk memastikan diagnosis Toxoplasmosis kongenital pada neonatus perlu
ditemukan zat anti Ig M. Tetapi zat anti Ig M tidak selalu dapat ditemukan. Zat
anti Ig M cepat menghilang dari darah, walaupun kadang-kadang dapat
ditemukan selama beberapa bulan. Bila tidak dapat ditemukan zat anti Ig M,

©2003 Digitized by USU digital library

3


maka bayi yang tersangka menderita Toxoplasmosis kongenital harus di "follow
up". Zat anti Ig G pada neonatus yang secara pasif didapatkan dari ibunya
melalui plasenta, berangsur-angsur berkurang dan menghilang pada bayi yang
tidak terinfeksi T.gondii. Pada bayi yang terinfeksi T.gondii zat anti Ig G mulai
dibentuk sendiri pada umur 4-6 bulan, dan pada waktu iti titer zat anti Ig G naik.
Toksoplasmosis akuisita.
Infeksi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui oleh karena jarang
menimbulkan gejala (asimtomik). Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil
mendapat infeksi primer, maka ia dapat melahirkan anak dengan Toksoplasmosis
kongenital. Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai pada toxoplasmosis
akuista adalah limfadenopati dan rasa lelah disertai demam dan sakit kepala.
Gejalanya mirip mononukleosis infeksiosa. Sekali-sekali dapat dijumpai
eksantem. Retinokoroidius jarang dijumpai pada toksoplasmosis akuisita.
Pada penderita defisiensi kekebalan, infeksi T.gondii menjadi manifes, misalnya
pada penderita karsinoma, leukemia, atau lain yang diberi pengobatan
kortikosteroid dosis tinggi atau radiasi. Gejala yang timbul biasanya demam
tinggi, disertai gejala susunan saraf pusat karena adanya ensefalitas difus. Gejala
yang berat ini mungkin disebabkan eksaserbasi akut dari infeksi yang terjadi
sebelumnya atau akibat infeksi baru yang menunjukkan gambaran klinis yang
dramatis karena ada defisiensi kekebalan.

Untuk memastikan diagnosis toxoplasmosis akuista, tidak cukup bila hanya sekali
menemukan titer zat anti Ig G T.gondii yang tinggi, karena titer zat anti yang
ditemukan dengan tes-tes tersebut diatas dapat ditemukan bertahun-tahun
dalam tubuh seseorang. Diagnosis toxoplasmosis akut dapat dibuat, bila titer
meninggi pada pemeriksaan kedua kali dengan jangka waktu 3 minggu atau lebih
atau bila ada konversi dari negatif positif. Diagnosis juga dapat dipastikan bila
ditemukan zat anti Ig M, disamping adanya titer tes warna atau tes IFA yang
tinggi.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi tergantung kepada tempat, reaksi serologi positif meningkat sesuai
dengan usia, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Di dataran tinggi
prevalensi lebih rendah, sedangkan didaerah tropik prevalensi lebih tinggi. Di
Amerika kira-kira 5-30 % penduduk berusia 10-1.9 tahun dan 1-67 % berusia di
atas 50 tahun mempunyai bukti serologi akan infeksi ini. Umumnya infeksi ini
jarang terjadi didaerah dingin, panas dan gersang serta tempat yang tinggi.
Di lndonesia prevalensi zat anti T.gondii yang positif pada manusia berkisar
antara 2 % dan 63 %. Sedangkan pada orang Eskimo prevalensinya 1% dan di El
Savador, Amerika Tengah 90%. Prevalensi zat anti T.gondii pada binatang di
Indonesia adalah pada kucing 35-73 %, pada babi 11-36 % pada kambing 11-61
%, pada anjing 75 % dan pada ternak lain kurang dari 10 %.

Prevalensi toxoplasmosis kongenital di beberapa negara diperkirakan sebagai
berikut: Netherland 6,5 dari 1000 kelahiran hidup, New York 1,3 %, Paris 3 %
dan Vienna 6-7%.
Keadaan Toxoplasmosis di suatu daerah di pengaruhi oleh banyak faktor yaitu
adalah:
1. Kebiasaan makan daging kurang matang.
2. Adanya kucing yang terutama dipelihara sebagai binatang kesayangan.
3. Adanya tikus dan burung sebagai hospes perantara yang merupakan binatang
buruan kucing.

©2003 Digitized by USU digital library

4

4. Adanya Sejumlah vektor seperti lipas atau lalat yang dapat memindahkan
ookista dari tinja kucing ke makanan.
Walaupun makan daging kurang matang merupakan cara transmisi yang penting
untuk T.gondii, transmisi melalaui ookista tidak dapat diabaikan. Seekor kucing
dapat mengeluarkan sampai 10 juta butir ookista sehari selama 2 minggu.
Ookista menjadi 19 dalam waktu 1-5 hari dan dapat hidup lebih dari setahun

ditanah yang panas dan lembab.
Ookista akan mati pada suhu 45-550 C, juga mati bila dikeringkan atau bila
bercampur formalin, amonia atau larutan iodium. Transmisi melalui bentuk
ookista menunjukkan infeksi T.gondii pada orang yang tidak senang makan
daging atau terjadi binatang herbivora.
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Infeksi transplasenta dari janin telah lama sebagai cara penularan. Kucing
domestik akhir ini dikaitkan dengan penularan parasit ke manusia. Infeksi
ditularkan oleh suatu okista yang menyerupai Isospora yang hanya terdapat
dalam tinja kucing dan sejenisnya. Binatang pengerat kelihatannya juga
memegang peranan pada penularan, karena binatang ini mengandung kista
infektif dalam jaringan yang dapat dimakan oleh kucing.
Tindakan untuk mengurangi kontak antara manusia dan tinja kucing jelas penting
dalam pengawasan. khususnya bagi wanita yang hamil dengan tes serologik
negatif. Karena ookista biasanya memerlukan waktu 48 jam untuk menjadi
infektif, maka pembersihan kotoran kucing setiap hari (dan pembuangannya
dengan aman) dapat mencegah penularan. Namun, dianjurkan untuk wanita
hamil, terutama mereka yang pernah berhubungan dengan kucing.
Kucing harus dijaga agar tidak berburu dan diheri makanan kering, makanan
kaleng atau makanan matang saja. Hati-hati pada saat mencuci tempat kotoran

kucing dan hendaknya memakai sarong tangan.
Suatu sumber yang sama penting bagi kontak manusia ialah daging mentah atau
yang dimasak kurang matang, terutama daging babi dan domba, dimana sering
ditemukan kista jaringan yang infeksi. Manusia (dan mamalia lain) dapat terkena
infeksi ookista dalam tinja kucing maupun kista jaringan dalam daging mentah
atau matang.
Pekerjaan selanjutnya mengenai riwayat hidup dan bubungan yang sama dari
Toxoplasmosis, akan membawa pengertian epidemiologik yang lebih besar dan
perbaikan pengawasan.
Pendidikan kesehatan tentang toksoplasmosis dan skrining antibodi anti
Toksoplasma sangat dianjurkan terutama bagi ibu yang hamil atau yang akan
hamil.
PENGOBATAN
Obat-obatan yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk trofozoit
T.gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya.
Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik. Walaupun secara klinis
tidak boleh perbaikan atau kesembuhan dengan pemberian dua macam obat ini,
parasit dalam kista masih tetap ada, dan menyebabkan infeksi aktif kembali.

©2003 Digitized by USU digital library

5

Pengobatan pada toxoplasmosis akut yang tidak menujukkan gejala klinis tidak
diperlukan, tetapi bila ada gejala klinis atau retinokoroiditis akut atau bila ada
defisiensi kekebalan, pengobatan harus diberikan. Pirimetamin mempunyai efek
teratogenik, sebaiknya tidak diberikan pada orang hamil.
Spiramisin adalah antibiotik "macrolide" yang kurang toksik dibandingkan dengan
pirimetamin dan sulfonamid. Obat ini tidak dapat melalui plasenta. Klindamisin
adalah obat baru yang efektif, tetapi dapat menimbulkan efek samping seperti
kolitis pseudomembranosa.

DAFTAR PUSTAKA
Budijanto, S K, 1994. Toksoplasmosis : Suatu Masalah Kesehatan Masyarakat
Yang Potensial. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun XXII No.
10.
E. Jawetz, J.L, dkk., Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Edisi 16.
Joseph A. Bellanti, Imunologi III, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993.
Kumpulan Kuliah Staf Pengajar Parasitologi FK-UI. Jakarta Edisi ll, 1993.
Sawitz, William G, Medical Parasitology.
Viqar Zaman dan Loh Ah Keong, Parasitologi Kedokteran, Bandung.

©2003 Digitized by USU digital library

6