oksidan-oksidan yang terbentuk selama proses metabolisme yang berlangsung di dalamnya maupun yang terbentuk dari luar ginjal Wresdiyati et al. 2002.
2.7 Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan teknik pewarnaan untuk mendeteksi keberadaan molekul tertentu dalam jaringan dengan menggunakan prinsip reaksi
antigen dengan antibodi. Teknik menggabungkan tiga jenis disiplin ilmu yaitu imunologi, histologi, dan kimia. Imunologi menyangkut reaksi antigen dan
antibodi, histologi berhubungan dengan penggunaan jaringan yang digunakan dalam pewarnaan, sedangkan kimia bersangkutan dengan reaksi-reaksi kimia
didalam proses pewarnaan.
Tujuan dari teknik imunohistokimia adalah identifikasi dan karakterisasi komponen bioaktif seljaringan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah polimer peroksidase. Teknik ini merupakan salah satu teknik terbaru dengan menggunakan dua antibodi yaitu antibodi primer dan antibodi sekunder.
Antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal terhadap Cu,Zn- SOD dan antibodi sekunder yang digunakan adalah antibodi yang sudah
terkonjugasi dengan peroksidase. Agar kompleks antigen-antibodi dapat divisualisasikan, digunakan senyawa yang sesuai untuk melabel kompleks dengan
memberikan reaksi warna yang tegas kromogen, yaitu DAB 3,3- diaminobenzidine dalam tris buffer yang dicampur dengan H
2
O
2
. Pewarnaan ini memanfaatkan afinitas spesifik diaminobenzidine terhadap peroksidase.
Peroksidase adalah enzim yang mengkatalis kromogen dalam rangka untuk menvisualisasikan warna pada sel-sel spesifik yang menghasilkan antibodi
tertentu. Warna yang diperoleh berupa endapan warna coklat kromoganin. Penelitian ini menggunakan polimer peroksidase dari produk DAKO. Prinsip
pewarnaan imunohistokimia dengan metode polimer peroksidase dapat dilihat pada Gambar 3.
Antibodi sekunder terkonjugasi
Antibodi primer Cu,Zn-SOD
Antigen Jaringan
Gambar 3 Prinsip teknik imunohistokimia dengan metode polimer peroksidase.
2.8 Penelitian Pendahuluan
Arief et al. 2008 telah melakukan isolasi bakteri asam laktat BAL golongan Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi bangsa
peranakan Ongol yang dijual di berbagai pasar tradisional di daerah bogor. Bakteri asam laktat tersebut selanjutnya diuji kemampuannya bertahan pada
kondisi sesuai dengan kondisi saluran pencernaan manusia antara lain pH, garam empedu, serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. Hasil penelitian
pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH asam lambung
yaitu pH 2 dan pH usus 7.2 serta pada kondisi garam empedu 0.5 sesuai dengan kondisi saluran pencernaan. Bakteri asam laktat tersebut juga mempunyai
aktivitas penghambatan yang baik terhadap tiga jenis bakteri enteropatogenik yaitu Salmonella thypimurium, E. coli, dan Staphylococcus aureus.
Bakteri asam laktat BAL ini juga mempunyai kemampuan bakterisidal terhadap mikroba patogen karena bakteri tersebut mampu menghasilkan senyawa
bioaktif asam laktat, asam asetat, serta senyawa bakteriosin. Kesepuluh isolat ini layak dikatakan sebagai probiotik mengacu pada kriteria probiotik yang
dikeluarkan oleh FAO 2002. Sifat fungsional lainnya telah diteliti oleh Astawan et al. 2009 yaitu mengenai kemampuan bakterisidal dari 10 isolat BAL terhadap
bakteri enteropathogenic E.coli EPEC secara in vivo. Hasilnya didapatkan 2 spesies BAL yang mempunyai kemampuan terbaik dalam melawan EPEC, yaitu
Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum. Kedua BAL inilah yang dipakai pada penelitian ini.
BAB III BAHAN DAN METODE