Acuan Kerja Penelitian Hipotesis Pengarah Batasan Analisis

50 Reduksi data bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh. Reduksi dalam proses pengumpulan data meliputi kegiatan meringkas data, menelusur tema, dan membuat pengelompokkan data. Kegiatan ini berlangsung sejak pengumpulan data sampai dengan penyusunan laporan. Data-data yang diperoleh dari wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, diskusi kelompok terarah, dan analisis dokumen kemudian direduksi melalui proses pemilihan dan pengkategorian data-data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data tersebut kemudian digolongkan berdasarkan aspek-aspek tertentu dan disajikan dalam bentuk bab-bab dan teks naratif yang berisi kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung. Penyajian bab-bab dan teks naratif disesuaikan dengan tujuan penelitian.

3.5 Acuan Kerja Penelitian

Merujuk pada Zusmelia 2007, acuan kerja penelitian meliputi dua unsur utama yakni hipotesa-hipotesa pengarah dan batasan analisis. Hipotesa pengarah dimaksudkan sebagai sebuah upaya untuk menuntun peneliti dalam berkerja di lapangan nantinya, dan mulai dari tahap awal kerja lapangan sampai tahap penulisan laporan. Rumusan yang dikemukakan bisa berubah sesuai dengan perkembangan dan kondisi studi di lapangan, sehingga bentuk akhir dari rumusan- rumusan tersebut baru dapat ditemukan pada tahap analisis data dan penulisan laporan. Sehubungan dengan itu, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menekankan dan verifikasi suatu teori atau hipotesis. Penelitian ini bersifat penelitian ekplanatif yang luwes dan terbuka untuk berkembang lebih lanjut, sehingga pada dasarnya batasan analisis yang diberikan hanyalah semacam kerangka kerja yang memberi fokus untuk kerja analisis selama di lapangan maupun sesudah di lapangan.

3.6 Hipotesis Pengarah

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka hipotesis utama yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa 51 pertanian berkelanjutan diinterpretasikan dari keberlanjutan kelembagaan dalam sistem pertanian organik melalui adanya kelembagaan-kelembagaan yang berkembang dalam sistem pertanian organik tersebut.

3.7 Batasan Analisis

Terkait dengan masalah dan fokus penelitian ini, maka disusun beberapa terminologi penelitian sebagai batasan analisis sebagai berikut : Sistem Pertanian Non Organik Meliputi cara produksi, aturan dan nilai yang melandasi, hubungan-hubungan sosial yang terbentuk dengan diterapkannya sistem pertanian konvensional. Cara produksi didasarkan pada penggunaan input eksternal dan penggunaan zat-zat kimia sintetis, penggunaan benih dan bibit hasil rekayasa genetika, dan lebih mengutamakan pengetahuan serta teknologi modern. Aturan dan nilai yang melandasi adalah pencapaian produktivitas maksimal dan perolehan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan keseimbangan ekologi, nilai-nilai sosial budaya masyarakat, kualitas produk yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen. Hubungan-hubungan sosial yang terbentuk pun cenderung lebih didasari oleh nilai kapitalistik dengan semakin menguatnya ekonomi uang. Sistem Pertanian Organik Meliputi cara produksi, aturan dan nilai yang melandasi, hubungan-hubungan sosial yang terbentuk dengan diterapkannya sistem pertanian organik ini sebagai upaya pengelolaan sumber daya lahan pertanian yang menjamin keberlanjutan lingkungan. Cara produksi meliputi pengolahan tanah, penggunaan benih, penanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit, pemeliharaan tanaman pengairan dan penyiangan, panen dan pascapanen. Cara produksi ini didasarkan pada prasyarat yakni meminimalisasi penggunaan input eksternal atau zat-zat kimia sintetis, menghindari penggunaan benih atau bibit rekayasa genetik, menggunakan input yang dapat didaur ulang, dan memanfaatkan pengetahuan lokal setempat. Namun, sistem pertanian organik ini tidak menutupi penggunaan 52 teknologi pertanian seperti penggunaan bibit unggul sebagai inovasi di tingkat lokal, penggunaan alat dan mesin pertanian, teknologi panen serta pascapanen. Aturan dan nilai yang melandasari merujuk pada prinsip-prinsip pertanian organik yang meliputi prinsip kesehatan, prinsip pemeliharaan, prinsip keadilan, dan prinsip ekologis. Adapun hubungan-hubungan sosial yang terbentuk dalam sistem pertanian organik mencakup para pelaku dan aktivitas yang secara terpola dilakukan. Kelembagaan Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Hak-hak tersebut mengatur hubungan antar individu dan atau kelompok yang terlibat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam tertentu. Kelembagaan memiliki komponen berupa para pelaku yang terlibat, tata aturan, nilai, norma, dan terdapat tata kelakuan terpola yang muncul sebagai aktivitas para pelaku. Pilar regulatif, normatif, dan kultural-kognitif menjadi elemen dasar dalam kelembagaan yang terbentuk. Adapun terbentuknya kelembagaan didasarkan atas fungsi untuk memenuhi kebutuhan para pihak yang terlibat didalamnya. Pilar Penopang Kelembagaan Pilar regulatif mengatur perilaku anggotanya dengan menitikberatkan adanya kepatuhan terhadap proses-proses regulatif yang eksplisit yakni seting peraturan rule-setting, pemantauan monitoring, dan aktivitas pemberian sanksi sanctioning activities. Pilar normatif menitikberatkan pada adanya rumusan atau resep, evaluasi, dan kewajiban sosial dalam kehidupan sosial. Pilar cultural- cognitif atau pengetahuan budaya yang menitikberatkan untuk berbagi konsepsi yang mengkonstitusi keaslian dari realitas sosial dan kerangkanya, melalui pembentukan makna. 53 Proses Pelembagaan Terdapat 3 alternatif mekanisme yang menggarisbawahi proses dari pelembagaan sistem sosial yakni pelembagaan berbasis pada pengembalian yang semakin meningkat institutionalization based on increasing return, pelembagaan berbasis pada peningkatan komitmen institutionalization based on increasing commitments , dan pelembagaan berbasis pada peningkatan objektifikasi institutionalization based on increasing objectification. Keberlanjutan Kelembagaan Keberlanjutan kelembagaan yang dimaksud diindikasikan dengan adanya ketahanan sistem sosial masyarakat setempat. Terdapat dua elemen yang menjadi alat untuk mencapai kondisi tersebut yaitu adanya pengorganisasian sosial dan teknik sosial yang ditentukan oleh adanya faktor internal dan faktor eksternal. Pertanian Berkelanjutan Melihat kapasitas sistem pertanian untuk menyediakan permintaan yang semakin beragam dan meningkat terhadap komoditi pertanian, dan menjamin kepastian harga dalam jangka waktu yang relatif lama. Merujuk pada suatu sistem pertanian dimana mengurangi polusi dan fakor-faktor yang merusak keseimbangan ekologi dari sistem yang tidak berkelanjutan. Di samping itu, juga menempatkan keberlanjutan sumber daya fisik dan sejumlah set nilai-nilai komunitas, mengupayakan penguatan atau merevitalisasi budaya komunitas, dan menciptakan integrasi antara dimensi fisik dengan dimensi kultural dari produksi dan konsumsi. Lebih lanjut, pertanian berkelanjutan ditujukan untuk memberi keuntungan secara sosial social justice, keuntungan ekonomis economically valuabe , dan keuntungan ekologis ecologically sound. Batasan analisis tersebut yang diuraikan, secara sosiologis dilihat dalam konteks struktur sosial tertentu, yakni struktur sosial komunitas petani padi sawah di Kampung Ciburuy, Kabupaten Bogor. Struktur sosial yang dimaksud adalah mengacu kepada hubungan-hubungan sosial antara individu-individu, individidu- kelompok, kelompok dengan kelompok pada saat tertentu dan menunjuk pada 54 perilaku tindakan yang diulang-ulang dengan bentuk dan cara yang sama sehingga merupakan hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial tertentu dan antara peranan-peranan sosial tertentu. Adapun berbicara mengenai petani di Kampung Ciburuy secara sosiologis, menempatkan petani dalam aras bentukan hubungan-hubungan sosial petani antara petani dalam kelompok tani, antara kelompok tani dalam satu gapoktan, antara kelompok tani dalam gapoktan yang berbeda, antara petani dengan masyarakat desa setempat, antara petani dengan pemerintah baik yang diwakili oleh dinas pertanian –dalam hal ini diwakili oleh petugas penyuluh lapangan-, pemerintah desa, maupun pemerintah kecamatan, petani dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, petani dengan perusahaan- perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis baik dalam sistem produksi padi sehat maupun sistem distribusi beras SAE. 55

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN