Produksi Bioaktif Daun Kepel (Stelechocarpus Burahol (Bl) Hook F & Th) Dengan Pemupukan Organik

PRODUKSI BIOAKTIF DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol
(BL.) Hook. F. & TH.) DENGAN PEMUPUKAN ORGANIK

BAYUANGGARA CAHYA RAMADHAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Bioaktif Daun
Kepel (Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. & TH.) dengan Pemupukan
Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015
Bayuanggara Cahya Ramadhan
NIM A252124101

RINGKASAN
BAYUANGGARA CAHYA RAMADHAN. Produksi Bioaktif Daun Kepel
(Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. & TH.) dengan Pemupukan Organik.
Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan MUNIF GHULAMAHDI.
Kepel (Stelechocarpus burahol) merupakan tanaman yang mempunyai
khasiat obat. Bagian tanaman kepel yang digunakan untuk bahan obat dapat
diperoleh dari daun. Bioaktif yang terdapat pada daun kepel salah satunya
flavonoid yang dapat digunakan sebagai antioksidan. Tanaman kepel sampai saat
ini belum dibudidayakan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi
bioaktifnya. Salah satu teknik budidaya yang dapat dilakukan dengan pemupukan
organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, kadar bioaktif
dan produksi bioaktif daun pada tanaman kepel dengan pemupukan organik.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013-Januari 2015, percobaan 1 di
Arboretum Lanskap IPB (6°33'19'' LS dan 106°43'27'' BT dengan ketinggian
tempat + 210 mdpl) menggunakan 5 pohon kepel dewasa berumur + 20 tahun dan
percobaan 2 di Desa Puncak Manis, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten

Sukabumi (6°49'58'' LS dan 106°55'18'' BT dengan ketinggian tempat + 826 mdpl)
menggunakan 60 pohon kepel berumur + 5 tahun.
Percobaan 1 mengindentifikasi pola pertumbuhan tanaman dan kadar
bioaktif pada berbagai fase perkembangan daun yang berbeda. Daun kepel yang
digunakan yaitu daun muda, daun sedang dan daun dewasa. Kadar bioaktif daun
tanaman kepel pada masing-masing fase perkembangan daun dibandingkan
menggunakan uji t-student’s. Percobaan 2 mempelajari pertumbuhan dan produksi
bioaktif daun kepel dengan pemberian pupuk organik. Rancangan percobaan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu
pemupukan organik dari tiga jenis pupuk organik: pupuk kandang ayam (PKA);
pupuk guano (PG); dan Abu sekam (AS). Kombinasi perlakuan antara lain: tanpa
pemupukan (kontrol); 12 kg/pohon PKA+4.8 kg/pohon PG; 12 kg/pohon
PKA+4.8 kg/pohon AS; 4.8 kg/pohon PG+4.8 kg/pohon AS; 12 kg/pohon
PKA+4.8 kg/pohon PG+4.8 kg/pohon AS.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas enzim PAL (phenylalanine ammonia
lyase) dan kadar antosianin tidak berbeda antara daun muda, daun sedang dan
daun dewasa. Daun kepel dewasa memiliki kadar flavonoid dan total klorofil yang
paling tinggi. Daun kepel yang sudah dewasa dapat dipilih sebagai bahan obat.
Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh terhadap pertambahan tinggi
tanaman, jumlah cabang, dan jumlah daun, tetapi berpengaruh terhadap

pertambahan diameter batang. Pemberian pupuk organik juga tidak berpengaruh
pada total bobot daun, kadar bioaktif dan produksi bioaktif dari daun tanaman
kepel. Pohon kepel dewasa (Bogor) memiliki Kadar NPK daun yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pohon kepel yang masih juvenile (Sukabumi). Kadar
bioaktif flavonoid dan aktivitas enzim PAL daun pohon kepel di Bogor (+ 210
mdpl) lebih tinggi dibandingkan pohon kepel di Sukabumi (+ 826 mdpl). Kadar
klorofil dan antosianin daun kepel tidak berbeda antara pohon kepel di Bogor (+
210 mdpl) dengan Sukabumi (+ 826 mdpl).
Kata kunci: Stelechocarpus burahol, Aktivitas enzim PAL, Antosianin, Flavonoid,
Total klorofil

SUMMARY
BAYUANGGARA CAHYA RAMADHAN. The Bioactive content Production of
Kepel leaves (Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. and TH.) with Organic
Fertilization. Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ dan MUNIF
GHULAMAHDI
Kepel (Stelechocarpus burahol) is a plant that has medicinal properties. The
part of Kepel that usually used for medicinal materials can be obtained from the
leaves. One of bioactive contained in Kepel leaves is flavonoid which can be used
as antioxidants. Kepel have not cultivated to optimize growth and its bioactive

production. Cultivation with organic fertilizer is one of cultivate technique. This
study was aim to determine the growth, bioactive levels and bioactive leaves
production on the Kepel with organic fertilizer. This study was conducted in April
2013 - January 2015, where the experiment 1 in IPB Landscape Arboretum (6°
33' 19 '' south latitude and 106° 43' 27 '' east longitude with altitude about 210
meters above sea level) using 5 Kepel adult trees with + aged 20 year and the
experiment 2 in Puncak Manis Village, District Kadudampit, Sukabumi (6 ° 49' 58
'' south latitude and 106° 55' 18 '' east longitude with altitude about 826 meters
above sea level) using 60 Kepel trees with + 5 years old.
Experiment 1 was conducted to identify kepel growth pattern and bioactive
levels in different various phases of the leaves development. Kepel leaves that
used were young leaves, leaf medium and mature leaves. The average of the
Kepel leaves bioactive levels on each phase of leaves development compared
using t-student's test. Meanwhile, experiment 2 studied the growth and bioactive
production contained in Kepel leaves with organic fertilizer. The experimental
design used randomized block design (RBD) with one factor which used three
types of organic fertilization: chicken manure (FCM); guano (FG); and rice-hull
ash (FRA). The treatments combination were: without fertilization (control),
12 kg/tree FCM + 4.8 kg/tree FG; 12 kg/tree FCM + 4.8 kg/tree FRA; 4.8 kg/tree
FG + 4.8 kg/tree FRA; 12 kg/tree FRA + 4.8 kg/tree FG + 4.8 kg/tree FRA.

The results showed that PAL enzyme activity (phenylalanine ammonia
lyase) and anthocyanin levels not indicated difference between young, medium
and mature leaves. Mature Kepel leaves have highest flavonoids levels and
chlorophyll total. Mature Kepel leaves can be selected as a medicinal ingredient.
Organic fertilizer does not showed any effect to the growth parameters such as
plant height, number of branches, and leaves, but the effect shown on the
increased of Kepel stems diameter. Organic fertilizer also does not indicate any
effect to the total leaves weight, bioactive levels and the production of bioactive
levels of Kepel leaves. Mature kepel trees (Bogor) exhibit NPK levels in the
leaves were higher compared with juvenile kepel trees (Sukabumi). The bioactive
levels of flavonoids and PAL enzyme activity in the leaves from Bogor (+ 210
mdpl) higher than sukabumi (+ 826 mdpl). The Chlorophyll and anthocyanin level
in kepel leaves from Bogor (+ 210 mdpl) show no difference with sukabumi (+
826 mdpl).
Key word: anthocyanin, flavonoids, PAL activity, Stelechocarpus burahol, total
chlorophyll

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKSI BIOAKTIF DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol
(BL.) Hook. F. & TH.) DENGAN PEMUPUKAN ORGANIK

BAYUANGGARA CAHYA RAMADHAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dewi Sukma, SP, MSi.

Judul Tesis
Nama
NIM

: Produksi Bioaktif Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (BL.)
Hook. F. & TH.) dengan Pemupukan Organik
: Bayuanggara Cahya Ramadhan
: A252124101

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
Ketua


Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Diketahui oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS MSc

Tanggal Ujian : 25 Agustus 2015

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS
Anggota

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian

Produksi Bioaktif Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. & Th.)
dengan Pemupukan Organik, dijadikan sebagai tugas akhir penulis dalam
menyelesaikan Program Strata 2 (S2). Bagian dari tesis ini diajukan untuk
diterbitkan di Bulletin Tanaman Rempah dan Obat dengan judul Potensi Kadar
Bioaktif Daun Kepel (Stelechocarpus burahol).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz,
MS dan Bapak Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS selaku pembimbing serta Ibu
Dr Dewi Sukma, SP, MSi dan Ibu Dr Ir Ani Kurniawati, SP, MSi yang telah
banyak memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pusat Studi Biofarmaka IPB yang
membiayai penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis berharap kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada
semua kalangan dan berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, November 2015

Bayuanggara Cahya Ramadhan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1

1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kepel
Pemupukan Organik

4
4
6

3 IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN POHON DEWASA DAN KADAR
BIOAKTIF DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol)
Pendahuluan
Bahan Dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

9
11
11
14
26

4 PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BIOAKTIF DAUN TANAMAN KEPEL (Stelechocarpus
burahol)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

27
29
29
32
48

5 PEMBAHASAN UMUM

48

6 SIMPULAN

52

DAFTAR PUSTAKA

52

LAMPIRAN

58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Data unsur iklim Kecamatan Dramaga
Dosis pemupukan
Data curah hujan Kecamatan Baros dan Kadudampit
Kandungan hara pupuk organik
Kandungan hara tanah
Kadar hara daun
Pertambahan pertumbuhan tanaman kepel
Total bobot daun kepel
Kadar bioaktif daun kepel
Produksi bioaktif dari daun kepel
Hasil uji korelasi kadar bioaktif daun kepel

15
30
33
34
34
35
36
37
38
39
42

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16

17
18
19
20
21

Bagan alir penelitian produksi bioaktif daun kepel dengan pemupukan
organik
Pohon kepel
Daun kepel: (A) daun muda; (B) daun sedang; (C) daun dewasa
Pohon yang terserang rayap
Kadar hara jaringan daun kepel
Pola pertumbuhan pohon kepel
Jumlah daun kepel
Bobot daun kepel
Total bobot daun kepel
Kadar total klorofil daun kepel
Aktivitas enzim PAL daun kepel
Kadar flavonoid daun kepel
Kadar antosianin daun kepel
Hubungan curah hujan dengan kadar bioaktif daun kepel A: total
Klorofil; B: Aktivitas Enzim PAL; C: Flavonoid; D: Antosianin.
Skema sederhana lintasan fenilpropanoid pada tumbuhan. PAL:
phenylalanine ammonia lyase; CAD: cinammyl alcohol
dehidrogenase; POD: peroksidase. Modifikasi dari Boerjan et al.
(2003), Hichri et al. (2010).
Pengamatan vegetatif tanaman kepel (a) pengukuran tinggi tanaman;
(b) pengukuran diameter batang; (c) penghitungan cabang dan daun
total
Larva Graphium agamemnon
Hubungan curah hujan dengan kadar bioaktif daun kepel A: Total
Klorofil; B: Aktivitas Enzim PAL; C: Flavonoid; D: Antosianin
Lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder pada tumbuhan.
Modifikasi dari Cseke dan Kaufman (1999) dan Cseke et al. (2006)
Kadar NPK daun kepel di Bogor dan Sukabumi
Kadar bioaktif daun kepel di Bogor dan Sukabumi

4
13
13
14
15
16
16
17
17
18
19
19
20
22

25

32
33
41
47
49
51

DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis kadar klorofil dan antosianin (Sims & Gamon 2002)
2. Analisis aktivitas enzim PAL (Phenylalanin Amonia Liase)
menggunakan modifikasi metode Camm dan Tower (1973)
3. Analisis kandungan protein dengan Metode Lowry (Waterborg 2002)
4. Analisis kandungan total flavonoid (Chang et al. 2002)

58
58
58
59

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepel (Stelechocarpus burahol) merupakan salah satu tanaman dari famili
Annonaceae. Tanaman kepel atau burahol merupakan salah satu jenis tanaman
buah yang hanya ditemukan di Indonesia. Masyarakat Yogyakarta mengenal
tanaman kepel dengan nama pohon kerabat keraton dan digunakan sebagai
tanaman obat. Tanaman ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
dan kosmetika (Kusmiyati et al. 2005). Bagian dari tanaman kepel yang
digunakan untuk obat diperoleh dari daun, kulit batang, dan buah (Heyne 1987).
Tanaman kepel sampai saat ini belum dibudidayakan. Di daerah Jawa
Tengah dan Yogyakarta tumbuhan kepel ini banyak ditemukan di sekitar
lingkungan keraton. Hal ini disebabkan oleh adanya kepercayaan masyarakat
Jawa Tengah dan Yogyakarta yang menyatakan tumbuhan ini hanya boleh
ditanam di sekitar keraton. Di Jawa Barat tumbuhan ini jarang ditanam karena
daging buahnya hanya sedikit sehingga dianggap kurang menguntungkan dan
tidak menarik untuk dibudidayakan. Salah satu alasan kurangnya perhatian
masyarakat pada tanaman ini adalah kurangnya daya tarik atau manfaat ekonomi
yang dimiliki.
Tanaman kepel banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tanaman kepel
dapat dimanfaatkan buahnya sebagai konsumsi buah segar. Buah kepel biasanya
digunakan secara tradisional sebagai pencegah bau badan oleh para putri keraton
pada zaman dahulu. Menurut Darusman et al. (2012) daging buah kepel juga
berpotensi sebagai deodoran alami melalui mekanisme farmakologis dengan
absorbsi aroma kotoran dan meningkatkan pertumbuhan Bifidobacteria. Beberapa
hasil penelitian bagian daging buah mengandung kandungan bahan aktif
antioksidan cukup tinggi (Tisnadjaja et al. 2006); senyawa alkaloid dan polifenol
serta memiliki fungsi sebagai antiimplantasi (Warningsih 1995).
Tanaman kepel dapat berbunga setelah berumur 8 tahun. Bunga biasanya
muncul pada bulan September-Oktober. Buah kepel dapat dipanen selama 6 bulan
setelah berbunga yaitu pada bulan Maret-April (Sunarto 1992). Tanaman ini tidak
dapat berbuah sepanjang tahun. Alternatif untuk pemanfaatan dari bagian tanaman
ini selain buah adalah daunnya.
Daun kepel mengandung senyawa terpenoid dan flavonoid (Purwantiningsih
et al. 2011; Aziz & Ramadhan 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Sunarni et al. (2007) daun tanaman kepel mengandung senyawa flavonoid sebagai
antioksidan penangkap radikal bebas. Hidayat et al. (2011) menambahkan ekstrak
dari daun kepel mengandung senyawa flavonoid meliputi auron, flavanon dan
flavanol yang dapat digunakan untuk antibakteri. Purwantiningsih et al. (2011)
melaporkan kandungan flavonoid daun kepel dari Samigaluh (750-800 mdpl) dan
Ambal (5-50 mdpl) dalam bentuk ekstrak n-heksana yakni 11.543 ± 0.889% dan
9.535 ± 0.331%. Ekstrak etanol dan heksan daun kepel menurunkan kadar asam
urat pada tikus (Purwantiningsih et al. 2010) dan ayam (Sutomo 2008).
Pemilihan daun yang mengandung senyawa bioaktif yang terbaik belum
terdapat informasi pada tanaman kepel. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian

2
dalam penentuan umur daun tanaman dengan kandungan bioaktifnya. Gamon dan
Surfus (1999) juga melaporkan bahwa kadar antosianin cenderung tinggi pada
daun muda pohon ek (Quercus agrifolia) yang juga memiliki laju fotosintesis
yang rendah.
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap metabolisme primer dan sekunder
yang dihasilkan oleh tanaman. Salah satu dari faktor lingkungan adalah
ketersediaan hara didalam tanah. Ketersediaan hara dalam tanah dapat ditambah
melalui pemupukan, seperti pemupukan organik. Penggunaan pupuk organik
dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah, aktivitas mikroorganisme,
memperbaiki struktur tanah dan mikroba tanah. Beberapa pupuk organik yang
dapat digunakan antara lain pupuk kandang ayam sebagai sumber N
(Hardjowigeno 2010), pupuk guano sebagai sumber P (Suwarno & Idris 2007),
dan abu sekam sebagai sumber K (Hadi 2005; Priyadharshini & Seran 2009)
walaupun dari masing-masing pupuk tersebut memiliki kandungan N, P, K yang
lengkap.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan pada media tanam dan
pemupukan pada pembibitan kepel. Hasil penelitian menunjukkan media dengan
campuran tanah, arang sekam dan pupuk kandang ayam serta fertigasi larutan
pupuk kandang ayam menghasilkan penampilan pertumbuhan tanaman lebih baik
(Aziz & Ramadhan 2013). Pemberian pupuk organik pada tanaman kolesom
meningkatkan kadar vitamin C dan Flavonoid dibandingkan dengan kontrol pada
musim tanam kedua (Saleh 2013) dan meningkatkan produksi metabolit pada
tanaman bangun-bangun (Ekawati et al. 2013). Kombinasi dari pupuk organik
tersebut perlu dipelajari untuk mengetahui kombinasi pupuk organik yang terbaik
untuk pertumbuhan dan produksi kandungan bioaktif daun kepel.
Pembentukan senyawa metabolit sekunder tanaman dapat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan, misalnya perubahan temperatur siang dan malam, curah
hujan, kekeringan, serta lama dan intensitas cahaya matahari (Siatka & Kasparova
2010; Marsic et al. 2011). Pada tanaman kolesom metabolit primer (vitamin C)
dan sekunder (flavonoid) yang bersifat antioksidan dengan pemupukan organik
dan inorganik didapatkan lebih tinggi di musim kemarau dibandingkan dengan
musim hujan (Mualim 2012). Penelitian Azhar et al. (2011) menunjukkan bahwa
kandungan metabolit sekunder seperti fenolik pada tanaman Trachyspermum
ammi L. meningkat pada musim kemarau karena terjadi cekaman air. Hal ini
menunjukkan dengan pengaruh musim akan dapat mempengaruhi kandungan
bioaktif tanaman kepel.
Perumusan Masalah
Tanaman kepel banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tanaman
kepel dapat dimanfaatkan buahnya sebagai konsumsi buah segar. Namun, umur
panen buah kepel yang relatif lama yaitu sekitar delapan tahun setelah penanaman
dan waktu panen buah yang hanya sekali dalam setahun menyebabkan potensi
buah kepel sulit untuk dijadikan bahan obat karena jumlahnya yang terbatas. Hal
ini mendorong pemikiran adanya eksplorasi potensi dari bagian lain tumbuhan
kepel yang ketersediannya tidak dibatasi oleh musim. Salah satu bagian dari
tumbuhan kepel yang tersedia sepanjang waktu dan tidak dibatasi oleh musim
adalah daun. Penelitian mengenai potensi daun kepel sebagai bahan obat belum
banyak dilakukan sebelumnya.

3
Daun kepel mengandung senyawa terpenoid dan flavonoid
(Purwantiningsih et al. 2011; Aziz & Ramadhan 2013). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Sunarni et al. (2007) daun tanaman kepel mengandung senyawa
flavonoid sebagai antioksidan penangkap radikal bebas. Hidayat et al. (2011)
menambahkan ekstrak dari daun kepel mengandung senyawa flavonoid meliputi
auron, flavanon dan flavanol yang dapat digunakan untuk antibakteri. Ekstrak
etanol dan heksan daun kepel menurunkan kadar asam urat pada tikus
(Purwantiningsih et al. 2010) dan ayam (Sutomo 2008). Pemilihan daun yang
mengandung senyawa bioaktif yang terbaik belum terdapat informasi pada
tanaman kepel. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian dalam penentuan umur
daun tanaman dengan kandungan bioaktifnya.
Pertumbuhan tanaman dan produksi bioaktif dapat ditingkatkan melalui
kegiatan budidaya tanaman, seperti pemupukan organik. Belum ada hasil
penelitian yang memberikan informasi mengenai pengaruh pemupukan organik
terhadap pertumbuhan dan produksi bioaktif daun kepel seperti aktivitas enzim
phenylalanine ammonia liase (PAL), flavonoid, klorofil dan antosianin.
Pemberian pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi bioaktif daun tanaman kepel.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pertumbuhan tanaman kepel dan
produksi bioaktif daun tanaman kepel (Stelechocarpus burahol) dengan
pemupukan organik.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perlakuan
pemupukan organik terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan bioaktif
daun kepel.
Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian dan hipotesis dijawab dengan melakukan serangkaian
percobaan (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan dengan dua percobaan.
Percobaan pertama untuk mengidentifikasi kadar bioaktif daun tanaman kepel
pada berbagai fase perkembangan daun (daun muda, sedang dan dewasa) pada
pohon yang sudah dewasa. Percobaan yang kedua yaitu untuk mengetahui respon
pertumbuhan dan kandungan bioaktif daun tanaman kepel dengan pemberian
pupuk organik setelah tanaman pindah tanam ke lapang.

4
Kepel

Percobaan 2
Tanaman kepel berumur ± 5
tahun dengan diameter
batang 1.33-2.59 cm

Percobaan 1
Tanaman kepel berumur ± 20
tahun dengan diameter batang
16.59-22.74 cm

Identifikasi pola
pertumbuhan
pohon

Identifikasi kadar
bioaktif daun
kepel muda,
sedang dan
dewasa

Output :
Rekomendasi pemilihan daun kepel
yang memiliki kadar bioaktif
terbaik

Pemperian pupuk organik

Pertumbuhan
tanaman

Kadar bioaktif
daun kepel

Output :
Kombinasi pemupukan organik
terbaik terhadap pertumbuhan dan
bioaktif daun kepel

Produksi bioaktif pada tanaman kepel
Gambar 1 Bagan alir penelitian produksi bioaktif daun kepel dengan pemupukan
organik

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kepel
Kepel (Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. & TH.) merupakan
tumbuhan pohon dengan tinggi sampai 21 m dan diameter batang sampai 40 cm.
Tumbuhan ini banyak ditemukan di Pulau Jawa, terutama di daerah Yogyakarta,
Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta tumbuhan ini
ditanam di sekitar keraton, sedangkan di Jawa Barat tumbuhan ini tumbuh
secara liar (Heyne 1987).
Kepel (Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. & TH) diklasisfikasikan
sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyte
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Magnoliales
Suku
: Annonaceae
Marga
: Stelechocarpus
Jenis
: Stelechocarpus burahol (BL.) Hook. F. & TH.

5
Pohon kepel dikenal juga sebagai kepel (jawa) dan burahol (sunda). Dalam bahasa
Inggris tumbuhan langka ini dikenal sebagai Keppel Apple (Balitbangkes 1994).
Daun kepel berupa daun tunggal berbentuk lonjong dengan panjang 8-20 cm dan
lebar 4-6 cm, ujung dan pangkal meruncing, halus, pertulangan bawah menonjol,
mengkilat, dan berwarna hijau. Bunga tanaman kepel berupa bunga majemuk,
bentuk tandan, tersebar di batang dan cabang, tangkai silindris, panjang ± 4 cm,
benang sari dan putik halus, mahkota lonjong, kuning. Buah kepel seperti buni,
bulat, kulit kasar, diameter ± 5 cm, coklat dan biji bentuk ginjal, halus, hitam
mengkilat (Sunarto 1992). Dalam satu buah terdapat 1-5 biji tergantung pada
ukuran buah. biji burahol memiliki ukuran yang bervariasi dengan panjang biji
rata-rata 2.42 ± 0.04 cm, lebar biji 1.76 ± 0.04 cm, tebal biji 1.23 ± 0.03 cm (Putri
et al. 2011).
Ekologi Tanaman Kepel
Tumbuhan kepel banyak ditemukan di Pulau Jawa, terutama di daerah
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta
tumbuhan ini ditanam di sekitar keraton, sedangkan di Jawa Barat tumbuhan ini
tumbuh secara liar (Heyne 1987).
Tanaman kepel saat ini mulai banyak ditanam di pekarangan rumah
terutama daerah-daerah yang berdekatan dengan keraton di Surakarta, seperti
Matesih, Karang anyar, dan di daerah sekitar keraton Yogyakarta, seperti
Purworejo, Sleman, dan Magelang. Kepel tidak ditanam pada luasan tertentu,
ditanam sebatas satu atau dua tanaman setiap rumah, namun populasinya cukup
banyak. Di Jawa Barat tanaman kepel juga tumbuh namun sangat jarang, hanya
dikoleksi oleh penggemar tanaman langka. Namun di Garut Selatan, di Gunung
Nagara Desa Depok Kecamatan Cisompet ditemukan banyak tanaman kepel yang
tumbuh liar (Balittro 2013).
Habitat tumbuh tanaman kepel dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 600 m dpl (LIPI 2000). Lingkungan fisik yang berkaitan erat dengan
burahol adalah suhu yang berkisar antara 26-30oC, kelembaban udara 50-85%,
kemiringan lahan 10-50%, dengan pH 5,5-6,5. Regenerasi alami pohon burahol
dibantu oleh satwa liar, terutama kalong (Pteropus vampirus) dan aliran air hujan
(Heriyanto & Garsetiasih 2005).
Pertumbuhan kepel
Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol) berbentuk pyramid dengan banyak
cabang lateral yang tersusun secara sitematik dan sifatnya yang kaulifor
(cauliflory) menambah keindahannya. Masyarakat memanfaatkan pohon ini selain
sebagai bahan obat juga digunakan sebagai tanaman hias. Flush yang muncul
secara serentak berubah dari merah muda pucat menjadi merah sebelum berubah
lagi menjadi hijau cemerlang merupakan nilai estetika dari pohon ini. Tanaman ini
memunculkan flush setiap 2 bulan sekali. Setiap pucuk yang muncul berkisar 2-7
daun (Sunarto 1992). Secara berurutan umur jaringan daun dewasa lebih tua
umurnya dari daun sedang dan daun muda. Daun muda (flush) berwarna merah
yang muncul akan berubah menjadi daun sedang yang berwarna hijau cemerlang
dan pada akhirnya berubah menjadi daun dewasa dengan warna hijau tua.
Tanaman kepel pada umumnya diperbanyak secara generatif melalui biji
sehingga untuk menghasilkan bibit tanaman kepel memerlukan waktu yang cukup

6
lama. Hasil penelitian Wawangningrum et al. (2011) biji kepel paling cepat
berkecambah 92 hari setelah semai.
Hasil penelitian perbanyakan kepel menggunakan stek, walaupun stek
mampu bertunas, namun tidak dapat membentuk akar. Kajian berikutnya diuji
dengan menggunakan hormon perangsang akar IBA (Indol Buteric Acid), namun
setelah 3 bulan juga tidak dapat merangsang keluarnya akar (Rahardjo et al.
2012). Oleh karena itu, perbanyakan kepel dilakukan dengan metode
penyambungan (grafting), menggunakan metode sambung pucuk dan sambung
samping. Perbanyakan menggunakan metode grafting dapat berhasil. Namun
untuk membibitkan batang bawah memakan waktu cukup lama memakan waktu.
Umur bibit tanaman kepel yang dapat digunakan sebagai batang bawah setelah 2
tahun (Rahardjo et al. 2014).
Tanaman kepel dapat berbunga setelah berumur 8 tahun. Bunga biasanya
muncul pada bulan September-Oktober. Buah kepel dapat dipanen selama 6 bulan
setelah berbunga yaitu pada bulan Maret-April (Sunarto 1992). Tanaman ini tidak
dapat berbuah sepanjang tahun.
Kandungan Bioaktif Daun Tanaman Kepel
Tanaman kepel memiliki beberapa kandungan bioaktif pada bagian-bagian
tanamannya yaitu buah, daun dan kulit batang (Heyne 1987). Buah kepel tidak
tersedia sepanjang tahun, sehingga alternatif pemanfaatan dari tanaman ini adalah
daunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aziz dan Ramadhan (2013)
hasil uji kandungan bahan bioaktif daun kepel secara kualitatif positif
mengandung alkaloid, tannin, flavonoid, steroid, triterpenoid dan saponin.
Menurut Sunarni et al. (2007) daun tanaman kepel juga mengandung senyawa
flavonoid sebagai antioksidan penangkap radikal bebas. Hidayat et al. (2011)
menambahkan ekstrak dari daun kepel mengandung senyawa flavonoid meliputi
auron, flavanon dan flavanol yang dapat digunakan untuk antibakteri.
Purwantiningsih et al. (2011) melaporkan kandungan flavonoid daun kepel dari
Samigaluh (750-800 mdpl) dan Ambal (5-50 mdpl) dalam bentuk ekstrak nheksana yakni 11.543 ± 0.889% dan 9.535 ± 0.331%. Ekstrak etanol dan heksan
daun kepel menurunkan kadar asam urat pada tikus (Purwantiningsih et al. 2010)
dan ayam (Sutomo 2008).
Pemupukan Organik
Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik secara langsung
maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan
produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman
(Leiwakabessy & Sutandi 1998). Pupuk diberikan pada tanaman dengan tujuan
menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Umumnya unsur hara tersedia
dalam tanah, tetapi karena secara terus-menerus diserap dan digunakan tanaman
maka kandungannya berkurang. Unsur hara dalam tanah terus berkurang seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga perlu tambahan dari
luar berupa pupuk.
Pemupukan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
teknik budidaya tanaman. Pupuk menambahkan unsur hara untuk dimanfaatkan
oleh tanaman. Tanaman memanfaatkan unsur hara untuk hidup, tumbuh, dan

7
berkembang. Dalam pengertian sehari-hari pupuk didefinisikan sebagai bahan
untuk memperbaiki kesuburan tanah agar tanah menjadi lebih subur. Oleh sebab
itu pemupukan pada umumnya diartikan sebagai penambahan unsur hara tanaman
ke dalam tanah meskipun dalam arti luas sebenarnya pupuk ialah bahan-bahan
untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (Hardjowigeno 2010).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari semua jenis bahan-bahan
organik dari tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang
dibutuhkan tanaman. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas. Pupuk organik yang
ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase perombakan oleh
mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah. Dalam
jangka panjang pupuk organik meningkatkan produktivitas dan mengurangi
degradasi lahan (Suriadikarta & Simanungkalit 2006). Kelemahan dari pupuk
organik adalah dibutuhkan dalam jumlah yang besar, kandungan unsur hara
yang dikandung rendah, dan membutuhkan banyak tenaga dalam
pengaplikasiannya (Sutanto 2002).
Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang ayam berasal dari kotoran ayam. Kotoran ayam yang
dijadikan pupuk organik cukup baik karena rasio C/N relatif rendah yaitu 1-3
(Sutanto 2002). Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang kotoran
ayam, selalu memberikan respon terbaik bagi pertumbuhan tanaman karena
rasio C/N pupuk kotoran ayam lebih rendah serta memiliki kadar hara yang
cukup dibanding pupuk kandang lain. Pupuk kandang kotoran ayam yang
dilarutkan dalam air, memiliki kadar hara yang cukup tinggi (Hartatik dan
Widowati 2006).
Pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar daripada
pupuk kandang yang lainnya. Kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam
lebih tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat (Sutedjo
2002). Menurut Hardjowigeno (2010) bahwa pupuk kandang ayam dapat
meningkatkan produktivitas tanaman dan memiliki pengaruh yang baik terhadap
tanah melalui perbaikan fisik, biologi, dan kimia tanah. Pupuk kandang ayam
mengandung unsur hara lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya. Hasil
penelitian Susanti et al. (2008) menunjukkan bahwa pupuk kandang ayam 15 ton
ha merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu
10.73 g bobot kering daun kolesom dan 6.36 g bobot kering umbi per tanaman.
Kandungan senyawa bioaktif daun dan umbi menurun oleh peningkatan dosis
pupuk kandang ayam.
Pupuk Guano
Pupuk guano merupakan salah satu sumber fosfat alam. Pupuk guano adalah
pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar dan sudah mengendap lama di dalam
gua dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri pengurai. Pupuk guano
merupakan salah satu pupuk organik yang banyak mengandung unsur P.
(Sediyarso 1999).
Guano banyak mengandung nitrogen dan fosfat. Kandungan utama dari
guano yakni unsur N dan P, namun ada pula guano yang mengandung unsur K.
Pupuk guano mengandung unsur N 2.09 %, P 10.43 %, K 0.07 %, Ca 26.72 %,

8
Mg 0.98 %, dan S 0.02 % (Yuliarti 2009). Pupuk guano mengandung sekitar 20
% P2O5 dan sekitar 13 % N (Tisdale et al. 1990). Kandungan yang lebih tinggi
ditemukan pada penelitian Rahadi (2008) dengan kandungan P2O5 dan CaO
berturut-turut sebesar 26.07 dan 36.07 %. Selain mengandung banyak nutrisi,
guano juga berperan sebagai sumber dari berbagai bakteri yang berperan sebagai
agen hayati untuk menekan terjadinya hama dan penyakit pada tanaman. Pupuk
guano lama berada dalam tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan
menyediakan unsur hara bagi tanaman lebih lama daripada pupuk kimia buatan
(Sediyarso 1999; Suwarno & Idris 2007).
Abu Sekam
Sekam padi bila dibakar akan menghasilkan arang sekam atau abu sekam.
Sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari
komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam
dibakar (Harsono 2002). Abu sekam yang berasal dari sekam padi merupakan
bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika yang
tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50% selulosa, 25-30% lignin, dan
15-20% silika (Bakri 2009). Abu sekam padi dapat berfungsi mengubah struktur
tanah menjadi gembur sehingga perakaran berkembang baik dan menjadi lebih
kuat.
Melati et al. (2008) menyatakan bahwa abu sekam diduga mengandung
unsur K yang relatif tinggi. Pemberian abu sekam sebagai sumber silikat pada
tanah Andisol dan Oxisol dapat melepaskan fosfor terjerap (Ilyas & Sugeng
2000). Abu sekam padi berpengaruh terhadap sifat biologis dan fisik tanah, selain
itu juga karena abu sekam memiliki kandungan unsur silikat yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan
jaringan (Asiah 2006).

9

3 IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN POHON DEWASA DAN
KADAR BIOAKTIF DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol)
ABSTRAK
Kepel (Stelechocarpus burahol) merupakan tanaman yang dapat
dimanfaatkan daunnya sebagai bahan obat karena mengandung bahan bioaktif.
Informasi mengenai pemilihan bahan sampel daun kepel yang layak untuk
dipanen sebagai bahan baku obat sampai saat ini belum ada. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kadar bioaktif daun kepel pada berbagai fase
perkembangan umur daun yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juni-November 2013 di Arboretum Lanskap IPB (6° 33' 19'' LS dan 106° 43' 27''
BT dengan ketinggian tempat + 210 mdpl) menggunakan 5 pohon kepel dewasa
berumur + 20 tahun. Daun kepel yang digunakan yaitu daun muda (daun yang
masih ada warna merah atau sampai sekitar 14 hari setelah flush), daun sedang
(warna merah sudah mulai menghilang dan berganti menjadi hijau muda atau
sekitar 14-28 hari setalah flush muncul) dan daun dewasa (daun yang sudah
berwarna hijau tua atau daun yang berumur lebih dari 28 hari setelah flush). Ratarata kadar bioaktif daun tanaman kepel pada masing-masing umur daun
dibandingkan menggunakan uji t-student’s. Hasil penelitian menunjukkan
aktivitas enzim PAL (phenylalanine ammonia lyase) dan kadar antosianin tidak
menunjukkan perbedaan antara daun muda, daun sedang dan daun dewasa. Daun
kepel dewasa memiliki kadar flavonoid dan total klorofil yang paling tinggi dari
pada daun sedang dan daun muda. Kadar flavonoid daun kepel menurun,
sedangkan kadar antosianin, aktivitas PAL dan total klorofil meningkat seiring
dengan meningkatnya curah hujan. Daun kepel yang sudah dewasa dapat
digunakan sebagai bahan baku obat.
Kata kunci: Stelechocarpus burahol, aktivitas enzim PAL, antosianin, flavonoid,
total klorofil

IDENTIFICATION OF KEPEL (Stelechocarpus burahol) GROWTH AND
BIOACTIVE COMPOUND IN THE LEAF PHASES
ABSTRACT
Kepel (Stelechocarpus burahol) is a plant which the leaves can be used as
medicine because its bioactive compound. Until now the information to elect
kepel leaves material that decent to be harvested as medicinal raw material has not
existed. The objective of this study was to determine the levels of bioactive kepel
leaves in various development phases of the different leaves ages. The research
was conducted in June-November 2013 at IPB Landscape Arboretum (6° 33' 19''
south latitude and 106° 43' 27 '' east longitude with altitude about 210 meters
above sea level) using 5 Kepel adult trees approximately 20 years. Kepel leaves
that used were young leaves (the leaves are still red or about 14 days after flush),
medium leaves (red color has begun to disappear and change into green, or

10
approximately 14-28 days after flush appears) and mature leaves (leaves with dark
green color or more than 28 days after flush). The average leaves bioactive levels
of each Kepel leaves in different age compared using t-student's test. The results
showed that the PAL (phenylalanine ammonia lyase) enzyme activity and
anthocyanin levels showed no difference among young, medium and mature
leaves. Mature leaves have the highest levels of flavonoids and chlorophyll total
compared with medium and young leaves. The flavonoid levels on Kepel leaf
decreased, whereas anthocyanin levels, PAL activity and chlorophyll total has
increased with the increasing of rainfall intensity. Kepel Mature leaf can be
utilized as raw material for medicine.
Key word: anthocyanin, flavonoids, PAL activity, Stelechocarpus burahol, total
chlorophyll

11
Pendahuluan
Kepel (Stelechocarpus burahol) merupakan salah satu tanaman buah dari
famili Annonaceae yang berkhasiat obat. Bagian dari tanaman kepel yang
digunakan untuk obat diperoleh dari daun, kulit batang, dan buah (Heyne, 1987).
Tanaman kepel dapat berbunga setelah berumur 8 tahun. Bunga biasanya muncul
pada bulan September-Oktober. Buah kepel dapat dipanen selama 6 bulan setelah
berbunga yaitu pada bulan Maret-April (Sunarto, 1992). Umur panen buah kepel
yang relatif lama dan waktu panen buah yang hanya sekali dalam setahun
menyebabkan potensi buah kepel sulit untuk dijadikan bahan obat karena
jumlahnya yang terbatas. Salah satu bagian dari tumbuhan kepel yang tersedia
sepanjang waktu dan tidak dibatasi oleh musim adalah daun. Daun tanaman kepel
dapat dijadikan alternatif untuk pemanfaatan dari bagian tanaman ini selain
buahnya.
Daun kepel mengandung senyawa terpenoid dan flavonoid (Purwantiningsih
et al. 2011; Aziz & Ramadhan 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Sunarni et al. (2007) daun tanaman kepel mengandung senyawa flavonoid sebagai
antioksidan penangkap radikal bebas. Hidayat et al. (2011) menambahkan ekstrak
dari daun kepel mengandung senyawa flavonoid meliputi auron, flavanon dan
flavanol yang dapat digunakan untuk antibakteri. Ekstrak etanol dan heksan daun
kepel menurunkan kadar asam urat pada tikus (Purwantiningsih et al. 2010) dan
ayam (Sutomo 2008).
Pemilihan daun yang mengandung senyawa bioaktif yang terbaik belum
terdapat informasi pada tanaman kepel. Umur daun perlu diperhatikan untuk
pemilihan daun sampel karena mempengaruhi kadar bioaktif yang terdapat pada
daun. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian dalam penentuan umur daun tanaman
dengan kandungan bioaktifnya. Analisis senyawa bioaktif berdasarkan penentuan
posisi daun pada beberapa spesies basil menunjukkan bahwa Ocimum sanctum L.
mengandung fenolat yang tinggi di semua posisi daun tetapi daun O. basilicum L.
kaya akan flavonoid dari daerah atas dan tengah tanaman yang kemungkinan
berkaitan dengan tingginya nilai aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH tetapi
tidak pada kemampuan pengkelat ion besi. Sebaliknya, bagian bawah daun O.
citriodorum Vis. memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH tertinggi
sedangkan daun tengah tanaman ini memiliki aktivitas tertinggi pengkelat ion besi
(Wongsen et al. 2013). Gamon dan Surfus (1999) juga melaporkan bahwa kadar
antosianin cenderung tinggi pada daun muda pohon ek (Quercus agrifolia) yang
juga memiliki laju fotosintesis yang rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bioaktif daun kepel
pada umur jaringan yang berbeda. Dari hasil penelitian ini diharapkan semakin
banyak masyarakat dapat mengetahui informasi potensi dari tanaman kepel
sehingga tertarik memanfaatkannya.

Bahan Dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilaksanakan di Arboretum Lanskap, Institut Pertanian
Bogor. Analisis tanah dan hara daun dilaksanakan di Laboratorium Tanah,

12
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Pengamatan kuantitatif kandungan bahan bioaktif dilaksanakan di Laboratorium
Plant Analysis and Chromatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April–November
2013.
Bahan dan Alat
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari lima tanaman kepel
berumur + 20 tahun. Bahan untuk analisis kima yang digunakan adalah methanol,
sodium karbonat, kalium asetat, magnesium clorida, dithiothreitol, buffer protein
dan L-phenylalanyne. Alat-alat yang digunakan adalah label, meteran, timbangan,
dan alat tulis. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia meliputi Shimadzu
UV1800 spectrophotometer (Japan) yang dihubungkan dengan UV probe 2.34
untuk analisis spektrofotometri, Centrifuge heraeus labofuge-400R, Eyela
waterbath SB-24 untuk inkubasi larutan campuran ekstrak, dan freeze dryer
Flexy-DryTM MP (USA).
Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan lima pohon kepel dewasa. Data kadar bioaktif
pada masing-masing fase perkembangan daun dari lima pohon dianalisis dengan
uji t-student.
Pelaksanaan Percobaan
Pengamatan
Pengamatan dan pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian antara
lain:
1. Analisis hara tanah. Analisis hara tanah dilakukan sebelum penelitian untuk
mengetahui kandungan hara dalam tanah. Tanah diambil 2 meter dari pokok
pohon pada masing-masing mata arah angin disetiap pohon kepel kemudian
dikomposit serta dicampur merata.
2. Analisis hara daun. Analisis hara daun untuk mengetahui kandungan hara
yang terserap dalam daun. Daun yang dipilih adalah daun dewasa secara acak
diketinggian yang sama pada masing-masing mata arah angin.
3. Jumlah daun. Penghitungan jumlah daun total diperoleh dari jumlah daun di
satu cabang utama yang mewakili setiap tanaman dikalikan dengan jumlah
cabang pada tanaman tersebut (Gambar 2). Daun yang dihitung adalah daun
dewasa.
4. Bobot daun. Bobot daun diambil masing-masing 10 daun dewasa yang
diambil secara acak pada ketinggian yang sama.
5. Biomassa daun kepel. Biomassa daun diperoleh dari perkalian jumlah total
daun dengan rata-rata bobot satu daun tanaman kepel.

13

Cabang yang
mewakili

Gambar 2 Pohon kepel
6. Analisis kadar bioaktif dilakukan pada daun muda, daun sedang dan daun

dewasa (Gambar 3). Kadar bioaktif daun yang diamati antara lain total
flavonoid (Mualim 2012), aktivitas enzim PAL (Dangcham et al. 2008),
protein menggunakan metode Lowry (Waterborg 2002), kadar total klorofil
dan antosianin (Sims & Gamon 2002).
A

B

C

Gambar 3 Daun kepel: (A) daun muda; (B) daun sedang; (C) daun dewasa

14
Kriteria pemilihan daun kepel yang dijadikan sampel sebagai berikut:
1. Daun muda: daun yang masih ada warna merah atau sampai sekitar 14 hari
setelah flush (Gambar 3A).
2. Daun sedang: warna merah sudah mulai menghilang dan berganti menjadi
hijau muda atau sekitar 14-28 hari setalah flush muncul (Gambar 3B).
3. Daun dewasa: daun yang sudah berwarna hijau tua atau daun yang berumur
lebih dari 28 hari setelah flush (Gambar 3C).
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Kondisi Umum
Pengamatan di lapangan berlangsung dari bulan April sampai bulan
November 2013. Selama waktu penelitian, terdapat pohon kepel yang terserang
rayap (Gambar 4). Rayap menyerang pada bagian cabang sehingga menyebabkan
cabang dan daun yang terserang mengering. Serangan rayap ini menyebabkan
jumlah cabang dan jumlah daun pada pohon berkurang.

Gambar 4 Pohon yang terserang rayap
Kondisi tanaman pada pengamatan pertama tanggal 4 April 2013, tanaman
sudah mengalami flush pada bulan Februari. Pengamatan yang kedua dilakukan
pada tanggal 25 Juni 2013 bertepatan pada bulan kering. Pengamatan ketiga dan
pengamatan keempat dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2013 dan 18 November
2013 bertepatan pada bulan basah. Data curah hujan selama percobaan yang di
dapat dari Stasiun BMKG Dramaga berlangsung menunjukkan pada kondisi bulan
basah (curah hujan > 100 mm/bulan). Hanya pada bulan Juni yang termasuk bulan
kering (curah hujan < 100 mm/bulan).

15
Tabel 1 Data unsur iklim Kecamatan Dramaga
Bulan
Curah Hujan (mm)
Januari
509.8
Februari
406.0
Maret
289.8
April
216.0
Mei
399.3
Juni
62.40
Juli
361.0
Agustus
280.1
September
503.2
Oktober
336.7
November
246.1
Desember
246.1

Klasifikasi
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah
Bulan kering
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah
Bulan basah

Hasil analisis tanah
Hasil uji laboratorium menunjukkan tanah pada lingkungan pohon
mempunyai pH masam sebesar 4.10, kandungan N sebesar 0.16 % yang termasuk
rendah, kandungan P sebesar 5.10 ppm dan K sebesar 0.09 me/100g yang
termasuk sangat rendah, dan nilai KTK tanah 12.93 me/100g yang termasuk
rendah. Kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan Balai Penelitian Tanah.
Menurut Badan Survei Tanah (1998), tanah Darmaga merupakan Latosol Coklat
Kemerahan yang tergolong dalam Oxic Dystrudept.
Hara daun
Daun dewasa dipilih untuk menganalisis kadar hara dalam jaringan. Kadar
hara yang terdapat pada jaringan daun kepel dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar
hara N dan K di daun kepel tidak menunjukkan perbedaan pada setiap
pengamatan (P>0.05). Kandungan unsur hara P menunjukkan perbedaan yang
nyata pada waktu pengamatan yang berbeda. Kandungan hara P pada pengamatan
bulan Agustus dan November menunjukkan nilai yang rendah, dan berbeda nyata
terhadap pengamatan dibulan Juni yang menunjukkan nilai tertinggi.

Keterangan : Garis-garis menunjukkan hasil uji t-students; (**) berbeda sangat
nyata; (*) berbeda nyata; (tn) tidak berbeda
Gambar 5 Kadar hara jaringan daun kepel

16
Pola pertumbuhan pohon kepel
Hasil dari pengamatan dari pohon tanaman kepel didapatkan pola
pertumbuhan pohon kepel seperti pada Gambar 6. Tanaman kepel memunculkan
flush setiap 2 atau 3 bulan sekali. Flush yang muncul merupakan daun muda yang
berwarna merah. Daun muda pada tanaman kepel tidak tersedia sepanjang tahun.
Jumlah flush yang muncul dipengaruhi oleh intensitas curah hujan yang diterima
pohon kepel. Pada bulan Juni merupakan bulan kering yang memiliki curah hujan
62.4 mm/bulan dimana pohon kepel memunculkan flush yang lebih sedikit.
Tanaman kepel berbunga sekitar bulan September sampai Desember. Buah kepel
dapat dipanen enam bulan setelah berbunga.

Keterangan :
Gambar 6 Pola pertumbuhan pohon kepel
Jumlah daun
Pada pengamatan jumlah daun, bulan Juni menunjukkan jumlah daun yang
relatif lebih rendah daripada bulan lainnya. Hal ini disebabkan oleh daun muda
yang terbentuk lebih sedikit karena pada bulan Juni yang merupakan bulan kering
dengan curah hujan kurang dari 100 mm/bulan dan ada beberapa daun mengering
pada beberapa cabang akibat terserang rayap.

Gambar 7 Jumlah daun kepel

17
Bobot daun
Bobot kering daun pada bulan Juni relatif lebih tinggi dibandingkan pada
waktu pengamatan lainnya. Hal ini diduga adanya curah hujan pada bulan Juni
yang sedikit menyebabkan rendahnya kadar air pada daun sehingga bahan kering
yang terdapat pada daun menjadi lebih berat.

Gambar 8 Bobot daun kepel
Total bobot daun
Total bobot daun didapatkan perkalian jumlah daun dengan rata-rata bobot
kering daun. Pengamatan total bobot kering daun kepel pada bulan Juni lebih
tinggi dari bulan april tetapi tidak berbeda dengan bulan Agustus dan November.
Meskipun pada bulan Juni jumlah daun relatif rendah tetapi rata-rata bobot kering
daun relatif lebih tinggi dari waktu pengamatan lainnya, sehingga total bobot daun
kepel pada bulan Juni relatif lebih tinggi dari waktu pengamatan lainnya.

Keterangan: total bobot daun (g) = Jumlah daun x Bobot kering daun

Gambar 9 Total bobot daun kepel
Bahan bioaktif yang terdapat di daun kepel
Klorofil Daun
Kadar total klorofil daun kepel pada fase perkembangan daun yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 10. Kadar total klorofil daun kepel dari tiga waktu
pengamatan yang tertinggi ditunjukkan pada daun dewasa, kemudian daun sedang
dan yang terendah pada daun muda. Pada daun dewasa memiliki kadar total
klorofil yang lebih tinggi dari daun muda dan daun sedang pada bulan Juni dan

18
Agustus (P

Dokumen yang terkait

Fraksionasi golongan flavonoid dari daun kepel (Stelechocarpus burahol) yang berpotensi sebagai antibakteri

1 13 56

Pengaruh Kombinasi Media Tanam Dengan Fertigasi Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Kepel (Stelechocarpus Burahol (Bl.) Hook. F. & Th.

0 9 96

Pengaruh Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f &. Thomson) Terhadap Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Parasetamol.

0 0 11

PENENTUAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK ETANOLIK DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. Th.) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI Diniatik Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ABSTRAK - PENENTUAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK ETANOLIK DAUN KEPEL (

0 0 5

Penelitian Antiimplantasi Ekstrak Etanol Daging Buah Burahol (Stelechocarpus burahol Hook F. & Thomson) Pada Tikus Putih

0 0 8

VARIASI MORFOLOGI TANAMAN KEPEL (Stelechocarpus burahol Hook. F dan Thomson) YANG TUMBUH PADA KETINGGIAN BERBEDA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 74

POTENSI PENANGKAPAN RADIKAL BEBAS HASIL HIDROLISIS EKSTRAK ETANOL DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol, (Bl.) Hook f. & Th.) DENGAN METODE DPPH - Digital Library Universitas Muhammadiyah Purwokerto

0 1 11

Uji analgetik ekstrak etanol 70% daun kepel [Stelechocarpus burahol [BI] Hook.f.& Th.] pada mencit putih jantan swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

0 2 133

Uji analgetik infusa daun kepel (Stelechocarpus burahol Hook.f. dan Thams.) pada mencit putih betina swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

0 1 143

Uji analgetik ekstrak etanol 70% daun kepel [Stelechocarpus burahol [BI] Hook.f.& Th.] pada mencit putih betina swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

0 0 136