memberikan stimulasi serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh-kembang, termasuk kasih sayang dan tanggung jawab orang tua.
5.2. Pengaruh Asuh Makan Terhadap Status Gizi Bayi
Hasil penelitian menunjukkan responden yang melakukan asuh makan kategori tidak baik mempunyai bayi dengan status gizi kurang lebih banyak pada
keluarga miskin dibandingkan pada keluarga tidak miskin. Asuh makan yang dilakukan terhadap bayi meliputi : tindakan ibu bila anak
tidak mau makan, orang yang memasak makanan untuk anak, apakah ibu selalu menemani anak waktu makan, waktu bayi baru lahir apakah ada diberikan colostrum,
apakah bayi baru lahir diberikan ASI saja sampai umur 6 bulan, sejak umur berapa anak mulai diberikan susu formulasusu kaleng, sejak umur berapa anak mulai
diberikan bubur tepung atau bubur, sejak umur berapa anak mulai diberikan buah, misalnya jeruk, pepaya, sejak umur berapa anak mulai diberikan makanan selingan
seperti kue, agar-agar atau kacang hijau, frekuensi makan bayi dalam sehari, apakah pemberian makanan kepada anak dihentikan apabila anak kenyang, walaupun belum
habis, porsi makanan anak dari hari ke hari, apakah makanan anak lebih diutamakan dari anggota keluarga yang lain, apakah makanana anak bervariasi antara pagi sampai
sore setiap hari. Jumlah dan persentase jawaban responden tentang seluruh kegiatan yang
dilakukan dalam asuh makan dominan pada kategori baik, namun persentasenya lebih tinggi pada keluarga tidak miskin dibandingkan keluarga miskin. Secara statistik
dengan uji chi-square, terdapat hubungan pola asuh makan dengan status gizi bayi
Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009
USU Repository © 2008
p0,05. Setelah dilakukan uji multivariat regresi logistik menunjukkan faktor asuh makan berpengaruh p0,005 terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin dan
tidak miskin. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada saat penelitian, menunjukkan
kecukupan dan keanekaragaman bahan makanan yang mampu disediakan untuk dikonsumsi anggota keluarga sangat terbatas. Demikian juga dengan komposisi
makanan dilihat dari sumber zat gizi belum sesuai dengan konsep keseimbangan menu makanan yang dianjurkan. Proses pengolahan makanan keluarga yang tidak
baik, seperti terlalu masak sehingga kandungan zat gizinya berkurang atau sebaliknya tidak masak sehingga dapat mengakibatkan bayi sakit. Hal ini sering kali
menyebabkan kandungan gizi makanan pada keluarga miskin tidak sesuai lagi dengan kebutuhan.
Rendahnya kemampuan keluarga miskin dalam menyediakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan bayi maupun anggota keluarga lainnya. Hal ini sesuai
dengan hasil perhitungan asupan gizi zat gizi dari food recall menunjukkan konsumsi kalori dari makanan sumber energi maupun protein pada keluarga miskin lebih
rendah dibanding keluarga tidak miskin. Demikian juga hasil pengolahan formulir frekuensi pangan food frequency questionaire menunjukkan komposisi makanan
yang dikonsumsi umumnya belum seimbang antara zat gizi yang berfungsi sebagai pembangun, pengatur maupun sumber energi. Artinya makanan yang diberikan
kepada bayi dan anggota keluarga lainnya belum seimbang dilihat dari sumber protein, energi dan vitamin maupun sumber mineral. Keadaan ini diakibatkan
rendahnya kemampuan dari aspek ekonomi, yaitu pendapatan keluarga yang rendah,
Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009
USU Repository © 2008
disamping pengetahuan ibu itu sendiri yang masih rendah dalam mengatur komposisi makanan keluarga.
Sesuai dengan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 1998, bahwa kebutuhan energi bayi 0-6 bulan adalah 560 kkal dan kebutuhan protein 12 gr
protein per hari, sedangkan umur 7-12 bulan kebutuhan energi 800 kkal dan kebutuhan protein 15 gr protein per hari.
Mendukung penelitian Cossio 2003 tentang praktek menyusui, menemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap praktek menyusui adalah umur dan jenis
kelamin anak serta karakteristik ibu yang meliputi sosial, ekonomi, budaya dan pekerjaan ibu. Demikian juga dalam penelitian ini, bahwa faktor kemiskinan
merupakan penyebab rendahnya kegiatan asuh makan yang baik, dimana keluarga miskin mengalami keterbatasan dari aspek ekonomi untuk dapat memberikan asupan
nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Penelitian ini juga mendukung penelitian AUSAID –Depkes RI 2000,
tentang ibu yang bekerja di ladang di Kabupaten Jaya Wijaya, Provinsi Papua, menyebabkan terbatasnya variasi makanan dan jumlah frekuensi makan sehingga
akan mempengaruhi kecukupan gizi masyarakat. Hal ini menyebabkan ibu tersebut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang hidup sehat, makanan
bergizi dan lain-lainnya termasuk pada saat hamil tua ataupun pada saat sehabis melahirkan. Dengan demikian diharapkan ibu mempunyai cukup waktu dan
kesempatan untuk mengurus kesehatan diri dan keluarganya.
Yusnidaryani : Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara, 2009
USU Repository © 2008
5.3. Pengaruh Asuh Kesehatan Terhadap Status Gizi Bayi