LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Alas filosofis dari membentukan Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Dayak di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan aspek keadilan inklusif. Keadilan merupakan diksi yang filosofis sekaligus memiliki dimensi sosiologis,

dikarenakan ‘rasa keadilan’ hanya bisa dirasakan dalam lingkup atau konteks sosial-kemasyarakat tertentu. Hal ini yang menyebabkan ‘rasa keadilan’ menjadi entitas yang subyektif dan sulit dicandra dalam optic objektifitas. Inklusifisme bermakna pengakuan terhadap keberagaman baik dalam konteks suku, tradisi, kebiasaan dan kepercayaan masyarakat, maupun dalam konteks keberagaman ide dan gagasan dalam masyarakat yang heterogen. Raperda ini diharapkan dalam

memberi ‘rasa keadilan’ kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang termarjinalkan oleh hegemoni negara.

Selain aspek keadilan inklusif, Raperda ini juga bermaksud untuk membagi atau membatasai kewenangan negara yang acap kali dirasa terlalu kuat mencengkram ranah internum masyarakat hukum adat yang termarginalkan oleh sistem negara. Raperda ini berisikan pengakuan pemerintah negara terhadap hak-hak yang inheren dimiliki oleh masyarakat, dan juga dilengkapi dengan prosedur dan proses-proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Namun perlu ditekankan bahwa, pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat tidak serta merta menafikan kedaualatan negara. Disini perlu ditekankan perbedaan antara hak menentukan nasib sendiri (right of self-determination) dengan hak untuk merdeka dan berdaulat (right to self-determination). Raperda ini melingkupi dan mengatur hak yang pertama, bukan yang terakhir.

B. Landasan Sosiologis

Masyarakat hukum adat memiliki karakteristik yang unik, sehingga mereka berbeda dengan masyarakat perkotaan pada umumnya. Salah satu keunikannya adalah hubungan transendental mereka dengan alam (tanah) mereka. Masyarakat hukum adat juga merupakan masyarakat yang religio-magis dimana mereka masih memiliki hubungan spiritual dengan roh-roh leluhur, benda-benda pusaka dan bentang alam, semisal pohon keramat, sungai keramat dan gunung keramat. Hal-hal sosiologis- antropologis inilah yang perlu dicermati dan diperhatikan dalam Raperda ini.

Masyarakat hukum adat beserta hukum adat mereka yang ‘hidup’ juga mengalami beban historis yang sangat kuat. Marginalisasi terhadap

masyarakat hukum adat sudah lama terjadi sejak penguasaan (baca: penjajahan) bangsa Eropa terhadap suku-suku di Nusantara. Tragisnya narasi diskriminasi berlanjut sampai pada zaman kemerdekaan sampai

sekarang. ‘Penjajahan’ terhadap sumber daya komunal masyarakat hukum adat masih terjadi hingga hari ini. Praktek ‘diskriminasi’

bertopeng penetapan wilayah hutan misalnya, terbukti telah menimbulkan nestapa bagi masyarakat hukum adatdi hampir semua daerah di Indonesia.

Politik hukum berdimensi sosiologis-kultural juga perlu dirumuskan dalam Raperda ini, terutama dalam konteks relasi antara pembangunan dengan pemenuhan hak-hak asasi manusia. Pembangunan kontemporer kerap hanya berdimensi ekstraksi sumber daya alam, dan cenderung abai terhadap respon masyarakat terhadap proyek-proyek pembanguan, dan efek pembangunan ekstraktif terhadap masyarakat dan lingkungan, Praktek pembangunan inilah yang kerap kali menjadi penegasan adanya

tegangan antara ‘pembangunan’ dengan hak-hak asasi manusia. Ilmuwan sosial Amerika Serikat bahkan kerap berujar: development is a devil’s gift (pembangunan adalah kado dari setan). Dimana pembangunan, alih-alih mensejahterakan, malah mencederai dan menafikan hak-hak asasi

manusia. Raperda ini tidak anti terhadap diski ‘pembangunan’, namun lebih mengelaborasinya dalam diskursus ‘pembangunan yang inklusif’ manusia. Raperda ini tidak anti terhadap diski ‘pembangunan’, namun lebih mengelaborasinya dalam diskursus ‘pembangunan yang inklusif’

C. Landasan Yuridis

Sebagai konsekuensi logis dari prinsip negara hukum (rule of law), setiap peraturan-perundang-undangan harus memiliki landasan yuridis yang logis, rasional, sistematis dan berjenjang (hirarkhis). Raperda tentang Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Pulang Pisau juga memperhatikan beberapa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai alas legitimasi keberadaannya. Peraturan perundang- undangan tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Pasal 18B Ayat (2), Pasal 28I Ayat (3), Pasal 32 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 2. TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

4. Undang-Udang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 35);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41);

6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852);

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

9. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 352) Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);

10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32); 12. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389 Tahun 2004);

11. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 5613);

12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58);

13. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5485);

14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 140); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

17. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130);

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERATURAN PEMERINTAH NO.58 TAHUN 2005 TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

2 44 15

EFEKTIFITAS ISI PESAN MEDIA BANNER DALAM SOSIALISASI PERATURAN PENERTIBAN BERPENAMPILAN PADA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa FISIP UMM)

2 59 22

ANALISIS YURIDIS PERANAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DALAM PENATAAN REKLAME BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME

2 64 102

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI (PTKLN) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NO.2 TAHUN 2004 BAB II PASAL 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO (Studi Kasus pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupa

3 68 17

IMPLIKASI BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA TERHADAP PEMERINTAHAN NAGARI DI SUMATERA BARAT

0 31 5

KAJIAN YURIDIS PENGAWASAN OLEH PANWASLU TERHADAP PELAKSANAAN PEMILUKADA DI KOTA MOJOKERTO MENURUT PERATURAN BAWASLU NO 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

1 68 95

PERSEPSI PESERTA DIDIK TERHADAP OPTIMALISASI PELAYANAN PENDIDIKAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DI SMA YP UNILA BANDAR LAMPUNG

0 13 72

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 17 50

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN KEMENTERIAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN PERATURAN AKAD NIKAH DI KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

13 79 90