Masyarakat Sunda di Desa Cidapdap

2.6 Masyarakat Sunda di Desa Cidapdap

Genjring bonyok merupakan suatu bentuk kesenian musik rakyat yang tumbuh, berkembang, dan tersebar di wilayah Kabupaten Subang Jawa Barat. Dari sekian banyak tempat persebaran kesenian genjring bonyok di daerah Subang, yang menjadi fokus utama dalam tulisan ini adalah Desa Cidadap kecamatan Pagaden. Untuk kepentingan penulisan ini, maka tinjauan umum desa Cidadap diperlukan sebagai gambaran daerah penelitian dimana kesenian genjring bonyok ini tumbuh dan berkembang.

Wilayah desa Cidadap yang merupakan salah satu desa tertua di wilayah kecamatan Pagaden Kabupaten Subang, luasnya 576.493 ha yang terdiri dari Wilayah desa Cidadap yang merupakan salah satu desa tertua di wilayah kecamatan Pagaden Kabupaten Subang, luasnya 576.493 ha yang terdiri dari

Berdasarkan data yang tertulis di Kantor Balai Desa Cidadap, menurijukan bahwa desa Cidadap telah berdiri sejak tahun 1895, dengan kepala desanya yang pertama bernama Irtem. Keterangan ini didukung pula oleh catatan yang dimiliki Sadurahman, salah seorang sesepuh desa Cidadap.

Tabel 2.2: Jenis Penggunaan Tanah Desa Cidadap

No Jenis Penggunaan Tanah Jumlah dalam Hektar

1 Perumahan dan Pekarangan 110.899

2 Sawah Teknis 448.903

3 Empang/ Kolam/ Tebu

4 Tanah Desa 13.899 Sumber:

Daftar Isian Potensi Desa Cidadap (2010:1).

Batas-batas wilayah desa Cidadap adalah sebagai berikut: (1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bendungan dan sebagian Desa Margahayu. (2) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Balimbing. (3) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pangsor.

(4) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sumur Gintung. Hasil sensus tahun 2010 menunjukan bahwa penduduk desa Cidadap berjumlah 8.625 jiwa dengan 3.551 kepala keluarga.

Jarak desa Cidadap dari ibu kota kecamatan sekitar 7 kilometer dapat ditempuh 1/2 jam dengan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak dari ibu kota Jarak desa Cidadap dari ibu kota kecamatan sekitar 7 kilometer dapat ditempuh 1/2 jam dengan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak dari ibu kota

Sepanjang jalan menuju lokasi penelitian desa Cidadap nampak pesawahan-pesawahan yang sebagian masih digarap dengan cara-cara tradisional dan ladang-ladang yang ditanami buah-buahan dan sebagian sayur-sayuran. Keadaan alam (tanah) desa Cidadap, sama seperti daerah lainnya yang terdapat di wilayah kabupaten Subang pada umumnya, yaitu cukup subur. Air cukup banyak dari sungai- sungai di daerah ini pada umumnya merupakan sungai hujan, yang artinya volume air tersebut ditentukan oleh ada atau tidaknya hujan. Air sungai biasanya keruh, alirannya deras, serta banyak mengangkut pasir dan lumpur. Sungai-sungai ini biasanya digunakan untuk mengairi persawahan dan kolam- kolam yang terdapat disekitar desa Cidadap.

Untuk mencari informasi tentang sejarah desa Cidadap, penulis melakukannya dengan dua bentuk pendekatan yaitu dengan melihat buku hasil laporan Penilik Kebudayaan Kecamatan Pagaden mengenai sejarah desa-desa yang ada di wilayah Kecamatan Pagaden (Sasmita, 2012:1), dan menggunakan teknik wawancara dengan tokoh-tokoh atau pemuka desa yang mengerti tentang sejarah Desa Cidadap.

Dari beberapa wawancara yang dilakukan saya meyimpulkan, bahwa keterangan dari Sadurahman (mantan lurah Desa Cidadap periode 1963-1970) merupakan keterangan yang cukup lengkap. Hal tersebut dimungkinkan karena Sadurahman memiliki keterangan tertulis yang didapat secara langsung dari Dari beberapa wawancara yang dilakukan saya meyimpulkan, bahwa keterangan dari Sadurahman (mantan lurah Desa Cidadap periode 1963-1970) merupakan keterangan yang cukup lengkap. Hal tersebut dimungkinkan karena Sadurahman memiliki keterangan tertulis yang didapat secara langsung dari

Menurut yang tertulis dalam catatan Sarkiyem, sejarah Cidadap dimulai dengan hadirnya Aki Mendung dan Nini Mendung. Mereka adalah orang pertama yang membuka hutan, Kemudian dijadikan perkampungan yang sekarang disebut Desa Cidadap.

Kehidupan Aki Mendung dan Mini Mendung sangat bahagia. Karena ditempatnya yang baru ini tanahnya sangat subur dengan banyak aliran sungai mengitari perkampungan mereka, hingga mereka dapat, menanam berbagai macam sayuran, palawija, dan padi.

Setelah sekian lama Aki Mendung sekeluarga menetap di perkampungan tersebut, maka datanglah beberapa orang yang mengaku dari Kerajaan Cirebon. Kedatangan mereka disambut baik oleh Aki mendung sekeluarga, karena suatu kehormatan tersendiri apalagi pada masa itu kawasan Subang termasuk dalam kekuasaan kerajaan Cirebon (Ekadjati,1980:90). Di antara yang datang pada waktu itu adalah Aki Gede, Nini Gede, Aki Bagus Taluk, Aki Wira Sandi, Aki Bagus Rangin dan dengan beberapa orang pengawal kerajaan. Sebenarnya maksud kedatangan mereka adalah untuk menghindari dari kejaran tentara Belanda yang saat itu sudah menguasai sebagian wilayah Kabupaten Subang. Tetapi tujuan mereka yang paling penting adalah menyebarkan dan memeperkenalkan agama Islam kepada masyarakat Subang yang berada di pelosok-pelosok ataupun di perkampungan-perkampungan, karena pada masa itu pada umumnya masyarakat Subang masih menganut agama tradisional yang diturunkan dari orang tua mereka terdahulu. Sebagai rasa hormat Aki Mendung sekeluarga terhadap kedatangan tamu Setelah sekian lama Aki Mendung sekeluarga menetap di perkampungan tersebut, maka datanglah beberapa orang yang mengaku dari Kerajaan Cirebon. Kedatangan mereka disambut baik oleh Aki mendung sekeluarga, karena suatu kehormatan tersendiri apalagi pada masa itu kawasan Subang termasuk dalam kekuasaan kerajaan Cirebon (Ekadjati,1980:90). Di antara yang datang pada waktu itu adalah Aki Gede, Nini Gede, Aki Bagus Taluk, Aki Wira Sandi, Aki Bagus Rangin dan dengan beberapa orang pengawal kerajaan. Sebenarnya maksud kedatangan mereka adalah untuk menghindari dari kejaran tentara Belanda yang saat itu sudah menguasai sebagian wilayah Kabupaten Subang. Tetapi tujuan mereka yang paling penting adalah menyebarkan dan memeperkenalkan agama Islam kepada masyarakat Subang yang berada di pelosok-pelosok ataupun di perkampungan-perkampungan, karena pada masa itu pada umumnya masyarakat Subang masih menganut agama tradisional yang diturunkan dari orang tua mereka terdahulu. Sebagai rasa hormat Aki Mendung sekeluarga terhadap kedatangan tamu

Sejak kedatangan mereka ke kampung itu suasana mulai berubah. Perubahan tersebut antara lain dibentuknya pemerintahan desa sebagai wadah pemerintahan terkecil, dan sebagai kepala desanya terpilih Aki Gede yang merupakan salah seorang pendatang di kampung tersebut.

Selanjutnya desa tersebut diberi nama Cidadap. Nama ini diambil dari nama pohon (dadap) yang banyak tumbuh di sekitarar desa tersebut,yang sebagian berfungsi sebagai pembatas antara persawahan dengan perladangan dan antara ke desa dan hutan. Alasan lain digunakannya nama pohon dadap sebagai nama desa tersebut, disebabkan daun dari pohon persebut digunakan masyarakat Cidadap sebagai campuran untuk makanan dan obat-obatan tradisional.

Selama Aki Gede menjadi kepala desa Cidadap, beliau tidak saja memimpin dibidang pemerintahan desa namun juga beliau membimbing masyarakat di desa tersebut dalam bidang agama Islam. Setelah beberapa lama di desa Cidadap Aki Gede merasa bahwa masyarakat desa tersebut sudah mulai dapat mandiri dalam hal kepemimpinan dan keagamaan. Oleh karena itu Aki Gede menyerahkan pimpinan pemerintahan desa Cidadap kepada Aki Mendung yang merupakan warga asli desa Cidadap.

Setelah pemindahan kepempinan desa, Aki Gede dan rombongan dari keraton Cirebon meninggalkan desa tersebut, dan sejak saat itu pula masyarakat merasakan kehilangan. lalu atas inisiatif Aki Mendung segala barang peninggalan Aki Gede dikumpulkan dan disimpan di rumah kediaman Aki Gede yang telah ditinggalkannya. Sejak saat itu pula masyarakat mulai mengkeramatkan barang- Setelah pemindahan kepempinan desa, Aki Gede dan rombongan dari keraton Cirebon meninggalkan desa tersebut, dan sejak saat itu pula masyarakat merasakan kehilangan. lalu atas inisiatif Aki Mendung segala barang peninggalan Aki Gede dikumpulkan dan disimpan di rumah kediaman Aki Gede yang telah ditinggalkannya. Sejak saat itu pula masyarakat mulai mengkeramatkan barang-

Sampai sekarang masyarakat desa Cidadap dalam mengkeramatkan barang- barang tersebut masih berlangsung, warga masyarakat sering menyajikan sesajen di sekitar sarang rayap tersebut, dan air sumur peninggalan Aki Gede digunakan untuk memandikan anak yang akan disunat.

Umumnya masyarakat pedesaan di Kabupaten Subang mempunyai corak budaya petani. Sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian yang dikerjakan secara tradisional. Keberadaan tersebut menempatkan Kabupaten Subang sebagai daerah lumbung padi ketiga terbesar di Jawa Barat.

Desa Cidadap yang luas tanahnya 576.493 hektar, 3/4 luas tanahnya merupakan lahan pertanian. Pada umumnya, bertani yang mereka lakukan adalah dengan bercocok tanam padi di sawah dan ladang yang dalam bahasa sunda disebut huma. Penanaman padi di sawah menggunakan irigasi, dan padi huma tergantung kepada air hujan. Lahan pada umumnya terdapat di bukit atau tempat dimana tidak terdapat aliran air secara teratur.

Desa Cidadap merupakan daerah yang dilalui beberapa sungai besar, sehingga padi sawah lebih banyak dibanding dengan padi huma. Rincian mata pencaharian pokok masyarakat Desa Cidadap dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3: Mata pencaharian Pokok Masyarakat Desa Cidadap

No Mata Pencaharian Pokok

Jumlah Jiwa

1 Petani penggarap 3505

2 Buruh Tani 3045

5 Mantri Kesehatan

7 Pegawai negeri

8 Buruh

9 Dukun Bayi/Paraji

10 Tukang Cukur

Sumber: Daftar isian potensi desa Cidadap (2012:6)

Penduduk desa Cidadap yang berjumlah 8.625 orang seluruhnya menganut agama Islam. Ada beberapa sarana peribadatan umat Islam yang terdapat di desa Cidadap, yaitu: 5 Mesjid, 24 langgar, dan satu pesantren (Daftar Isian Potensi Desa, 2012:24).

Dalam kehidupan sehari-hari sifat keislaman penduduk tercermin dari prilaku, seperti: rajin bersembahyang, membaca Al Qur'an, melakukan puasa pada bulan Ramadhan, merayakan hari-hari besar Islam, dan beberapa diantaranya telah melaksanakan ibadah Haji.

Meskipun penduduk di desa Cidadap seluruhnya menganut agama Islam, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih menganut unsur kepercayaan di luar Islam, berupa kepercayaan kepada makhlus halus dan kekuatan magis. Kepercayaan ini ternyata masih menyatu dalam kehidupan penduduk Desa Cidadap. Misalnya upacara-upacara yang mengandung unsur kepercayaan yang Meskipun penduduk di desa Cidadap seluruhnya menganut agama Islam, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih menganut unsur kepercayaan di luar Islam, berupa kepercayaan kepada makhlus halus dan kekuatan magis. Kepercayaan ini ternyata masih menyatu dalam kehidupan penduduk Desa Cidadap. Misalnya upacara-upacara yang mengandung unsur kepercayaan yang

Tampaknya agak sukar memisahkan praktek agama Islam dengan unsur kepercayaan yang bukan Islam. Sebab baik agama Maupun sistim kepercayaan tersebut masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Cidadap berfungsi mengatur sikap dan sistim nilai.

Masyarakat desa Cidadap memiliki beberapa jenis kesenian yaitu genjring bonyok, kliningan, sisingaan, dan gembyung. Di antara keempat jenis kesenian di atas, kelompok kesenian genjring bonyok merupakan yang paling banyak jumlahnya, yaitu terdiri lima kelompok yang tersebar dalam tiga dusun.

Kelima kelompok tersebut masing-masing ialah seperti yang diuraikan berikut ini:

1. Kelompok Sinar Pusaka bertempat di dusun Suka Sari, yang dipimpin oleh Sutarja, merupakan kelompok kesenian genjring yang pertama dan tertua di desa Cidadap. Menurut Sutarja bahwa hampir sebagian grup kesenian yang ada di wilayah kecamatan Subang dibimbing oleh bapak Sutarja. Oleh sebab itu kelompok Sinar Pusaka menjadi barometer bagi kelompok Genjring Bonyok

yang lainnya, beberapa kelompok di bawah ini adalah binaan dari Sutarja. 9

9 Yang dimaksud: (a) kliningan adalah salah satu jenis seni pertunjukkan, dimana ensambel pendukungnya terdiri atas beberapa perangkat instrumen antara lain: Saron, Rincik, Demung,

Kenong, Gong, Kendhang, dan Rebab, perangkat yang disebut dengan gamelan ini dilengkapi pula dengan musik vokal yang disajikan oleh seorang sinden. (b) Sisingaan adalah salah satu jenis kesenian yang khas dari Kabupaten . Kesenian ini dikhususkan untuk mengarak anak yang akan disunat, dengan mempergunakan seperangkat patung singa yang diusung oleh empat, orang penari dan diiringi dengan alat musik. (c) Gembyung adalah jenis kesenian yang mempergunakan seperangkat alat frame drum untuk mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan Islam, ya kesenian ini dipertunjukan dalam konteks khitanan dan ruwatan.

(2) Kelompok Alin bertempat di dusun Suka Sari, dipimpin oleh Alin. (3) Kelompok Juhadi bertempat di dusun Suka Rahayu, dipimpin oleh

Juhadi. (4) Kelompok Rasun bertempat di dusun Suka Rahayu, dipimpin oleh Rasun. (5) Kelompok Karno bertempat di dusun Tanjung, dipimpin oleh Karno. Kesenian Kliningan yang terdapat di desa Cidadap terdiri atas tiga

kelompok, dua kelompok terdapat di dusun Suka Desa, dipimpin oleh Anyay dan Apin (Mandala Grup). Satu kelompok terdapat di dusun Sukajaya dipimpin oleh Durga.

Kelompok kesenian Sisingaan di desa Cidadap terdapat di dua dusun, yaitu di dusun Suka Sari yang dipimpin oleh Sutarja dan dusun Suka Jaya yang dipimpin oleh Dari.

Kelompok kesenian Gembyung yang ada di desa Cidadap merupakan kelompok kesenian yang sudah cukup tua. Menurut pak Dulhatim dan pak Sumin, kelompok kesenian ini telah hadir sejak tahun 1930 yang dipimpin oleh almarhum Ki Jaski. Namun diantara lima jenis kesenian di desa ini, kesenian Gembyung adalah kesenian yang mulai mengalami penurunan dalam frekwensi pertunjukkannya. Saat ini di desa Cidadap hanya terdapat satu kelompok Gembyung yang bernama Pusaka Wangi dibawah pimpinan Dulhatim.

Dari uraian-uraian etnografis di atas, maka tergambar dengan jelas kepada kita, bahwa seni tardug yang berkembang dari genjring bonyok, adalah beradasr kepada eksistensi kebudayaan Sunda secara umum. Kesenian ini adalah ekspresi Dari uraian-uraian etnografis di atas, maka tergambar dengan jelas kepada kita, bahwa seni tardug yang berkembang dari genjring bonyok, adalah beradasr kepada eksistensi kebudayaan Sunda secara umum. Kesenian ini adalah ekspresi

Baik seni genjring bonyok maupun tardug adalah mengekspresikan seni Islam. Masyarakat Sunda menyatukan ajaran Islam dengan kebudayaannya. Dengan demikian mengkaji seni tardug tidak dapat dipisahkan dengan mengkaji Islam dan sejarah bertapaknya Islam di Tatar Sunda. Seni tardug berkembang pula dengan mengambil berbagai alat musik Barat, terutam alat musik gitar.

Dengan demikian selain Islam, unsur budaya Barat pun diadopsi dalam instrumen seni pertunjukan tardug ini. Jadi memahami seni tardug mestilah dilihat dalam konteks kebudayaan atau etnografi masyarakat Sunda.

Peta 2.1 Subang dalam Provinsi Jawa Barat

Peta 2.1 Provinsi Jawa Barat