Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Mangga (Mangifera indica L)

(1)

SIFAT-SIFAT PEMESINAN KAYU MANGGA

(Mangifera indica L)

SKRIPSI

Oleh :

SAP SENOP SURANTA SITEPU

031203003/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan diperdagangan pada tanggal 10 November 1984 dari Ayah A.K Sitepu dan Ibu S.N Sembiring. Penulis adalah anak ke-6 dari 6 bersaudara.

Pada tahun 1997 penulis lulus SD Negeri 3 Kuala, tahun 2000 lulus dari SLTP Negeri 2 Kuala, tahun 2003 lulus dari SMU Negeri 1 Kuala dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi penerimaan mahasisiwa baru (SPMB) di program studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Pada masa perkuliahan penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan Mangrove Bandar Kalipah Kabupaten Serdang bedagai dan Taman Hutan Raya Bukit Barisan (TAHURA) Tongkoh Kabupaten Karo. Selain itu penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. RAPP kabupaten Pelalawan Pekan Baru, Riau. Penulis juga merupakan anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan organisasi Korps Mahasiswa Pencinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (KOMPAS USU).


(4)

ABSTRACT

Wood was a material raw that very important for human. The utilization of wood by doing of people until now generally limited in wood from the species that has been known and was of high quality. In fact wood availabilities the more decreased and was difficult to be found. To overcome that problem, so the utilization of wood from the species that not all that was known and was of low quality was one of the efforts. Manggo wood as one of the wood was of low quality that could be mede use of as the alternative for the processing industry of wood especially as the furniture raw material. To be able to be made use of in the processing industry of wood was needed by the basic characteristics especially the ease to be done with the machine. The aim of this research was to research the characteristics machining manggo wood.

The percentage surface free the defect in manggo wood for all machining (planer, shaping, boring, routing and sanding) entered the class one with the quality machining very good. The defect kind that was observed in the process machining manggo wood including chipped grain, fuzzy grain, chip mark, raised grain, ripped grain and destructed grain. That influenced the characteristics machining from the characteristics of including the direction and the thickness of wood fibre, the spesific gravity and the wood violence.

Key word : Manggo wood, the process of the execution and the characteristics machining.


(5)

ABSTRAK

Kayu merupakan suatu bahan baku yang sangat bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan kayu yang dilakukan oleh masyarakat sampai sekarang pada umumnya sebatas pada kayu dari spesies yang telah dikenal dan berkualitas tinggi. Padahal ketersediaan kayu semakin berkurang dan sulit untuk didapatkan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemanfaatan kayu dari spesies yang kurang dikenal (lesser known spesies) dan berkualitas rendah merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan. Kayu mangga salah satu kayu berkualitas rendah dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk industri pengolahan kayu terutama sebagai bahan baku meubel. Untuk dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan kayu, diperlukan sifat dasar terutama kemudahan untuk dikerjakan dengan mesin. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti sifat-sifat pemesinan kayu mangga (Mangifera indica L).

Persentase permukaan bebas cacat pada kayu mangga untuk semua proses pemesinan (penyerutan, pembentukan, pengeboran, pembuatan alur dan pengampelasan) masuk kelas I dengan mutu pemesinan sangat baik. Jenis cacat yang teramati pada proses pemesinan kayu mangga anatra lain serat terserpih, bulu halus, tanda serpih, serat terangkat, tersobek dan terhancur. Yang mempengaruhi sifat pemesinan dari karakteristik kayu antara lain arah dan ketebalan serat kayu, berat jenis dan kekerasan kayu.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah ” Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Mangga (Mangifera indica L)”.

Dalam pelaksanaan pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, doa dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah A.K Sitepu dan Ibu S.N Sembiring selaku orangtua, serta abangda dan kakanda sekeluarga yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian yang sangat besar untuk keberhasilan penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, selaku ketua Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Rudi Hartono S.Hut, M.Si, Ibu Iwan Risnasari S.Hut, M.Si dan Kurniawansyah Effendi S.Hut selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis.

4. Teman-teman penulis, yaitu Hendra Sitinjak, Sri Ingeten, Yuli, Cut Nataria, Pamona, Riana, Heri Muda, Kiki Rahmawaty, dan Mestika.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Medan, April 2007


(7)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kayu Mangga ... 4

Ciri Umum dan Sifat Anatomis Kayu Mangga ... 5

Pengerjaan Kayu ... 7

Pemesinan Kayu (Wood Machining) ... 11

Cacat Pemesinan (Machining Devect) ... 14

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Alat dan Bahan Penelitian ... 17

Prosedur Penelitian ... 18

Pembuatan Contoh Uji ... 18

Pengujian ... 19

Analisa Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyerutan (Planing) ... 22

Pembentukan (Shaping) ... 26

Pengeboran (Boring) ... 29

Pembuatan Alur (Routing) ... 31

Pengampelasan (Sanding) ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(8)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Sifat Mekanis Kayu Mangga ... 6

2. Karakteristik Potongan Orthogonal Cutting dan Peripheral Milling ... 12

3. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan ... 14


(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Pola Pemotongan Contoh Uji (ASTM D 1666-99) ... 17

2. Hasil Proses Penyerutan ... 21

3. Cacat Serat Terserpih pada Proses Penyerutan ... 22

4. Cacat Bulu Halus pada Proses Penyerutan ... 24

5. Cacat Tanda Serpih pada Proses Penyerutan ... 25

6. Hasil Proses Pembentukan ... 25

7. Cacat Serat Terangkat pada Proses Pembentukan ... 27

8. Hasil Proses Pengeboran ... 28

9. Cacat Serat Terhancur pada Proses Pengeboran ... 30

10. Cacat Serat Tersobek pada Proses Pengeboran ... 30

11. Hasil Proses Pembuatan Alur ... 31

12. Cacat Serat Terangkat pada Proses Pembuatan Alur ... 32

13. Hasil Proses Pengampelasan ... 33


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal 1. Kerapatan dan Kadar Air Contoh Uji Kayu Mangga ... 38 2. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada

Proses Penyerutan ... 39 3. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada

Proses Pembentukan ... 40 4. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada

Proses Pengeboran ... 41 5. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada

Proses Pembuatan Alur ... 42 6. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada


(11)

ABSTRACT

Wood was a material raw that very important for human. The utilization of wood by doing of people until now generally limited in wood from the species that has been known and was of high quality. In fact wood availabilities the more decreased and was difficult to be found. To overcome that problem, so the utilization of wood from the species that not all that was known and was of low quality was one of the efforts. Manggo wood as one of the wood was of low quality that could be mede use of as the alternative for the processing industry of wood especially as the furniture raw material. To be able to be made use of in the processing industry of wood was needed by the basic characteristics especially the ease to be done with the machine. The aim of this research was to research the characteristics machining manggo wood.

The percentage surface free the defect in manggo wood for all machining (planer, shaping, boring, routing and sanding) entered the class one with the quality machining very good. The defect kind that was observed in the process machining manggo wood including chipped grain, fuzzy grain, chip mark, raised grain, ripped grain and destructed grain. That influenced the characteristics machining from the characteristics of including the direction and the thickness of wood fibre, the spesific gravity and the wood violence.

Key word : Manggo wood, the process of the execution and the characteristics machining.


(12)

ABSTRAK

Kayu merupakan suatu bahan baku yang sangat bermanfaat bagi manusia. Pemanfaatan kayu yang dilakukan oleh masyarakat sampai sekarang pada umumnya sebatas pada kayu dari spesies yang telah dikenal dan berkualitas tinggi. Padahal ketersediaan kayu semakin berkurang dan sulit untuk didapatkan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemanfaatan kayu dari spesies yang kurang dikenal (lesser known spesies) dan berkualitas rendah merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan. Kayu mangga salah satu kayu berkualitas rendah dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk industri pengolahan kayu terutama sebagai bahan baku meubel. Untuk dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan kayu, diperlukan sifat dasar terutama kemudahan untuk dikerjakan dengan mesin. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti sifat-sifat pemesinan kayu mangga (Mangifera indica L).

Persentase permukaan bebas cacat pada kayu mangga untuk semua proses pemesinan (penyerutan, pembentukan, pengeboran, pembuatan alur dan pengampelasan) masuk kelas I dengan mutu pemesinan sangat baik. Jenis cacat yang teramati pada proses pemesinan kayu mangga anatra lain serat terserpih, bulu halus, tanda serpih, serat terangkat, tersobek dan terhancur. Yang mempengaruhi sifat pemesinan dari karakteristik kayu antara lain arah dan ketebalan serat kayu, berat jenis dan kekerasan kayu.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu merupakan suatu bahan baku yang memiliki manfaat yang sangat bernilai bagi manusia, diantaranya sebagai bahan konstruksi, meubel, barang kerajinan, jembatan, alat-alat olah raga, kayu bakar, peralatan rumah tangga dan lainnya. Mandang dan Pandit (1997), mengemukakan bahwa di Indonesia tumbuh lebih kurang 4.000 jenis pohon. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan sudah menyimpan contoh kayu kurang lebih 3323 jenis pohon yang mencakup 785 marga dari 106 suku. Pohon yang kayunya dikenal sampai saat ini diperkirakan 400 jenis, tercakup dalam 198 marga dan 68 suku.

Masalah timbul ketika laju deforestasi terus meningkat, sebagai akibat peningkatan kebutuhan masyarakat akan kayu, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan pertumbuhan industri perkayuan. Menteri Kehutanan (2005), mengatakan bahwa terjadi laju pengurangan luas hutan alam di Pulau Sumatera mencapai 2% per tahun, di Pulau Jawa sebesar 0,42% per tahun, di Pulau Kalimantan sebesar 0,94% per tahun, di Pulau Sulawesi mencapai 1% per tahun dan di Irian Jaya pengurangan luas hutan sebesar 0,7% per tahun. Akibatnya ketersediaan bahan baku terutama kayu bundar yang sudah diketahui karakteristiknya secara jelas serta sudah umum diperdagangkan dan digunakan industri pengolahan kayu seperti kayu jati, pinus, mahoni, meranti, kamper, dan kempas sudah banyak berkurang dan semakin sulit untuk didapatkan.


(14)

Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain pemanfaatan kayu kurang dikenal (lesser know) dan penggunaan bahan berkayu lainnya yang mempunyai potensi cukup besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.

Kayu buah-buahan dapat dijadikan salah satu upaya atau alternatif untuk mengatasi kekurangan pasokan atau ketersediaan kayu bundar yang memiliki kelas awet dan kelas kuat tinggi. Pemanfaatan kayu ini diharapkan dapat menjadi pengganti keberadaan kayu-kayu yang selama ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan kontruksi dan meubel di industri pengolahan kayu. Salah satu kayu buah-buahan adalah kayu mangga (Mangifera indica L).

Kayu mangga merupakan kayu buah-buahan yang pada umumnya masyarakat hanya memanfaatkan hasil buahnya saja, sedangkan pemanfaatan atas hasil kayunya masih jarang atau sedikit digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan kayu atau meubel. Untuk dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan kayu, maka diperlukan sifat dasar terutama kemudahan untuk dikerjakan dengan mesin. Pemanfaatan kayu ini diharapkan sesuai dengan kualitas kayu yang umumnya digunakan sebagai bahan konstruksi, meubel dan penggunaan lainnya.

Menurut Balfas (1994) dalam Siswanto (2002) khususnya untuk karakteristik bahan, berdasarkan teori maupun praktek yang ada telah menunjukkan bahwa suatu jenis kayu memiliki karakteristik tertentu dalam proses pengolahan. Salah satu karakteristik yang penting dalam pengolahan kayu adalah kemudahannya untuk dikerjakan dengan mesin (machinability). Berkaitan dengan sifat dan struktur kayu maka setiap kayu akan memberikan respon sifat mesin


(15)

tertentu, yang respon atau prilaku tersebut akan berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas pengolahan kayu.

Berdasarkan karakteristik di atas serta dalam upaya pemanfaatan jenis kayu mangga yang secara tepat dan optimal maka perlu diketahui sifat pemesinan atau pengerjaan pada papan kayu gergajian tersebut, salah satunya adalah dengan melakukan penelitian dengan judul ”Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Mangga (Mangifera indica L)”.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat pemesinan kayu mangga (Mangifera indica L).

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai sifat-sifat pemesinan kayu mangga (Mangifera indica L) sehingga dapat menjadi alternatif bagi penyediaan bahan baku industri pengolahan kayu yang berkualitas terutama meubel.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kayu Mangga

Tanaman mangga (Mangifera indica L) merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang telah banyak dikenal di Indonesia, dari ujung barat sampai timur dari utara sampai selatan kita jumpai tanaman mangga dari jenis yang bermutu rendah sampai bermutu tinggi. Tanaman mangga sebenarnya asalnya dari luar negeri yaitu dari India. Tanaman mangga menyebar ke Indonesia dan disekitarnya mungkin karena dibawa orang-orang India pada waktu mengadakan perdagangan atau pada waktu menyebarkan agama Hindu dan Budha pada abad keempat atau kelima sebelum Masehi. Mangga mulai ditanam di Kepulauan Maluku pada tahun 1665 (Pracaya, 1996).

Tanaman mangga pohonnya tegak, bercabang dan warnanya selalu hijau, tingginya bisa mencapai 10-40 m, tajuknya berbentuk kubah, bulat panjang (oval) atau memanjang, umurnya bisa mencapai 100 tahun atau lebih. Kulit pohon tebal dan kasar dengan celah-celah kecil dan sisik-sisik bekas tangkai daun. Warna kulit yang sudah tua biasanya coklat keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam. Pohon mangga yang berasal dari biji pada umumnya tegak, kuat, dan tinggi, sedangkan yang berasal dari okulasi dan cangkokan lebih pendek dan cabangnya membentang atau melebar ke samping (Pracaya, 1996).

Mangga merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar lingkungan masyarakat dan di daerah tropik dengan ketinggian antara 0-1.300 m dpl dan ketinggian tempat yang optimum untuk mangga adalah 0-500 m dpl, bahkan ada yang menyatakan pertumbuhan mangga juga dapat hidup baik di


(17)

dataran rendah ataupun tinggi dengan temperatur tinggi atau rendah, sedikit hujan atau banyak hujan. Untuk mendapat produksi tinggi maka diperlukan temperatur dan curah hujan yang tertentu. Menurut pengamatan temperatur minimum tanaman mangga masih dapat hidup yaitu lebih kurang 10o C dan temperatur pertumbuhan optimum untuk tanaman mangga lebih kurang 24-27o C (Pracaya, 1996).

Menurut Paimin (1999), secara umum mangga akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan curah hujan tahunan antara 750-2.500 mm dengan 2-7 bulan basah dan kedalaman air tanah tidak lebih dari 2 meter. Menurut Rukmana (2003), tanaman mangga tumbuh dengan baik di tanah ringan (tanah lempung berpasir) sampai tanah berat (tanah lempung atau tanah liat). Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman mangga adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, dan pH optimum antara 5,5-6,0.

Ciri Umum, Sifat Anatomis dan Berat Jenis Kayu Mangga

Kayu teras dan gubal pada pohon muda sukar untuk dibedakan, pada pohon tua warna teras merah sampai kecoklatan, tekstur agak kasar sampai kasar (Pika, 1995). Kulit pohon tebal dan kasar dengan celah-celah kecil dan sisik-sisik bekas tangkai daun. Warna kulit yang sudah tua biasanya coklat keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam dan warna kayunya kuning sampai kemerahan bila sudah kering (Pracaya,1996).

Kayu mangga memiliki pori-pori tata baur dengan diameter > 10 mikron, batas lingkar tumbuh tidak jelas, memiliki bidang perforasi sederhana. Parenkim aksial aliform, bentuk pita setebal lebih dari 3 lapisan sel dan pita marginal. Lebar


(18)

jari-jari 1-3 set, tidak ditemukan tilosis dan serat-serat berdinding tipis sampai tebal (Mandang, 2005). Menurut Pika (1995), berat jenis kayu mangga adalah 0,67 dan termasuk ke dalam kelas sedang (agak berat), karena berat jenis 0,60-0,75 adalah termasuk ke dalam kelas sedang (agak berat).

Sifat Mekanis Kayu Mangga

Tabel 1. Sifat Mekanis Kayu Mangga

Sifat Mekanis Kondisi

Basah

Kondisi Kering Keteguhan lentur statis pada batas proporsi (Kg/cm2) 227.08 394.4 Keteguhan lentur statis pada batas patah (Kg/cm2) 365.62 512.31

Modulus elastisitas (1.000 Kg/cm2) 74.27 108.42

Keteguhan pukul radial (Kg/dm3) 5.94 11.85

Keteguhan pukul tangensial 6.88 -

Keteguhan tekan sejajar serat (Kg/cm2) 306.25 560.51

Keteguhan tekan tegak lurus serat ujung (Kg/cm3) 276.90 485.80 Keteguhan tekan tegak lurus serat sisi (Kg/cm3) 182.50 332.90

Keteguhan geser radial (Kg/cm2) 71.74 98.29

Keteguhan geser tangensial (Kg/cm2) 70.11 103.25

Keteguhan belah radial (Kg/cm) 38.64 34.79

Keteguhan belah tangensial (Kg/cm) 50.06 43.99

Keteguhan tarik tegak lurus serat radial (Kg/cm2) 23.14 29.85 Keteguhan tarik tegak lurus serat tangensial (Kg/cm2) 37.45 43.33


(19)

Pengerjaan Kayu

Pengerjaan kayu sering disebut sebagai wood working. Tujuan dari proses pengerjaan yaitu mengkonversi kayu solid maupun panel kayu menjadi produk berdaya guna, bernilai dan berestetika tinggi lewat serangkaian proses (Bakar, 1998 dalam Siswanto, 2002).

Kualitas barang yang dibuat dari kayu seperti meubel, peralatan rumah tangga dan barang kerajinan tergantung kepada hasil pengerjaan kayu. Sifat pengerjaan kayu dinyatakan secara kualitatif seperti mudah, sulit, baik, kusam, mengkilap dan sebagainya (Martawijaya dkk., 1981).

Hal terpenting adalah hasil permukaan akhir setelah dikerjakan dengan mesin. Sebagai pertimbangan perlu diketahuinya jenis-jenis cacat akibat kesalahan dari pemesinan. Hal lainnya adalah pemahaman mengenai struktur anatomi kayu, yang turut berperan sangat penting dalam menentukan hasil permukaan akhir kayu (Koch, 1964).

Darmawan (2000) dalam Siswanto (2002) menyatakan bahwa secara umum selain penampilan akhir kayu setelah dikerjakan (surface roughness), masa pakai pisau (tool life) dan konsumsi energi listrik (cutting power consumption) memiliki peranan yang cukup penting. Surface roughness diukur dengan menggunakan alat texture measuring instrument yang akan menghasilkan gelombang. Permukaan halus akan ditunjukkan dari variasi gelombang yang dihasilkan tidak jauh berbeda, sedangkan permukaan kasar ditunjukkan dengan gelombang yang bervariasi. Masa pakai pisau dikatakan baik, jika masa pakainya lama setelah digunakan. Penggunaan mesin-mesin pengerjaan kayu akan


(20)

ekonomis jika energi listrik yang digunakan untuk memotong atau mengerjakan kayu rendah, sehingga akan meningkatkan efisiensi pengolahan kayu.

Selain itu juga perlu diperhatikan sifat-sifat makroskopis kayu yang dapat mempengaruhi sifat-sifat pemesinan kayu, yaitu :

1. Kayu awal dan kayu akhir

Kedua kayu ini memiliki sifat fisik yang berbeda yaitu kayu awal memiliki berat jenis yang rendah, lunak dan berwarna terang sedangkan kayu akhir bewarna gelap dan keras. Perbedaan fisik ini tidak hanya menjadi masalah awal dalam proses pemesinan tetapi pada saat proses pengeringan akan terjadi tegangan pada daerah garis antara kayu akhir dan kayu awal (Koch, 1964).

2. Kayu teras dan kayu gubal

Menurut Koch (1964), adanya pengaruh kadar air terhadap kekuatan dan sifat pemesinan kayu. Perbedaan yang sangat signifikan antara kayu teras dan kayu gubal terletak pada kandungan air, kayu gubal memiliki kadar air lebih tinggi dibanding kayu teras. Pada kayu konifer, kadar air kayu teras dapat mencapai lebih dari 200 % dari berat keringnya. Haygreen dan Bowyer (1996) menambahkan pada umumnya kayu keras hanya mempunyai perbedaan yang kecil dalam kandungan air antara kayu gubal dengan kayu teras. Hal ini berlawanan sekali dengan kayu lunak, dengan kandungan air kayu gubal biasanya jauh lebih tinggi daripada kayu teras, sering dengan suatu faktor tiga sampai empat kalinya.


(21)

Haygreen dan Bowyer (1996), menjelaskan bahwa kayu reaksi cenderung menghasilkan permukaan yang keriting pada penggergajian atau pengetaman, terutama apabila pengolahannya masih segar. Menurut Koch (1964), hal ini menyebabkan gergaji menjadi terlalu panas dan menyulitkan penyelesaian akhir yang memuaskan. Kayu reaksi sukar untuk dikerjakan menjadi bentukan lain, susah untuk digergaji, diketam dan hasil ketamannya berbulu atau berbulu halus.

4. Arah serat

Arah sejajar sumbu panjang sebagian besar serat-serat kayu yang panjang dan meruncing disebut arah serat. Apabila kayu gelondong dengan serat terpuntir digergaji, maka papan gergajian yang didapat memiliki arah serat yang tidak sejajar dengan panjang papan. Papan semacam ini mungkin sukar untuk diketam menjadi papan ketaman berkualitas tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Serat berombak mempunyai kemiripan yang sama dengan serat berpadu. Kayu yang digergaji dari batang berserat berombak atau berpadu akan menghasilkan serat yang melintang. Serat ini akan membuat keteguhan kayu berkurang. Kelainan arah serat dapat memberikan pola gambaran pada bidang–bidang kayu gergajian, sehingga merupakan sifat yang disukai untuk perkakas rumah/perabot (Dumanauw, 1990). Martawijaya dkk (1981) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi sifat pengerjaan kayu seperti adanya serat terpadu.


(22)

Untuk keperluan bahan bangunan konstruksi, kayu dengan unsur kekuatan tinggi dan arah serat lurus lebih diutamakan. Pada pekerjaan menggergaji potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan arah serat, tetapi pada kayu yang panjang umumnya sulit didapat serat yang lurus (Dumanauw, 1990).

5. Mata kayu

Mata kayu adalah cacat yang paling umum dijumpai pada suatu papan, yang mengurangi kekuatan kayu gergajian. Pengaruh suatu mata kayu dalam banyak hal mungkin dianggap sama dengan pengaruh suatu lubang yang dibor karena akan terjadi pemuntiran sehingga mengakibatkan menurunnya kekuatan papan gergajian tersebut (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Berdasarkan standart ASTM D 1666-99, jenis dan bentuk cacat yang ditimbulkan dari pengerjaan kayu tidak selamanya sama tergantung proses pemesinan yang dilakukan, dengan perincian sebagai berikut :

a. Cacat pengetaman : serat bulu halus, (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain), serat patah (torn grain) dan tanda bekas serpih (chipmark).

b. Cacat pengampelasan : serat bulu halus (fuzzy grain), dan bekas garukan (seratching).

c. Cacat pemboran : serat bulu halus (fuzzy grain), kelicinan (smoothness), bagian yang tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tear cut).


(23)

d. Cacat pembentukan : serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain) dan bekas serpih.

e. Cacat lubang persegi : kelicinan (smoothness), bagian yang tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tear cut).

f. Cacat pembubutan : serat bulu halus (fuzzy grain), serat patah (torn grain) dan permukaan kasar (roughnes).

Pemesinan Kayu (Wood Machining)

Pemesinan kayu (wood machining) adalah proses pembentukan/ pemotongan kayu dengan menggunakan mesin yang di dalamnya terdapat pisau (cutting tool), melalui satu atau kombinasi operasi yaitu penggergajian (sawing), penyerutan (planing), pembentukan (shaping atau moulding), pengaluran (routing), pembubutan (turning) dan pengampelasan (sanding) (Bakar, 2003).

Berdasarkan prinsip kerjanya, pemesinan kayu dibagi ke dalam dua kategori, meliputi : pemesinan secara ortogonal (ortogonal cutting) dan pemesinan secara peripheral (peripheral milling). Pemesinan secara ortogonal yaitu kondisi pemotongan dimana sisi tajam pisau relatif tegak lurus terhadap arah potong dan permukaan/lintasan potong yang terbentuk relatif sejajar dengan permukaan awal kayu. Contoh proses pemesinan yang mengunakan prinsip kerja ortogonal cutting diantaranya penyerutan dengan ketam serut, penyayatan finir dan pembubutan dengan mesin bubut (lathe). Pemesinan secara peripheral (peripheral milling) yaitu kondisi pemotongan dimana kayu dipotong menjadi chip kecil-kecil oleh pisau-pisau yang tersusun dalam selinder berputar (cutter


(24)

kecil yang terpadu. Contoh proses pemesinan ini diantaranya penyerutan dengan mesin serut (planer/ thicknesser), pemotongan dengan mesin pembentuk (shaper), pembuatan alur dengan router dan pemotongan dengan circular saw, perbedaan karakteristik antara orthogonal cutting dan peripheral milling disajikan pada Tabel 2 (Bakar, 2003).

Tabel 2. Karakteristik Potongan Orthogonal Cutting dan Peripheral Milling

Parameter Orthogonal cutting Peripheral milling

Bentuk chip Arah potong Bentuk pisau Kecepatan potong Panjang pemotongan utuh ujung

sejajar arah pengumpanan blade tunggal

= kecepatan pengumpanan = lintasan pemotongan

pendek-pendek

tidak sejajar pengumpanan blade dalam cutterhead

≠ kecepatan pengumpanan

≠ lintasan pemotongan

Berdasarkan tingkat kemudahannya untuk dimesinkan (machinability), maka kayu dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu kayu yang mudah untuk dimesinkan, yang dikatakan mempunyai sifat ketermesinan tinggi dan kayu yang susah untuk dimesinkan yang mempunyai sifat ketermesinan rendah (Bakar, 2003).

Lerch (1987) menjelaskan dalam proses melakukan pengerjaan kayu kecepatan dorong perlu diperhatikan terutama dalam melakukan pengetaman dengan menggunakan kecepatan iris pada suatu jarak dalam meter yang ditempuh oleh benda kerja yang dikerjakan dalam waktu satu menit melalui alat yang berputar. Untuk menghasilkan ketaman atau profil yang halus, tidak cukup hanya


(25)

memperhatikan kecepatan iris. Kecepatan dorong dan jumlah pisau yang dipasang juga diperhitungkan.

Menurut Lerch (1987), sebelum melakukan pengampelasan terlebih dahulu diperhatikan bagaimana serat pada sisi bagian bawah yang akan diamplas. Tebal benda juga kita ukur, agar ketebalan benda kerja yang diamplas dapat ditentukan dan kecepatan putaran minimal 4.500/menit dan bantalan peluru poros tidak longgar.

Kualitas Pemesinan

Rachman dan Balfas (1986) dalam Priyatno (2003) mengemukakan bahwa kualitas pemesinan suatu jenis kayu secara umum dapat diduga berdasarkan nilai berat jenis. Semakin besar nilai berat jenis kayu maka semakin baik sifat-sifat pemesinannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun demikian, ternyata untuk sifat pengampelasan hubungan antara berat jenis kayu dengan kualitas

pengampelasan menunjukkan hubungan yang lemah, sehingga sifat

pengampelasan tidak dapat diduga berdasarkan berat jenisnya.

Selanjutnya dijelaskan oleh Bakar (2000) dalam Priyatno (2003) bahwa spesies yang mempunyai kerapatan rendah menghasilkan permukaan potong yang lebih kasar dibandingkan dengan spesies yang berkerapatan lebih tinggi dalam proses pemotongan tegak lurus (crosscutting). Dijelaskan pula bahwa pada pemotongan tegak lurus serat (crosscutting), kondisi serat kayu tidak mempengaruhi kualitas permukaan potong. Sebagai contoh kayu afrika dengan karakteristik serat berpadu (interlocked grain) yang berpeluang menghasilkan


(26)

permukaan hasil serutan yang kasar ternyata dapat menghasilkan permukaan potong yang halus.

Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi dan beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan mesin yang kurang baik. Apabila semua mesin tersebut tidak dipelihara dengan baik, maka ketepatan kerja semakin lama semakin menurun. Hal ini menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut semakin lama semakin tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen semakin rendah (Dephutbun, 1999).

Nilai bebas cacat dan klasifikasi mutu sifat pemesinan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan

Nilai bebas cacat Kelas Mutu pemesinan (Defect free values),% (Class) (Machining quality) 0 - 20 V Sangat buruk (very poor) 21 - 40 IV Buruk (poor)

41 - 60 III Sedang (fair/medium) 61 - 80 II Baik (good)

81 -100 I Sangat baik (very good)

Sumber : Abdurachman & Karnasudirdja (1982) dalam Abdurrohim dkk (2004).

Cacat-Cacat Pemesinan Kayu

Jenis–jenis cacat pada proses pemesinan menurut Darmawan (1997), antara lain :


(27)

Kekasaran permukaan papan disebabkan oleh terangkatnya kayu akhir sehingga lebih tinggi daripada kayu awal. Umumnya terjadi pada kayu dari daerah beriklim sedang dengan perbedaan kayu awal dan akhir yang jelas. Penyebabnya adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal, serta mata pisau tumpul.

b. Serat terlepas (loosened grain)

Terpisahkan kayu akhir dari kayu awal tapi masih ada bagian yang bersatu. Hal ini disebabkan pada bagian raised grain kayu akhir menyusut lebih besar daripada kayu awal.

c. Serat tersepih (chipped grain)

Tersepih/tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan, sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu. Hal ini disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar serta serat kayu miring.

d. Serat berbulu (fuzzy grain)

Kekasaran permukaan kayu karena adanya sekelompok serabut yang berdiri (tidak terpotong sempurna). Hal ini disebabkan oleh adanya kayu reaksi, kekuatan geser rendah serta sudut potong kayu kecil.

e. Tanda serpih (chip mark)

Lekukan dangkal pada permukaan kayu disebabkan oleh adanya kayu yang menempel pada ujung pisau. Bisa disebabkan juga karena resin kayu tinggi.


(28)

Panshin and de Zeeuw (1970) mengelompokkan cacat pemesinan menjadi dua golongan yaitu serat terangkat (raised grain) yang meliputi serat terangkat, serat terlepas dan serat berbulu. Golongan kedua meliputi tanda bekas serpih dan serat patah.

Selain serat berbulu (fuzzy grain), serat terangkat (raised grain) dan serat patah (torn grain), pada proses pemesinan, khususnya pada pemboran, sering ditemukan cacat ”bari”. Menurut Darmawan (1997), bahwa ”bari” adalah cacat pemesinan yang berupa serabut-serabut yang tersisa pada pinggir atau ujung papan yang telah dibor/digergaji, yang disebabkan karena mata bor atau gigi gergaji yang tidak tajam.


(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada tangal 16 Maret sampai 18 April 2007. Penelitian bertempat di UD. Harapan Jaya beralamat di Jalan Al-Falah No. 7 Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian adalah gergaji bundar (circular saw), mesin serut (planer), mesin profil (shaper), mesin pembuat alur (router), mesin bor (borer) dan mesin amplas (sander). Alat bantu yang digunakan adalah oven, timbangan, meteran, caliper, alat tulis, kaca pembesar (loupe) dengan perbesaran sepuluh kali. Spesifikasi mesin yang digunakan dalam proses pengerjaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi Mesin Pengerjaan Kayu

Spesifikasi Mesin

Planer Shaper Borer Router Sander

Merk-Tipe AT-602 TCB-26 Geetech- MA09 Kafer-MK408 HML-906 Asal Cina Taiwan Taiwan Cina Taiwan Tahun pembuatan 1995 1992 1995 1994 1997

Tepi bilah Persegi Pita Bor R4-R6 -

Tegangan (volt) 240 300 220-240 220 240

Tanaga (HP) 4 3 2 4 1

Kecepatan (rpm) 2.000-6.000 8.000-12.000 2.000-6.000 20.000-32.000 1.725-2.000


(30)

sebanyak 20 lembar papan (ASTM D 1666-99). Semua papan contoh dalam keadaan kering udara dan kondisi bebas cacat.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya sama dengan metode ASTM D 1666-99, dengan sedikit perubahan yang disesuaikan dengan kondisi bahan dan peralatan yang ada. Semua papan contoh bebas cacat terlebih dahulu dikeringudarakan hingga kadar air 12-18%. Selanjutnya dibuat contoh uji dan dikerjakan dengan mesin pengerjaan kayu yang terdapat di UD. Harapan Jaya.

Pembuatan Contoh Uji

Menurut metode ASTM D 1666-99, papan contoh uji dibuat berukuran 120 cm x 12,5 cm x 2 cm dan bebas cacat. Papan contoh tersebut dibuat menjadi contoh-contoh uji untuk pengujian sifat–sifat pemesinan kayu. Kondisi pemesinan disesuaikan dengan kondisi yang saat ini diterapkan di industri pengerjaan kayu. Pola pembuatan contoh uji disajikan pada Gambar 1.

30 cm 90cm

a 5 cm c b

2.5 cm

2 cm


(31)

Keterangan :

a = Contoh uji pengeboran (ukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm) b = Contoh uji pengampelasan (ukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm) c = Contoh uji penyerutan, pembentukan dan pembuatan alur (ukuran 90 cm x 10 cm x 2 cm)

Pengujian

1. Pengerjaan Papan Contoh

Pengujian dilakukan dengan menilai sifat pemesinan pada papan contoh. Sifat–sifat pemesinan yang dinilai dan cara pengerjaan adalah :

a. Penyerutan (Planing)

Contoh uji penyerutan dibuat berukuran 90 cm x 10 cm x 2 cm. Sudut potong pisau diatur sebesar 200–300, laju pengumpanan sebesar 12 m/menit, kecepatan putar pisau sebesar 5.000 rpm, serta tebal sayatan sebesar 2 mm. Contoh uji diserut dengan mesin double moulder searah dengan arah serat. Memberi tanda pada setiap contoh uji begitu keluar dari mesin dengan menunjukkan arah masuk kayu ke dalam mesin. Semua contoh uji yang telah diserut disimpan dengan teratur dan selanjutnya dinilai sifat penyerutannya. b. Pembentukan (Shaping)

Mengerjakan kembali contoh uji yang sudah diserut dengan menggunakan mesin pembentuk (shaper). Pada salah satu sisi contoh uji tersebut dibentuk alur berbentuk M6 (moulding model 6). Pembuatan profil ini menggunakan pisau M6, dengan kecepatan putar pisau sebesar 9.000 rpm. Dilakukan


(32)

pengamatan terhadap cacat–cacat pemesinan yang terjadi pada bidang permukaan hasil pembentukan.

c. Pengeboran (Boring)

Contoh uji yang dibor berukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm, dengan kecepatan putaran mata bor sebesar 3.600 rpm. Pada setiap contoh uji dibuat dua buah lubang bor dengan laju pengeboran diusahakan cukup lambat agar menghasilkan lubang bor yang baik. Mata bor yang digunakan berdiameter 16 mm. Pengeboran dilakukan sampai 2 mm melebihi permukaan bawah contoh uji untuk menghindari terjadinya serpih. Selanjutnya dilakukan pengamatan cacat–cacat yang timbul.

d. Pembuatan alur (Routing)

Mengerjakan kembali contoh uji yang sudah diserut dengan menggunakan mesin router. Pisau router yang digunakan berbentuk R6 yang menghasilkan bentuk “r” pada sisi kayu, sehingga sisi kayu tidak siku. Kecepatan putar pisau router sebesar 30.000 rpm. Dimensi alur yang dibuat pada permukaan contoh uji adalah lebar 0,5 cm, tebal 0,5 cm dan panjang 90 cm. Selanjutnya diamati cacat–cacat pemesinan yang timbul.

e. Pengampelasan (Sanding)

Pada pengujian pengampelasan dipakai contoh uji berukuran 30 cm x 5 cm x 2 cm dengan menggunakan mesin amplas (sander). Kecepatan dorong kayu (feed rate) diatur sebesar kurang lebih 360 m/menit dengan arah pengumpanan searah dengan arah pengumpanan pada saat penyerutan. Proses ini


(33)

menggunakan kertas amplas grit 80 dan 120 dengan tebal pengampelasan sebesar 0,5 mm. Selanjutnya dilakukan pengamatan cacat–cacat yang timbul.

2. Pengujian Sifat Pemesinan

Setiap contoh uji yang telah dikerjakan dengan mesin diamati hasilnya secara visual. Objek yang diamati yaitu cacat yang timbul pada permukaan contoh uji sebagai akibat dilakukan pemesinan. Loupe dengan derajat pembesaran sepuluh kali digunakan sebagai alat bantu untuk melihat lebih jelas bentuk cacat. Bagian–bagian permukaan yang bercacat dijumlahkan luasnya, kemudian dihitung persentasenya terhadap seluruh luas permukaan contoh uji dan diklasifikasikan kualitasnya berdasarkan klasifikasi mutu sifat pemesinan pada Tabel 2.

Pengambilan kesimpulan sifat pemesinan kayu dilakukan secara kualitatif berdasarkan persentase rata-rata permukaan contoh uji yang bebas cacat dan selanjutnya dikelompokkan ke salah satu kelas sifat pemesinan.

Analisis Data

Pengolahan data mengenai sifat pemesinan kayu mengacu pada ASTM D 1666-99. Sifat pemesinan kayu didasarkan pada besar kecilnya persentase permukaan bebas cacat setelah proses pemesinan. Selanjutnya data mengenai jenis cacat, luas permukaan bebas cacat serta persentase contoh uji dimasukkan ke dalam kelas pemesinan yang telah ditentukan. Dianalisa secara deskriptif untuk mendapat gambaran tentang sifat pemesinan kayu mangga (Mangifera indica L).


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyerutan (Planing)

Berdasarkan Tabel 4 berikut ini dapat diketahui bahwa kayu mangga menunjukkan kualitas penyerutan sangat baik (kelas I) dengan persentase rata-rata permukaan bebas cacat sebesar 91 %.

Tabel 4. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Penyerutan

Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Pemesinan Kayu Serat Bulu Tanda bebas cacat

terserpi halus serpih (%)

Mangga 6 1 2 91 Sangat baik

Cacat yang teramati pada hasil uji penyerutan yang disajikan pada Lampiran 2 adalah serat terserpih (chip grain), bulu halus (fuzzy grain), dan tanda serpih (chip mark). Cacat yang paling banyak muncul adalah serat terserpih yaitu 6 %, diikuti tanda serpih dan bulu halus masing-masing 2 % dan 1 %. Adha (2005), menyatakan cacat yang teramati akibat uji pembentukan adalah serat terserpih (chip grain), bulu halus (fuzzy grain), dan tanda serpih (chip mark).


(35)

Pada proses penyerutan banyak timbul serat yang terlepas dan bentuk lekukan-lekukan pada permukaan kayu seperti pada Gambar 3. Khususnya cacat serat terserpih hampir merata terdapat pada semua permukaan kayu contoh uji penyerutan, cacat ini terbentuk diduga karena tebalnya serat-serat kayu (tatal) kayu mangga. Menurut Koch (1964), serat yang tebal kekuatan lenturnya (bending) lebih tinggi dari tatal tipis. Oleh sebab itu, tatal tebal akan cenderung terbelah (splitting), sehingga pada permukaan papan akan terbentuk cacat akibat belahan tadi. Cacat yang terbentuk ini biasanya disebut serat terserpih.

Mandang dan Pandit (1997) menjelaskan bahwa adanya serat terpadu dan miring serat pada kayu disebabkan kerena arah letak serat longitudinal pada suatu lapisan kayu berbeda dengan arah sel-sel pada lapisan kayu berikutnya. Kayu mangga diduga memiliki serat terpadu dan miring serat, dimana serat tepadu dan miring serat dapat menyebabkan serat pada permukaan kayu saat proses pengerjaan tidak terpotong dengan sempurna sehingga dapat merangsang timbulnya cacat yaitu serat terserpih. Menurut Darmawan (1997), adanya serat berpadu dan miring serat cenderung merangsang timbulnya cacat penyerutan yang disebut cacat serat tersepih.


(36)

Pada papan contoh uji penyerutan terdapat cacat bulu halus seperti pada Gambar 4 dengan persentase permukaan bebas cacatnya sebesar 1 %. Cacat bulu halus banyak ditemukan pada bagian pinggir permukaan kayu dan perbatasan antara kayu gubal dan kayu teras. Koch (1964) mengemukakan bahwa kayu gubal dan kayu teras memiliki sifat fisik yang berbeda, yaitu kayu gubal memiliki berat jenis rendah dan lunak sedangkan kayu teras memliki berat jenis tinggi dan keras, dimana kayu yang memiliki berat jenis rendah mengandung kadar air yang tinggi dan sebaliknya kayu yang memiliki berat jenis tinggi akan mengandung kadar air rendah. Perbedaan kadar air kayu gubal dan kayu teras pada permukaan kayu mangga diduga menyebabkan timbulnya cacat bulu halus pada saat pengerjaan. Menurut siswanto (2002), Perbedaan kadar air kayu gubal dan kayu teras menyebabkan pemotongan serat yang tidak sempurna pada daerah tersebut dan mengakibatkan timbulnya cacat bulu halus.

Laju pengumpanan dan tebal ketaman yang tidak konsisten serta laju pengumpanan pada saat pengujian yang terlalu rendah dan tebal penyerutan terlalu tipis dalam proses penyerutan diduga juga memicu timbulnya serat berbulu halus. Menurut Darmawan (1997), penyerutan dengan laju penyerutan rendah dan tebal serutan tipis akan terjadi pergeseran serat-serat kayu oleh pisau penyerutan, ini berarti serat-serat kayu tersebut tidak terpotong sempurna oleh mata pisau, melainkan terjadi kerusakan serat-serat kayu sehingga timbul cacat serat berbulu halus pada permukaan kayu.

Tumpulnya mata pisau pada proses penyerutan juga mempengaruhi hasil penyerutan. Terbukti ketika dilakukan proses penyerutan pertama pada contoh uji


(37)

penyerutan menyebabkan hasilnya kurang baik, tetapi setelah dilakukan penajaman mata pisau hasil penyerutan yang diperoleh menjadi lebih baik.

Gambar 4. Cacat Bulu Halus pada Proses Penyerutan

Pada papan contoh uji penyerutan terdapat cacat tanda serpih seperti pada Gambar 5 dengan persentase permukaan bebas cacatnya sebesar 2 %. Tanda serpih merupakan lekukan dangkal pada permukaan kayu yang disebabkan oleh adanya kayu yang menempel pada ujung pisau. Bisa juga disebabkan karena kadar resin kayu tinggi. Cacat tanda serpih yang ditemukan pada permukaan kayu diduga karena kayu mangga termasuk ke dalam kekerasan yang rendah (kayu lunak) sehingga pisau serut mudah menempel pada kayu. Menurut Darmawan (1997), cacat tanda serpih terbentuk akibat rendahnya kekerasan kayu, sehingga serat-serat kayu akan sangat mudah dilekukkan pada permukaan papan yang telah diserut oleh mata pisau.


(38)

Gambar 5. Cacat Tanda Serpih pada Proses Penyerutan

Pembentukan (Shaping)

Berdasarkan Tabel 5 berikut ini dapat diketahui bahwa kayu mangga menunjukkan kualitas pembentukan sangat baik (kelas I) dengan persentase rata-rata permukaan bebas cacat sebesar 86 %.

Tabel 5. Persentase rata-rata permukaan bebas cacat pada proses Pembentukan

Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Pemesinan Kayu Serat Bulu Tanda bebas cacat

terangkat halus serpih (%)


(39)

Cacat yang muncul pada hasil uji pembentukan yang disajikan pada Lampiran 3 adalah serat terangkat, bulu halus dan tanda serpih. Cacat yang paling banyak muncul adalah serat terangkat yaitu sebesar 8 %, diikuti bulu halus dan tanda serpih yang besarnya sama 3 %. Adha (2005), menyatakan cacat yang teramati akibat uji pembentukan adalah serat terangkat, bulu halus dan tanda serpih.

Cacat serat terangkat banyak muncul diduga karena terangkatnya kayu akhir sehingga lebih tinggi daripada kayu awal dan kayu akhir lebih keras daripada kayu awal. Menurut Darmawan (1997), penyebab serat terangkat adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal.

Tanda serpih yang muncul pada proses pembentukan ditandai dengan adanya lekukan dangkal pada kayu. Kayu mangga yang memiliki kandungan getah diduga membuat mata pisau mudah menempel pada permukaan kayu. Darmawan (1997) menyatakan bahwa tanda serpih dapat muncul ditentukan oleh kandungan getah dan resin kayu tinggi dan karakteristik kayu itu sendiri.

Proses pembentukan yang dilakukan pada sisi panjang kayu yang membentuk sudut 900 atau tegak lurus diduga menyebabkan bulu halus timbul. Adha (2005), menyatakan bahwa proses pembentukan menyebabkan sudut potong pisau dengan arah pisau dan arah serat kayu menjadi tegak lurus sehingga serat-serat kayu yang tidak terpotong dengan sempurna akan berdiri dan membentuk bulu-bulu halus.


(40)

Gambar 7. Cacat Serat Terangkat pada Proses Pembentukan

Menurut Bakar (2003), proses pembentukan ini merupakan proses peripheral milling, yakni suatu proses pemotongan dimana bagian bidang kerja dipotong menjadi tatal-tatal oleh beberapa mata pisau yang berputar terus-menerus, sehingga akan terbentuk tatal-tatal pendek. Menurut Darmawan (1997), bahwa tatal-tatal yang pendek memiliki kekuatan lentur yang rendah sehingga tatal-tatal ini mudah tergeser oleh mata piasu, karena adanya gaya geser yang bekerja maka serat-serat kayu tidak terpotong sempurna dan terbentuk serat bebulu halus. Koch (1964) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil pembentukan yang lebih baik dapat dicapai dengan mengunakan proses down milling dari pada konvensional up milling. Pada proses down milling arah putar pisau sejajar dengan arah gerak bidang kerja, sedangkan pada proses up milling arah putar mata pisau berlawanan arah dengan arah gerak bidang kerja.


(41)

Pengeboran (Boring)

Berdasarkan Tabel 6 berikut ini dapat diketahui bahwa kayu mangga menunjukkan kualitas pengeboran sangat baik (kelas I) dengan persentase rata-rata permukaan bebas cacat sebesar 86 %.

Tabel 6. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pengeboran

Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Pemesinan Kayu Serat Serat Bebas Cacat

Terhancur Tersobek (%)

Mangga 6 8 86 Sangat baik

Gambar 8. Hasil Proses Pengeboran Kayu Mangga.

Gambar 8 menunjukkan hasil permukaan kayu mangga setelah dilakukan pengeboran dimana bagian kayu yang sobek dan hancur akibat proses pengeboran dapat terlihat dengan jelas. Cacat yang paling banyak muncul pada hasil uji pengeboran adalah serat tersobek yaitu sebesar 8 %, diikuti serat terhancur sebesar 6 %. Adha (2005), menyatakan cacat yang teramati akibat uji pengeboran adalah serat tersobek dan terhancur.


(42)

Kecepatan putar bor mempengaruhi hasil yang diperoleh, semakin cepat putarannya akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan bor yang putarannya lebih lambat. Selain itu proses pengeboran yang dilakukan dengan kecepatan lambat dapat menyebabkan kegiatan pengeboran menjadi lebih sulit dan lebih mudah menimbulkan cacat pada permukaan lubang bor. Meskipun kecepatan putar bor cepat, pada contoh uji yang diamati masih terdapat cacat pemesinan, diantaranya serat terhancur dan serat tersobek. Menurut Davis (1962) dalam Siswanto (2002), salah satu kriteria dari hasil pengeboran yang bagus yaitu permukaan yang bersih dan halus dengan sedikit serat terhancur dan serat yang tersobek.

Berat jenis diduga juga mempengaruhi kualitas hasil pengeboran, dimana kayu mangga memiliki berat jenis 0.60-0.75 dan termasuk ke dalam kelas sedang. Semakin tinggi berat jenis kayu maka kekerasan kayu juga tinggi dan kayu yang memiliki kekerasan tinggi lebih mudah untuk dilakukan pengeboran serta hasilnya juga bagus dibandingkan dengan berat jenis kayu rendah yang memiliki kekerasan rendah. Menurut Davis (1962) dalam Siswanto (2002), secara umum kayu yang memiliki berat jenis sedang sampai tinggi menghasilkan permukaan pengeboran yang lebih halus dibandingkan dengan kayu yang memiliki berat jenis rendah.

Proses pengerjaan kayu yang kurang sempurna juga mempengaruhi timbulnya cacat. Adha (2005) menyatakan ketika mata bor ditarik ke atas dari lubang kayu ada sebagian serat di bagian pingir lubang ikut tertarik sehingga menyebakan timbulnya serat terhancur atau serat tersobek. Siswanto (2002) menambahkan bahwa proses pengeboran yang kurang sempurna menyebakan serat kayu terangkat dan tersobek pada ujung atau pinggir papan.


(43)

Gambar 9. Cacat Serat Terhancur pada Proses Pengeboran

Gambar 10. Cacat Serat Tersobek pada Peoses Pengeboran

Pembutan alur (Routing)

Berdasarkan Tabel 7 berikut ini dapat diketahui bahwa kayu mangga menunjukkan kualitas pembuatan alur sangat baik (kelas I) dengan persentase rata-rata permukaan bebas cacat sebesar 91 %.


(44)

Tabel 7. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pembuatan Alur

Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Pemesinan Kayu Serat Bulu Bebas Cacat (%)

Terangkat Halus

Mangga 6 3 91 Sangat baik

Gambar 11. Hasil Proses Pembuatan Alur

Cacat yang muncul pada hasil uji pembuatan alur yang disajikan pada lampiran 5 adalah serat terangkat dan bulu halus. Cacat yang paling banyak muncul adalah serat terangkat sebesar 6 % dan diikuti bulu halus sebesar 3 %. Adha (2005), menyatakan cacat yang teramati akibat uji pembuatan alur adalah serat terangkat dan bulu halus. Cacat serat terangkat yang timbul akibat pembuatan alur seperti yang terlihat pada Gambar 12.


(45)

Gambar 12. Cacat Serat Terangkat pada Proses Pembuatan Alur

Proses pembuatan alur yang dikerjakan secara sejajar dan berlawanan arah serat dengan mata pisau R6 diduga menyebabkan timbulnya cacat serat terangkat dan bulu halus. Serat terangkat yang timbul diduga karena adanya serat berpadu pada permukaan kayu. Hal ini disebabkan karena cacat serat terangkat lebih banyak ditemukan pada bagian serat berpadu dari dari pada serat lurus. Menurut Davis (1965) dalam Siswanto (2002) pembuatan alur dengan menggunakan proses peripheral milling cenderung akan menimbulkan cacat, baik up milling (arah putar pisau berlawanan arah dengan arah bidang gerak kerja) maupun down milling (arah putar pisau sejajar dengan arah gerak bidang kerja).

Pengampelasan (sanding)

Berdasarkan Tabel 8 berikut ini dapat diketahui bahwa kayu mangga menunjukkan kualitas pengampelasan sangat baik (kelas I) dengan persentase rata-rata permukaan bebas cacat sebesar 88 %.


(46)

Tabel 8. Persentase Rata-rata Permukaan Bebas Cacat pada Proses Pengampelasan

Jenis Cacat Permukaan Kayu (%) Permukaan Sifat Pemesinan Kayu Bulu Bebas Cacat (%)

Halus

Mangga 12 88 Sangat baik

Gambar 13. Hasil Proses Pengampelasan

Jenis cacat yang teramati pada hasil uji pengampelasan yang disajikan pada Tabel 8 hanya cacat bulu halus yaitu sebesar 12 %. Adha (2005) menyatakan cacat yang teramati akibat uji pengampelasan adalah bulu halus. Jenis cacat ini umum terdapat pada hasil proses pengampelasan dimana cacat ini ditandai dengan berdirinya serat-serat kayu yang ditemukan hampir pada semua permukaaan kayu yang tersebar secara tidak merata. Menurut Davis (1965) dalam Siswanto (2002) cacat bulu halus lebih sering muncul pada proses pengampelasan daripada penyerutan, karena serat-serat kayu pada saat diampelas tersobek ke atas sehingga muncul bulu-bulu halus.


(47)

Gambar 14. Cacat Bulu Halus pada Proses Pengampelasan

Bagian kayu yang lunak pada permukaan kayu banyak ditemukan cacat bulu halus. Koch (1964) menyatakan bahwa jenis kayu yang keras mempunyai kecenderungan cacat bulu halus lebih sedikit dibandingkan kayu yang lunak pada proses pengampelasan.

Karakteristik kayu kadang mempengaruhi munculnya cacat bulu halus, selain itu ukuran grit ampelas yang dipakai dan arah pengumpanan kayu saat diampelas juga berpengaruh. Apabila arah pengumpanan berlawanan dengan arah serat kemungkinan terjadinya cacat bulu halus akan semakin besar, karena pada saat proses pengampelasan serat yang tidak terpotong sempurna akan berdiri oleh gesekan ampelas (Koch, 1964).


(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sifat pemesinan kayu mangga untuk semua proses pemesinan yaitu, penyerutan, pembentukan, pengeboran, pembuatan alur dan pengampelasan termasuk ke dalam kelas I dengan mutu pemesinan sangat baik, sehingga kayu mangga dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku industri pengolahan kayu terutama meubel.

2. Jenis cacat yang terdapat pada kayu mangga dari hasil proses pemesinan adalah serat tersepih, bulu halus, tanda serpih, serat terangkat, serat tersobek dan serat terhancur. Cacat yang paling banyak ditemukan pada permukaan kayu adalah bulu halus dan yang paling sedikit adalah serat terhancur.

Saran

1. Perlu diteliti lebih lanjut hubungan antara berat jenis kayu terhadap sifat-sifat pemesinan kayu mangga.

2. Perlu diteliti hubungan antara kecepatan putar pisau dan ketajaman pisau yang dibutuhkan dalam pemesinan kayu mangga.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohim, S., Y.I Mandang dan U. Sutisna. (2004) Atlas Kayu Indonesia. Departemen Kehutanan. Badan Penelitaian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Jilid III. Adha, N.I. 2005. Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Durian (Durio zibethinus). Skripsi

Departemen Kehutanan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Diterbitkan.

American Society for Testing and Materials. 1999. Standard Method of Conducting Machining Test of Wood and Wood Base Material. Annual Books of ASTM. Philadelphia.

Bakar, E.S. 2003. Sekelumit tetang Pemesinan Kayu. Forum Komunikasi Teknologi dan Industri Kayu. Vol. 1 (1):10-11.

Darmawan, W. 1997. Pengaruh Laju Pengumpanan dan Tebal Ketaman terhadap Kualitas Pengetaman Kayu Pinus, Agatis dan Manii. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Vol. X (1) : 15-21. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. 1999. Panduan

Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Haygreen, J. G. dan Jim L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu pengantar. Diterjemahkan oleh S. A. Hadikusuma. dan Soenardi, P. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Koch, P. 1964. Wood Machining Process. The Ronald Press Company. New York.

Lerch, E. 1987. Pengerjaan Kayu Secara Masinal. Penerbit Kansius. Yogyakarta. Mandang, Y dan. Pandit, I. K. N. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di

Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan.

Mandang, Y.I. 2005. Kunci Identifikasi Kayu Asia Tenggara. Versi 2.2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.


(50)

Menteri Kehutanan. 2005. Sambutan Menteri Kehutanan Pembangunan Taman Nasional Batang Gadis di Propinsi Sumatera Utara.SKHyOJ:www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO.ENGLISH/

Bt_Gds.htm+deforestasi+hutan&hi=id&ct=clnk&cd=8, hari Sabtu [3 Maret 2007].

Paimin, F. R. 1999. Bertanam Mangga Ala Petani Thailand. Penebar Swadaya. Jakarta.

Panshin, A. J. andDe Zeeuw. 1970. Textbook of Wood Technology. Mc. Graw-Hill Co. New York.

Pika. 1995. Mengenal Sifat-Sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kansius. Yogyakarta

Pracaya. 1996. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta.

Priyatno. 2003. Analisis Sifat Pemesinan Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) Terdensifikasi. Skripsi Departemen Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan.

Rukmana, R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Mangga. Kansius, Yogyakarta. Siswanto, N. 2002. Sifat-Sifat Pemesinan Kayu Pilang (Acacia leucophloea

Willd) dibandingkan dengan kayu Gmelina (Gmelina arborea Roxb) dan Mangium (Acacia mangium Willd). Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.


(51)

Lampiran 1. Kerapatan dan Kadar Air Contoh Uji Kayu Mangga No. Kayu Kerapatan (gr/cm3) Kadar Air (%)

1. 0,66 11.72 2. 0,65 11.98 3. 0,67 12.52 4. 0,69 12.34 5. 0,63 11.62 6. 0,65 12.15 7. 0,67 12.04 8. 0,69 12.22 9. 0,62 12.28 10. 0,64 12.60 11. 0,60 12.50 12. 0,66 12.51 13. 0,64 12.29 14. 0,65 12.40 15. 0,65 12.57 16. 0,54 12.34 17. 0,67 11.83 18. 0,67 12.33 19. 0,64 12.62 20. 0,64 12.58 Rata-rata 0,65 12.27 Maximum 0,69 12.62 Minimum 0,60 11.62


(52)

Lampiran 2. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Penyerutan Kayu Mangga

No Kayu

Cacat Permukaan (%)

Permukaan Bebas Cacat (%)

Sifat Pemesinan Serat

Terserpih Bulu Halus Tanda Serpih

1 4 - 8 88 Sangat baik

2 2 1 1 96 Sangat baik

3 8 - 6 86 Sangat baik

4 10 - 2 88 Sangat baik

5 5 1 - 94 Sangat baik

6 7 1 4 88 Sangat baik

7 8 2 - 90 Sangat baik

8 9 3 - 88 Sangat baik

9 9 2 - 89 Sangat baik

10 8 1 - 91 Sangat baik

11 3 - 2 95 Sangat baik

12 10 1 - 89 Sangat baik

13 7 1 2 90 Sangat baik

14 12 3 - 85 Sangat baik

15 2 4 - 94 Sangat baik

16 11 1 1 86 Sangat baik

17 3 2 4 91 Sangat baik

18 6 2 1 91 Sangat baik

19 4 - 2 94 Sangat baik

20 6 - - 94 Sangat baik

Rata2 6 1 2 91

Max 96


(53)

Lampiran 3. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pembentukan Kayu Mangga

No Kayu

Cact Permukaan (%) Permukaan

Bebas Cacat (%)

Sifat Pemesinan Serat

Terangkat

Bulu Halus Tanda Serpih

1 8 4 3 89 Sangat baik

2 5 3 6 86 Sangat baik

3 11 5 1 83 Sangat baik

4 4 - 6 90 Sangat baik

5 10 2 5 83 Sangat baik

6 9 4 3 84 Sangat baik

7 10 5 3 82 Sangat baik

8 9 6 - 85 Sangat baik

9 7 11 - 82 Sangat baik

10 1 - 1 98 Sangat baik

11 11 4 3 82 Sangat baik

12 6 9 2 83 Sangat baik

13 15 - 2 83 Sangat baik

14 8 3 4 85 Sangat baik

15 13 1 9 81 Sangat baik

16 9 5 2 84 Sangat baik

17 8 - 3 89 Sangat baik

18 11 1 4 84 Sangat baik

19 5 - 2 93 Sangat baik

20 7 2 4 86 Sangat baik

Rata2 8 3 3 86

Max 98


(54)

Lampiran 4. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pengeboran Kayu Mangga

No Kayu

Cacat pemesinan (%) Permukaan bebas

Cacat (%) Sifat Pemesinan

Serat Terhancur Serat Tersobek

1 6 8 86 Sangat baik

2 7 10 83 Sangat baik

3 8 11 81 Sangat baik

4 6 7 87 Sangat baik

5 7 8 85 Sangat baik

6 4 10 86 Sangat baik

7 10 4 86 Sangat baik

8 5 9 86 Sangat baik

9 3 12 85 Sangat baik

10 9 4 87 Sangat baik

11 3 6 91 Sangat baik

12 6 8 86 Sangat baik

13 11 3 86 Sangat baik

14 7 9 84 Sangat baik

15 7 5 88 Sangat baik

16 4 12 84 Sangat baik

17 5 8 87 Sangat baik

18 7 8 85 Sangat baik

19 2 9 89 Sangat baik

20 3 11 86 Sangat baik

Rata2 6 8 86

Max 91


(55)

Lampiran 5. Persentase Cacat dan Bebas Cacat pada Permukaan Contoh Uji pada Proses Pembuatan Alur Kayu Mangga

No Kayu

Cacat pemesinan (%) Permukaan bebas

Cacat (%) Sifat Pemesinan

Serat Terangkat Bulu Halus

1 4 1 95 Sangat baik

2 1 - 99 Sangat baik

3 11 4 85 Sangat baik

4 4 3 93 Sangat baik

5 8 1 91 Sangat baik

6 10 1 89 Sangat baik

7 3 1 96 Sangat baik

8 12 7 81 Sangat baik

9 9 - 91 Sangat baik

10 2 7 91 Sangat baik

11 1 1 98 Sangat baik

12 4 - 95 Sangat baik

13 3 9 88 Sangat baik

14 8 5 87 Sangat baik

15 12 4 84 Sangat baik

16 15 2 93 Sangat baik

17 11 3 86 Sangat baik

18 1 - 99 Sangat baik

19 1 1 98 Sangat baik

20 3 4 97 Sangat baik

Rata2 6 3 91

Max 99


(56)

Lampiran 6. Persentase cacat dan bebas cacat pada permukaan contoh uji pada proses pengampelasan kayu mangga

No Kayu

Cacat Pemesinan (%) Permukaan bebas

cacat (%) Sifat Pemesinan

Bulu Halus

1 10 90 Sangat baik

2 10 90 Sangat baik

3 12 88 Sangat baik

4 13 87 Sangat baik

5 11 89 Sangat baik

6 18 82 Sangat baik

7 12 88 Sangat baik

8 16 84 Sangat baik

9 14 86 Sangat baik

10 11 89 Sangat baik

11 11 89 Sangat baik

12 13 88 Sangat baik

13 14 86 Sangat baik

14 12 88 Sangat baik

15 11 89 Sangat baik

16 8 92 Sangat baik

17 8 92 Sangat baik

18 15 85 Sangat baik

19 15 85 Sangat baik

20 8 92 Sangat baik

Rata -rata 12 88

Maximum 92


(1)

No. Kayu Kerapatan (gr/cm3) Kadar Air (%) 1. 0,66 11.72 2. 0,65 11.98 3. 0,67 12.52 4. 0,69 12.34 5. 0,63 11.62 6. 0,65 12.15 7. 0,67 12.04 8. 0,69 12.22 9. 0,62 12.28 10. 0,64 12.60 11. 0,60 12.50 12. 0,66 12.51 13. 0,64 12.29 14. 0,65 12.40 15. 0,65 12.57 16. 0,54 12.34 17. 0,67 11.83 18. 0,67 12.33 19. 0,64 12.62 20. 0,64 12.58 Rata-rata 0,65 12.27 Maximum 0,69 12.62 Minimum 0,60 11.62


(2)

Uji pada Proses Penyerutan Kayu Mangga

No Kayu

Cacat Permukaan (%)

Permukaan Bebas Cacat (%)

Sifat Pemesinan Serat

Terserpih Bulu Halus Tanda Serpih

1 4 - 8 88 Sangat baik

2 2 1 1 96 Sangat baik

3 8 - 6 86 Sangat baik

4 10 - 2 88 Sangat baik

5 5 1 - 94 Sangat baik

6 7 1 4 88 Sangat baik

7 8 2 - 90 Sangat baik

8 9 3 - 88 Sangat baik

9 9 2 - 89 Sangat baik

10 8 1 - 91 Sangat baik

11 3 - 2 95 Sangat baik

12 10 1 - 89 Sangat baik

13 7 1 2 90 Sangat baik

14 12 3 - 85 Sangat baik

15 2 4 - 94 Sangat baik

16 11 1 1 86 Sangat baik

17 3 2 4 91 Sangat baik

18 6 2 1 91 Sangat baik

19 4 - 2 94 Sangat baik

20 6 - - 94 Sangat baik

Rata2 6 1 2 91

Max 96


(3)

Uji pada Proses Pembentukan Kayu Mangga

No

Kayu

Cact Permukaan (%) Permukaan Bebas Cacat (%)

Sifat Pemesinan Serat

Terangkat

Bulu Halus Tanda Serpih

1 8 4 3 89 Sangat baik

2 5 3 6 86 Sangat baik

3 11 5 1 83 Sangat baik

4 4 - 6 90 Sangat baik

5 10 2 5 83 Sangat baik

6 9 4 3 84 Sangat baik

7 10 5 3 82 Sangat baik

8 9 6 - 85 Sangat baik

9 7 11 - 82 Sangat baik

10 1 - 1 98 Sangat baik

11 11 4 3 82 Sangat baik

12 6 9 2 83 Sangat baik

13 15 - 2 83 Sangat baik

14 8 3 4 85 Sangat baik

15 13 1 9 81 Sangat baik

16 9 5 2 84 Sangat baik

17 8 - 3 89 Sangat baik

18 11 1 4 84 Sangat baik

19 5 - 2 93 Sangat baik

20 7 2 4 86 Sangat baik

Rata2 8 3 3 86

Max 98


(4)

Uji pada Proses Pengeboran Kayu Mangga

No Kayu

Cacat pemesinan (%) Permukaan bebas

Cacat (%) Sifat Pemesinan Serat Terhancur Serat Tersobek

1 6 8 86 Sangat baik

2 7 10 83 Sangat baik

3 8 11 81 Sangat baik

4 6 7 87 Sangat baik

5 7 8 85 Sangat baik

6 4 10 86 Sangat baik

7 10 4 86 Sangat baik

8 5 9 86 Sangat baik

9 3 12 85 Sangat baik

10 9 4 87 Sangat baik

11 3 6 91 Sangat baik

12 6 8 86 Sangat baik

13 11 3 86 Sangat baik

14 7 9 84 Sangat baik

15 7 5 88 Sangat baik

16 4 12 84 Sangat baik

17 5 8 87 Sangat baik

18 7 8 85 Sangat baik

19 2 9 89 Sangat baik

20 3 11 86 Sangat baik

Rata2 6 8 86

Max 91


(5)

Uji pada Proses Pembuatan Alur Kayu Mangga

No Kayu

Cacat pemesinan (%) Permukaan bebas

Cacat (%) Sifat Pemesinan Serat Terangkat Bulu Halus

1 4 1 95 Sangat baik

2 1 - 99 Sangat baik

3 11 4 85 Sangat baik

4 4 3 93 Sangat baik

5 8 1 91 Sangat baik

6 10 1 89 Sangat baik

7 3 1 96 Sangat baik

8 12 7 81 Sangat baik

9 9 - 91 Sangat baik

10 2 7 91 Sangat baik

11 1 1 98 Sangat baik

12 4 - 95 Sangat baik

13 3 9 88 Sangat baik

14 8 5 87 Sangat baik

15 12 4 84 Sangat baik

16 15 2 93 Sangat baik

17 11 3 86 Sangat baik

18 1 - 99 Sangat baik

19 1 1 98 Sangat baik

20 3 4 97 Sangat baik

Rata2 6 3 91

Max 99


(6)

uji pada proses pengampelasan kayu mangga

No Kayu

Cacat Pemesinan (%) Permukaan bebas

cacat (%) Sifat Pemesinan Bulu Halus

1 10 90 Sangat baik

2 10 90 Sangat baik

3 12 88 Sangat baik

4 13 87 Sangat baik

5 11 89 Sangat baik

6 18 82 Sangat baik

7 12 88 Sangat baik

8 16 84 Sangat baik

9 14 86 Sangat baik

10 11 89 Sangat baik

11 11 89 Sangat baik

12 13 88 Sangat baik

13 14 86 Sangat baik

14 12 88 Sangat baik

15 11 89 Sangat baik

16 8 92 Sangat baik

17 8 92 Sangat baik

18 15 85 Sangat baik

19 15 85 Sangat baik

20 8 92 Sangat baik

Rata -rata 12 88

Maximum 92