Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERADAAN KOMITE MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN

PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2011-2014

OLEH:

JESIKA RASIA WINITA 110503235

DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERADAAN KOMITE MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2011-2014” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, ...2015 Yang Membuat Pernyataan

Jesika Rasia Winita NIM. 110503235


(3)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBERADAAN KOMITE MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2011-2014 Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor terhadap keberadaan komite manajemen risiko pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2014.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada periode 2011-2014, berjumlah 31 perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan ada 16 sampel yang terpilih. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan level signifikan alfa 5%.

Hasil penelitian ini secara parsial bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan komite manajemen risiko, dan proporsi komisaris independen, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap keberadaan komite manajemen risiko. Dan secara simultan bahwa proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap keberadaan komite manajemen risiko.

Kata kunci: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan, Reputasi Auditor dan Komite Manajemen Risiko.


(4)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE EXISTENCE OF RISK MANAGEMENT COMMITTEE IN BANKING COMPANIES LISTED ON

THE INDONESIA STOCK EXCHANGE IN 2011-2014

The purpose of this study is to analyze the influence of the proportion of independent directors, board size, frequency of board meetings and the reputation of auditors on the existence of risk management committee in banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2011-2014.

This study population is banking companies listed in Indonesia Stock Exchange, in the period time of 2011-2014, totaling 31 companies. This study using purposive sampling method and there are 16 samples were selected. This study uses multiple linear regression with significant alpha level of 5%.

Partial results of this study that the board size has positive influence on the existence of a risk management committee, and the proportion of independent directors, the frequency of board meetings and the auditor's reputation negatively affect the existence of the risk management committee. And simultaneously, the proportion of independent directors, board size, frequency of board meetings and the reputation of auditors negatively affect the existence of the risk management committee.

Keywords: Proportion of Independent Commissioner, Board Size, Frequency of Board Meetings, The Reputation of Auditors and Risk Management Committee


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dengan karunia dan rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014” sebagai salah satu pemenuhan syarat kelulusan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari banyak sekali dukungan dan bantuan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan sepenuh hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., C.A selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, M.A.F.I.S., CPA., Ak dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku ketua dan sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sumatera Utara. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak selaku ketua dan sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dr. Rina Bukit, S.E., Ak., M.Si sebagai dosen pembimbing, Bapak Drs. Firman Syarif, MSi., Ak sebagai dosen penguji, dan Bapak Dra. Naleni Indra, M.M., Ak sebagai dosen pembanding yang telah memberikan banyak sekali masukan, arahan, dan bimbingan untuk skripsi ini.


(6)

4. Orangtua penulis tercinta, Bapak dan Mama, Luther Sembiring dan Adelina Br. Brahmana, yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil serta senantiasa selalu mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kedua abang penulis, Anugrah Rezkita Emesura, S.Ds dan Tegar Gidion yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang, memberikan semangat, dukungan, dan doanya. Serta saudara saudara penulis yang selalu menyemangati dan mendoakan penulis.

5. Teman-teman masa kecil tercinta yang juga sahabat sepanjang masa sekaligus keluarga, kakak Clara Cecilia, Sasa Ginting, Mami Hesty Meitari, S.E, yang selalu ada dan selalu memberikan semangat dan tawa kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan, Della Priscilla, S.E, Dessy Putri Ayu Lestari, S.E, Jane Vanya Hutagaol, S.E, Hartani Murpratiwi, S.E, Esra Bunga Sijabat, S.E, dan Novia Uli yang selalu mendukung satu sama lain. Terima kasih telah ada dan bersama-sama dengan penulis. Semoga Tuhan selalu memberkati jalan kita kedepannya.

Terima kasih juga kepada teman-teman Permata Rabu 1, Raina Benita, Dida Sitepu, S.ST, Sadrah Ginting, Maikel Sembiring, Angga Perangin-angin, Gio Sembiring, Agustinus Sembiring yang sudah menyediakan waktu untuk selalu bersama dalam suka dan duka, memberikan semangat dan menyertakan nama penulis di dalam doanya. Tuhan Yesus memberkati kalian. Dan juga Agnes Simorangkir, S.E, Dheby Ayu yang sudah banyak membantu dan menyemangati penulis. Banyak lagi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang


(7)

tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih telah memudahkan jalan penulis untuk meraih gelar sarjana.

Penulis menyadari masih banyak keterbatasan dan kekurangan dalam skripsi ini, diharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk penulis di kemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2015 Penulis

Jesika Rasia Winita NIM. 110503235


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Tinjauan Pustaka ... 11

2.1.1. Teori Keagenan ... 11

2.1.2. Risiko dan Manajemen Risiko ... 13

2.1.3. Good Coorporate Governance ... 16

2.1.4. Komite Manajemen Risiko ... 19

2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komite Manajemen Risiko ... 22


(9)

2.1.5.2. Ukuran Dewan Komisaris ... 23

2.1.5.3. Frekuensi Rapat Dewan ... 24

2.1.5.4. Reputasi Auditor ... 25

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 26

2.3. Kerangka Konseptual ... 29

2.3.1.Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ... 29

2.3.2.Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ... 31

2.3.3.Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ... 32

2.3.4.Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ... 33

2.3.5.Pengaruh Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ... 34

2.4. Hipotesis ... 35

BAB III. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Variabel Penelitian ... 36

3.2.1.Variabel Dependen ... 36

3.2.2 Variabel Independen ... 36

3.3. Definisi Operasional Variabel ... 37 3.4. Populasi dan Sampel ... 39 3.5. Jenis dan Sumber Data ... 40

3.6. Metode pengumpulan data... 41

3.7. Teknik Analisis Data ... 41


(10)

3.7.2. Uji Asumsi klasik ... 42

3.7.2.1. Uji Normalitas ... 43

3.7.2.2. Uji Multikolinearitas ... 43

3.7.2.3. Uji Autokorelasi ... 44

3.7.2.4. Uji Heteroskedastisitas ... 44

3.7.3. Analisis Regresi Linear Berganda ... 44

3.7.4. Pengujian Hipotesis ... 46

3.7.4.1. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 46

3.7.4.2. Uji F-Statistik ... 46

3.7.4.3. Uji T-Statistik ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. Gambaran Umum Sampel Penelitian ... 48

4.2. Statistik Deskriptif ... 49

4.3. Uji Asumsi Klasik ... 50

4.3.1. Uji Normalitas ... 50

4.3.2. Uji Multikolinearitas ... 53

4.3.3. Uji Autokorelasi ... 55

4.3.4. Uji Heteroskedastisitas ... 56

4.4. Analisis Regresi Linear Berganda ... 57

4.5. Uji Hipotesis ... 59

4.5.1. Uji T-Statistik ... 59

4.5.2. Uji F-Statistik ... 61

4.5.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 62

4.6. Hasil dan Pembahasan ... 63

4.6.1.Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ... 63


(11)

4.6.2.Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko ...

64 4.6.3.Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Terhadap Keberadaan

Komite Manajemen Risiko ...

65 4.6.4.Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan

Komite Manajemen Risiko ... 4.6.5.Pengaruh Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor terhadap Keberadaan Komite

Manajemen Risiko ... 66

65 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Keterbatasan ... 68

5.3. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 72


(12)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Auditor Big Four ... 25

2.2 Penelitian Terdahulu ... 26

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 37

3.2 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

4.1 Statistik Deskriptif... 49

4.2 Hasil Uji Normalitas Data... ... 51

4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Data... 54

4.4 Hasil Uji Autokorelasi Data... 55

4.5 Hasil Analisis Regresi Liner Berganda dan Uji T... 57

4.6 Hasil Uji F... 62


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual... 29

4.1 Uji Normalitas Histogram... 52

4.2 Grafik P-Plot…... 53


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman 1 Daftar Kode dan Nama Perusahaan Sampel Penelitian... 72 2 Hasil Perhitungan Variabel Komite Manajemen Risiko. 73 3 Hasil Perhitungan Variabel Proporsi Komisaris

Independen………. 74

4 Hasil Perhitungan Variabel Ukuran Dewan Komisaris.. 75 5 Hasil Perhitungan Variabel Frekuensi Rapat Dewan... 76 6 Hasil Perhitugan Variabel Reputasi Auditor………….. 77 7 Output Hasil Pengujian Data dengan Software SPSS


(15)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBERADAAN KOMITE MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2011-2014 Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor terhadap keberadaan komite manajemen risiko pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2014.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, pada periode 2011-2014, berjumlah 31 perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan ada 16 sampel yang terpilih. Penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan level signifikan alfa 5%.

Hasil penelitian ini secara parsial bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap keberadaan komite manajemen risiko, dan proporsi komisaris independen, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap keberadaan komite manajemen risiko. Dan secara simultan bahwa proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap keberadaan komite manajemen risiko.

Kata kunci: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan, Reputasi Auditor dan Komite Manajemen Risiko.


(16)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE EXISTENCE OF RISK MANAGEMENT COMMITTEE IN BANKING COMPANIES LISTED ON

THE INDONESIA STOCK EXCHANGE IN 2011-2014

The purpose of this study is to analyze the influence of the proportion of independent directors, board size, frequency of board meetings and the reputation of auditors on the existence of risk management committee in banking companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2011-2014.

This study population is banking companies listed in Indonesia Stock Exchange, in the period time of 2011-2014, totaling 31 companies. This study using purposive sampling method and there are 16 samples were selected. This study uses multiple linear regression with significant alpha level of 5%.

Partial results of this study that the board size has positive influence on the existence of a risk management committee, and the proportion of independent directors, the frequency of board meetings and the auditor's reputation negatively affect the existence of the risk management committee. And simultaneously, the proportion of independent directors, board size, frequency of board meetings and the reputation of auditors negatively affect the existence of the risk management committee.

Keywords: Proportion of Independent Commissioner, Board Size, Frequency of Board Meetings, The Reputation of Auditors and Risk Management Committee


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Risiko adalah suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian. Risiko yang berupa ketidakpastian tersebut terjadi karena kurang atau tidak tersedianya informasi yang cukup tentang apa yang akan terjadi dalam perusahaan di masa yang akan datang. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2009 dijelaskan bahwa risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Untuk dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan dari risiko, maka risiko tersebut harus dikelola dengan baik melalui manajemen risiko. Selama dua dekade terakhir ini kegagalan dalam melakukan manajemen risiko telah memakan banyak korban pada industri keuangan. Kegagalan manajemen risiko pada gilirannya menimbulkan kerugian sebagai konsekuensi langsung atau tidak langsung dari adanya kejadian/aktivitas yang menimbulkan risiko (risk event). Kerugian bisa secara finansial maupun non-finansial. Secara umum, kerugian yang timbul disebabkan oleh kurangnya pengawasan internal (Indroes, 2008).

Terpuruknya keuangan yang dialami oleh perusahaan besar pada kasus Enron dan WorldCom sangat menggemparkan dunia bisnis. Rekayasa keuangan dan malpraktik akuntansi menyebabkan perusahaan energi tersebut mengalami kebangkrutan dan cukup berdampak bagi dunia bisnis internasional. Hutang yang


(18)

ditanggung oleh perusahaan Enron mencapai US $ 31.2 milyar (Aji, 2012). Kasus tersebut membuat banyak praktik tata inisiatif di seluruh dunia telah tumbuh drastis untuk memperbaiki tata kelola perusahaan, terutama menekankan pada peran fungsi manajemen risiko. Sebuah sistem manajemen risiko yang efektif dipandang untuk membantu suatu organisasi untuk mencapai tujuan bisnisnya, meningkatkan pelaporan keuangan serta menjaga reputasinya (Subramaniam, 2009). Kasus di Indonesia sendiri terjadi pasca krisis keuangan global di tahun 2008. Perusahaan-perusahaan di Indonesia mengalami kegagalan dalam mengelola risiko valuta asing yang mengakibatkan perusahaan harus menjalani proses penyehatan, pergantian pemilik, dan sampai ada perusahaan yang harus dipailitkan. Situasi krisis ketika itu sampai memukul bank-bank berskala besar. Pada Oktober 2008, ada tiga bank besar BUMN yakni PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank BNI Tbk. dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk meminta bantuan likuiditas dari Pemerintah masing-masing Rp5 triliun (Bank Indonesia, 2010). Kasus-kasus tersebut mendorong pemerintah untuk mengusulkan peningkatan corporate governance dengan penekanan terhadap sistem manajemen risiko. Manajemen risiko telah menjadi topik hangat yang dibicarakan oleh para manajer dan stakeholder. Manajemen risiko memiliki peranan yang penting untuk membentuk

Good Corporate Governance (GCG). Oleh karena itu, dewan direksi membentuk sebuah Komite Manajemen Risiko. Komite Manajemen Risiko bertanggung jawab untuk menentukan strategi manajemen risiko organisasi, mengevaluasi operasi manajemen risiko organisasi, menilai pelaporan keuangan organisasi dan


(19)

memastikan organisasi ini sesuai dengan hukum dan peraturan (Subramaniam et al, 2009).

Keberadaan komite manajemen risiko di Indonesia dipertegas berdasarkan surat keputusan Menteri BUMN no keputusan 117/M-MBU/2002 pasal 14 yang mengatur kebijakan umum komite manajemen risiko terkait dengan jumlah anggota dan tugas komite manajemen risiko. Peraturan lain yang mengatur KMR yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) no 8/4/PBI/2006, PBI pasal 39 yang berisi penjelasan tentang anggota komite manajemen risiko, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 142/PMK 010/2009 tentang aturan manajemen risiko lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, PBI no 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan PBI no8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan GCG bagi bank umum (Pratika, 2011). Kompleksitas manajemen risiko membuat kualitas pengendalian internal lebih tinggi ketika adanya komite manajemen risiko dibandingkan situasi tidak adanya komite manajemen risiko.

Berikut beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi keberadaan Komite Manajemen Risiko. Faktor dewan independen merupakan mekanisme yang penting untuk mengendalikan perilaku manajemen dalam hal akuntabilitas dan

disclosure. Jumlah komisaris independen adalah indikator kunci independensi dewan bagi manajemen. Hadirnya komisaris independen seharusnya meningkatkan kualitas pengendalian karena mereka tidak berafiliasi dengan perusahaan dan merupakan perwakilan independen dari kepentingan


(20)

(biaya agensi) yang rendah bahkan mampu melakukan fungsi pengendalian dengan lebih baik (Subramaniam, et al., 2009).

Ukuran dewan komisaris yang besar dapat mempengaruhi terbentuknya komite baru (Chen, et al., 2009). Apabila ukuran dewan komisaris besar, akan memberikan sumber daya yang besar bagi dewan komisaris untuk melakukan pertukaran keahlian-keahlian, informasi, ide-ide, dan pikiran yang lebih luas dalam melakukan tugas-tugasnya terhadap perusahaan. Ukuran dewan yang besar dalam perusahaan cenderung akan membentuk keberadaan Komite Manajemen Risikosebagai komite yang berfokus dalam manajemen risiko perusahaan (Diani, 2013).

Rapat dewan komisaris secara potensial merupakan peristiwa penting dalam manajemen sebuah perusahaan. Rapat dapat dijadikan forum untuk menghindari asimetri informasi tentang kondisi perseroan terutama terhadap risiko dan manajemen risiko. Penelitian Zoort, et al. (dalam Wahyuni, 2012:19) menunjukkan bahwa frekuensi rapat yang lebih tinggi berhubungan dengan penurunan insiden masalah pelaporan keuangan dan peningkatan kualitas audit eksternal. Hal ini menuntut pelaporan yang lebih intensif terhadap kinerja dewan direksi. Sehingga, pembentukan Komite Manajemen Risiko diharapkan akan lebih tinggi ketika frekuensi rapat dewan komisaris tinggi.

Reputasi auditor eksternal dalam penggunaan jasa audit oleh perusahaan merupakan salah satu kriteria penting untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Perusahaan Auditor Big Four cenderung mendorong


(21)

kualitas mekanisme pengendalian internal yang tinggi diantara klien mereka apabila dibandingkan dengan perusahaan bukan Big Four (Cohen, et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Yatim (2009) menunjukan adanya pengaruh positif antara reputasi auditor dengan keberadaan Komite Manajemen Risiko. Menurut Carcello, et al., 2005 dalam (Subramaniam, et al., 2009) sejak agency cost menjadi lebih tinggi pada organisasi yang lebih besar maka membutuhkan

monitoring yang lebih besar terhadap manajemen risiko. Perusahaan besar menciptakan potensi masalah keagenan yang lebih besar terkait pelaporan keuangan.

Penelitian mengenai Komite Audit telah banyak dilakukan di seluruh dunia. Namun, penelitian yang menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi keberadaan Komite Manajemen Risiko masih belum banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan Komite Manajemen Risiko merupakan isu yang masih baru. Subramaniam et al (2009) melakukan penelitian mengenai hubungan corporate governance, karakteristik perusahaan dan pembentukan Komite Manajemen Risiko di Australia. Penelitian ini menggunakan keberadaan Komite Manajemen Risiko dan tipe Komite Manajemen Risiko sebagai variabel dependen. Karakteristik dewan dan karakteristik perusahaan sebagai variabel independen. Karakteristik dewan meliputi dualitas CEO, komisaris independen dan ukuran dewan. Karakteristik perusahaan meliputi reputasi auditor, tipe industri, kompleksitas industri, risiko pelaporan keuangan dan leverage. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Komite Manajemen Risiko berada pada perusahaan dengan CEO independen dan ukuran dewan yang besar, selanjutnya Komite


(22)

Manajemen Risikoyang terpisah dari audit secara signifikan berhubungan positif dengan ukuran dewan dan risiko pelaporan keuangan namun berhubungan negative dengan kompleksitas perusahaan yang besar. Yatim (2009) melakukan penelitian mengenai hubungan antara pembentukan Komite Manajemen Risiko dan struktur dewan. Penelitian ini menggunakan sampel 690 perusahaan yang listing di Bursa Malaysia pada tahun 2003. Variabel independen yang digunakan yaitu proporsi komisaris independen, keahlian dewan, CEO independen dan kerajinan dewan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen dan CEO independen berhubungan positif dengan Komite Manajemen Risiko yang berdiri sendiri. Wahyuni dan Harto (2012) meneliti pengaruh tata kelola perusahaan dan karakteristik perusahaan terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko dan jenis Komite Manajemen Risiko, apakah itu dipisahkan dan dikombinasikan dengan komite audit. Variabel yang terurai menjadi Komisaris Independen, frekuensi pertemuan, jenis kepemilikan, reputasi auditor, ukuran anak perusahaan, risiko pasar, leverage, umur perusahaan, dan ukuran perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa variabel independen berpengaruh positif terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko antara lain, anak perusahaan, dan ukuran perusahaan. Sedangkan variabel independen yang berpengaruh positif terhadap keberadaan dari Komite Manajemen Risiko terpisah adalah frekuensi rapat dewan dan ukuran perusahaan.

Pratika (2011) melakukan penelitian pengaruh keberadaan komite manajemen risiko terhadap pengungkapan manajemen risiko. Pada penelitian ini keberadaan Komite Manajemen Risiko terpisah dari audit dan berdiri sendiri sebagai variabel


(23)

dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah komisaris independen, ukuran dewan, reputasi auditor, segmen bisnis, proporsi piutang dan persediaan, proporsi utang jangka panjang dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reputasi auditor berhubungan positif terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko. Diani (2013) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Risk Management Committee pada industri high profile. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Industri

high profile perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009 sampai 2011. Penelitian ini menggunakan 288 sampel. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Keberadaan Komite Manajemen Risiko. Sementara itu, variabel independen dalam penelitian ini adalah komite independen, ukuran dewan komisaris, reputasi auditor, kompleksitas bisnis, dan risiko pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel reputasi auditor berpengaruh positif secara signifikan terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko. Perusahaan yang laporan tahunannya diaudit oleh empat perusahaan Big Four cenderung untuk mengatur dan merekomendasikan untuk membentuk Risk Management Committee atau Komite Manajemen Risiko.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Subramaniam, et al. (2009) dan Diani (2013) yang menganalisis hubungan karakteristik dewan komisaris dan perusahaan terhadap pengungkapan Risk Management Committee. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Subramaniam, et al. (2009) dan Diani (2013) adalah pada sampel yang diambil, variable yang diuji, metode pengukuran variabel, serta periode penelitian. Sampel yang digunakan dalam


(24)

penelitian Subramaniam, et al. (2009) menggunakan 200 perusahaan teratas yang terdaftar dalam Australian Stock Exchange dikurangi dengan perusahaan dibidang

funds and trust. Sementara itu, sampel yang digunakan oleh Diani (2013) adalah perusahaan high profile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011.

. Dari beberapa penelitian di atas terjadi perbedaan hasil kesimpulan atau tidak konsisten sehingga penulis tertarik untuk meneliti kembali faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan manajemen risiko. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah proporsi Komisaris Independen berpengaruh terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko?

2. Apakah ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko?

3. Apakah Frekuensi Rapat Dewan berpengaruh terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko?

4. Apakah Reputasi Auditor berpengaruh terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko?


(25)

5. Apakah Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor berpengaruh terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko?

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap hal-hal berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh proporsi komisaris independen terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko.

2. Untuk menganalisis pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko.

3. Untuk menganalisis pengaruh frekuensi rapat dewan terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko.

4. Untuk menganalisis pengaruh reputasi auditor terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko.

5. Untuk menganalisis pengaruh proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan dan reputasi auditor terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko.


(26)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi pembaca, menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan Komite Manajemen Risiko dan hubungan pengelolaan manajemen risiko yang baik dengan prinsip tata kelola perusahaan.

2. Bagi penilti selanjutnya, memberikan kontribusi tambahan referensi penelitian tentang hubungan dan pengaruh Komite Manajemen Risiko terhadap CorporateGovernance

3. Bagi kreditur, sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan analisis kesanggupan perusahaan dalam menghadapi risiko-risiko yang akan terjadi.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Teori Keagenan

Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan merupakan suatu hubungan kontrak dimana salah satu pihak (principal) menggunakan pihak lain (agent) untuk mengerjakan suatu hal tertentu untuk kepentingan mereka, dengan melibatkan suatu pendelegasian wewenang pengambilan keputusan untuk agen. Menurut Michael B. Adams (1994), teori keagenan didasarkan pada pikiran bahwa agen memiliki informasi lebih banyak dari principal dan asimetri informasi ini mempengaruhi secara negatif kemampuan principal untuk memantau secara efektif apakah benar kepentingan mereka dijalankan atau tidak oleh agen. Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.


(28)

Menurut Eisenhardt (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:

1. Asumsi tentang sifat manusia

Menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self Interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion).

2. Asumsi tentang keorganisasian

Adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas dan adanya asymmetric information antara principal dan agent.

3. Asumsi informasi

Informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Masalah keagenan ini dapat menimbulkan biaya keagenan, yaitu biaya pengorbanan agar agen bertindak sesuai kepentingan principal. Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat tiga komponen biaya keagenan. Yang pertama biaya pengawasan (monitoring cost) yaitu biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk membatasi perilaku agen yang mementingkan kepentingannya. Komponen kedua adalah biaya yang dikeluarkan agen sebagai jaminan bagi prinsipal agar agen tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan prinsipal, misalnya insentif kepegawaian. Komponen biaya ketiga adalah kerugian residual (residual loss) yaitu nilai uang ekuivalen dengan pengurangan kesejahteraan yang dialami prinsipal akibat tindakan agen yang menyimpang dari tujuan perusahaan.

Menurut Kajuter et al., 2002 dalam (Safitri, 2013), penerapan manajemen risiko dapat menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen risiko perusahaan juga dapat dijadikan mekanisme pengawasan dalam menurunkan informasi asimetris dan berkontribusi untuk menghindari perilaku oportunis dari manajer. Oleh karena itu, perlulah


(29)

dibentuk Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee). Komite manajemen risiko dapat membantu dewan komisaris dalam pengawasan perusahaan, terutama dalam strategi, kebijakan, dan proses manajemen risiko perusahaan. Pada dasarnya, komite tersebut memberikan kualitas pengendalian internal yang lebih baik, yang terpenting lagi untuk memperkecil perilaku opportunistic agen (Subramaniam, et al., 2009).

2.1.2. Risiko dan Manajemen Risiko

Risiko adalah suatu kemungkinan yang tak diharapkan. Munculnya kejadian yang tak diharapkan dapat mengakibatkan kerugian. Semua orang takut untuk menanggung risiko, namun kehidupan ini penuh dengan risiko. Risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, ada pepatah mengatakan tak ada hidup tanpa risiko.

Kata risiko biasanya mempunyai konotasi negatif bagi setiap orang, karena risiko dapat menjadi penyebab terjadinya suatu kerugian investor yang memegang saham mengkhawatirkan harga saham yang turun. Bank khawatir apabila debitornya menyatakan gagal bayar (default). Risiko yang dihadapi berasal dari beberapa sumber. Sumber-sumber tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga sumber menjadi:

1. Risiko sosial. Sumber utama risiko ini adalah masyarakat. Artinya, tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan merugikan. Misalnya; pencurian, vandalism, huru-hara, peperanagna dan sebagainya.


(30)

2. Risiko fisik. Ada banyak sumber risiko fisik, sebagian merupakan fenomena alam dan sebagian karena tingkah laku manusia. Kebakaran adalah penyebab utama cidera fisik, kematian maupun kerusakan harta. Kebakaran dapat disebabkan oleh petir, konsluiting kabel, gesekan benda maupun kecerobahan manusia.

3. Risiko ekonomi. Banyak risiko yang dihadapi oleh manusia itu bersifat ekonomi, misalnya inflasi, resesi, fluktuasi harga dan lain-lain. Selama periode daya beli uang merosot. Para pensiunan dan mereka yang berpenghasilan tetap, tidak mungkin lagi dapat mempertahankan tingkat hidup sebagaimana biasanya. Bahkan pada periode ekonomi yang relative stabil, daerah-daerah tertentu mungkin mengalami boom atau resesi. Keadaan ini menempatkan orang-orang pada pengusaha pada risiko yang sama dengan risiko pada fluktuasi umum kegiatan ekonomi.

Besarnya ukuran risiko dan frekuensi kemunculan kejadian yang tak diinginkan menuntut manajemen risiko. Perusahaan perlu mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dihadapi, mengukur besarnya risiko dan manajemen risiko tersebut.

Manajemen risiko merupakan desain prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola suatu risiko usaha. Keberadaan manajemen risiko merupakan antisipasi atas semakin kompleknya aktivitas badan usaha atau perusahaan yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Manajemen risiko banyak diperbincangkan orang akhir-akhir ini. Manajemen risiko tidak saja diperlukan untuk dipelajari dalam mengelola


(31)

risiko-risiko yang dihadapi oleh badan usaha atau perusahaan, tetapi juga dipelajari untuk mengelola kehidupan semesta ini (Kasidi, 2010). Manajemen risiko didefenisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkolerasi secara linier negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan risiko yang semakin besar untuk dihadapi. Untuk itu, diperlukan upaya yang serius agar hubungan tersebut menjadi kebalikannya, yaitu aktivitas yang meningkatkan hasil pada saat risiko menurun. Manajemen risiko diperlukan untuk:

1. Mendukung pencapaian tujuan;

2. Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi; risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko;

3. Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal;

4. Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya (Idroes, 2008).


(32)

2.1.3. Good Coorporate Governance

Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal dengan Cadbury Report (Agoes dan Ardana, 2011). Istilah ini sekarang menjadi sangat popular dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. Soekrisno Agoes (2006) dalam (Agoes dan Ardana, 2011) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penetuan tujuan perusahaa, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003 dalam Agoes dan Ardana, 2011). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu:

1. Kewajaran (fairness), merupakan prinsip agar pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat, dan yang lainnya). Hal ini yang memunculkan konsep stakeholders (seluruh kepentingan pemangku kepentingan), bukan hanya kepentingan


(33)

2. Transparansi, artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada hal-hal yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda pengungkapannya.

3. Akuntabilitas, adalah prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga penelolaan berjalan efektif.

4. Pertanggungjawaban, adalah prinisp di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Tanggung jawab ini mempunyai lima dimensi, yaitu: ekonomi, hokum, moral, social, dan spiritual yang dijelaskan sebagai berikut:


(34)

• Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan.

• Dimensi hukum, artinya tanggung jawab penelolaan diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap hokum dan peraturan yang berlaku; sejauh mana tindakan manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

• Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepentingan.

• Dimensi sosial, artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan

corporate social responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan perusahaan.

• Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.

Keempat prinsip ini sebenarnya merupakan jawaban langsung atas permasalahan/skandal yang dihadapi oleh dunia usaha, bukan saja di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.

Prinsip-prinsip GCG tersebut dapat terwujud dengan melakukan salah satu mekanisme GCG terutama dalam manajemen risiko yaitu dengan membentuk komite manajemen risiko (KMR). Tugas komite manajemen


(35)

risiko yaitu mengidentifikasi, evaluasi risiko dan manajemen risiko dengan tujuan meningkatkan nilai perseroan. Namun demikian, keberadaan komite manajemen risiko di Indonesia terkecuali perbankan masih bersifat sukarela (voluntary) belum bersifat wajib (mandatory). Padahal fungsi komite manajemen risiko sangat penting dalam penerapan GCG.

Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal AS adalah buruknya kinerja perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar merupakan perusahaan publik yang telah terdaftar di bursa. Konsep GCG merupakan upaya perbaikan terhadap sistem, proses, dan seperangkat peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungan, wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas dan khususnya organ RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dalam arti sempit. Namun harus disadari, bahwa betapa pun baiknya suatu sistem dan perangkat hukum yang ada, pada akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para aktor/pelaku bisnis itu sendiri (Agoes & Ardana, 2011).

2.1.4. Komite Manajemen Risiko

Berdasarkan PMK Nomor 191/PMK.09/2008 menyebutkan bahwa Komite Manajemen Risiko merupakan suatu komite yang bertugas untuk melakukan pengawasan, menetapkan kebijakan, strategi, dan metodologi manajemen risiko. Komite Manajemen Risiko menjadi mekanisme yang efektif dalam mendukung tanggung jawab Dewan Komisaris dalam pengawasan risiko,


(36)

manajemen risiko dan pengendalian internal (Subramaniam, et al., 2009).

Anggota Komite Manajemen Risiko terdiri dari dewan komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan (KNKG, 2006 dalam Wahyuni, 2012).

Dalam pelaksanaan kinerjanya, Komite Manajemen Risiko bertanggung jawab penuh terhadap dewan komisaris untuk melakukan pengawasan terhadap proses mekanisme manajemen risiko perusahaan. Proses mekanisme tersebut dimulai dari tahap identifikasi, pengambilan keputusan mengenai program manajemen risiko, sampai pengadministrasian program secara melembaga. Komite Manajemen Risiko secara umum memiliki area tugas dan wewenang, antara lain (Subramaniam, 2009) :

1. Mempertimbangkan strategi manajemen risiko organisasi. 2. Mengevaluasi operasi manajemen risiko organisasi. 3. Menaksir pelaporan keuangan organisasi.

4. Memastikan bahwa organisasi dalam prakteknya memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

Di Indonesia, Komite Manajemen Risiko belum diwajibkan pada sektor non-finansial, tetapi dalam sektor perbankan telah diatur dalam peraturan Bank Indonesia. Keberadaan Komite Manajemen Risiko pada sektor perbankan merupakan suatu keharusan. Hal ini disebabkan karena, sektor perbankan memiliki risiko yang lebih banyak dan lebih kompleks dibandingkan sektor non-perbankan. Terdapat sembilan risiko yang dihadapi


(37)

sektor perbankan, antara lain risiko operasional, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan. Alasan inilah yang membuat Bank Indonesia mewajibkan bank umum untuk membentuk komite manajemen risiko. Pembentukan Komite manajemen risiko tersebut, harus benar-benar efektif dan berjalan dengan baik, dengan memperhatikan tingkat kegunaannya bagi perusahaan. Seiring dengan tren beralihnya beberapa bank ke tangan bank asing, maka akan terjadi perubahan susunan pengurus bank, baik dewan direksi maupun dewan komisaris menjadi alasan keberadaan Komite Manajemen Risiko sangat dibutuhkan oleh bank dimasa mendatang (Fajri, 2007, dalam Diani, 2013). Adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi jalannya pengawasan didalam perusahaan yang akan teganggu. Oleh sebab itu, dengan adanya Komite Manajemen Risiko, pengawasan terhadap manajemen risiko akan lebih terawasi.

Keberadaan Komite Manajemen Risiko menjadi sangat penting dalam penerapan good corporate governance. Bates dan Leclerc (2009) menyebutkan bahwa KMR memberikan manfaat besar bagi perusahaan. Manfaat yang dimaksud adalah KMR dapat meringankan tugas dari komite audit dalam hal pengawasan risiko dan pengawasan manajemen risiko secara lebih fokus dan lebih luas. Apabila risiko dipantau dan dikelola secara lebih fokus, maka kerugian yang dialami dari dampak risiko tersebut akan dapat dikurangi. Selain itu, Yatim (2009) menambahkan bahwa keberadaan KMR dapat membantu komite audit untuk memastikan kehandalan laporan


(38)

keuangan. Kehandalan laporan keuangan tersebut dilakukan dengan tinjauan periodik manajemen risiko perusahaan, sistem mitigasi, dan tindakan manajerial yang dilakukan dalam pengelolaan risiko merupakan aspek penting dalam pemenuhan tugas komite audit.

2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.1.5.1. Proporsi Komisaris Independen

Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau dengan pemegang saham mayoritas atau hubungan lainnya dengan Perseroan, yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam bertindak independen. Menurut KNKG, 2006 dalam (Wahyuni, 2012) dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan perusahaan melaksanakan GCG. Karena tugas utama komisaris adalah mengawasi dewan direksi maka diperlukan independensi agar dalam mengontrol perusahaan dewan komisaris tidak mudah terintervensi oleh pihak-pihak tertentu.

Menurut PBI No. 8/4/PBI/2006 sebagaimana diubah dengan PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum mengatur bahwa Bank harus memiliki


(39)

Komisaris Independen dengan komposisi paling kurang 50% dari jumlah anggota Dewan Komisaris. PT Bursa Efek Jakarta Kep-305/BEJ/07-2004 tanggal 19 Juli 2004 Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas Di Bursa yang mengatur bahwa sekurang- kurangnya 30% (tigapuluh persen) dari jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen. Tujuan adanya komisaris independen ini adalah agar dewan komisaris dapat mengambil keputusan secara efektif, fair

dan mengutamakan kepentingan Stakeholder.

2.1.5.2. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris dalam hal ini adalah jumlah atau banyaknya anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007, menyebutkan bahwa Dewan komisaris merupakan organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Pembuat kebijakan GCG berpendapat bahwa perusahaan dengan Dewan Komisaris yang kecil memiliki kinerja yang lebih baik (Lipton dan Lorsch, 1992). Sebaliknya, Subramaniam (2009) berpendapat bahwa semakin besar jumlah anggota dewan tersebut, semakin besar peluang adanya direksi dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengkoordinir dan terlibat dalam sub - komite yang ditujukan untuk manajemen risiko.


(40)

Lipton dan Lorsch (1992) merekomendasikan bahwa ukuran dewan yang ideal tidak boleh melebihi delapan atau sembilan Dewan Komisaris.

2.1.5.3. Frekuensi Rapat Dewan

Salah satu tanggung jawab dewan komisaris adalah menghadiri pertemuan dan dengan demikian mereka akan memiliki hak istimewa untuk mengambil keputusan (Ronen & Yaari, 2008 dalam Safitri, 2013). Rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Komisaris dilakukan untuk mengawasi kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh Dewan Direksi dan implementasinya. Cotter, et al. (1998) dalam (Safitri, 2013), frekuensi rapat yang tinggi akan menghasilkan monitoring yang baik dari dewan, maka anggota secara tidak langsung akan meminta rapat dewan untuk diadakan lebih sering untuk menambah kemampuan mereka dalam memonitor manajemen. Dalam Peraturan Menteri BUMN No. 20 PER-01-MBU-2011, rapat Dewan Komisaris/Dewan Pengawas harus diadakan secara berkala, sekurang kurangnya sekali dalam setiap bulan, dan dalam rapat tersebut Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat mengundang Direksi.

2.1.5.4. Reputasi Auditor

Tanggung jawab utama bagi auditor eksternal adalah dalam memberikan opini kewajaran pelaporan keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, auditor eksternal sangat bertindak dengan hati-hati dalam


(41)

memberikan opininya, untuk mempertahankan reputasi yang dimilikinya. Apabila auditor eksternal memberikan opini yang kurang tepat atas hasil auditnya, maka reputasinya akan menurun di mata pengguna jasa auditnya. Auditor merupakan kunci mekanisme pengawasan eksternal dari sebuah organisasi, dan dalam beberapa tahun ini menjadi pusat perhatian bagi manajemen risiko (Subramaniam, et al., 2009).

Reputasi auditor eksternal merupakan auditor eksternal yang mempunyai nama baik dan mempertahankan reputasinya dengan memberikan kualitas audit yang tinggi dan digunakan sebagai tanda petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten. Di dunia terdapat 4 kelompok besar auditor yang memiliki reputasi baik dan auditor tersebut berafiliasi dengan perusahaan akuntan publik di Indonesia. Empat kelompok besar auditor tersebut adalah :

Tabel 2.1 Auditor Big Four

No Big Four Afiliasi

1. Ernst & Young KAP Purwantono, Suherman & Surja 2. Deloitte Touche Tohmatsu KAP Osman Bing

Satrio & Eny 3. KPMG (Klynveld, Peat,

Marwick, Goerdeler)

KAP Sidharta dan Widjaja

4. PricewaterhouseCoopers KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan


(42)

Auditor dengan reputasi baik seperti Big Four cenderung untuk lebih memilih berhubungan dengan klien yang memiliki nilai yang baik dalam komunitas bisnis, oleh karena itu auditor Big Four akan mempengaruhi klien untuk bertindak sesuai dengan praktik terbaik (Carson, 2002). Praktik penerapan corporate governance, yang berupa pengawasan dapat diaplikasikan dengan pembentukan komite pengawas manajemen.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas tentang keberadaan Komite Manajemen Risiko di perbankan masih belum banyak dilakukan. Walaupun keberadaan Komite Manajemen Risiko di perbankan Indonesia sudah diharuskan agar Good Cooperate Governance di bank bisa berjalan lebih baik. Namun dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, terdapat beberapa hal penting yang akan menjadi dasar penelitian ini. Berikut akan diuraikan beberapa penelitian tersebut.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Variable Independen Variabel Dependen Hasil Penelitian 1. Puan Yatim

(2010) Proporsi dewan non eksekutif, pemisahan kepala dewan dan posisi CEO, keahlian dewan dan ketekunan dewan Pembentukan Komite Manajemen Risiko Proporsi Komisaris independen, CEO independen berhubungan positif dengan KMR yang berdiri sendiri. Perusahaan


(43)

yang memiliki dewan yang lebih ahli dan rajin berpengaruh positif terhadap pembentukan KMR

2. Puan Yatim (2009) Proporsi komisaris independen, CEO independen, keahlian dewan dan kerajinan dewan. Pembentukan KMR dan Struktur Dewan Proporsi komisaris independen dan CEO independen berhubungan positif dengan pembentukan KMR yang berdiri sendiri 3. Nava

Subramaniam, Lisa McManus, dan Jiani Zhang (2009) Karakteristik dewan yang meliputi CEO duality, komisaris independen dan ukuran dewan. Karakteristik perusahaan meliputi reputasi auditor, kompleksitas, tipe industri, leverage dan risiko pelaporan keuangan Pembentukan KMR dan tipe KMR yang dibentuk KMR lebih banyak dibentuk pada perusahaan dengan CEO independen dan ukuran dewan yang besar. KMR yang terpisah dari komite audit berhubungan positif dan signifikan dengan ukuran dewan dan risiko pelaporan keuangan


(44)

4. Yosephine Endah Nur Diani (2013) Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Kompleksitas Bisnis, Risiko Pelaporan Keuangan, Reputasi Auditor Keberadaan Komite Manajemen Risiko Variabel reputasi auditor berpengaruh terhadap keberadaan KMR

5. Tri Wahyuni (2012) Komisaris Independen, Frekuensi Rapat Dewan, Jenis kepemilikan, Reputasi auditor, Ukuran anak perusahaan, Risiko pasar,

Leverage, Usia Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan Komite Manajemen Risiko yang tergabung dan yang terpisah dengan Komite Audit Ukuran anak perusahaan, dan ukuran perusahaan. berpengaruh positif terhadap keberadaan frekuensi pertemuan KMR. Variabel independen yang berpengaruh positif terhadap keberadaan dari KMR terpisah adalah pertemuan frekuensi dan ukuran perusahaan 6. Briana Dita

Pratika (2011) Komisaris Independen, Ukuran Dewan, Reputasi Auditor, Segmen Bisnis, Proporsi Komite Manajemen Risiko yang tergabung dan yang terpisah dengan Komite Audit Keberadaan KMR berhubungan positif dengan reputasi auditor


(45)

Piutang dan Persediaan, Proporsi Utang Jangka Panjang dan Ukuran Perusahaan

2.3. Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi keberadaan Komite Manajemen Risiko. Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan, reputasi auditor.

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

H1

H1 H2

H3 H3

H4 H4

H5 Reputasi Auditor (X4)

Frekuensi Rapat Dewan (X3) Proporsi Komisaris

Independen (X1)

Ukuran Dewan Komisaris (X2)

Komite Manajemen


(46)

2.3.1. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Independensi merupakan hal yang penting dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG). Proporsi Komisaris Independen di dalam suatu dewan merupakan sebuah indikator independensi dari dewan. Sebuah dewan dengan proporsi Komisaris Independen yang tinggi cenderung untuk menyediakan pengawasan yang lebih besar pada aktivitas manajemen risiko perusahaan (Yatim, 2009). Besarnya proporsi komisaris independen merupakan sumber daya perusahaan untuk dapat meminimalkan konflik agensi yang terjadi dan untuk meminimalkan biaya yang ditimbulkan akibat konflik agensi tersebut. Perusahaaan yang memiliki komisaris independen lebih besar, akan semakin memikirkan bagaimana bentuk pengawasan risiko, pengelolaannya, serta pengendaliannya. Sehingga keberadaan Komite Manajemen Risiko akan sangat menguntungkan bagi dewan komisaris independen dalam menjalankan tugasnya. Maka semakin besar proporsi komisaris independen dalam perusahaan akan semakin besar terbentuknya Komite Manajemen Risikountuk melakukan pengawasan terhadap risiko dan pengelolaan manajemen risiko (Diani, 2013).

Penelitian menurut Yatim (2009) memberikan sebuah hasil yaitu sebuah dewan dengan proporsi komisaris independen yang besar cenderung untuk membentuk KMR. Penelitian Yatim (2010) memberikan sebuah hasil bahwa sebuah dewan dengan proporsi komisaris independen yang besar akan


(47)

membentuk KMR demi meningkatkan kemampuan pengawasan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dapat dikembangkan:

H1: Proporsi Komisaris Independen Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar akan memberikan kekuatan dalam fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris. Menurut teori agensi, ukuran dewan yang besar berpengaruh positif terhadap asimetri informasi. Untuk mengatasi hal tersebut, dewan komisaris akan berusaha meningkatkan keefektifan pemantauannnya. Dalam mewujudkan pemantauan yang efektif diperlukan sumber daya yang cukup. Ukuran dewan yang lebih besar akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk mencari anggota dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengkoordinasikan dan menjadi terlibat dalam komite-komite yang dibentuk Dewan Komisaris yang ditujukan untuk manajemen risiko (Subramaniam, et al., 2009). Oleh karena itu, akan lebih mudah bagi Dewan Komisaris membentuk Komite Manajemen Risiko, dan tingkat sumber daya yang ditawarkan oleh ukuran dewan yang besar akan membuat Dewan Komisaris lebih menyukai dibentuknya Komite Manajemen Risiko. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dapat dikembangkan:


(48)

H2: Ukuran Dewan Komisaris Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.3. Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Frekuensi rapat mendorong dewan komisaris untuk mendapatkan informasi tentang kondisi perseroan yang lebih intensif, relevan, dan tepat waktu terutama tentang risiko serta kualitas pengendalian internal yang lebih baik. Frekuensi rapat yang semakin tinggi dapat memberikan sinyal-sinyal positif terhadap pengguna laporan keuangan atas kinerja perseroan dalam mencapai tujuan perseroan. Frekuensi rapat dewan komisaris yang semakin tinggi mendorong kualitas informasi yang lebih tinggi pula. Oleh karena itu, fungsi kehadiran Komite Manajemen Risiko terutama yang terpisah, membantu dewan komisaris untuk memperoleh kualitas informasi tentang manajemen risiko yang lebih relevan, akurat, dan tepat waktu (Wahyuni, 2012). Oleh karena itu, frekuensi rapat yang semakin tinggi, maka kemungkinan Dewan Komisaris untuk lebih memperhatikan risiko dan manajemen risiko yang akan diterapkan semakin besar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan level pengawasan dan aktivitas manajemen risiko. Dengan demikian, semakin sering dewan menyelenggarakan rapat maka akan mendukung keberadaan Komite Manajemen Risiko. Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis yang diajukan sebagai berikut:


(49)

H3: Frekuensi rapat dewan berpengaruh positif dengan keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.3.4. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-interest, maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara principal dengan agent sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan lebih cenderung pada data akuntansi yang dikajikan oleh auditor yang bereputasi. Pada saat ini auditor menjadi faktor utama pengawasan organisasi dan berperan penting bagi manajemen risiko. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan dari Big Four audit tentang kualitas monitoring internal yang terdapat pada klien big four audit jika dibandingkan dengan kualitas monitoring internal dari non big four audit. Terdapat tekanan yang lebih besar pada perusahaan yang diaudit

Big Four untuk membentuk Komite Manajemen Risiko, dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit non-Big Four. Adanya Komite Manajemen Risiko dipandang sebagai dukungan tambahan ketika auditor sedang menilai sistem monitoring risiko internal, mereka lebih memilih untuk meminimalisasi kerugian reputasi dengan kegagalan audit (Cohen, et al., 2004). Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang dapat dikembangkan:

H4: Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko


(50)

2.3.5. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

Besarnya proporsi komisaris independen merupakan sumber daya perusahaan untuk dapat meminimalkan konflik agensi yang terjadi dan untuk meminimalkan biaya yang ditimbulkan akibat konflik agensi tersebut. Oleh karena itu, semakin besar proporsi komisaris independen maka semakin besar pula pengawasan suatu perusahaan tersebut terhadap pengawasan internalnya yang memungkinkan perusahaan tersebut untuk membentuk suatu komite di bidang manajemen, yaitu komite manajemen risiko. Menurut teori agensi, ukuran dewan yang besar berpengaruh positif terhadap asimetri informasi. Untuk mengatasi hal tersebut, dewan komisaris akan berusaha meningkatkan keefektifan pemantauannnya. Frekuensi rapat yang semakin tinggi, memungkinan Dewan Komisaris untuk lebih memperhatikan risiko dan manajemen risiko yang akan diterapkan semakin besar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan level pengawasan dan aktivitas manajemen risiko.

Saat ini auditor menjadi faktor utama pengawasan organisasi dan berperan penting bagi manajemen risiko. Terdapat tekanan yang lebih besar pada perusahaan yang diaudit Big Four untuk membentuk Komite Manajemen Risiko, dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit non-Big Four. Berdasarkan uraian diatas, hipotesis yang dapat dikembangkan:


(51)

H5: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

2.4. Hipotesis

H1: Proporsi Komisaris Independen Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

H2: Ukuran Dewan Komisaris Berpengaruh Positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

H3: Frekuensi rapat dewan berpengaruh positif dengan keberadaan Komite Manajemen Risiko

H4: Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko

H5: Proporsi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Frekuensi Rapat Dewan dan Reputasi Auditor berpengaruh positif terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif, yaitu penelitian yang menganalis hubungan dan pengaruh antara variabel independen dan variabel dependennya.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Komite Manajemen Risiko, pengukuran variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio yang keberadaan Komite Manajemen Risiko dihitung dari jumlah anggota yang terdapat di Komite Manajemen Risiko tersebut.

3.2.2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris, frekuensi rapat dewan, dan reputasi auditor.


(53)

3.3. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel

Penelitian

Definisi Operasional

Indikator Skala

Pengukuran Proporsi Komisaris Independen (X1) Menurut UU Perseroan terbatas (UUPT) pasal 97, Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan dan memberikan nasihat kepada direksi

jumlah komisaris independen Total dewan komisaris x 100%

Rasio Ukuran Dewan (X2) Ukuran dewan menunjukkan besarnya jumlah anggota yang berada pada dewan.

Dewan yang memiliki ukuran yang besar mempunyai

kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan

direktur dengan kemampuan yang kompeten. Kondisi ini terjadi karena ukuran dewan yang besar memberikan berbagai opini dan pandangan yang lebih luas dari berbagai anggota untuk memilih

Jumlah keseluruhan dewan komisaris yang ada pada perusahaan.


(54)

calon yang tepat untuk menjadi direktur. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris (X3) Keefektifan dari dewan dapat dipengaruhi oleh frekuensi rapat. Frekuensi rapat yang tinggi dapat menghasilkan

monitoring yang lebih baik

Jumlah rapat yang diselenggarakan selama setahun Rasio Reputasi Auditor (X4) Perusahaan yang diaudit oleh big four audit firms

memiliki kualitas monitoring

pengendalian

internal yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang diaudit oleh non big four audit firms.

Dorongan ini termotivasi oleh kebutuhan

meningkatnya

kualitas audit dan untuk melindungi

brand

Perusahaan yang menggunakan KAP Big

Four sebagai auditor

eksternalnya diberikan nilai satu (1) dan sebaliknya diberikan nilai nol (0) Nominal Komite Manajemen Risiko (Y) Keberadaan Komite Manajemen Risiko merupakan salah satu prinsip good corporate

governance (GCG) dalam pengawasan manajemen risiko diperusahaan

Jumlah keseluruhan anggota Komite Manajemen Risiko yang

ada pada suatu perusahaan


(55)

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2014. Pemilihan populasi tersebut dikarenakan semua perusahaan perbankan sekarang ini memiliki Komite Manajemen Risiko.

Sampel merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila jumlah populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua populasi, karena keterbatasan data, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Teknik pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014.

2. Berturut-turut mengeluarkan laporan tahunan selama tahun penelitian. 3. Memiliki Komite Manajemen Risiko dan menyediakan data tentang

keanggotaannya.

Berikut adalah tabel pengambilan sampel untuk penelitian ini:

Tabel 3.2

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

No Kode Perusahaan Populasi Kriteria Sampel

1 2 3

1 AGRO 1 √ √ √ Sampel 1

2 BABP 2 √ √ X -

3 BACA 3 √ √ X -

4 BAEK 4 √ √ √ Sampel 2


(56)

6 BBKP 6 √ √ X -

7 BBNI 7 √ √ X -

8 BBNP 8 √ √ X -

9 BBRI 9 √ √ √ Sampel 4

10 BBTN 10 √ √ X -

11 BCIC 11 √ √ √ Sampel 5

12 BDMN 12 √ √ X -

13 BEKS 13 √ √ √ Sampel 6

14 BJBR 14 √ √ √ Sampel 7

15 BKSW 15 √ √ √ Sampel 8

16 BMRI 16 √ √ X -

17 BNBA 17 √ √ X -

18 BNGA 18 √ √ X -

19 BNII 19 √ √ √ Sampel 9

20 BNLI 20 √ √ √ Sampel 10

21 BSIM 21 √ √ √ Sampel 11

22 BSWD 22 √ √ X -

23 BTPN 23 √ √ X -

24 BVIC 24 √ √ √ Sampel 12

25 INPC 25 √ √ √ Sampel 13

26 MAYA 26 √ √ X -

27 MCOR 27 √ √ X -

28 MEGA 28 √ √ √ Sampel 14

29 NISP 29 √ √ √ Sampel 15

30 PNBN 30 √ √ √ Sampel 16

31 SDRA 31 √ √ X -

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penulis

Dari data diatas diperoleh 16 sampel (lampiran 1), dan penelitian dilakukan selama tiga tahun, mulai dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014, maka jumlah seluruh sampel penelitian adalah 64 sampel. Daftar nama perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini akan disajikan pada lampiran dalam penelitian ini.


(57)

3.5. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, yakni melalui media perantara seperti media elektronik maupun media cetak. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan tahunan perusahaan yang telah dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.

3.6. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dan metode dokumentasi yang diperoleh di perpustakaan. Data kepustakaan berupa konsep-konsep dan teori-teori yang didapat dari berbagai Jurnal ilmiah, literatur, dan sumber lainnya yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini. Selain itu, juga menggunakan data laporan tahunan perusahaan.

3.7. Teknik Analisis Data

Penelitian keberadaan Komite Manajemen Risiko ini menggunakan teknik analisis kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis


(58)

keterangan mengenai apa yang ingin diketahui dan bertujuan untuk menyusun suatu ilmu yang berupaya membuat hukum-hukum dari generalisasinya.

Penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara mengkuantitatifkan data-data penelitian yang dapat menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk proses analisis.

3.7.1. Statistik Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan metode analisis data yang dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan variabel yang diteliti yang berupa angka-angka sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Angka-angka yang dimaksud adalah nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi (Ghozali, 2013: 19).

3.7.2. Uji Asumsi klasik

Uji asumsi klasik merupakan persyaratan statistik yang harus dipenuhi oleh analisis linear berganda. Uji asumsi klasik ini biasa digunakan para peneliti yang sedang mengolah data yang mengharuskan kriteria:

1. Model regresi dispesifikasikan dengan benar.

2. Eror menyebar normal dengan rataan nol dan memiliki suatu ragam tertentu

3. Tidak terjadi heteroskedastisitas pada ragam ragam eror. 4. Tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas. 5. Eror tidak mengalami autokorelasi.


(59)

Berikut ini adalah uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini:

3.7.2.1. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan dalam tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal.Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati data normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya jika data hanya menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Untuk melengkapi hasil analisis grafik normal

probability plot digunakan uji statistic non-parametrik Kolomogorov-Smirnoc (K-S). Pada uji statistic one-sample Kolmogorov Smirnov dapat dilihat probabilitas signifikan terhadap variabel. Jika probabilitas signifikan diatas 0,05, maka variabel tersebut terdistribusi secara normal (Ghozali, 2013).

3.7.2.2. Uji multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2013: 105). Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi


(60)

antar variabel independen.Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah dengan cara melihat nilai

Tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Tolerance

lebih dari 0,10 berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2013: 103).

3.7.2.3 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode satu dengan periode sebelumya (Ghozali, 2013: 110). Jika terjadi korelasi, berarti dijumpai problem autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Run test. Apabila nilai Asymptotic Significance > 0,05 maka tidak terjadi gejala autokorelasi sementara itu jika nilai Asymptotic Significance < 0,05 maka telah terjadi gejala autokorelasi (Sugiyono, 2011: 112).

3.7.2.4. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan (varians) antara satu pengamatan ke pengamatan lainnya (Ghozali, 2013: 139). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah terjadi homoskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya gejala


(61)

heteroskedasitisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot di sekitar nilai X dan Y. Jika ada pola tertentu, maka telah terjadi gejala heteroskedastisitas (Ghozali, 2013: 139).

3.7.3. Analisis Regresi Linear Berganda

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Alat uji statistik regresi berganda digunakan untuk mencari pengaruh sekumpulan variable independen terhadap suatu variable dependen. Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan.

Pengujian dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda yaitu:

Y = α0 + β1X1+ β2X2+ β3X3 + β4X4 + e

Keterangan:

Y = Keberadaan Komite Manajemen Risiko α0 = Konstanta

X1 = Proporsi Dewan Komisaris

X2 = Ukuran Dewan

X3 = Frekuensi Rapat Dewan

X4 = Reputasi Auditor


(62)

3.7.4. Pengujian Hipotesis

3.7.4.1. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji koefisien determinasi dilakukan dalam penelitian bila variabel independennya lebih dari satu. Uji ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennnya. Jika nilai adjusted R2 = 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen. Jika nilai adjusted R2 semakin mendekati 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen, sedangkan jika nilai adjusted R2 semakin mendekati 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat dijelaskan fluktuasi variabel dependen (Ghozali, 2013: 97).

3.7.4.2. Uji F-Statistik

Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dasar penerimaan atau penolakan hipotesis dapat dilihat dengan membandingkan Fhitung

dengan Ftabel, jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima


(63)

3.7.4.3. Uji T-Statistik

Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikansi individual. Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikansi secara parsial antara variabel independen dengan variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lainnya konstan. Dasar penerimaan atau penolakan hipotesis dapat dilihat dengan membandingkan nilai thitung

dengan ttabel, apabila thitung lebih besar dari ttabel maka Ho ditolak dan Ha


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Gambaran Umum Sampel Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor (proporsi komisaris independen, ukuran komisaris, frekuensi rapat dewan, dan reputasi auditor) terhadap keberadaan komite manajemen risiko. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tahun penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah tahun 2011-2014. Periode pengamatan dilakukan selama empat tahun agar peneliti dapat menganalisis dan mengamati perkembangan perusahaan yang menjadi sampel penelitian selama periode waktu tersebut. Selama periode waktu penelitian perusahaan yang menjadi sampel dapat mengalami perubahan baik dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode

purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, dalam penelitian ini kriteria yang digunakan adalah:

1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014.

2. Berturut-turut mengeluarkan laporan tahunan selama tahun penelitian. 3. Memiliki Komite Manajemen Risiko dan menyediakan data tentang


(65)

4.2Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dilakukan agar dapat memberikan gambaran tentang suatu data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean) dan standar deviasi yang dihasilkan dari variabel-variabel penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur modal, kinerja keuangan, pertumbuhan, dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen, serta nilai perusahaan sebagai variabel dependen. Hasil uji statistik deskriptif dengan menggunakan program SPSS disajikan dalam tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Komite Manajemen Risiko 64 .60206 1.38021 .9700721 .20147096

Proporsi Komisaris

independen 64 .33333 44.00000 1.3441535 5.45972746

Ukuran Dewan Komisaris 64 3 9 4.97 1.808

Frekuensi Rapat Dewan 64 4 64 15.33 14.321

Valid N (listwise) 64

Sumber: Lampiran 7

Reputasi Auditor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 23 35.9 35.9 35.9

1 41 64.1 64.1 100.0

Total 64 100.0 100.0


(66)

Dari hasil analisis statistik deskriptif tersebut diketahui bahwa jumlah observasi dalam penelitian (N) adalah 64. Pada variabel reputasi auditor dapat diketahui bahwa 35,9% perusahaan perbankan menggunakan jasa akuntan publik yang berasal dari KAP non big four dan sebanyak 64,1% perusahaan perbankan menggunakan jasa akuntan publik yang berasal dari KAP big four.

Variabel komite manajemen risiko memiliki nilai minimum sebesar 0,60206, nilai maksimum sebesar 1,38021, nilai rata-rata 0,9700721, dan standar

deviasinya sebesar 0,20147096. Variabel proporsi komisaris independen yang dimiliki perusahaan sampel mempunyai nilai minimum 0,33333, nilai maksimum 44,00000, nilai mean 1,3441535, dan standar deviasi 5,45972746. Variabel ukuran dewan komisaris menunjukkan nilai minimum 3, nilai maksimum 9, dan nilai rata–rata 4,97 dan standar deviasinya sebesar 1,808. Variabel frekuensi rapat dewan yang dimiliki perusahaan sampel memiliki nilai minimum 4, nilai maksimum 64 dan nilai rata-rata 15,33 dengan standart deviasi 14,321.

4.3. Uji Asumsi Klasik

4.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal.Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati data normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram


(67)

dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya jika data hanya menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Untuk melengkapi hasil analisis grafik normal

probability plot digunakan uji statistic non-parametrik Kolomogorov-Smirnoc

(K-S). Pada uji statistic one-sample Kolmogorov Smirnov dapat dilihat probabilitas signifikan terhadap variabel. Jika probabilitas signifikan diatas 0,05, maka variabel tersebut terdistribusi secara normal (Ghozali, 2013). Berikut uji normalitas dalam penelitian ini:

Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 64

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .19022666

Most Extreme Differences Absolute .053

Positive .053

Negative -.049

Test Statistic .053

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

Sumber: Lampiran 7

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui nilai probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed)

sebesar 0,200. Nilai probabilitas sebesar 0,200 lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi yaitu 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas terpenuhi.


(68)

Gambar 4.1

Uji Normalitas Histogram

Sumber: Lampiran 7

Dari gambar 4.1 diatas menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal karena distribusi data mengikuti garis diagonal yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng (skewness) kanan.


(69)

Gambar 4.2 Grafik P-Plot Sumber: Lampiran 7

Dengan melihat tampilan grafik normal plot dapat disimpulkan bahwa grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal serta

mengikuti arah garis diagonal. Dapat dikatakan bahwa distribusi data model regresi adalah normal.

4.3.2. Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen.Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah dengan cara melihat nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai


(1)

Lampiran 6

Hasil Perhitungan Variabel Reputasi Auditor

No

Kode Perusahaan

Reputasi Auditor

2011

2012

2013

2014

1

AGRO

1

1

1

1

2

BAEK

1

1

1

1

3

BBCA

1

1

1

1

4

BBRI

1

1

1

1

5

BCIC

0

0

0

0

6

BEKS

0

0

0

1

7

BJBR

0

0

1

1

8

BKSW

0

1

1

1

9

BNII

1

1

1

1

10

BNLI

1

1

1

1

11

BSIM

0

0

0

0

12

BVIC

0

0

0

1

13

INPC

0

0

0

0

14

MEGA

1

1

1

1

15

NISP

1

1

1

1


(2)

Output Hasil Pengujian Data dengan Software SPSS Versi 22

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Komite Manajemen Risiko 64 .60206 1.38021 .9700721 .20147096 Proporsi Komisaris

independen 64 .33333 44.00000 1.3441535 5.45972746

Ukuran Dewan Komisaris 64 3 9 4.97 1.808

Frekuensi Rapat Dewan 64 4 64 15.33 14.321

Valid N (listwise) 64

Reputasi Auditor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 23 35.9 35.9 35.9

1 41 64.1 64.1 100.0

Total 64 100.0 100.0

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 64

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .19022666

Most Extreme Differences Absolute .053

Positive .053

Negative -.049

Test Statistic .053

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(3)

(4)

Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Proporsi Komisaris independen .906 1.104

Ukuran Dewan Komisaris .753 1.328

Frekuensi Rapat Dewan .950 1.052

Reputasi Auditor .814 1.228

Hasil Uji Autokorelasi

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea .00247

Cases < Test Value 32

Cases >= Test Value 32

Total Cases 64

Number of Runs 31

Z -.504

Asymp. Sig. (2-tailed) .614


(5)

Output Hasil Pengujian Data dengan Software SPSS Versi 22 (Lanjutan)

Hasil Uji Heterokedastisitas

Hasil Analisis Regresi Linear Berganda dan Uji T

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardiz ed Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Toleranc

e VIF

1 (Constant) .840 .075 11.191 .000

Proporsi Komisaris

independen -.003 .005 -.084 -.654 .516 .906 1.104

Ukuran Dewan Komisaris .040 .016 .358 2.525 .014 .753 1.328 Frekuensi Rapat Dewan 6.268E-5 .002 .004 .035 .972 .950 1.052

Reputasi Auditor -.102 .057 -.244 -1.790 .079 .814 1.228


(6)

Hasil Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .277 4 .069 1.795 .142b

Residual 2.280 59 .039

Total 2.557 63

Hasil Uji R-Square

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

7 96 121

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

7 113 81

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2011-2013.

0 2 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit delay pada perusahaan manufaktur yang Terdaftar di bei periode 2011-2014.

0 5 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Audit delay pada perusahaan manufaktur yang Terdaftar di bei periode 2011-2014.

0 4 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2013.

1 7 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2013.

0 4 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan - Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

0 0 10

Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

0 0 14