Keluarga yang memiliki akses air bersih Tabel 4.40. Sikap dan Persepsi Masyarakat terhadap Pembentukan, Operasional dan Pengembangan Desa Siaga

a

4.2.40. Keluarga yang memiliki akses air bersih Tabel 4.40.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluarga yang memiliki akses air bersih Dalam Kabupaten Aceh Besar. f No Keluarga yang memiliki akses air bersih f 1 Tidak tercapai 18 28 2 Tercapai 47 72 Total 65 100 Tabel 4.2.40. menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan Keluarga yang memiliki akses air bersih tercapai yaitu sebanyak 47 orang 72. 4.2.41. KK yang memiliki jamban sehat Tabel 4.41. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KK memiliki jamban sehat Dalam Kabupaten Aceh Besar. f No KK memiliki jamban sehat f 1 Tidak tercapai 15 23 2 Tercapai 50 77 Total 65 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan KK memiliki jamban sehat tercapai yaitu sebanyak 50 orang 77. Universitas Sumatera Utara a 4.2.42. Rumahbangunan bebas jentik nyamuk aedes Tabel 4.42. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Rumahbangunan bebas jentik nyamuk aedes Dalam Kabupaten Aceh Besar. f No Rumahbangunan bebas jentik nyamuk aedes f 1 Tidak tercapai 26 40 2 Tercapai 39 60 Total 65 100 Tabel 4.2.42 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan Rumahbangunan bebas jentik nyamuk aedes tercapai yaitu sebanyak 39 orang 60. 4.2.43. Pengembangan Desa Siaga Tabel 4.43. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengembangan Desa Siaga Dalam Kabupaten Aceh Besar. f No Pengembangan Desa Siaga f 1 Kurang 7 10,8 2 Sedang 36 55,4 3 Baik 22 33,8 Total 65 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan pengembangan desa siaga termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 36 orang 55,4. Universitas Sumatera Utara a

4.2.44. Sikap dan Persepsi Masyarakat terhadap Pembentukan, Operasional dan Pengembangan Desa Siaga

Untuk mengetahui sikap dan persepsi masyarakat terhadap pembentukan, operasional dan pengembangan desa siaga, peneliti melakukan wawancara. Dari wawancara diperoleh gambaran sebagai berikut: Beberapa desa tidak berhasil terhadap mengembangkan desa siaga karena pada saat awal pembentukan desa siaga, informasi yang disampaikan oleh kader tentang informasi desa siaga untuk masyarakat kurang lengkap. Kader tidak menjelaskan secara menyeluruh tentang pengembangan desa siaga dan kegiatan apa yang harus disepakati. Seharusnya ada pertemuan Musyawarah Masyarakat Desa MMD yang bertujuan mencari alternatif penyelesaian masalah hasil SMD, tetapi pada saat penyampaian informasi desa siaga, kader yang telah mengikuti pelatihan ditingkat kecamatan tidak hadir untuk memberikan informasi tetapi diwakili oleh anggota masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan. Musyawarah untuk pembentukan desa siaga yang seharusnya dihadiri oleh tokoh masyarakat dan yang mewakili masyarakat hanya dihadiri oleh beberapa ibu. Informasi yang diberikan lebih banyak tentang pengutipan dana sehat dimana disepakati dari setiap KK dikutip Rp. 5000 per bulan. Kegiatan ini hanya berjalan selama satu bulan karena kader mendengar informasi yang menyatakan bahwa uang dana sehat yang terkumpul itu digunakan untuk kesejahteraan kader itu sendiri, sehingga kader desa siaga merasa tersinggung. Uang yang sudah terkumpul tersebut dikembalikan lagi sehingga rencana pembentukan Universitas Sumatera Utara a desa siaga tidak berlanjut. Berikut adalah petikan ungkapan Kader Desa Siaga tentang hal ini: “ Na sebagian masyarakat geu jak khen kekamo peng yang ka teu kumpol ke dana sehat nyan geu pegah leu awaknyan peng nyan mecok ke kamo selaku kader desa siaga, dan sebagaian dari awaknyan na cit yang peugah euntek peng nyan hana jelas ho dibawa kamo merasa tersinggung medengo menan jadi peng nyan kamo jak pulang tema ke masing-masing kk yang ka kumpul”. Artinya ada sebahagian dari masyarakat yang menyatakan bahwa uang yang sudah terkumpul untuk dana sehat akan diambil untuk kesejahteraan kader desa siaga dan nanti uang tersebut pasti akan tidak jelas pengelolaannya sehingga kader desa siaga merasa tersinggung dengan perkataan itu dan semua uang dana desa siaga yang sudah dikumpulkan perkk dikembalikan lagi. Temuan lain dalam penelitian mengungkapkan bahwa pembentukan desa siaga tidak dapat dilaksanakan, karena Kepala Desa menganggap belum pernah dilakukan musyawarah masyarakat desa yang bertujuan untuk membentuk desa siaga. Karenanya, menurut kader desa siaga yang telah mengikuti pelatihan desa siaga, dana yang seharusnya dikeluarkan untuk kegiatan pembentukan desa siaga tidak disetujui oleh Kepala Desa. Berikut adalah petikan ungkapan Kader Desa Siaga tentang hal ini: “ hana payah ta pegeut rapat keu pembentukan desa siaga enteuk wate na rapat gampong sigo ta peugah” Artinya: tidak perlu diadakan rapat pembentukan desa siaga, nanti kapan ada kesempatan di pada saat musyawarah desa disampaikan mengenai desa siaga. Universitas Sumatera Utara a Di beberapa desa, pembentukan desa siaga didanai oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional sehingga dana yang dibutuhkan tercukupi. Kader mendapat insentif setiap bulan dan diberi pelatihan. Pertemuan pengembangan desa siaga berjalan dengan baik setiap bulan. Lembaga swadaya masyarakat tersebut melakukan pendampingan dan bantuan dana. Direncanakan, setelah masa pendampingan oleh lembaga swadaya masyarakat berakhir maka sumber bantuan dialihkan kepada APBD, APBA dan P2DTK. Namun setelah pengalihan, dana yang tersedia tidak lagi mencukupi seperti yang sebelumnya. Akibatnya, sosialiasi dan pertemuan bulanan tidak berlangsung seperti biasa. Pendampingan yang mestinya dilakukan oleh petugas kesehatan juga terhambat karena keterbatasan anggaran. Petugas kesehatan hanya akan melakukan pendampingan bila dibutuhkan oleh masyarakat. Berikut adalah petikan ungkapan Kader Desa Siaga tentang hal ini: “nyo uro jeh wate na NGO digampong kamo mangat that karena selaen na pendampingan sabe tip bulen dan pada saat kamo butuhkan awaknyan na sabe, dan kamo pih na dijok insentif kader dan kamo kader kayem ikot pelatihan tentang desa siaga” Artinya kalau dulu sewaktu masih dibantu oleh NGO kami senang sekali karena selain pendampingan selalu setiap bulan dan pada saat kami butuhkan mereka selalu ada, dan kami ada diberikan insentif kader desa siaga dan kami juga sering diikut sertakan dalam pelatihan desa siaga. Universitas Sumatera Utara a Hubungan yang kurang baik antara bidan desa dengan kepala desa juga mempengaruhi pembentukan desa siaga. Kegiatan pembentukan desa siaga dan pemilihan kader desa siaga yang difasilitasi oleh bidan desa tidak mendapat persetujuan dari Kepala desa. Hal ini menyebabkan banyak kesimpangsiuran termasuk kesimpangsiuran dalam pembukuan yang akhirnya menghambat kegiatan desa siaga. Berikut adalah petikan ungkapan Kader Desa Siaga yang mengetahui tentang hal ini: “ kamo ka bingong nyo, wate dibentuk oleh bidan kana pengurus desa siaga tapi pak keucik hana setuju, geu peugah leu pak keuchik hana lapor bak gop nyan pada saat rapat dan pak keucik pih ka geu bentuk pengurus baro laen” Artinya kami sudah bingung pengurus desa siaga yang sudah dibentuk oleh bidan desa tidak disetujui oleh kepala desa alasannya tidak ada pemberitahuan pada saat musyawarah, dan juga kepala desa sudah membentuk pengurus yang baru. Bidan desa yang tidak tinggal di desa juga menghambat kegiatan desa siaga. Kader menyatakan akan sangat sulit mengadakan pertemuan desa siaga sebab penjelasan yang diberikan oleh bidan lebih didengar dibandingkan dengan yang disampaikan oleh kader walaupun kader sudah mengikuti pelatihan mengenai desa siaga. Berikut adalah petikan ungkapan dari Kader Desa Siaga mengenai hal ini: “Kiban kamo menjak peuget rapat untuk meubri thee ke masyarakat tentang Universitas Sumatera Utara a desa siaga sementara bidan hana tinggal tetap didesa sigo-go dijak u desa wate posyandu mantong, sementara masyarakat lebeh mengharapkan na bidan desa dan pih masyarakat lebeh geu dengo peu yang disampaikan le bidan jadi kamo hana meupuduk ile rapat tentang pembentukan desa siaga nyan karena meupreh bidan tinggal didesa. Artinya bagaimana kami mau mengadakan rapat untuk menyampaikan informasi tentang pembentukan desa siaga kepada masyarakat karena bidan desa tidak tinggal didesa, datangnya sesekali pada saat posyandu saja, sementara masyarakat sangat mengharapkan ada bidan desa dan mereka lebih mau mendengar informasi yang disampaikan oleh bidan desa, sementara ini kami tidak mengadakan rapat tentang pembentukan desa siaga karena menunggu sampai bidan menetap didesa kami.

4.3. Analisis Bivariat