herlina blok 15 lepra

Hansen’s Disease atau Lepra atau Kusta
Herlina Juliani B
102014145
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
juliani_herlina@yahoo.com

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap
pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau orang yang mengetahui
penyakit pasien (alo-anamnesis).
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus
wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis
pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan,
lingkungan).1
1. Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan

bahwa pasien yang dihadapi memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu,
identitas ini juga perlu untuk data penelitian, asuransi, dan lain sebagainya.1
Dari skenario yang didapat, identitas dari pasien yang diketahui adalah seorang
laki-laki usia 40 tahun.
1
2. Keluhan Utama (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang pergi ke dokter. Dalam
menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama
pasien mengalami hal tersebut.1
Dari skenario, diperoleh keluhan utamanya adalah adanya bercak putih pada
lengan kiri sejak 1 bulan, tanpa rasa gatal.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit yang merupakan cerita yang kronologi, terinci dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam Bahasa
Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan oleh pasien.
Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapat data-data sebagai
berikut:
a. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
b. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan, terus menerus,

hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang, dan lainnya

c.
d.

Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah
Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang atau

e.

sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu
Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat bila melakukan

f.

aktivitas atau bertambah ringan bila melakukan istirahat
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang

g.
h.


mendahului serangan, atau keluhan lain yang bersamaan dengan serangan
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang

i.
j.
k.
l.

memperberat atau meringankan serangan
Apakah ada saudara atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
diminum oleh pasien, juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan
penyakit yang saat ini diderita.1
2

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang diderita pasien dengan penyakit yang diderita oleh keluarga pasien.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah dengan memastikan status
lokalisasi dari bercak putih tersebut. Kita perlu melakukan pemeriksaan pada seluruh
bagian tubuh, jika memang bercak putih sudah menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu,
kita juga memeriksa eflouresensi atau sifat dari luka tersebut.
Pada setiap kriteria lepra, eflouresensinya juga mempunyai sifat yang berbeda.
Pada lepra tipe 1 (tipe interdeminan), eflouresensi yang muncul adalah berupa macula
hipopigmentasi berbaas tegas, anestesi, dan anhidrasi, pemeriksaan bakteriomologi (-)
dan tes lepromin (+).

Lepra tipe TT (tuberculosis), eflouresensi berupa macula eritematosa bulat
atau lonjong, permukaan kering, batas tegas anestesi, bagian tengah sembuh,
bakteriologi (-), tes lepromin (+) kuat.
Tipe BT (borderline tuberculocid), eflouresensi berupa macula eritrematousa

tak teratur, batas tak jelas, kering, mula-mula aka nada tanda kontraktur, anestesi,
bakteriologi bisa (+) atau (-), tes lepromin juga bisa menunjukan hasil (+) atau (-).
Tipe BB (mid-borderline) macula eritromatosa, menonjol, bentuk tidak teratur,
kasar, ada lesi satelit, penebalan saraf dan kontraktur, pemeriksaan bakteriologi (+),
tes lepromin (-).
3
Tipe BL (Borderline lepramatosa) berupa macula infiltrate merah mengkilat,
tak teratur, batas tak tegas, pembengkakan saraf, pemeriksaan bakteriologi ditemukan
banyak basil, tes lepromin (-).
Tipe LL (Lepromatosa) berupa infiltrasi difus berupa nodula simetris,
permukaan mengkilat, saraf terasa sakit, anestesi, pemeriksaan bakteriologi (+) kuat,
tes lepromin (-). `5
Selain pemeriksaan fisik kulit, kita harus pula melakukan pemeriksaan saraf
tepi pasien (N. ulnaris, N. radialis, N. aurikulas magnus dan N. popliteal), mata
(lagoftalmus), tulang(kontraktur atau absorbsi), dan rambut (alis mata, kumis, dan
pada lesi sendiri). Pemeriksaan anestesi (baal) dan sensitifitas bisa dilakukan dengan
tes panas-dingin ataupun dengan jarum tumpul-tajam. Tes keringat dengan tes
Gunawan, yaitu dengan pensil tinta dibuat garis pada lesi hingga keluar lesi, lalu
pasien melakukan olah raga sampai berkeringat. Selanjutnya dilihat pada bagian mana
tinta melebur karena keringat dan bagian tinta yang tidak melebur karena anhidrasi.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis penunjang dibagi menjadi tiga macam yaitu pemeriksaan bakterioskopik
(kerokan jaringan kulit), pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan serologic.
1. Pemeriksaan bakterioskopik

Dibuatlah suatu sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan
kerokan mukosa hidung bagian septum lalu diwaarnai dengan
pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam), antara lain Ziehl-Neelsen. Jika
hasilnya negative, maka orang tersebut belum tentu tidak mengandung
kuman M. leprae. Bagian tubuh yang pasti dikerok jaringan kulitnya
adalah dibawah cuping telinga berdasarkan pengalaman, tempat
tersebut diharapkan mengandung kuman lebih banyak.
4
Cara pengambilannya dengan menggunakan scalpel steril, lalu pada
kulit yang terkena lesi didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan
jari telunjuk agar menjadi iskemik, Kerokan skapel harus sampai
dermis yang diharapkan banyak mengandung kuman M.leprae (sel
leprae = sel Vichow). Dan dari mukosa hidun diambil dengan cara nose
blows, terbaik dilakukan pada pagi hari dan ditampung pada sehelai
plastic. Namun sediaan dari mukosa hidung jarang dipakai karena

kemungkinan adanya M.atipik, M. leprae tidak pernah positif kalau
pada kulit negative, bila diobati hasil pemeriksaan mukosa hidung
negative lebih dahulu dibandingkan kerokan jaringan kulit, dan rasa
nyeri saat pemeriksaan. Lalu bahan sediaan dioleskan pada gelas alas,
difiksasi diatas api, lalu diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.
M.leprae tergolong BTA, akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan
bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmen) dan butiran
(granulasi). Bentuk solid adalah bentuk dari kuman hidup, sedangkan
bentuk fragmen dan granulasi adalah bentuk dari kuman yang mati.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah
sediaan dinyatakan dengan indeks Bakteri (IB) dengan nilai 0-6+
menurut Riley.`1
2. Pemeriksaan histopatologik
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada
yang mempunyai nama khusus dan fungsi berbeda-beda dalam
menjalankan imunitas tubuh. Saat ada kuman M.leprae yang masuk,
akan bergantung pada sistem imunitas seluler orang tersebut. Jika

sistem imunnya bagus, maka akan banyak ditemukan sel datia
langhans tetapi sayangnya jika ada massa epiteloid berlebihan

dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab
utama kerusakan jaringan dan cacat.
5
Sebaliknya jika sistem imunitas seluler orang tersebut rendah, maka
M.leprae akan berkembang biak dalam sel tubuh manusia lalu menjadi
sel Virchow sebagai alat pengangkut penyebarluasan. Granuloma
adalah akumulasi makrofag dan atau derivate-derivatnya. Contohnya
adalah gambaran histopatik tipe tuberkeloid adalah tuberkel dan
kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman, atau hanya sedikit
dan non-solid.`1
3. Pemeriksaan serologic
Pemeriksaan ini didasarkan atas terbentuknya antibody pada tubuh
yang terinfeksi M.leprae. ternyata ada antibody spesifik kuman ini
yaitu anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibody antiprotein 16
kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi non-spesifik antara lain antibodi
anti-lipoarabinomanan. Kegunaan pemeriksaan serologic ini adalah
untuk mendiagnosis penyakit kusta yang meragukan seperti kusta yang
subklinis (hamper tidak ada lesi kulit). Disamping itu dapat
menentukan kusta subkklinik, karena tidak didapatinya lesi kulit,
misalnya narakontak serumah. Uji serologic tersebut terdiri dari uji

MLPA, ELISA, dipstick test, dan flow test.`1
Working Diagnosis
Lepra/Kusta/Hansen’s Disease
Penyakit kronik yang dihasilkan oleh infeksi dengan Mycobacterium leprae
dan terjadi respon hospes. Organ yang paling mencolok terkena adalah kulit dan
sistem syaraf perifet. Tetapi keterlibatan saluran pernafasan atas, testis dan mata juga
relative sering. Manusia telah lama diduga merupakan satu-satunya hospes M.Leprae,
tetapi infeksi yang didapat secara alamiah telah didokumentasi pada armadillo di

Amerika Serikat selatan timur, dan infeksi percobaan telah dilakukan pada primate,
tikus telanjang dan armadillo.
Lesi kulit kronik, madarosis, neuropati sensori yang menyebabkan
6
kehilangan jari-jari atau tungkai, dan paresis akibat disfungsi saraf motoris merupakan
sekuele lepra. Sifat kelemahan yang sangat dapat dilihat ini menimbulkan kecacatan
historis “lepra”. Sekuele psikologis dan sosiologis dari stigma ini dapat melemahkan
seperti penyakitnya sendiri dan dapat menyebabkan keterlambatan dalam mencari
perhatian medic. Untuk mengatasi prasangka ini, istilah penderita lepra telah
mengganti kata lepra dan penyakit Hansen telah menjadi nama yang diterima.2
Deference Diagnosis

1. Pteriasis Versikolor
Pteriasis Versikolor atau panu adalah penyakit jamur superfisial kronik yang
disebabkan oleh Malassezia furfur. Biasanya tidak akan menimbulkan keluhan yang
subjektif hanya berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat
hitam. Bercak meliputi badan dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha,
lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Infeksi bisa terjadi
karena kontak langsung dari penempelan jamur ke kulit manusia. Jamur bertumbuh
karena faktor kulit yang berminyak, prematuritas, pengobatan anti microbial,
kortikosteroid, penumpukan glikogen ekstraseluler, infeksi kronik, keringat
berlebihan, pemakaian pelumas kulit, dan kadang karena kehamilan.`7
2. Ptiriasis Alba
Sering dijumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%) lesi berbentuk
bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai warna
kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lise yang dijumpai hanya
depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multiple 4 sampai 20 dengan
diameter antara ½ - 2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%),
paling sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada
ekstremitas dan badan. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung, ekstensor

lengan. Umumnya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang penderita

mengeluhkan panas atau gatal.`1
7
3. Vitiligo
Makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimter sampai beberapa
sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis lain.
Kadang ada macula hipomelanotik selain macula apigmentasi. Daerah yang sering
terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata,
hidung, mulut, tibia anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral
dapat simetris atau asimetris. Mukosa jarang terkena, kadang mengenai genital
eksterna, putting susu, dan gingitiva.
4

.Tinea Korporis
Tinea Corporis atau kurap tubuh adalah infeksi jamur yang bisa menimbulkan

ruam melingkar kemerahan atau keperakan pada kulit. Penyakit kulit ini bisa
muncul di seluruh bagian tubuh, namun umumnya muncul pada lengan dan kaki.
Biasanya, tinea corporis lebih mudah menyebar di daerah beriklim hangat dan
lembap.Tinea corporis bukan penyakit kulit serius mudah diobati, namun kondisi
ini mudah sekali menyebar dan menular. Beberapa binatang, seperti anjing dan
kucing, bisa menyebarkan jamur tinea corporis pada manusia jika terjadi kontak
fisik.

Gejala Tinea Corporis
Gejala tinea corporis biasanya mulai muncul 10 hari setelah tubuh melakukan kontak
dengan jamur. Beberapa tanda dan gejala umum tinea corporis adalah:


Munculnya ruam melingkar kemerahan atau keperakan pada kulit.



Kulit bersisik.



Terasa gatal dan terjadi peradangan.



Muncul luka melepuh dan berisi nanah di sekitar ruam.
Pada kasus yang cukup parah, ruam melingkar yang muncul akan berlipat ganda,
tumbuh besar dan mungkin menyatu. Selain itu, luka melepuh dan bernanah bisa

muncul di sekitar ruam melingkar. Kulit dengan ruam melingkat akan sedikit
terangkat dan kulit di bawahnya terasa gatal.

Etiologi
M. Leprae adalah basil tahan asam dari family mikrobakteriasea. Multiplikasi
M.leprae yang sangat lambat diamati pada model binatang yang sebagian dapat
menjelaskan masa inkubasi yang lama yang ditemukan pada penyakit manusia; masa
3-5 tahun diduga khas. Kejadian lepra yang jarang pada bayi semuda umur 3 bulan
memberi kesan bahwa penularan dalam Rahim dapat terjadi atau bahwa masa
inkubasi yang amat pendek dimungkinkan pada keadaan tertentu. Model penularan
yang mungkin termasuk kontak dengan epidermis lepas yang terinfeksi, minum ASI
yang terinfeksi, dan gigitan nyamuk atau vector lain. Namun, sekarang penularan
melalui sekresi hidung yang terinfeksi. Keterlibatan nasofaring yang luas
ditampakkan sebagai rhinitis kronik lazim pada lepromatosa.2
Mycobacterium leprae , berbentuk batang basil asam - cepat . Penyakit ini
terutama mempengaruhi kulit , saraf perifer , mukosa dari saluran pernapasan atas dan
juga mata , terlepas dari beberapa struktur lain . Kusta telah menderita kemanusiaan
sejak jaman dahulu . Ini sekali terpengaruh setiap benua dan telah meninggalkan citra
menakutkan dalam sejarah dan memori manusia - mutilasi , penolakan dan pengucilan
dari masyarakat .3
Epidemologi
Kusta telah menyerang ketakutan menjadi manusia selama ribuan tahun , dan
baik diakui dalam peradaban tertua dari Cina, Mesir dan India . Sebanyak kumulatif
jumlah individu yang , selama ribuan tahun , telah menderita kronis tentu nya cacat
disembuhkan dan cacat fisik tidak pernah bisa dihitung .
Sejak zaman kuno , kusta telah dianggap oleh masyarakat sebagai menular , mutilasi
dan penyakit yang tak tersembuhkan . Ada banyak negara di Asia , Afrika dan
Amerika Latin dengan sejumlah besar kasus kusta . Diperkirakan bahwa ada antara
satu dan dua juta orang tampak dan ireversibel dinonaktifkan karena masa lalu dan
sekarang kusta yang perlu diperhatikan oleh masyarakat di mana mereka tinggal .

Ketika M.leprae ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1873 , itu adalah bakteri
pertama yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada manusia . Namun,
pengobatan untuk kusta hanya muncul pada akhir 1940-an dengan diperkenalkannya
dapson , dan turunannya . Basil kusta resisten terhadap dapson secara bertahap
muncul dan menjadi luas. 3
Patogenesis
Cedera diperantarai melalui banyak jalur, beberapa darinya adalah pelepasan
mediator radang humoral oleh limfosit dan makrofag yang diaktifkan, penekanan
syaraf oleh granulomata yang membesar, dan pengendapan kompleks imun. Banyak
mekanisme yang mungkin bekerja secara bersamaan atau berurutan.
Tempat masuk M.leprae kedalam hospes manusia belum diketahui.
Keterlibatan saluran pernafasan atau saluran cerna belum terdokumentasi sebelum
munculnya lesi yang melibatkan kulit dan syaraf perifer. Pertumbuhan dan
multiplikasi M.leprae adalah maksimal pada 34-35°C. tidak ada yang diketahui
mengenai respons imun hospes pada periode awal sesudah infeksi, tetapi uji kulit
(Reaksi Mitsuda) dalam pemeriksaan serologis memberi kesan bahwa 80-90% dari
mereka yang terinfeksi berkembang imunitas tanpa pernah
9
menampakan penyakit klinis. Kebanyakan penderita lainnya, sesudah masa inkubasi
sangat bervariasi, terjadi lesi kulit khas lepra indeterminate. Penelitian di daerah
endemic dengan menggunakan reaksi rantai polymerase menunjukkan adanya
penyebaran organisme yang luas pada sekresi hidung dari individu tidak bergejala.
Gejala Klinis
Respon imun yang beragam terhadap infeksi M.leprae menyebabkan spectrum
manisfestasi klinis dan histologic yang luas. Terdapat persesuaian yang kuat antara
temuan klinis dan histologic kulit, dan hal ini akan dibahas bersama-sama.
Tanda lepra yang pertama biasanya dikulit. Lesi lepra yang tidak dapat
ditentukan sangat halus dan paling sering didiagnosis pada pemeriksaan kontak pasien
yang diketahui menderita lepra. Dapat terlihat satu atau lebih macula hiperpigmentasi
atau hipopigmentasi. Seringkali bercak yang bersifat anastetik atau parestetik

merupakan gejala pertama yang dinyatakan pasien, tapi pada pemeriksaan yang teliti,
bisa ditemukan keterlibatan kulit. Pada lesi dini ini seringkali masih dapat merasa,
terutama di wajah. Lesi dapat menjadi bersih secara spontan dalam waktu setahun
atau dua tahun, tetapi dianjurkan untuk memberikan pengobatan spesifik.`1,2
Lepra tuberkuloid
Lesi awal lepra tuberkuloid, yang merupakan satu dari “kutub-kutub”
spectrum imunologik dan klinis, sering berupa macula hipopigmentasi yang bebrbatas
tegas dan hipestetik. Kemudian lesi meluas dengan penyebaran tepid an tepinya jadi
meninggi serta menyerupai cincin atau berputar. Daerah ditengahnya kemudian
menjadi atropi dan tertekan. Lesi yang telah berkemban sempurna sangat anestetik
dan kehilangan organ kulit yang normal ( kelenjar keringat dan folikel rambut).
Jumlah lesi tunggal atau sedikit. Keterlibatan saraf timbul dini, dan saraf superficial
yang berasal dari lesi mungkin menebal. Saraf perifer besar (terutama saraf ulnaris,
peronealis, dan aurikularis magna) bisa
10
teraba dan terlihat menebal. Terutama yang paling dekat dengan lesi kulit. Mungkin
terdapat nyeri neuritis berat. Keterlibatan saraf menyebabkan atrofi otot, terutama otot
kecil di tangan. Sering terjadi kontraktur tangan kaki. Trauma, terutama akibat luka
bakar dan patah serta akibat tertekan yang berlebihan, menyebabkan infeksi sekunder
pada tangan dan menyebabkan tukak pada telapak tangan. Kemudian, response dan
hilangnya falang bisa terjadi. Bila saraf facialis terkena, mungkin terdapat
lagoftalmos, keratitis akibat pajanan, dan tukak kornea yang menyebabkan kebutaan.
Gambaran histologic terdiri dari granuloma nonkaseosa yang terdiri dari limfosit, sel
epiteloid, dan mungkin sel raksasa; basilus sering tidak ada atau sulit terlihat.`2
Lepra lepramatosa
Lepra lepramatosa merupakan bentuk poler lainnya. Keterlibatan kulit luas
dan kurang lebih simetris bilateral melintasi garis tengah pejamu. Lesi kulit tersendiri
sangat variable dan dapat meliputi macula, nodul, plak, atau papul. Tepi lesi tidak
tegas, dan bagian tengah lesi yang menimbul berindurasi dan cembung (bukanya
konkaf, seperti pada penyakit tuberkuloid). Terdapat infiltrasi dermais yang difus
antara lesi-lesi yang diskret, dan tampaknya kulit normal biasanya akan mengandung

basilus yang tampak dengan pewarnaan. Tempat predileksinya adalah wajah (pipi,
hidung, alis), telinga, pergelangan tangan, siku, bokong, dan lutut. Saat ini
keterlibatan dengan infiltrasi dan nodulasi yang sedikit atau tidak ada sama sekali
dapat berkembang dengan begitu halusnya sampai-sampai perjalanan penyakit tidak
menjadi perhatian. Hilangnya bagian lateral alis mata sering terjadi. Lebih lanjut, kulit
wajah dan dahi menebal dan bergelombang (fasies leonine), dan cuping telinga
menggantung.
‘kekakuan’ hidung, epistaksis, dan obstruksi jalan nafas merupakan gejala
awal yang sering didapati. Obstruksi hidung total, laryngitis, dan suara parau juga
sering didapati. Perforasi septum dan kolaps nasal menyebabkan hidung pelana.
Invasi bagian anterior dapat menyebabkan keratitis dan iridosiklitis.

Terjadi

limfadenopati aksila dan inguinal yang tidak nyeri. Pada laki-laki dewasa,
11
infiltrasi dan pembentukan jaringan parut pada testis menyebabkan kemandulan.
Sering terjadi ginekomastia. Keterlibatan serat saraf mayor kurang nyata pada bentuk
lepra matosa, tetapi sering terjadi hipestesia difus yang mengenai bagian perifer
ekstremitas pada penyakit yang sudah lanjut. Secara patologis, saraf perifer terinfeksi
lebih berat tetapi sering dipertahankan dengan lebih baik daripada bentuk tuberkuloid.
Secara histologis, terdapat reaksi granulomastos dengan makrofagsel busa
(Virchow atau lepra) yang besar dan banyak basilus intraseluler, sering dalam massa
yang bulat (bundar). Tidak ditemukan sel raksasa dan sel epiteloid.`2
Lepra perbatasan (borderline)
Bagian spektrum perbatasan terletak antara kutub lepramatosa dan tuberkuloid
dan biasanya dibagi lagi menjadi golongan tuberkuloid perbatasan, perbatasa (atau
dimorfi) dan lepramatosa perbatasan. Penggolongan dalam daerah spektrum
pertengahan kuran tepat bila dibandingkan dengan golongan kutub. Lesi cenderung
meningkat jumlah dan heterogenesitasnya tetapi tercapai penurunan ukuran masingmasing lesi seperti kutub lepra matosa. Lesi kulit pada lepra tuberkuloid perbatasan
umumnya menyerupai lesi pada penyakit tuberkulooid tetapi lebih besar jumlahnya
dan memiliki batas yang kurang tegas. Keterlibatan saraf perifer multiper lebih sering
dibandingkan pada penyakit tuberkuloid poler.

Peningkatan keragaman penampakan lesi kulit karakteristik untuk lepra
perbatasan. Papula dan bercak dapat timbul bersama dengan lesi macula. Anesthesia
kurang menonjol dibandingkan pada penyakit tuberkuloid. Cuping telinga mungkin
sedikit menebal, tetapi alis dan daerah hidung tidak terkena. Lesi kulit bahkan
menjadi lebih banyak pada penyakit lepramatosa perbatasan, tetapi penyebarannya
tidak memiliki kekhasan yang bilateral simetris seperti pada penyakit lepra matosa
poler. Histopatologik granuloma pada lepra perbatasan berubah darisel epitrloid yang
dominan pada tuberkuloid perbatasan menjadi makrofag yang dominan bila menjadi
kutub lepramatosa. Keberasaan
12
dan jumlah lifosit beragam dan tidak berkaitan dengan golongan penyakit. Bisa
terdapat dalam jumlah besar di granuloma kulit pasien lepramatosa perbatasan.
Karena itulah golongan-golongan ini, bersama dengan lepra lepramatosa poler,
disebut lepra multibasiler. Golongan tuberkuloid perbatasan, tuberkuloid poler, dan
kelas yang tidak dapat ditentukan dikelompokan bersama sebagai lepra pausibasiler.
Penyakit perbatasan keadaannya tidak stabil dan dapat bergeser menuju bentuk
lepramatosa pada pasien yang tidak diobati atau menuju kutub tuberkuloid selama
pengobatan. Perubahan kedua jenis poler menjadi bentuk yang lainnya sangat jarang
terjadi. Pada semua bentuk lepra, gambaran yang selalu ada adalah keterlibatan saraf
tepi. Pada tiap potongan histologic, keterlibatan saraf akan menjadi lebih berat
daripada keterlibatan jaringan lainnya, tampaknya banyak dekstruksi neutral yang
disebabkan oleh reaksi granulomatosa pada pejamu dan bukannya akibat sifat
neurotoksik bawaan pada basil. Walaupun jarang, keterlibatan saraf dapat terjadi tanpa
adanya lesi kulit (lepra saraf sejati).`2
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adalah
klasifikasi menurut ridley dan jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi
5 tipe yaitu Tipe tuberculoid-tuberculoid (TT), tipe borderline tuberculoid (BT), tipe
borderline-borderline(BB), tipe borderline lepromatous (BL) dan tipe lepromatouslepromatous (LL) berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan
imunologis. Sekarang klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk
pemberantasan. Untuk program pengobatan, WHO membaginya atas kelompok
pausibasiler (PB) dan kelompok multibasiler (MB). Saat mengkelompokkan lepra,

sangat penting untuk menjamin bahwa pasien dengan multibasiler tidak diobati
menggunakan sediaan yang diperuntukkan bagi bentukan pausibasiler. Yang termasuk
dalam multibasiler adalah tipe LL,BL dan BB pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan
indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasiler adalah tipe I, TT dan BT
dengan IB kurang dari 2+. `1
13
Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang
sesuai. Bila kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh maka dapat timbul
gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung
pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila SIS baik akan tampak gambaran
klinis kearah tuberkoloid, dan sebaliknya bila SIS rendah maka gambarannya adalah
lepromatosa. Kusta dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe indeterminate dan tipe
determinate (Bagan 1). Yang termasuk dalam tipe determinate yaitu:
-TT : Tuberkuloid polar (bentuk yang stabil)
-Ti : Tuberkuloid indefinite (bentuk yang labil)
-BT : Borderline tuberculoid (bentuk yang labil)
-BB : Mid borderline (bentuk yang labil)
-BL : Borderline lepromatous (bentuk yang labil)
-Li : Lepramatosa indefinite (bentuk yang labil)
-LL : Lepromatosa polar (bentuk yang stabil)
Bentuk yang stabil artinya bentuk yang 100% tidak dapat berubah, sedangkan tipe Ti
dan Li disebut tipe borderline atau campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB
adalah campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak
tuberkuloidnya sedangkan tipe BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe labil
berarti tipe ini bebas beralih tipe baik kea rah TT atau LL. Tipe LL, BL dan BB
merupakan tipe multibasilar yaitu mengandung banyak kuman sedangkan tipe TT,BT
dan I merupakan tipe pausibasilar yaitu tipe TT, BT dan I merupakan tipe pausibasilar
yaitu tipe yang mengandung sedikit kuman.`1

14

Bagan 1. Patogenesis kusta.`1
Perjalanan umum penyakit lepra sangat lambat tetapi dapat diselingi oleh dua
jenis reaksi. Kedua bentuk reaksi dapat terjadi pada pasien yang tidak diobati tetapi
lebih sering timbul penyulit pemberian kemoterapi.`1,2
Eritema nodusum leprsum
Eritema nodusum leprosum (ENL), atau reaksi tipe 1, terjadi pada pasien lepra
perbatasan (borderline) dan lepramatosa, paling sering pada paruh terakhir tahun awal
pengobatan. Timbul nodul subkutan yang nyeri tekan dan meradang. Biasanya dalam
kumpulan. Setiap nodul bertahan selama satu atau dua minggu, tetapi bisa timbul
kumpulan nodul baru. Eritema nodosum leprosum bisa berlangsung hanya satu atau
dua minggu,atau bertahan untuk wktu yang lama. Demam, limfadenopati, dan artalgia
dapat menyertai eritema nodusum leprosum yang berat. Secara histologis, eritema
nodosum leprosum ditandai infiltrasi sel polimorfonuklear serta timbunan IgG dan
komplemen, yang menyerupai reaksi Arthus.`2

Reaksi yang merugikan
Reaksi yang merugikan, atau reaksi tipe 1, dapat menjadi penyulit ketiga
golongan perbatasan (borderline). Lesi kulit yang ada menjadi eritema dan
15
bengkak, serta bisa timbul lesi baru. Maksudnya limfosit yang dini ke lesi yang ada
diikuti oleh endema dan bergeser menjadi histologi tuberkuloid. Imunitas seluler
meningkat. Reaksi yang merugikan dapat dibedakan dari pemburukan penyakit atau
relaps dengan cara inokulasi pada mencit untuk menguji viabilitas basil dan dengan
menguji viabilitas basil dan dengan uji histologic. Reaksi yang menurun, yang secara
klinis menyerupai reaksi merugikan, paling sering terjadi pada pasien tidak diobati
dan pada perempuan selama masa kehamilan trimester ketiga. Biopsy kulit
mengungkapkan adanya pergeseran menjadi histologi lepramatosa dan mencerminkan
penurunan kekebalan seluler.
Berikut tabel yang menjelaskan singkat manifestasi dari klasifikasi
lepra:
SIFAT

LEPROMATOSA (LL)

BORDERLINE

MID BORDERLINE

LEPROMATOSA

(BB)

(BL)
Bentuk lesi

Makula,

infiltrate Makula,

disfus, papul, nodus
Jumlah

plakat, Plakat,

papul

(kubah), punched-out

Tidak terhitung, praktis Sukar
tidak ada kulit sehat

masih

dome-shaped

dihitung, Dapat
ada

dihitung,

kulit

kulit sehat jelas ada

sehat
Distribusi

Simetris

Hamper simetris

Asimetris

Permukaan

Halus berkilat

Halus berkilat

Agak kasar, agak berkilat

Batas

Tidak jelas

Agak jelas

Agak jelas

Anesthesia

Tidak ada-tidak jelas

Tidak jelas

Lebih jelas

BTA : lesi kulit

Banyak (ada globus)

Banyak

Agak banyak

Sekret hidung

Banyak (ada globus)

Biasanya negative

Negatif

Tes lepromin

Negatif

Negatif

Biasanya negatif

16
Komplikasi
Didunia, lepra mungkin merupakan penyebab tersering kerusakan tangan.
Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari-jari ataupun
ekstremitas bagian distal, juga sering terjadi kebutaan.
Fenomena Lucio, yang ditandai oleh atritis, terbatas pada pasien penyakit
lepramatosa difus, infiltrative, dan non-noduler. Kasus klinis yang berat menyerupai
bentuk lain vaskulitis nekrotikans dan menyebabkan tingginya angka mortalitas.
Amyloidosis sekunder merupakan penyakit pada penyakit lepramatosa berat, terutama
pada eritema nodosum leprosum kronik.
Lepra dan infeksi virus imunodefisiensi manusia (human immunodeficiency
virus) amatilah mengejutkan, dengan adanya pengalaman dengan penyakit
mikrobakterium lain dan respon imun yang rumit terhadapat M.leprae, infeksi HIV
yang menyertai tampaknya hanya memiliki sedikit pengaruh pada manifestasi klinis
atau perjalanan alamiah penyakit lepra. Laporan yang bersifat anekdot mengesankan
bahwa angka kekambuhan setelah selesainya terapi yang terinfeksi HIV, dan pasien
positif HIV dengan lepra dini atau subklinis bisa kemungkinan lebih besar untuk
mengalami penyakit yang nyata. Bila terjadi bersamaan, lepra juga bisa mempercepat
perjalanan penyakit HIV.`1,2

Terapi Non-Farmakologi
1. Jaga selalu kebersihan anggota badan
Kebersihan sangatlah penting bagi perkembangan penyakit lepra yang Anda derita.
Terlebih untuk kebersihan anggota badan seperti jari tangan dan kaki, karena biasanya
bakteri lepra akan mengerogoti bagian organ tersebut. nah untuk mencegah bakteri
tersebut berkembangbiak dalam jumlah besar, Anda harus selalu menjaga kebersihan

anggota badan. seperti usahakan untuk mandi 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum
makan dan lain sebagainya.

2. Tingkatkan daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh penderita penyakit lepra biasanya menurun sangat drastis, dengan
keadaan daya tahan yang menurun ini tentunya akan membuat bakteri lepra lebih
mudah berkembangbiak di dalam anggota tubuh Anda. oleh sebab itu usahakan untuk
selalu meningkatkan daya tahan tubuh, Anda bisa meningkatkan daya tahan dengan
berolahraga secara rutin, konsumsi multivitamin dan lain sebagainya.

3. Periksakan diri ke dokter secara rutin
Walaupun penyakit lepra yang sedang Anda derita masih tergolong baru atau stadium
awal, akan tetapi sangat diperlukan juga pemeriksaan secara berkala ke dokter
spesialis

lepra

ataupun

perkembangan penyakit

ahlinya.

lepra Anda,

Hal

ini

jikalau

bertujuan
penyakit

untuk

mengetahui

tersebut

mengalami

perkembangan yang sangat buruk, maka Anda dapat melakukan tindakan medis
dengan segera mungkin, mengingat penyakit lepra sangat berbahaya jika tidak
dilakukan tindakan medis oleh para dokter dan ahlinya.

Terapi Farmakologi


Dapson : diaminodifenilsulfon,DDS,suatu inhibitor folat sintese
Daya kerja leprostatisnya kuat berdasarkan persaingan substrat dengan PABA
serta inhibisi enzim folat sintetase. Penggunaan selalu dalam kombinasi
dengan obat-obat lain karena monoterpi dengan cepat menimbulkan resisten.
Resorbsi : dari usus hamper lengkap dengan kadar darah puncak dalam 1-3
jam
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, sukar tidur dan tachycardia,pada
dosis tinggi dapat terjadi kelainan darah.
Dosis : bersama obat-obat lain permulaan 1 x 50mg, kemudian 1 x 100mg

maksimal 200ng, anak-anak 1 x sehari 1-1, 5mg/kg.



Klofazimin
Derivat fenazin memiliki khasiat bakterisid dan juga berkhasiat antiradang
Resorbsi : dari usus lambat dan kurang baik (50%), kadar puncak darah baru
dicapai setelah 8-12 jam. Zat ini bersifat lipofil kuat.
Efek samping : berupa pewarnaan merah yang reversible dari kemih, keringat,
air mata dan selaput mata, ludah da tinja.
Dosis : lepra lepromateus bersama dapson dan rifampin = 3x seminggu 100mg
+ 1x sebulan 300mg d.c selama minimal 2 tahun.



Rifampisin : rifampin,rifadin,rimactane
Antibiotikum dari kelompok rifampisin berkhasiat leprosid
Efek samping : kemih berwarna merah muda
Interaksi : akibat induksi enzim, rifampisin dapat mengurangi efek estrogen
(pil anti hamil), fenitonin,siklosporin dan turunan kumarin.

Prognosis
Dengan adanya obat-obatan kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih
singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada ulkus dan kontraktur
kronik, prognosis kurang baik.
Kesimpulan
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Micobacterium
leprae M.Leprae Tetapi cara penularannya tidak mudah dan masa penularannya lama,
Dengan kondisi lingkungan yang tidak bersih, fasilitas kebersihan yang tidak
memadai dan asupan gizi yang buruk sehingga menyebabkan daya tahan tubuh
rendah. Rentan terhadap penyakit ini, Penyakit kusta menular dengan adanya kontak
langsung dengan penderita dalam jangka waktu yang lama. Penyakit ini bisa
menimbulkan kecacatan pada penderita karena bakteri menyerang saraf penderita
kusta. Penyakit kusta ini bisa disembuhkan apabila ditemukan tanda-tanda kusta dan
diobati sejak dini.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. Ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-2835.
2. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 2. Edisi 15.
Jakarta: EGC ; 2000. h. 1046-50.
3. Diunduh dari http://www.who.int/lep/leprosy/en/ judul: Kusta, tanggal 15
April 2014.