Karakterisasi Batako Analisis Logam Berat Timbal Pb dalam Batako

Tabel 3.1. Perbandingan Pencampuran Agregat Pasir:Sludge Kertas Kode Sampel Pasir Bagian Sludge Kertas Bagian A B C D E F 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 Dalam pembuatan batako sludge kertas, agregat dicampur dengan semen dan air dalam suatu wadah plastik dengan perbandingan bagian semen:agregat:air = 1:5:0,5 kemudian diaduk hingga merata dan homogen menggunakan sendok semen. Selanjutnya adonan dituangkan dalam cetakan batako dengan ukuran kubus: 5 x 5 x 5 cm. Kemudian dikeringkan untuk proses pengerasan ageing. Pada proses ageing secara alami dilakukan dengan variasi waktu: 14 dan 28 hari. Setelah benda uji mengalami proses ageing, kemudian dilakukan pengujian karakteristik meliputi: penyerapan air dan kuat tekan. Setiap pengujian karakteristik batako, dilakukan sebanyak 3x untuk masing-masing variasi komposisi bahan baku dan variasi waktu proses ageing, sehingga diperoleh hasil rata-rata. Hal ini dilakukan untuk mempertegas hasil yang diperoleh di lapangan.

3.4.3. Karakterisasi Batako

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: penyerapan air dan kuat tekan. 3.4.3.1. Uji Penyerapan Air Water Absorption Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari batako yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian. Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut: a. Menimbang massa sampel yang telah dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu 105±5 o C selama 1 jam. Massa ini disebut massa sampel kering Mk. b. Kemudian merendam sampel di dalam air selama 1 jam. c. Menimbang dan mencatat massa sampel setelah direndam, disebut massa sampel jenuh Mj. d. Merendam kembali sampel dan mencatat massanya secara berulang sampai mendapatkan Mj konstan. Kemudian berapa air yang dapat diserap oleh sampel batako tersebut dihitung dengan rumus pada persamaan 1. Selanjutnya mencatat semua data yang diperoleh dalam tabel. 3.4.3.2. Uji Kuat Tekan Comprressive Strength Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut: a. Menyiapkan alat uji kuat tekan yang akan digunakan. b. Memutar tuas ke arah kiri. c. Memasang alat tekan untuk menghancurkan sampel uji. d. Meletakkan sampel uji tepat di bawah alat tekan. e. Memutar tuas ke arah kanan sambil melihat jarum penentu nilai x bergerak sampai sampel uji pecah. f. Mencatat nilai x yang ditunjukkan setelah sampel uji pecah untuk menentukan besarnya gaya F yang dibutuhkan. Kemudian untuk mengetahui berapa nilai kuat tekan sampel batako dihitung dengan rumus pada persamaan 2. Selanjutnya mencatat semua data yang diperoleh dalam tabel.

3.4.4. Analisis Logam Berat Timbal Pb dalam Batako

3.4.4.1. Pembuatan Ekstrak Jernih dari Sampel Batako Hayati, 2001 Analisis logam berat Pb dalam batako diukur dengan menggunakan AAS. Langkah-langkahnya yaitu menghancurkan dan menghaluskan sampel batako kering yang dihasilkan kemudian mengambil sedikit untuk ditimbang sebanyak 2 gram, selanjutnya memasukkan sampel ke dalam labu Kjeldahl dengan menambahkan 5 mL larutan asam campuran asam nitrat dan perklorat 1:2, kemudian dipanaskan dengan suhu 125 o C. Destruksi diakhiri bila terbentuk uap putih dari cairan dalam labu dan tersisa sekitar 1 mL, kemudian dinginkan. Selanjutnya ekstrak yang dihasilkan dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda batas, lalu dikocok dan disaring dengan kertas saring whatman agar diperoleh ekstrak jernihnya dan dibiarkan semalaman. Logam berat Pb dari ekstrak jernih diukur menggunakan AAS dengan panjang gelombang untuk Pb yaitu 283,3 nm. 3.4.4.2. Pembuatan Larutan Standar Pb 1000 ppm Pembuatan larutan standar untuk kurva kalibrasi dapat dilakukan dengan cara membuat larutan Pb 1000 ppm, kemudian diencerkan untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,05 ppm; 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 3 ppm dan 4 ppm. Berikut adalah langkah-langkah membuat larutan standar Pb 1000 ppm: a. Menentukan massa Pb yang dibutuhkan untuk membuat larutan standar Pb 1000 ppm dengan menggunakan rumus: Ar. Pb m. Pb = x m. PbNO 3 2 Mr. PbNO 3 2 m. Pb x Mr. PbNO 3 2 m. PbNO 3 2 = Ar. Pb 1000 mg x 331,21 gmol = 207 gmol = 1600,04 mg = 1,60004 g b. Menimbang sebanyak 1,60004 g PbNO 3 2 dan dilarutkan dalam labu ukur 1000 mL dengan menambahkan aquades hingga volume tepat 1000 mL, maka diperoleh larutan standar Pb 2+ 1000 ppm. c. Larutan standar Pb 2+ 1000 ppm kemudian diencerkan untuk membuat larutan Pb 2+ 4 ppm sebanyak 50 mL dengan menggunakan rumus berikut: V 1 x M 1 = V 2 x M 2 50 mL x 4 ppm V 1 = = 0,2 mL 1000 ppm Jadi diambil sebanyak 0,2 mL larutan standar Pb 2+ 1000 ppm, lalu diencerkan dalam labu ukur 50 mL. 3.4.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Metode kurva kalibrasi ini digunakan dengan cara mengukur absorbansi larutan standar dengan berbagai konsentrasi menggunakan AAS. Selanjutnya membuat grafik hubungan antara konsentrasi C dengan Absorbansi A. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diinterpolasikan ke dalam persamaan regresi linear pada kurva kalibrasi.

3.5. Metode Analisis Data