The Strategy to improve competence of Islamic Extension Agent in Three Districts of West Java Province

STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI PENYULUH
AGAMA ISLAM DI TIGA DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT

MOHAMMAD TAUFIK HIDAYATULLOH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Strategi Peningkatan
Kompetensi Penyuluh Agama Islam di Tiga Daerah Provinsi Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
pada bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Mohammad Taufik Hidayatulloh
NIM I.361100041

 Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
MOHAMMAD TAUFIK HIDAYATULLOH. Strategi Peningkatan Kompetensi
Penyuluh Agama Islam di Tiga Daerah Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh
PUDJI MULJONO, MA’MUN SARMA dan PANG S ASNGARI.
Disertasi ini menjelaskan tentang peningkatan kompetensi Penyuluh
Agama Islam. Tujuan penelitian adalah: (1) Menganalisis karakteristik pribadi
Penyuluh Agama Islam, motivasi kerja Penyuluh Agama Islam, tingkat
pelaksanaan peran Penyuluh Agama Islam, dukungan kelembagaan penyuluhan,
dukungan lingkungan sosial, tingkat pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama
Islam, dan kompetensi Penyuluh Agama Islam, (2) Menganalisis pengaruh
karakteristik pribadi Penyuluh Agama Islam, motivasi kerja Penyuluh Agama
Islam, tingkat pelaksanaan peran Penyuluh Agama Islam, dukungan kelembagaan

penyuluhan dan dukungan lingkungan sosial terhadap tingkat pemenuhan
kebutuhan Penyuluh Agama Islam, (3) Menganalisis pengaruh karakteristik
pribadi Penyuluh Agama Islam, motivasi kerja Penyuluh Agama Islam, tingkat
pelaksanaan peran Penyuluh Agama Islam, dukungan kelembagaan penyuluhan,
dukungan lingkungan sosial dan tingkat pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama
Islam terhadap kompetensi Penyuluh Agama Islam, dan (4) Merumuskan strategi
peningkatan kompetensi Penyuluh Agama Islam di tiga daerah Provinsi Jawa
Barat.
Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Desember 2012 di Provinsi
Jawa Barat (Kota Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Ciamis). Sampel
penelitian berjumlah 114 orang Penyuluh Agama Islam dan 120 kelayan
penyuluhan agama. Sampel Penyuluh Agama Islam diambil dengan menggunakan
prosedur sensus dan sampel kelayan penyuluhan agama diambil dengan
menggunakan Teknik Bola Salju. Data penelitian diolah sesuai dengan tujuan
penelitian di antaranya analisis statistik deskriptif, analisis Uji Beda Mann
Whitney, Path Analysis dan analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan
pendekatan induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik pribadi Penyuluh
Agama Islam yang positif adalah usia, pendidikan nonformal dan tingkat orientasi
belajar; dorongan berafiliasi merupakan jenis motivasi kerja yang tertinggi; peran

motivator merupakan jenis peran yang tertinggi; dukungan kelembagaan
penyuluhan menunjukkan kategori rendah terutama dalam hal fasilitas dan sumber
informasi penyuluhan; dukungan kelembagaan lingkup keagamaan merupakan
dukungan lingkungan sosial yang tertinggi; kebutuhan berkreativitas merupakan
jenis pemenuhan kebutuhan yang tertinggi; kompetensi yang paling terendah
terletak pada kompetensi mengembangkan profesionalisme dan mengembangkan
penyuluhan, (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan
Penyuluh Agama Islam adalah: usia; peran edukator; dukungan kebijakan pusat;
dan dukungan kepemimpinan atasan, (3) Kompetensi Penyuluh Agama Islam
dipengaruhi oleh: tingkat orientasi belajar; motivasi kerja; peran motivator;
dukungan fasilitas dan sumber informasi penyuluhan; kebutuhan informasi; dan
tingkat pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam, (4) Strategi meningkatkan
kompetensi Penyuluh Agama Islam dilakukan dengan cara penguatan dukungan

kelembagaan penyuluhan dan mengembangkan kerjasama dengan stakeholders
penyuluhan agama.
Kata kunci:

Penyuluh Agama Islam, kelembagaan penyuluhan, lingkungan
sosial, tingkat pemenuhan kebutuhan dan kompetensi


SUMMARY
MOHAMMAD TAUFIK HIDAYATULLOH. The Strategy to improve
competence of Islamic Extension Agent in Three Districts of West Java Province.
Supervised by: PUDJI MULJONO, MA’MUN SARMA, and PANG S
ASNGARI.
This dissertation describes on the increasing of Islamic Extension Agent
competencies. The objectives of this research are to : (1) analyze the personal
characteristics of Islamic Extension Agent, job motivation, the role of
implementation of Islamic Extension Agent, institutional support of extention,
social environment supports, the fulfillment degree of Islamic Extension Agent,
and Islamic Extension Agents competencies, (2) analyze the influence of personal
characteristics of Islamic Extension Agent, their job motivation, the level of role
implementation of Islamic Extension Agent, institutional support, environmental
and social support to the fulfillment of the role of Islamic Extension Agent, (3)
analyze the influence of personal characteristics of Islamic Extension Agent, their
job motivation, the level of implementation of the role of Islamic Extension
Agent, institutional support, social and environmental support level fulfillment of
Islamic Extension Agent against the competencies of Islamic Extension Agent,
and ( 4) to formulate the strategies for improving the competencies of Islamic

Extension Agent in three districts of West Java Province.
This study was conducted from September to December 2012 located in
Bandung City, Bogor and Ciamis Districts in the province of West Java.
Meanwhile the respondents amounted of 114 of Islamic Extension Agent and 120
clients under their guidance of Islamic Learning Group (Majelis Ta’lim) members.
Sampling procedure was taken by census of Islamic Extension Agent and by using
the Snowball Technique for majelis ta’lim members. The Data collection
techniques were questionnaire, observation, in-depth interview, and documentary
study. The statistical analysis used were descriptive statistic analysis and path
analysis of different test Mann Whitney, path analysis and qualitative analysis
were done by using an inductive approach.
The findings indicated that: (1) the positive personal characteristics of
Islamic Extention Agent are the age, informal education and learning orientation
degree; affiliated impulse is the highest kind of job motivation; the role of
motivator is the highest kind of type; extention institutional support indicates the
low category, especially in terms of facilities and education resources ; whereas
the social environment support sphere shows the highest category; need for
creativity is the highest kind of fulfillment too; The most lowest competency lies
in developing professional competence and develop the extension, (2) the factors
that affect the fulfillment of Islamic Extension Agent are: age; the role of

educator; central institution policy support; and support of the leader, (3 )
Competence Extension Islam influenced by : the level of learning orientation ; job
motivation; the role of motivator ; support facilities and extension resources;
information needs; and the fulfillment need of Islamic Extension Agent, (4)
increasing the competence Extension Strategies Islamic done by strengthening
extention of institutional support and develop cooperation with the extention
stakeholders.
Key words:

Islamic Extension Agent (Penyuluh Agama Islam), extension
institution, social environment, need fulfillment degree and
Competencies

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI PENYULUH
AGAMA ISLAM DI TIGA DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT

MOHAMMAD TAUFIK HIDAYATULLOH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji pada Ujian Tertutup:

Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si
Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc

Penguji pada Ujian Terbuka:

Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA, MH

Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc

Judul Penelitian

:

Strategi Peningkatan Kompetensi Penyuluh
Agama Islam di Tiga Daerah Provinsi Jawa
Barat

Nama


:

Mohammad Taufik Hidayatulloh

NIM

:

I.361100041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec
Anggota


Prof. Dr. Pang S Asngari
Anggota

Diketahui,
Ketua Program Mayor
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 3 Februari 2014

Tanggal Lulus: ...........................

PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya telah
memberi kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian disertasi

dengan judul “Strategi Peningkatan Kompetensi Penyuluh Agama Islam di Tiga
Daerah Provinsi Jawa Barat.”
Berbagai pihak telah terlibat dalam menyelesaikan disertasi ini, oleh sebab
itu penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada para responden,
baik Penyuluh Agama Islam maupun kelayan penyuluhan agama di Kota
Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Ciamis yang telah menyediakan
waktu untuk diwawancarai. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr.
Ir. Pudji Muljono, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang disela-sela
kesibukannya masih sempat memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada
penulis. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun
Sarma, MS. M.Ec yang secara intensif mencurahkan pikiran dan waktu beliau
yang sangat banyak kepada penulis dan kepada Prof. Dr. Darwis S Gani, MA
(Alm) penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dengan kebaikan dan
kebijaksanaannya membimbing penulis hingga draft disertasi siap untuk diujikan.
Kepada Prof. Dr. Pang S Asngari selaku anggota komisi pembimbing pengganti
yang telah memberikan kebijaksanaan demi sempurnanya disertasi ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Ninuk
Purnaningsih, M.Si dan Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc selaku penguji pada
ujian tertutup, serta Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA, MH dan Dr. Prabowo
Tjitropranoto, M.Sc selaku penguji pada ujian terbuka.
Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada orang
tua, mertua, semua keluarga, saudara dan sahabat. Secara khusus, penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada istri tercinta Masruro atas pengertiannya yang
mendalam, pengorbanan yang besar dan dukungan tak terhingga serta ke dua putri
terhebat Najma Hagia dan Ghaida Puskanegara atas semua rajukan dan do’a
mereka. Selanjutnya kepada teman-teman seperjuangan PPN penulis ucapkan
terimakasih atas semua sharing dan kebersamaannya.
Tiada gading yang tak retak, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan disertasi ini. Akhirnya sampailah pada penghujung
kata semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 3 Februari 2014

Mohammad Taufik Hidayatulloh

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ......................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xvi

I PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................
Masalah dan Tujuan Penelitian...........................................................
Telaah Pustaka ...................................................................................
Kerangka Berpikir Konseptual ..........................................................

1
3
4
25

II DESKRIPSI PENYULUH AGAMA ISLAM DAN FAKTORFAKTOR TERKAIT DI TIGA DAERAH PROVINSI
JAWA BARAT
Pendahuluan .......................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Hasil dan Pembahasan ........................................................................
Simpulan ............................................................................................

39
40
44
81

III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
PEMENUHAN KEBUTUHAN PENYULUH AGAMA ISLAM
DI TIGA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
Pendahuluan .......................................................................................
Kerangka Berpikir ..............................................................................
Hipotesis Penelitian ...........................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Hasil dan Pembahasan ........................................................................
Simpulan ............................................................................................

83
84
85
86
89
95

IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPETENSI
PENYULUH AGAMA ISLAM DI TIGA DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT
Pendahuluan .......................................................................................
Kerangka Berpikir ..............................................................................
Hipotesis Penelitian ...........................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Hasil dan Pembahasan ........................................................................
Simpulan ............................................................................................

96
97
101
101
107
117

V PEMBAHASAN UMUM ...................................................................

118

VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................

132

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

135

LAMPIRAN ...............................................................................................

144

DAFTAR TABEL
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
3.1
4.1
4.2
4.3
4.4
5.1

Perbedaan antara Penyuluh Agama Islam Fungsional dengan
Penyuluh Agama Islam Honorer
Pengelompokan majelis ta’lim
Analisis tingkat pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam
Analisis kompetensi Penyuluh Agama Islam
Analisis kompetensi inti Penyuluh Agama Islam
Menuju paradigma pengembangan penyuluhan agama yang berbasis
pada pemenuhan kebutuhan masyarakat
Ciri-ciri kompetensi Penyuluh Agama Islam
Ciri-ciri karakteristik pribadi Penyuluh Agama Islam
Ciri-ciri motivasi kerja Penyuluh Agama Islam
Ciri-ciri tingkat pelaksanaan peran Penyuluh Agama Islam
Ciri-ciri dukungan kelembagaan penyuluhan
Ciri-ciri dukungan lingkungan sosial
Ciri-ciri tingkat pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam
Sebaran karakteristik pribadi responden (X1)
Sebaran motivasi kerja responden (X2)
Sebaran tingkat pelaksanaan peran responden (X3)
Sebaran dukungan kelembagaan penyuluhan (X4)
Sebaran dukungan lingkungan sosial (X5)
Sebaran tingkat pemenuhan kebutuhan responden (Y1)
Sebaran kompetensi Penyuluh Agama Islam menurut
persepsi Penyuluh Agama Islam (Y2)
Sebaran kompetensi Penyuluh Agama Islam menurut
persepsi kelayan penyuluhan agama (Y3)
Hasil analisis regresi tingkat pemenuhan kebutuhan
Penyuluh Agama Islam
Sebaran lokasi penelitian berdasarkan tipologi daerah dan
wilayah
Gradasi Skala Likert dengan menggunakan empat pilihan
Hasil analisis regresi kompetensi Penyuluh Agama Islam
Dekomposisi pengaruh antar peubah model tingkat pemenuhan
kebutuhan dan kompetensi Penyuluh Agama Islam
Perubahan nomenklatur kelembagaan penyuluhan agama
di lingkungan Kementerian Agama

7
11
21
23
24
25
27
30
31
32
33
35
36
46
49
52
56
63
67
72
78
91
101
103
109
111
122

DAFTAR GAMBAR
1.1
1.2
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3

5.1

Model gunung es dan lingkaran terpusat kompetensi
Kerangka berpikir konseptual
Hubungan antar peubah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam
Gambaran model faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam
Diagram faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemenuhan
kebutuhan Penyuluh Agama Islam
Hubungan antar peubah faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi Penyuluh Agama Islam
Gambaran model faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi
Penyuluh Agama Islam
Diagram jalur faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam dan kompetensi
Penyuluh Agama Islam
Model peningkatan kompetensi Penyuluh Agama Islam
di tiga daerah, Provinsi Jawa Barat

22
37
86
88
90
100
106
110

126

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

7
8

Tujuan pendekatan berdasarkan kelompok sasaran penyuluhan
agama
Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pemenuhan kebutuhan Penyuluh Agama Islam
Analisis jalur melalui regresi faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi Penyuluh Agama Islam
Perhitungan validitas item instrumen penelitian pada kuesioner
responden Penyuluh Agama Islam
Perhitungan reliabilitas instrumen
Hasil analisis uji beda U Test (Mann Whitney) kompetensi
Penyuluh Agama Islam menurut penyuluh dan kelayan antar lokasi
penelitian
Definisi operasional peubah dan subpeubah serta pengukurannya
Materi penyuluhan agama berdasarkan jenis pelaksanaannya

144
146
164
186
190
192

194
201

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Juni 1976 sebagai anak kedua
dari pasangan H. Yahya Munajat (Alm) dan Hj. Siti Barkah. Pendidikan sarjana
ditempuh pada Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Studi Islam Universitas
Djuanda Bogor, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2000, penulis diterima di
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) pada Program Sekolah
Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan selesai pada akhir tahun 2002.
Kesempatan untuk melanjutkan dengan biaya mandiri ke program doktor
diperoleh pada tahun 2010 pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis terlibat dalam berbagai kegiatan dakwah di Kabupaten Bogor,
selain menjadi salah seorang pengurus MUI Kabupaten Bogor, juga menjadi
pengurus BAZNAS Kabupaten Bogor. Penulis juga tercatat sebagai Penyuluh
Agama Islam di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor mulai
tahun 2009. Selanjutnya penulis mengajar di Universitas Nusa Bangsa Bogor dan
STKIP Ar Rahmaniyah Depok.
Selama mengikuti program S-3, penulis menjadi anggota Perhimpunan
Ahli Penyuluhan Pembagunan Indonesia (PAPPI). Artikel ilmiah berjudul : (1)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Penyuluh
Agama Islam di Tiga Daerah Provinsi Jawa Barat, telah diterbitkan pada Jurnal
Harmoni Vol. 12 Tahun 2013, dan (2) The Development of Islamic Extension
Agent Competencies in West Java Province, Indonesia, telah diterbitkan pada
International Journal of Basic and Applied Science Vol. 02, No. 03 Tahun 2014.
Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.

1

I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agama dalam pembangunan nasional berfungsi sebagai landasan spiritual,
moral dan etika yang menempatkannya pada kedudukan dan peranan yang sangat
strategis. Menjadikan agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan
diamalkan oleh semua komponen bangsa, baik dalam tataran individu, keluarga,
komunitas maupun bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu akan sangat wajar
bila pembangunan bidang agama Islam perlu mendapat perhatian terutama
berkaitan dengan penghayatan maupun pengamalan agama. Hal tersebut sekali
lagi perlu mendapatkan prioritas semata-mata karena pembangunan bidang
keagamaan memiliki nilai strategis.
Selama ini, pembangunan bidang keagamaan mengarah kepada beberapa
hal (Romly 2003), yaitu: (1) Peningkatan kualitas pendidikan agama melalui
penyempurnaan sistem pendidikan nasional dengan didukung sarana dan
prasarana yang memadai, (2) Peningkatan dan pemantapan kerukunan hidup antar
umat beragama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling
menghormati dalam semangan kemajemukan melalui dialog antar umat beragama,
(3) Peningkatan kemudahan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya,
termasuk penyempurnaan kualitas pelaksanaan ibadah haji dan pengelolaan zakat
dengan memberikan kesempatan luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dalam penyelenggaraannya, dan (4) Peningkatan peran dan fungsi lembagalembaga keagamaan dalam ikut mengatasi dampak perubahan yang terjadi dalam
semua aspek kehidupan untuk memperkukuh jati diri dan kepribadian bangsa serta
memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua
pembangunan tersebut diusahakan untuk dapat mewujudkan masyarakat yang
sejahtera lahir dan bathin. Dengan demikian pembangunan bidang keagamaan
mencakup di dalamnya peningkatan kualitas pendidikan agama, pemantapan
kerukunan umat beragama, peningkatan akses beribadah umat beragama serta
pengkapasitasan lembaga keagamaan menuju kelembagaan yang profesional dan
mandiri.
Upaya mewujudkan masyarakat yang beriman dan bertaqwa tidak akan
tercapai tanpa adanya pendidikan yang cukup dalam membimbing masyarakat
mentransformasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Salah satu pendidikan tersebut adalah pendidikan non formal melalui kegiatan
penyuluhan agama. Hal tersebut membuktikan pentingnya penyuluhan agama
dalam ikut mendukung proses pembangunan. Pendidikan agama berkisar antara
dua dimensi hidup, yaitu: (1) Penanaman rasa taqwa kepada Allah, dan (2)
Pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama (Madjid 2010). Peran
penyuluhan agama mendapatkan momentumnya dengan adanya tantangantantangan baru dari hasil perkembangan masyarakat yang dinamis. Beberapa
fungsi penyuluhan agama di antaranya: (1) Membimbing umat dalam
menjalankan ajaran agama, (2) Menyampaikan gagasan-gagasan pembangunan
kepada masyarakat dengan bahasa agama, serta (3) Meningkatkan kerukunan

2

hidup beragama (Departemen Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat
2009b).
Penyuluhan agama merupakan ujung tombak untuk menjawab berbagai
tantangan di muka baik dalam tingkat mikro (individual), messo (lintas sektoral),
maupun makro (masyarakat). Pada tingkat mikro, penyuluhan agama dapat
meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, serta memahami cara
untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Tingkat messo, penyuluhan agama
berperan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan (lingkungan hidup), meningkatkan pemahaman tentang
pentingnya kebersihan (kesehatan), meningkatkan pemahaman masyarakat akan
berbagai aspek agama dalam pertanian seperti: praktek mudharabah, musyarakah,
zakat pertanian dan sebagainya (pertanian). Di tingkat makro dapat mencegah
munculnya radikalisme, dan mencegah meluasnya pengaruh aliran sesat. Secara
umum penyuluhan agama telah memberikan kontribusi bagi pembangunan
nasional.
Di tengah giatnya pembangunan agama ini, terdapat berbagai kendala
penyuluhan agama di daerah penelitian, yaitu faktor internal berupa: (1) Penyuluh
Agama Islam (PAI) belum dibekali oleh kecukupan sarana maupun prasarana
penunjang tugas oleh organisasinya, dan (2) PAI mendapatkan tugas yang
memerlukan pembiayaan lebih sehingga sangat membebani penyuluh. Akibatnya,
pelaksanaan tugas oleh PAI hanya didasarkan pada orientasi pemenuhan tugas
minimal dibanding orientasi pelayanan prima terhadap masyarakat. Kondisi yang
seperti ini yang berdampak pada menurunnya kualitas layanan bimbingan dan
penyuluhan agama yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi kompetensinya.
Kendala lain datang dari faktor eksternal berupa: banyaknya kemaksiatan
dan munculnya aliran sesat yang dapat menyebabkan goyahnya benteng rohaniah
umat. Ketiga daerah penelitian telah menunjukkan berbagai kasus keagamaan
yang memicu konflik bernuansa agama yang bermula dari ketidakpahaman akan
ajaran agama. Tampilnya radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Sebagaimana disebutkan Umar (2008) bahwa masalah lainnya yang bersentuhan
dengan bimbingan masyarakat adalah masalah aliran sesat dan radikalisme.
Kondisi ini tentunya akan menyulitkan PAI dalam menjalankan tugasnya karena
tidak ditunjang oleh kompetensi yang sesuai untuk menjawab berbagai tantangan
eksternal tersebut.
Memperhatikan kondisi kendala internal PAI dan berbagai tantangan
eksternal menunjukkan pentingnya PAI memiliki kompetensi yang kuat untuk
dapat mewujudkan peningkatan keimanan dan ketaqwaan masyarakat terhadap
TuhanNya dan mengamalkan ajaran agama dalam berbakti kepada nusa dan
bangsa melalui peningkatan partisipasinya dalam menyukseskan pembangunan.
Berdasarkan hal itulah diperlukan suatu kajian terhadap pengaruh faktorfaktor baik internal maupun eksternal terhadap kompetensi PAI ditiga daerah
Provinsi Jawa Barat. Hasil kajian yang dilakukan diharapkan akan memberikan
sumbangan nyata terhadap peningkatan kompetensi PAI. Melalui peningkatan
kompetensi PAI diharapkan akan muncul kepercayaan diri, inisiatif dan
kemandirian sehingga PAI akan bekerja secara profesional.

3

Masalah dan Tujuan Penelitian

Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut berperan
mensukseskan pembangunan nasional dapat ditempuh melalui peningkatan
kompetensi PAI. Kompleksnya permasalahan dan beratnya tantangan dalam
kehidupan keagamaan mengakibatkan PAI harus memiliki kompetensi yang
unggul. Melalui kompetensi yang tinggi, PAI akan dapat mengelola kegiatan
penyuluhan agama dengan tepat dan optimal.
Upaya untuk meningkatkan kompetensi PAI memerlukan karakteristik
pribadi yang kuat sebagai modal dasar pengembangan sumber daya manusia. PAI
tidak dapat sendirian dan melakukan tugas apa adanya, melainkan sangat
membutuhkan berbagai dukungan baik dari lingkungan sosial maupun
kelembagaan penyuluhan. Melalui dukungan tersebut, PAI memiliki legitimasi
yang kuat sekaligus akan dapat mengalokasikan berbagai jenis dukungan untuk
mengatasi kendala yang ditemui bahkan dapat memanfaatkannya untuk
meningkatkan kekuatan perubahan perilaku yang diharapkan.
Peningkatan kompetensi PAI akan berhasil dengan baik bila ditunjang
dengan tingkat motivasi yang kuat. Dengan motivasi yang kuat PAI akan
terdorong untuk terus menerus mengasah diri agar dapat menjalankan tugas dan
kewajibannya. Kompetensi PAI akan berhasil dengan baik bila dapat melakukan
berbagai peran penyuluh. Peran yang terus menerus dilakukan PAI pada akhirnya
akan meningkatkan beberapa aspek kemampuan yang menjadi komponen
kompetensinya.
PAI dalam menjalankan tugas pekerjaannya membutuhkan pengambilan
keputusan yang tepat, kepercayaan terhadap apa yang dilakukan dan kemampuan
memecahkan masalah. Semuanya itu akan dapat tercapai bila PAI terpenuhi
semua kebutuhannya. Terpenuhinya kebutuhan PAI akan semakin meningkatkan
kesadaran aktualisasi dirinya yang memerlukan dukungan kompetensi yang kuat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada masalah :
(1) Bagaimana karakteristik pribadi PAI, motivasi kerja PAI, tingkat pelaksanaan
peran PAI, dukungan kelembagaan penyuluhan, dukungan lingkungan sosial,
tingkat pemenuhan kebutuhan PAI dan kompetensi PAI ?
(2) Sejauhmana pengaruh karakteristik pribadi PAI, motivasi kerja PAI, tingkat
pelaksanaan peran PAI, dukungan kelembagaan penyuluhan dan dukungan
lingkungan sosial terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan PAI.
(3) Sejauhmana pengaruh karakteristik pribadi PAI, motivasi kerja PAI, tingkat
pelaksanaan peran PAI, dukungan kelembagaan penyuluhan, dukungan
lingkungan sosial dan tingkat pemenuhan kebutuhan PAI terhadap
kompetensi PAI.
(4) Bagaimana strategi peningkatan kompetensi PAI untuk mewujudkan sumber
daya manusia profesional di Kota Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
Sebagaimana rumusan masalah di atas, penelitian tentang kompetensi PAI
di Kota Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Ciamis ini memiliki beberapa
tujuan, yaitu:
(1) Mendeskripsikan karakteristik pribadi PAI, motivasi kerja PAI, tingkat
pelaksanaan peran PAI, dukungan kelembagaan penyuluhan, dukungan

4

lingkungan sosial, tingkat pemenuhan kebutuhan PAI dan kompetensi PAI ?
(2) Menganalisis pengaruh karakteristik pribadi PAI, motivasi kerja PAI, tingkat
pelaksanaan peran PAI, dukungan kelembagaan penyuluhan dan dukungan
lingkungan sosial terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan PAI.
(3) Menganalisis pengaruh karakteristik pribadi PAI, motivasi kerja PAI, tingkat
pelaksanaan peran PAI, dukungan kelembagaan penyuluhan, dukungan
lingkungan sosial dan tingkat pemenuhan kebutuhan PAI terhadap
kompetensi PAI.
(4) Merumuskan strategi peningkatan kompetensi PAI untuk mewujudkan
sumber daya manusia profesional di Kota Bandung, Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.

Telaah Pustaka
Penyuluhan Agama Islam
Penyuluhan Agama
Menurut Misra (1991) terdapat empat hal yang harus diwujudkan dalam
setiap pembangunan, yaitu: (1) Barang bagi masyarakat yang lebih banyak dan
lebih lestari, (2) Menghargai sesama dan menjadi manusiawi, (3) Bebas dari
tirani, dan (4) Kehidupan masyarakat yang memiliki “sense of belonging” yang
tinggi. Dengan kata lain, selain pembangunan bertujuan untuk terpenuhinya
kebutuhan fisik, juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mental
masyarakatnya. Pembangunan juga bertujuan untuk mengembangkan rasa
kebersamaan dan kepemilikan yang tinggi terhadap hasil-hasil pembangunan.
Keempat elemen pembangunan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dengan demikian jika komponen yang satu dicapai, namun tidak berhasil
mencapai elemen yang lain, maka proses tersebut tidak dapat disebut sebagai
pembangunan.
Untuk melaksanakan pembangunan secara nyata di lapangan tentunya
memerlukan berbagai upaya pendekatan untuk memecah suatu tujuan besar ke
dalam tujuan-tujuan kecil. Selain itu, pembangunan juga memerlukan proses kerja
di mana selama prosesnya, pembangunan dilakukan melalui dua cara (Ndraha
1986), yaitu: (1) Secara staretual (Melalui tahapan manajemen yang baik), dan (2)
Secara spiritual (Pembentukan pola pikir manusia pembangunan). Satu cara
dengan mempersiapkan alat dan teknologi, dan cara lainnya dengan membentuk
pola pikir manusianya. Dengan demikian, tujuan hakiki pembangunan bukan
hanya menitikberatkan kepada sarana dan prasarana saja, melainkan juga terhadap
mental manusia yang melakukan pembangunan itu sendiri. Pembangunan pada
dasarnya menjadikan manusia sebagai subjek ataupun pelaku pembangunan
daripada menjadikan manusia sebagai objek pembangunan. Dengan menjadikan
manusia sebagai subjek pembangunan, maka manusia akan memiliki kemampuan
untuk melakukan tindakan untuk mempengaruhi masa depannya.
Sejalan dengan hal tersebut Mukti Ali (dalam Jalaluddin 2001)
menyatakan bahwa peranan agama dalam pembangunan sebagai etos

5

pembangunan dan sebagai motivasi untuk meningkatkan mutu kehidupan.
Pembangunan yang berhasil dalam berbagai bidangnya telah diiringi dengan peran
pendidikan moral sebagaimana hasil beberapa penelitian di antaranya Nitobe
tentang moral Bushido dan Weber tentang moral Protestan (Langgulung 1995).
Dengan demikian, peran agama dalam pembangunan sebagai instrumen
pelembagaan nilai-nilai positif dalam kehidupan dan sarana yang efektif untuk
mewujudkan pembangunan. Pelembagaan nilai-nilai tersebut dapat diwujudkan
dalam bentuk pendidikan agama yang berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu:
penanaman rasa taqwa kepada Allah dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada
sesama (Madjid 2010). Pendidikan keagamaan dapat ditempuh dengan melalui
jalur formal, informal maupun non formal.
Untuk pembangunan bidang keagamaan, diperlukan program pendidikan
non formal berupa penyuluhan agama yang akan dapat mengubah pola pikir
masyarakat dari pasif menjadi aktif, mampu menghasilkan perubahan-perubahan
nyata, bukannya perubahan semu, dari objek menjadi subjek sebagaimana
dianjurkan oleh ajaran agama. Sebagaimana disampaikan Sumardjo (2012) bahwa
penyuluhan idealnya mampu mengubah sasaran penyuluhan baik secara individu,
kelompok maupun masyarakat dari kondisi “apatis” ke kondisi “berdaya” dan
bermuara pada kondisi “mandiri”. Penyuluhan agama sebagai salah satu jalur
pendidikan non formal dalam pembangunan bidang keagamaan merupakan salah
satu cara terbaik untuk mencapai tujuan pembangunan karena melibatkan begitu
banyak masyarakat dan sekaligus para tokoh agama yang berpengaruh di tengahtengah masyarakat.
Salah satu penyuluhan agama adalah penyuluhan agama Islam yang pada
mulanya dikenal sebagai Penyiaran Agama Islam di Indonesia yang dilaksanakan
oleh para pemuka agama seperti ulama, kiyai, mubaligh/mubalighah,
ustadz/ustadzah, da’i/da’iyah atau mu’alim/mua’alimah yang secara langsung
menyampaikannya kepada masyarakat (Departemen Agama Kantor Wilayah Jawa
Barat 2009b). Kegiatan tersebut lebih dikenal dengan sebutan tabligh atau dakwah
yang dilakukan di rumah-rumah, langgar, mushola, masjid, sekolah, madrasah,
pesantren, majelis ta’lim dan tempat lainnya. Hal-hal yang disampaikannya dapat
berupa masalah kemasyarakatan atau masalah pemahaman ajaran Agama Islam.
Kegiatan ini disinyalir sudah dilaksanakan sejak awal mula masuknya Islam di
Indonesia.
Perkembangan selanjutnya, usaha dakwah atau bimbingan agama terus
dilaksanakan khususnya dalam rangka membangun bangsa menuju berdaya dan
sejahtera. Pada masa ini, mulailah pengangkatan penyuluh agama secara resmi
oleh pemerintah sebagai bagian dari Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Agama. Tugas penyuluh agama di antaranya melaksanakan
bimbingan, penerangan serta pengarahan kepada masyarakat dalam bidang
keagamaan maupun kemasyarakatan untuk lebih meningkatkan pengetahuan
masyarakat akan ajaran agama dan kemudian mendorong untuk melaksanakannya
dalam aktivitas hidup sehari-hari. Demikian juga dalam masalah kemasyarakatan,
untuk diketahui apa yang harus diperbuat dan diselenggarakan dalam kehidupan
sehari-hari dalam usaha memajukan kesejahteraannya. Tugas bimbingan ini
kemudian berkembang hingga ke kelompok-kelompok khusus tertentu,
menyebabkan pelaksana bimbingan tidak hanya para pemuka agama saja,
melainkan juga para petugas dan karyawan Kementerian Agama khususnya para

6

petugas penerangan agama.
Kegiatan penyuluhan agama ini semakin tumbuh subur dalam masyarakat
sehingga timbul badan-badan atau organisasi pembinaan rohani baik secara
struktural resmi maupun struktural tidak resmi yang kemudian dikenal dengan
nama Binroh (Bimbingan Rohani), Babinrohis (Badan Pembinaan Rohani Islam),
Bintal (Pembinaan Mental), Rawatan Rohani dan sebagainya. Kegiatan
pembinaan rohani ini kemudian ditingkatkan melalui pembinaan karyawan dan
keluarganya yang diselenggarakan baik di kantor-kantor maupun komplekkomplek perumahan, di rumah-rumah para pejabat, di pendopo maupun tempat
lainnya di masyarakat (Departemen Agama Kantor Wilayah Jawa Barat 2009b).
Istilah penyuluhan agama ini kemudian dikenal dengan bimbingan atau
penyuluhan agama.
Penyuluhan agama ini merupakan kegiatan nonformal dalam bidang
keagamaan. Menurut HM. Arifin (dalam Romly 2003) bahwa penyuluhan agama
sebagai segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan
bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam
lingkungan hidupnya. Penyuluhan agama dengan demikian merupakan bagian dari
konsep dakwah yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan religious
social engeneering—yaitu kegiatan pendidikan non formal yang ditujukan kepada
kelompok sasaran untuk lebih berperan dalam membentuk pola perilaku
keagamaannya sebagai syarat untuk dapat memperbaiki kualitas kehidupannya
menjadi lebih baik. Penyuluhan agama selain sangat diperlukan dalam tataran
organisasi negara, juga diperlukan dalam tataran sosial kemasyarakatan (Asy
Syabanah 2004).
Menurut Williamson (dalam Arifin 1996), penyuluhan agama dikaitkan
juga dengan kegiatan layanan bimbingan atau konseling (counseling) yang
diartikan sebagai suatu bentuk khas daripada hubungan antara kelayan yang relatif
dalam waktu singkat dengan konselor. Konselor ini memiliki pengalaman yang
cukup memadai bagi pemecahan problema yang berhubungan dengan
perkembangan seseorang. Konselor juga memberikan cara untuk memperlancar
perkembangan tersebut di satu pihak dan klien di pihak lain yang sedang
menghadapi kesulitan yang jelas maupun yang tak jelas dalam upaya mencapai
pengendalian dan pengarahan dirinya ke arah perkembangan yang diinginkan.
Dalam penelitian ini, penyuluhan agama adalah kegiatan pendidikan non
formal yang ditujukan kepada kelompok sasaran umat Islam untuk lebih berperan
dalam membentuk pola perilaku keagamaannya sebagai syarat untuk dapat
memperbaiki kualitas kehidupannya menjadi lebih baik.

Definisi Penyuluh Agama Islam
Sesuai dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pembinaan Aparatur Negara (Menkowasbangpan) Nomor:
54/KEP/MK. WASPAN/9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan
Angka Kreditnya menerangkan bahwa istilah penyuluh agama merujuk pada
penyebutan penyuluh agama fungsional maupun penyuluh agama honorer.
Penyuluh agama fungsional merupakan Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang

7

untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan kepada
masyarakat melalui pendekatan bahasa agama. Penyuluh agama honorer
merupakan penyuluh dari kalangan masyarakat umum. Mereka adalah
pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Istilah honorer di sini dikarenakan
mereka mendapatkan honorarium yang diberikan setiap bulan sebagai ucapan
terimakasih atas pengabdiannya itu (Departemen Agama Kantor Wilayah Jawa
Barat 2009b).
Tabel 1.1 Perbedaan antara Penyuluh Agama Islam Fungsional dengan
Penyuluh Agama Islam Honorer
No

Unsur

1
2

Status pekerjaan
Pendidikan yang
dipersyaratkan

3

Sistem perekrutan

4

Tingkatan

5

Wilayah
penugasan
Pemberian
insentif

6

Penyuluh Agama
Fungsional
PNS
Jurusan Dakwah,
Ushuluddin, Syariah,
Teologi
Penyeleksian melalui tes
maupun pengangkatan dari
Penyuluh Agama Honorer
Penyuluh Agama muda,
madya dan utama
Kecamatan
Gaji

Penyuluh Agama Honorer
Non PNS
Tidak ada pendidikan khusus yang
dipersyaratkan, namun
diprioritaskan kepada S1 semua
jurusan
Penunjukan berdasarkan kelayakan

Tidak ada tingkatan
Kelurahan / Desa
Honorarium

Tidak ada pembagian tingkatan penyuluh agama honorer ini, namun
berbeda dengan penyuluh agama fungsional yang terbagi menjadi 3 (tiga)
klasifikasi, yaitu:
(1) Penyuluh Agama Muda; Bertugas pada masyarakat di lingkungan pedesaan.
(2) Penyuluh Agama Madya; Bertugas pada masyarakat di lingkungan perkotaan.
(3) Penyuluh Agama Utama; Bertugas di lingkungan para pejabat instansi
pemerintah/swasta, kelompok ahli dalam berbagai bidang (Departemen
Agama Kantor Wilayah Jawa Barat 2009b).
Berdasarkan hal tersebut, istilah PAI yang akan dipergunakan pada
penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan bimbingan atau penyuluhan Agama Islam dan pembangunan
kepada masyarakat melalui pendekatan bahasa agama Islam.

Tugas Pokok Penyuluh Agama Islam
Ditinjau dari sisi tugas kepenyuluhan, sekurangnya ada tiga tugas yang
diemban PAI, yaitu:
(1) Bimbingan pengamalan agama. Bimbingan pemahaman dan pengamalan
agama Islam harus lebih ditingkatkan mengingat bahwa seringkali terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam pemahaman dan pengamalan agama

8

baik disebabkan pengaruh dari dalam maupun pengaruh dari luar Agama
Islam itu sendiri. Perwujudannya ditandai dengan munculnya aliran-aliran
atau sikap ekstrim dengan menentang tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara,
(2) Menyampaikan gagasan pembangunan. Pembangunan merupakan realisasi
pengamalan ajaran agama, karenanya pembangunan hendaklah dapat
memberikan kemudahan, kemakmuran dan kesejahteraan lahir bathin kepada
para pemeluk agama, dan
(3) Meningkatkan kerukunan hidup beragama. Pembangunan yang berhasil akan
membutuhkan keikutsertaan masyarakat baik sebagai subjek pembangunan
sekaligus sebagai objek pembangunan. Hal ini membutuhkan suasana yang
kondusif bagi terlaksananya upaya tersebut. Oleh karena itu kerukunan hidup
beragama yang dicerminkan melalui trilogi kerukunan hidup beragama akan
menjadi indikator terhadap terciptanya suasana yang kondusif untuk usaha
pembangunan bangsa yang dilakukan masyarakat (Departemen Agama
Kantor Wilayah Jawa Barat 2009b).
Dengan demikian, tugas PAI dalam kerangka besarnya harus
mengupayakan pemberian materi bimbingan agama sebagai tugas utama dan
pembangunan sebagai tugas pembantuan sedangkan peningkatan kerukunan hidup
beragama merupakan tugas penunjang.
Tugas PAI bukan sekedar melakukan pendidikan agama pada umat, tetapi
juga melakukan penyuluhan pembangunan, meliputi:
(1) Penerangan tentang program-program pemerintah melalui bahasa agama guna
meningkatkan peran serta umat dalam pelaksanaan pembangunan,
(2) Pengembangan umat dalam upaya pemberdayaan kehidupan dan
penghidupannya agar maju dan mandiri melalui karsa swadaya masyarakat
(Kementerian Agama Kantor Wilayah Jawa Barat 2010a).
PAI sebagai pemuka agama selalu membimbing serta menggerakkan
masyarakat untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang terlarang. PAI
menjadi tempat bertanya bagi masyarakatnya untuk memecahkan dan
menyelesaikan masalah dengan nasihatnya. PAI sebagai pemimpin masyarakat
bertindak sebagai imam atau pemimpin dalam masalah agama dan masalah
kemasyarakatan, begitu pula dalam masalah kenegaraan dengan usaha
menyukseskan program pemerintah. Dengan demikian, tugas PAI bukan sematamata melaksanakan penyuluhan agama dalam arti sempit berupa pengajian, akan
tetapi seluruh kegiatan penyuluhan baik berupa bimbingan maupun penerangan
berbagai program pembangunan agar masyarakat menjadi lebih baik.
Dalam penelitian ini, tugas pokok PAI adalah penyuluh agama yang
melaksanakan penyuluhan Agama Islam dalam arti sempit berupa pengajian dan
juga melaksanakan penyuluhan agama dalam arti luas baik berupa bimbingan
maupun penerangan tentang berbagai program pembangunan dengan
menggunakan bahasa agama.

Peranan Penyuluh Agama Islam
Peranan penyuluhan agama sangatlah penting pada masa pembangunan ini
(Departemen Agama Kantor Wilayah Jabar 2009a). Hal tersebut disebabkan

9

beberapa hal berikut:
(1) Pembangunan memerlukan partisipasi seluruh anggota masyarakat dan umat
beragama,
(2) Umat beragama merupakan salah satu modal dasar pembangunan,
(3) Agama merupakan motivator pembangunan, karenanya ajaran agama harus
dapat menggugah dan merangsang umatnya untuk berbuat dan beramal shaleh
menuju kesejahteraan jasmani dan rohani, dan
(4) Media penyuluhan merupakan sarana dan modal penting dalam melaksanakan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Beban tugas PAI lebih ditingkatkan lagi dengan usaha menjabarkan segala
aspek pembangunan melalui bahasa agama. Oleh karenanya, PAI berperan pula
sebagai sebagai motivator pembangunan dengan usaha memberikan penerangan
pengertian tentang maksud dan tujuan pembangunan, mengajak serta
menggerakkannya untuk ikut serta aktif menyukseskan pembangunan. Peranan ini
tampaklah lebih penting karena pembangunan di Indonesia tidak semata-mata
membangun manusia dari sisi lahiriah dan jasmaninya semata, melainkan juga
membangun sisi rohaniahnya secara bersama-sama. Dengan kata lain, peranan
penyuluh agama selain sebagai pendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif
dalam pembangunan, juga berperan untuk ikut serta dalam mengatasi berbagai
hambatan yang mengganggu jalannya pembangunan, khususnya dalam mengatasi
dampak negatif pembangunan yang tidak bisa dihindarkan keberadaannya.
Dalam penelitian ini, peranan PAI adalah sebagai upaya penyuluh
memfasilitasi, mendidik, memberikan konsultasi, mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam pembangunan, juga berperan untuk ikut serta dalam
mengatasi berbagai hambatan yang mengganggu jalannya pembangunan,
khususnya dalam mengatasi dampak negatif pembangunan yang tidak bisa
dihindarkan keberadaannya.

Sasaran Penyuluhan Agama Islam
Sasaran penyuluhan agama adalah umat Islam dan masyarakat yang belum
menganut salah satu agama di Indonesia yang beraneka ragam budaya dan latar
belakang pendidikannya. Dilihat dari tipikal masyarakat yang ada di Indonesia,
dalam garis besarnya dibagi ke dalam tiga bagian besar, yaitu: (1) Masyarakat
pedesaan, (2) Masyarakat perkotaan, dan (3) Masyarakat cendekiawan
(Departemen Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009b).
Dilihat dari segi kelompok masyarakat secara umum ternyata terdapat
bermacam-macam kelompok baik yang ada di desa maupun yang ada di kota
dengan berbeda jenis, bahkan tidak jarang bahwa ada beberapa kelompok yang
selain ada di kota juga ada di desa sehingga berjenis sama. Kelompok-kelompok
masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan paling tidak terdapat 26 kelompok.
Dengan demikian, sasaran penyuluhan agama Islam meliputi berbagai kelompok
dalam masyarakat yang membutuhkan pendekatan agama Islam untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya, baik itu masyarakat kota maupun desa,
masyarakat awam maupun cendekiawan, masyarakat dalam kelompok keagamaan
maupun kelompok umum, atau masyarakat yang berada dalam pembinaan pihak
tertentu maupun yang tidak sedang dalam pembinaan pihak tertentu.

10

Dalam penelitian ini, sasaran penyuluhan agama Islam adalah berbagai
kelompok dalam masyarakat Islam yang membutuhkan pendekatan agama Islam
untuk menyelesaikan persoalan hidupnya, baik itu masyarakat kota maupun desa,
masyarakat awam maupun cendekiawan, masyarakat dalam kelompok keagamaan
maupun kelompok umum, atau masyarakat yang berada dalam pembinaan pihak
tertentu maupun yang tidak sedang dalam pembinaan pihak tertentu yang berada
dalam suatu majelis ta’lim.
Majelis Ta’lim sebagai Kelompok Sasaran
Penyuluhan Agama Islam
Menurut akar katanya, istilah majelis ta'lim tersusun dari gabungan dua
kata; majelis (tempat) dan ta'lim (pengajaran) yang berarti tempat pengajaran atau
pengajian bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran Islam. Sebagai
sebuah sarana dakwah dan pengajaran agama, majelis ta'lim sesungguhnya
memiliki basis tradisi yang kuat, yaitu sejak Nabi Muhammad SAW mensyiarkan
agama Islam di awal-awal risalah beliau (Departemen Agama Kantor Wilayah
Provinsi Jawa Barat 2009a).
Meski telah melampaui beberapa fase perubahan zaman, eksistensi
majelis ta'lim cukup kuat dengan tetap memelihara pola dan tradisi yang baik
sehingga mampu bertahan di tengah kompetisi lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan yang bersifat formal. Bedanya, kalau dahulu majelis ta'lim hanya
sebatas tempat pengajian yang dikelola secara individual oleh seorang kyai yang
merangkap sebagai pengajar sekaligus, maka perkembangan selanjutnya dari
majelis ta'lim ini telah menjelma menjadi lembaga atau institusi yang
menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam dan dikelola dengan
cukup baik, oleh individu, kelompok perorangan, maupun lembaga (organisasi).
Sebagai sebuah institusi yang bersifat non formal, majelis ta’lim
mengemban tujuan pendidikan sepanjang hayat yang digambarkan Daradjat
(2008) sebagai terbentuknya insan kamil dengan pola taqwa. Majelis ta’lim
dengan demikian bertujuan untuk menghasilkan insan yang baik. Tujuan mulia
tersebut sudah tentu sangat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal
3), yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencakup pengembangan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
Majelis ta'lim merupakan tempat pengajaran atau pendidikan agama Islam
yang paling fleksibel dan tidak terikat waktu. Majelis ta'lim bersifat terbuka
terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis kelamin. Waktu
penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, ataupun malah malam
hari (biasanya berlaku untuk penyelenggaraan majelis ta’lim bapak-bapak).
Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan di rumah, masjid, mushala, gedung,
aula, halaman (lapangan) dan sebagainya. Peran majelis ta’lim lebih tampak
sebagai ; sarana pertemuan berbagai program untuk kemaslahatan anggota,
pengikat ukhuwah, penuntut ilmu, wadah ma’rifatullah (Amir 2008).

11

Majelis ta'lim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga
dakwah dan lembaga pendidikan non-formal yaitu selain mengajarkan ajaran
Islam, juga sebagai syiar dakwah dari para mualim kepada jamaahnya. Majelis
ta’lim merupakan perkembangan lebih lanjut dari Al Kuttab atau Zawiyah di masa
sebelumnya. Lembaga pertama mengacu pada pengajaran dasar-dasar agama
sedang lembaga kedua mengacu pada tempat menegakkan syi’ar agama dan
menyebarkan ilmu pengetahuan (Al Jumbulati dan Tuwaanisi 2002). Fleksibilitas
majelis ta'lim inilah yang menjadi kekuatan sehingga menjadi lembaga pendidikan
Islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis ta’lim merupakan
lembaga pendidikan nonformal yang keberadaanya sudah masuk ke berbagai
pelosok. Majelis ta'lim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang
kuat antara masyarakat awam dengan para pengajarnya (mualim), dan tentunya
antara sesama anggota jamaah majelis ta'lim tan