BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan
oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal. Makanan yang kita makan tidak harus mempunyai bentuk yang menarik, namun memenuhi nilai gizi dan juga harus
aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan- bahan kimia yang membahayakan kesehatan tubuh. Untuk itu diperlukan adanya
pengamanan di bidang pangan agar masyarakat terhindar dari mengkonsumsi makanan yang berbahaya bagi kesehatan.
Muaris 2003 dalam bukunya menyebutkan pengertian manisan yaitu buah- buahan yang direndam dalam air gula selama beberapa waktu, sedangkan pengertian
manisan menurut kusmiadi 2008 adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang manis bercampur dengan rasa khas
buah sangat cocok untuk dinikmati diberbagai kesempatan. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan atau produk makanan. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan
Universitas Sumatera Utara
dan membahayakan kesehatan. Berdasarkan Undang - undang No. 71996 tentang
pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan
dan minuman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurmaini 2001, disebutkan
penggunaan zat tambahan makanan aman merupakan pertimbangan yang penting, walaupun tidak mungkin untuk mendapatkan bukti secara mutlak bahwa suatu zat
tambahan yang digunakan secara khusus tidak toksik bagi semua manusia dalam semua kondisi, paling tidak pengujian secara sifat-sifat fisiologis, farmakologis, dan
biokemis pada binatang percobaan yang diusulkan dapat dipakai sebagai dasar yang beralasan bagi penilaian pemakaian suatu zat tambahan pada bahan makanan.
Menurut Siagian 2002, pengolahan dan penyimpanan dapat menyebabkan perubahan warna, bau, dan konsistensitekstur suatu bahan pangan. Hal ini dapat
diperbaiki dengan penambahan bahan tambahan makanan seperti pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pengental, penstabil, dan lain-lain.
Bahan pangan yang dikonsumsi manusia terutama yang mengandung air dan protein tinggi merupakan produk yang mudah rusak. Upaya yang dilakukan untuk
memperpanjang penyimpanan bahan makanan yaitu dengan penggunaan bahan tambahan makanan yang bertujuan agar kualitas makanan tetap terjaga sehingga cita
rasa dan penampilannya semakin baik Depkes RI, 2006. Dari Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen LP2K diperoleh
keterangan, jumlah pengaduan tentang makanan tidak layak konsumsi yang
Universitas Sumatera Utara
dilaporkan masyarakat tergolong rendah. Persentasenya hanya sekitar 10 dari seluruh pengaduan yang masuk ke LP2K. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidaktahuan
konsumen harus melaporkan kemana jika menemukan adanya kasus adanya keengganan masyarakat untuk melapor Anonimous, 2006.
Menurut FAO Food and Agriculture Organization dalam Saparinto dan Hidayati 2007 menyebutkan bahwa bahan tambahan pangan adalah senyawa yang
dalam jumlah dan ukuran tertentu ditambahkan secara sengaja kedalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini
berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama.
Pada umumnya manisan dibedakan atas dua jenis yaitu manisan buah basah dan manisan buah kering. Perbedaan manisan buah basah dan manisan buah kering
adalah proses pembuatan, daya awet dan penampakannya. Daya awet manisan buah kering lebih lama dibandingkan dengan daya awet manisan buah basah. Hal ini
disebabkan kandungan kadar air pada manisan buah kering lebih rendah juga kandungan gulanya yang lebih tinggi dibandingkan dengan manisan buah basah.
Buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih masam Sediaoetama, 2006.
Hasil survei lapangan yang dilakukan diketahui bahwa para produsen menggunakan zat pengawet pada manisan buah yang dipasarkan dengan alasan agar
manisan yang dijual tersebut tetap awet. Selain hal tersebut ditemukan zat pengawet yang banyak digunakan produsen untuk mengawetkan manisan buah adalah pengawet
natrium benzoat. Hal ini disebabkan pengawet natrium benzoat mudah ditemui.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Malem pada tahun 2007 ternyata 12 buah sampel manisan jambu biji yang diambil dari beberapa pedagang manisan yang
dijual di kota Medan 100 mengandung zat pengawet natrium, oleh karena itu terdapat kemungkinan kadar natrium benzoat melebihi batas. Hasil penelitian yang
menyatakan bahwa manisan jambu biji positif mengandung natrium benzoat maka, peneliti ingin meneliti pengawet natrium benzoat pada manisan buah mangga, buah
salak dan buah kedondong serta kadar natrium benzoat yang terkandung dalam manisan buah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Terdapatnya penggunaan zat pengawet natrium benzoat pada manisan buah di