Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, dkk, 2002. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2003. Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, PT Raja Grafindo, Jakarta.

Soemitro, Rochmat.H, 1998. Asas Dan Dasar Perpajakan 2, PT Refika Aditama, Bandung.

Hadi, H.Moeljo, 1994. Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undang, No.19 Tahun 2000. tentang Penagihan Pajak Peraturan Perundang-Undang, No.28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan

Peraturan Perundang-Undang, No. 17 Tahun 2000, tentang Pajak Penghasilan. Keputusan Menteri Keuangan No.554/KMK.04/2000, tentang Kriteria wajib pajak patuh yang dapat diberikan pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Keputusan Menteri Keuangan No.562/2000, tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak.

Ilyas, B.Wirawan, dkk, 2007. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta. Mardiasmo, 2004.Perpajakan, Andi, Yogyakarta.


(2)

34

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK

A. GAMBARAN PAJAK SECARA UMUM

1. Pengertian Pajak

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :

Menurut Adriani (Waluyo,2002:4), pajak adalah iuran masyarakat kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

Menurut Soemitro (Mardiasmo,2004:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbul (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.


(3)

Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M dan Brock Horacer (Waluyo,2002:5), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah.bukan akibat pelanggaran hukum namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik.Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro (Wirawan,2007:5) merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya serta melunasi segala utang pajaknya dengan menggunakan surat paksa maupun penyitaan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pemungut pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.


(4)

Sementara menurut Soemahamidjaja (Wirawan,2007:5), Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Ia mencantumkan istilah iuran wajib dengan harapan terpenuhinya ciri pajak bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerjasama dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya ia berpendapat terlalu berlebihan kalau khusus mengenai pajak ditekankan pentingnya unsure paksaan karena dengan mencantumkan unsure paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran masayarakat untuk melakukan kewajibannya.

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakannya, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian pengertian pajak sekarang ini sudah tidak lagi menggunakan istilah “iuran wajib” namun sudah beralih dengan menggunakan istilah “kontribusi wajib” yang lebih menekankan pada unsure partisipasi aktif dan kesadaran masyarakat untuk memberikan sumbangan wajib kepada negara.


(5)

2. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2004:2) pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat diharapkan dapat memberikan fungsi yang besar bagi negara dan kemakmuran rakyat, yang dalam hal ini fungsi pajak tersebut dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang yakni sebagai berikut :

a. Fungsi anggaran (budgetair) yaitu Sebagai sumber pendapatan negara. Pajak

berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.

b. Fungsi mengatur (regulerend) yaitu Pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social ekonomi.

c. Fungsi stabilitas yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk

menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Namun hal demikian tidaklah mudah diterapkan atau ditanamkan pada setiap anggota masyarakat.Masyarakat masih menganggap kalau pajak adalah beban dan bukan kewajiban masyarakat sehingga wajib pajak masih merasa enggan untuk membayar pajak tepat pada waktunya.Hal ini menimbulkan utang pajak yang tidak


(6)

sedikit dan tentu saja dapat merugikan negara dan sekaligus mengurangi pendapatan dalam negeri.

3. Jenis-jenis Pajak

Menurut Mardismo (2004:5) pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat memiliki jenis-jenis yang pembagiannya dapat ditinjau dari tiga segi,antara lain :

- Menurut Golongannya, dapat dibedakan atas :

a. Pajak Langsung, yaitu Pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan

tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

- Menurut sifatnya, dapat dibedakan atas :

a. Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa keadaan

diri wajib pajak

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).


(7)

- Menurut Lembaga pengelolanya/pemungutnya, dibedakan atas :

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat, yang dalam

hal sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang yang tergolong mewah (PPnBM) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang dalam

hal ini ditangani oleh Dinas Pendapatan Daerah, yang digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, yang terdiri atas :

- Pajak Propinsi : Pajak Kenderaan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama

Kenderaan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor, dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

- Pajak Kabupaten : Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,dan Pajak Parkir.


(8)

4. Subyek dan Obyek Pajak

Yang menjadi subyek pajak menurut pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan adalah :

a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,

menggantikan yang berhak.

b. Badan yang terdiri dari perseroan terbatas,perseroan komanditer , Perseroan

lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, dan bentuk usaha lainnya.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan bahwa yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

- Pengganti atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,honorarium, komisi, bonus, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.


(9)

- Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

- Laba usaha.

- Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.

- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

- Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya.

- Bunga termasuk premium, diskonto, dm imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

- Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis,dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

- Royalty.

- Selisih karena penilaian kembali aktiva.

- Premi asuransi.

Dan lain-lain yang termasuk dalm kategori obyek pajak menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.


(10)

B. GAMBARAN PENAGIHAN PAJAK

1. Dasar-dasar Penagihan Pajak

1. Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Soemitro (1998:76), Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-Undang Pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak.

Sedangkan menurut Hadi (1992:2), bahwa Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak, berhubung wajib pajak tidak melunasi baik sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yang berlaku.

Dari defenisi penagihan yang dikemukakan oleh Hadi, terdapat emapat unsur penagihan,yaitu :

- Serangkaian tindakan

Yaitu bahwa penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkannya surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan permohonan jadwal waktu,tempat, tanggal, bulan pelelangan pada kantor lelang negara.

- Aparatur Direktorat Jenderal Pajak

Yaitu Jurusita Pajak Negara yang telah memenuhi syarat yang telah

ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat dan disumpah lebih dahulu sebelum bertugas.


(11)

- Wajib pajak tidak melunasi sebagian/seluruh.

Yaitu utang pajak yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan pajak yang meliputi : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

- Menurut Undang-Undang Perpajakan

Yaitu merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Utang Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, utang pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau suratt sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Penaggung Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, penaggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(12)

Menurut Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2000 tantang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

II. Dasar Hukum Penagihan Pajak

a. Undang-Undang No.28 Tahun 2007 pasal 18 menyatakan bahwa Surat Tagihan

Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

b. Undang-Undang No.19 Tahun 200 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.

III. Tujuan Penagihan Pajak

Adapun tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah sebagai berikut :

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

- Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Memberikan kepercayaan terhadap wajib pajak untuk melaksanakan hak dan


(13)

45

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Kepatuhan Wajib Pajak

Wajib pajak digolongkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria atau persyaratan sebagai berikut (Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000).

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis

pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

d. Menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia, kecuali bagi Wajib pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan mempergunakan norma penghitungan penghasilan neto, sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 (dua puluh delapan) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(14)

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba-rugi fiskal.

Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah merupakan tujuan dari penagihan pajak, sehingga bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah, diharapkan dengan dilakukannya penagihan pajak terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik ditingkat kepatuhannya (Hanantha Bwoga,2005:66).

Dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku maka konsekwensi logis yang diberikan kepada wajib pajak yang tergolong tidak patuh adalah dengan melaksanakan penagihan baik berupa tindakan penagihan pasif maupun tindakan penagihan aktif.

B. Mekanisme dan Prosedur Kerja Pelaksanaan Penagihan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.

Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum juga dilunasi oleh wajib pajak yang bersangkutan, maka kepada wajib pajak tersebut akan dilakukan tindakan penagihan pajak.

Tindakan penagihan pajak terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu : - Penagihan Pasif


(15)

Adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai perpanjangantangan dari Direktorat Jenderal Pajak dengan cara dapat melakukan pencatatan, pengawasan atas kepatuhan pembayaran masa dan pembayaran lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak, dan dilakukan melalui Surat Ketetapan Pajak (SKP, SKPKB, SKPKBT) dan Surat Tagihan Pajak (STP).

Maksud pelaksanaan penagihan pasif ini adalah memberi kesempatan kepada penanggung pajak untuk segera melunasi utang pajaknya, hal ini dimaksud untuk mencegah penagihan pajak dengan surat pajak dan penyitaan. Selanjutnya bilamana tindakan penagihan pasif ini telah dilakukan, namun wajib pajak belum juga melunsi utang pajaknya, maka tindakan penagihan pasif akan beralihan ke penagihan aktif. - Penagihan Aktif

Adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai perpanjangantangan dari Direktorat Jenderal Pajak yang meliputi :

a. Surat Teguran

Utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayarn, akan diterbitkan Surat Teguran. Namun surat teguran ini tidak dapat diterbitkan apabila terhadap penanggung pajak telah disetujui untuk mengangsur taupun menunda pembayaran pajaknya.

b. Surat Paksa

Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal surat teguran tidak dilunasi, diberitahukan surat paksa yang diberitahukan oleh


(16)

Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan paenagihan pajak Rp.75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa ini diberitahukan oleh Jurusita Pajak.

c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

Utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak juga dilunasi oleh penanggung pajak, maka Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).

d. Pelaksanaan Lelang

Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan utang pajak belum juga dilunasi oleh penanggung pajak, maka akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media massa sesuai dengan prosedur yang berlaku.

e. Pelaksanaan Lelang

Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar belum juga dilunasi oleh penaggung pajak setelah lewat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, maka akan segera diadakan pelelangan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor pelelangan negara.


(17)

Namun dalam Laporan Praktik Lapangan Mandiri (PKLM) ini, lebih memfokuskan pada penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak Negara terhadap penanggung pajak yang belum melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.

C. Jurusita Pajak Negara

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04.2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak, bahwa yang dimaksud dengan Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri keuangan untuk penagihan pajak pusat atau gubernur atau bupati/walikota untuk penagihan pajak daerah. Jurusita Pajak ini berstatus sebagai Pegawai Negeri.

Kedudukan Jurusita Pajak adalah sangat strategis dalam unit organisasi Direktorat Jenderal Pajak, Jurusita Pajak ini adalah ujung tombak dan benteng terakhir dalam rangka pengamanan penagihan pajak negara. Berhasil tidaknya tugas seorang Jurusita Pajak Negara tergantung sepenuhnya pada bobot, keterampilan, keuletan, kejelian, mental yang dimiliki olehnya, apalagi Jurusita Pajak sepenuhnya bertugas di lapangan dengan segala persoalan penagihan pajk yang beraneka ragam coraknya dengan berbagai modus penghindaran dan perlawanan pasif dari para penanggung pajak.


(18)

Mengingat beratnya tugas dan peranan Jurusita Pajak dalam pengamanan penagihan pajak negara, Maka untuk menjadi seorang Jurusita Pajak tidaklah mudah dan tidak sembarangan orang melainkan harus dilakukan oleh orang yang berkompeten sebagai Jurusita Pajak ysng terlebih dahulu harus dibekali dengan kemampuan sebagai Jurusita Pajak melalui pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak disamping harus memenuhi syarat-syarat lainnya menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi Jurusita Pajak adalah apabila telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut (Menurut Kepatuhan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04.2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jursita Pajak).

a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat

dengan itu.

b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a.

c. Berbadan sehat.

d. Lulus pendidikan dan pelatihan Jurusita Pajak, dan

e. Jujur, bertanggungjawab dan penuh pengabdian.

Jurusita Pajak diberhentikan apabila :

a. Meninggal dunia.

b. Pensiun.


(19)

d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas.

e. Melakukan perbuatan tercela.

f. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak, atau

g. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.

Menurut Pasal 4 (empat) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan bahwa, Sebelum memangku jabatan, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya oleh Pejabat Kantor Pelayanan Pajak tempat ia bertugas. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan penagihan pajak seorang Jurusita Pajak harus bekerja secara jujur dan bertanggungjawab serta profesional dalam mengadakan pendekatan dengan para penanggung pajak.

Tugas dan wewenang serta kewajiban Jurusita Pajak :

- Tugas Jurusita Pajak (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus.

2. Memberitahukan Surat Paksa.

3. Jurusita Pajak bertugas melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak

berdasarkan Surat perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

4. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

- Wewenang Jurusita Pajak (Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun


(20)

1. Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari , laci, dan tempat-tempat lain untuk menemukan obyek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat tinggal penaggung pajak, atau tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan obyek sita.

2. Meminta bantuan kepolisian, kejaksaan, Departemen yang membidangi

hukum dan perundang-undangan, Pemerintah daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pengadilan Negeri (PN), bank atau pihak lain dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak.

- Kewajiban Jurusita Pajak :

1. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.

2. Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

3. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh

Jurusita, saksi-saksi dan penanggung pajak.

4. Menempelkan salina Berita Acara Pekasanaan Sita (BAPS) pada barang

yang disita atau tempat barang yang disita berada dan atau ditempat umum, kecuali jika barang yang disita sesuai dengan tidak dapat ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

5. Menempelkan segel sita pada barang yang disita.


(21)

D. Mekanisme dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan

Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penyitaan barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

1. Pengeluaran Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

a. Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dilaksanakan oleh Jurusita

Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh pejabat, dalam hal utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penaggung pajak.

b. Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib pajak/Penanggung

pajak atau aktiva milik perusahaan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita tersebut.

-Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak.

-Laporan keuangan wajib pajak (Neraca dan Daftar R/L).

-Laporan Pemeriksaan pajak.


(22)

2. Dalam ketentuan sita supaya diikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Sita dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan dilakukan oleh sekurang-kurangnya

2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat, antara lain :

-Warga Negara Indonesia.

-Sudah mencapai usia 21 tahun.

-Dikenal oleh Jurusita Pajak.

-Dapat dipercaya.

b. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus :

- Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.

-Memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

-Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

c. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita (BAPS) yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

3. Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) merupakan pemberitahuan kepada

penanggung pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang penaggung pajak telah berpindah dari penanggung pajak kepada pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan, Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan


(23)

tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama penanggung pajak, nama dan jenis barang yang disita, dan tempat penyitaan.

4. Penolakan dan tidak hadirnya penanggung pajak/wajib pajak dalam penyitaan

a. Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara

Pelaksanaan Sita (BAPS), Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 12 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

b. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekalipun penanggung pajak tidak hadir,

sepanjang salah seorang saksi berasal dari pemerintah daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat kepala kelurahan atau kepala desa (Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

c. Barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada pemerintah daerah

setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita demikian juga dengan barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada pemerintah daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita tersebut.

d. Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, Berita

Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tetap sah dan mempunyai


(24)

kekuatan mengikat (Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

e. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dapat ditempelkan pada barang

bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang-barang bergerak dan atau tidak bergerak yang disita berada, atau di tempat-tempat umum (Pasal 12 ayat (7) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

f. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan kepada ;

-Penanggung Pajak.

-Kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar.

-Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk tanah yang kepemilikannya sudah

terdaftar.

-Pemerintah daerah dan Pengadilan negeri setempat, untuk tanah yang

kepemilikannya belum terdaftar.

-Direktorat Jenderal Laut untuk kapal.

5. Kekayaan wajib pajak/penanggung pajak yang dapat disita.

Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat


(25)

berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau barang tidak bergerak termasuk tanah dan bangunan (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).

Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita. Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan. Segel sita memuat sekurang-kurangnya : Kata “disita”, Nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan Larangan untuk memindahtangankan, meminjamkan, ataupun merusak barang yang disita.

Menurut Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000) tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Penyitaan harta kekayaan penanggung pajak ini meliputi :

a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya, dilaksanakan

dengan cara membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam satu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

b. Penyitaan terhadap uang tunai, dilaksanakan dengan cara menghitung terlebih

dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya sebagai lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita, membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan menempel segel sita dan menitipkannya pada penanggung pajak atau pada bank.


(26)

c. Penyitaan terhadap harta berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu,

dilaksanakan dengan cara :

- Meminta pemblokiran kepada bank disertai salinan surat paksa dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

- Bank memblokir dan membuat berita acara pemblokiran serta

mengirimkannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

- Jurusita memerintahkan penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada

bank agar memberitahukan saldo kekayaannya kepada Jurusita Pajak.

- Bila Penaggung pajak tidak memberi kuasa, Kepala Kantor Pelayanan Pajak

meminta Menteri Keuangan memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penaggung pajak.

- Setelah saldo diketahui, Jurusita Pajak menyita dan membuat Berita Acara

Pelaksanaan Sita (BAPS) dan menyampaikan salinannya kepada penanggung pajak dan bank.

- Bila utang pajak belum dilunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta

pencabutan pemblokiran setelah dikurangi jumlah yang disita.

d. Penyitaan terhadap obligasi, saham yang diperdagangkan di bursa efek,

dilakukan dengan cara :

- Direktur Jenderal Pajak atau jabatan yang ditunjuk meminta secara tertulis


(27)

menyebutkan nama dan nomor rekening untuk memblokir dan alasan pemblokiran.

- Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) memerintahkan kustodian

membuat berita acara pemblokiran dan berita acara pemberian keterangan kepada pejabat yang berwenang mendapatkan keterangan dan menyampaikan kepada Dirjen Pajak serta salinannya disampaikan kepada ketua Bapepan dan Penanggung Pajak sebagai pemegang rekening.

- Jurusita Pajak melakukan penyitaan atas efek kepada kustodian, dan

membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Bila penanggung pajak tidak hadir Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)

ditandatangani Jurusita dan saksi-saksi.

- Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan kepada penanggung

pajak dan salinannya kepada Ketua Bapepam dan Kustodian.

- Bila dlunasi, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meminta pencabutan

- Efek yang disita dijual di bursa efek melalui perantaran pedagang efek

anggota bursa atas permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

e. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek, dilaksanakan dengan cara :

- Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai

nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita :


(28)

- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari

penanggung pajak kepada pejabat.

f. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan dengan cara :

- Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai

nominal atau perkiraan nilai lainnya dari piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat Berita Acara Pengalihan Hak piutang atas nama dari penaggung

pajak kepada pejabat, dan salinannya disampaikan kepada penanggung pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.

g. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya, dilakukan dengan cara :

- Melakukan inventarisasi dan rincian jumlah penyertaan modal pada

perusahaan lain.

- Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

- Membuat akta persetujuan pengalihan hak penyertaan modal, dan salinannya

disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.

h. Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh kejaksaan atau kepolisian,


(29)

- Jurusita Pajak akan menyita barang bukti tersebut bila proses pembuktian telah selesai setelah terlebih dahulu menyampaikan surat paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan bahwa barang tersebut merupakan obyek sita.

- Sebelum obyek sita dikembalikan kepada penanggung pajak, kejaksaan atau

kepolisian memberitahukan kepada pejabat yang menerbitkan surat paksa.

- Walaupun barang yang disita telah dikembalikan kepada penanggung pajak,

penyitaan tetap dilaksanakan.

i. Penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang disimpan pada bank, dilakukan dengan cara :

- Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran memerintahkan

kepada penanggung pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita.

- Dalam hal penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, maka

pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank dimaksud kepada pejabat.

- Setelah saldo kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank


(30)

- Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi dan pimpinan bank yang bersangkutan.

- Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada

penanggung pajak dan pimpinan bank yang bersangkutan.

- Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah

penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

- Dalam hal jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, maka

atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh pejabat kepada bank.

- Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penyitaan,

penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, pejabat segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank ke kas negara atau ke kas daerah sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita.

- Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari berakhir, penanggung pajak

dapat mengajukan permohonan kepada pejabat untuk menggunakan barang sitaan dimaksud untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

- Pencabutan sita dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan surat

pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat dan tembusannya disampaikan kepada pimpinan bank yang bersangkutan.


(31)

6. Barang-barang milik penanggung pajak yang dikecualikan dari penyitaan/tidak boleh disita.

Tidak semua harta kekayaan penanggung pajak dapat disita sebagai jaminan atas pelunasan utang pajaknya, tentunya ada beberapa jenis harta kekayaan wajib pajak yang dikecualikan dari penyitaan menurut undang-undang, yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, meliputi :

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan

penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah.

c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas.

d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak

dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

e. Peralatann penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya.

7. Batas waktu penyitaan

Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 disebutkan bahwa pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan.


(32)

8. Biaya Penyitaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakannya (KUP) bahwa jumlah biaya penagihan pajak dengan penyitaan yang harus dibayar oleh penanggung pajak adalah sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), dimana hal ini berbeda dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) lama yang hanya mengenakan biaya penyitaan sebesar Rp 75.000.00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). Biaya penagihan pajak ini dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSBP).

9. Penyitaan tambahan

Penyitaan tambahan dilaksanakan apabila (Pasal 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa).

- Nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan

pajak dan utang pajak karena penyitaan akan tetap dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

- Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak.

10.Pencabutan Sita (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa).


(33)

a. Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau gubernur atau bupati/walikota.

b. Pencabutan sita dilaksanakan berdasarkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh pejabat.

c. Surat pencabutan sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan. Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung pajak dan instansi terkait, diikuti dengan pengembalian barang yang disita kepada penanggung pajak.

E. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan pada Seksi Penagihan Untuk Mengurangi Tunggakan Pajak Sekaligus Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai Untuk Tahun 2015


(34)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KANTOR WILAYAH DJP SUMATERA UTARA I KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI

STP Surat Tegoran Surat Paksa SPMP Blokir dan Sita Lelang Pencegahan Penyanderaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 BINJAI Pedesaan WP nominal pelunasan Perkotaan WP nominal pelunasan Perkebunan WP nominal pelunasan Kehutanan WP nominal pelunasan Pertambangan Non Migas WP

nominal pelunasan Pertambangan Migas WP

nominal pelunasan

0 0 0 0 0 0 0 0

2 LANGKAT Pedesaan WP nominal pelunasan Perkotaan WP nominal pelunasan Perkebunan WP nominal

pelunasan -Kehutanan WP

nominal pelunasan Pertambangan Non Migas WP

nominal pelunasan Pertambangan Migas WP

nominal pelunasan

0 0 0 0 0 0 0 0

3 Rekapitulasi Pedesaan WP

KPP nominal pelunasan Perkotaan WP nominal pelunasan Perkebunan WP nominal pelunasan Kehutanan WP nominal pelunasan Pertambangan Non Migas WP

nominal pelunasan Pertambangan Migas WP

nominal pelunasan

0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber Data : Kantor Pe Pelayanan Pajak Pratama Binjai

66 Jumlah

Jumlah

Jumlah

Tabel 1 LAPORAN KEGIATAN PENAGIHAN PBB

BULAN MEI TAHUN 2015


(35)

Tabel 2

( dalam satuan rupiah )

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Kotamad Pedesaaan - - - - - -Binjai Perkotaan - - - - - -Perkebunan 795,401,440 - - 795,401,440 - -Kehutanan - - - - -

-Pertambangan Non Migas

- - - - - -Pertambangan Migas 4,762,199,093 - - 4,762,199,093 - -Jumlah 5,557,600,533 - - 5,557,600,533 - -2 Kabupat Pedesaaan - - - - - Langkat Perkotaan - - - - - Perkebunan 21,205,656,078 - 3,249,154,111 17,956,501,967 - -Kehutanan - - - - -

-Pertambangan Non Migas

- - - - - -Pertambangan Migas 77,984,906,096 - - 77,984,906,096 - -Jumlah 99,190,562,174 - 3,249,154,111 95,941,408,063 - -3 Rekapitu Pedesaaan - - - - - KPP Prat Perkotaan - - - - - Binjai Perkebunan 22,001,057,518 - 3,249,154,111 18,751,903,407 - -Kehutanan - - - - -

-Pertambangan Non Migas

- - - - - -Pertambangan Migas 82,747,105,189 - - 82,747,105,189 - -Jumlah 104,748,162,707 - 3,249,154,111 101,499,008,596 - -Ket D D

LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG DAN KEGIATAN PENAGIHAN PBB BULAN APRIL 2015

NO KPP PR JENIS PAJAK/ PBB Sektor Piuta Pe Pen Piuta (3)+(4)-(6) Us


(36)

(37)

F. Kendala-kendala yang dihadapi Oleh Jurusita Pajak dalam Melaksanakan Penagihan Pajak dengan Penyitaan

Dalam melaksanakan penagihan pajak dengan penyitaan ini, tentunya juga tidak luput dariberbagai kendala yang sering dihadapi oleh Jurusita Pajak pada saat berhadapan dengan para wajib pajak/penanggung pajak di lapangan.

Kendala tersebut dapat berupa :

1. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib

pajak/penanggung pajak.

Pada waktu pelaksanaan penyitaan ada kemungkinan ataupun bahkan seringkali Jurusita tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib pajak/penanggung pajak yang barang-barangnya akan disita.

Sering dijumpai di lapangan bahwa pada saat akan melakukan penyitaan, Jurusita Pajak hanya diperbolehkan menunggu di dekat pagar rumah, tanpa dipersilahkan untuk masuk kerumah sekalipun cuaca kurang mendukung.

2. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/penanggung pajak.

Dalam hal ini Jurusita Pajak diizinkan masuk ke dalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak. Dalam kondisi seperti ini Jurusita Pajak berupaya memberikan penjelasan/pengertian mengenai maksud penyitaan tersebut dan penyitaan tidak


(38)

akan selalu berakhir dengan penjualan barang-barang (lelang), dengan catatan apabila wajib pajak/penanggung pajak bersedia melunasi utang pajaknya.

Namun bilamana Jurusita Pajak sudah berupaya semaksimal mungkin memberikan pengertian dan penjelasan mengenai maksud penyitaan tersebut namun tetap juga mendapat perlawanan atau bahkan mendapat ancaman dari wajib pajak/penanggung pajak, maka Jurusita Pajak berwewenang melaporkannya kepada kepolisian dan meminta bantuan aparat kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap wajib pajak/penanggung pajak.

3. Wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita

Acara Pelaksanaan Sita (BAPS).

Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, para saksi dan wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya yang bertindak sebagai penyimpanan barang. Apabila wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya menolak untuk ikut menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) tersebut maka Jurusita dapat mengambil tindakan sebagai berikut :

- Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar dapat

membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang.

- Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) secara hukum dianggap sah serta tetap

mempunyai kekuatan yang mengikat (Pasal 12 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000).


(39)

4. Kesulitan dalam mengidentifikasi barang-barang wajib pajak/penanggung pajak yang akan dijadikan sebagai obyek sita.

Pada waktunya melakukan penyitaan, selalu terbentur pada masalah obyek sita, harta kekayaan wajib pajak/penanggung pajak sudah tidak ditemukan lagi atau sudah dipindahtangankan sehingga ketika akan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang tersebut wajib pajak/penanggung pajak menolak dengan alasan barang-barang tersebut sudah bukan miliknya lagi.

Dalam hal ini wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang menegaskan bahwa barang-barang tersebut memang benar sudah bukan miliknya lagi.


(40)

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni sebagai berikut :

1. Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah

merupakan tujuan utama dari pelaksanaan penagihan pajak, sehingga bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah akan dilaksanakan tindakan penagihan pajak seperti yang dilaksanakan oleh seksi penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta untuk mengurangi tunggakan pajak pada tahun 2015, yakni sebagai berikut :

a.Penagihan Pasif, dilaksanakan melalui Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Penagihan Aktif , dilaksanakan melalui Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Pelaksanaan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pelaksanaan Lelang.

2. Dalam melaksanakan tugasnya di lapangan Jurusita Pajak menemui beberapa

kendala yang berskala kecil maupun besar, yang dapat berupa :


(41)

- Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak.

- Wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita

Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), dan

- Kesulitan dalam mengidentifikasi barang-barang wajib pajak yang akan


(42)

B. SARAN

1. Dalam menumbuhkan, membina dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratam Binjai agar senantiasa di upayakan melalui pendekatan-pendekatan persuasif kepada wajib pajak yakni melalui penyuluhan dan sosialisasi akan pentingnya fungsi dan peranan pajak bagi pembangunan negara, Sehingga para wajib pajak diharapkan menjadi wajib pajak yang patuh dan setia membayar pajak secara tepat waktu sehingga dapat terwujud masyarakat yang sadar dan peduli pajak.

2. Agar bagi wajib pajak yang tergolong kurang patuh/belum memiliki kesadaran

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya tetap dilaksanakan proses hukum melalui penagihan pasif maupun penagihan aktif, Secara khusus dengan penyitaan namun tetap berpedoman sesuai dengan prosedur dan mekanisme penagihan pajak dan senantiasa mengacu pada Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku.

3. Sebagai pelaksana tindakan penagihan pajak yang mempunyai tugas dan peranan

dalam pengamanan pajak negara, maka diharapkan kepada Jurusita pajak agar meningkatkan kualitas dan profesionalismenya dan bekerja sesuai dengan prosedur penagihan pajak yang telah ditetapkan. Serta harus konsekwen dalam melaksanakan penyitaan sekalipun harus mendapatkan perlawanan dari penanggung pajak yang disita, sebab dalam melaksanakan tugasnya Jurusita


(43)

pajak tetap mendapat perlindungan hukum, jadi tidak perlu ragu-ragu dalam mengambil tindakan tegas bagi para penunggak pajak yang disita.


(44)

18 BAB II

GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA BINJAI

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai didirikan pada tanggal 1 April 1994, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 dengan wilayah kerja sebagai berikut:

1. Kotamadya Binjai

2. Kabupaten Langkat

3. Kabupaten Deli Serdang

a. Kec. Labuhan Deli

b. Kec. Sunggal

c. Kec. Pancur Batu

d. Kec. Hamparan Perak

e. Kec. Sibolangit

f. Kec. Kotalimbu

4. Kabupaten Karo

Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama Binjai yang artinya KPP Pratama Binjai telah menjadi KPP Modern dimana


(45)

pelayananan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. KPP Pratama Binjai memiliki wilayah kerja yang meliputi 28 kecamatan, antara lain sebagai berikut:

1) Kota Binjai

a. Kec. Binjai Timur

b. Kec. Binjai Kota

c. Kec. Binjai Utara

d. Kec. Binjai Barat

e. Kec. Binjai Selatan

2) Kabupaten Langkat

a. Kec. Pangkalan Susu

b. Kec. Gebang

c. Kec. Hinai

d. Kec. Secanggang

e. Kec. Sawit seberang

f. Kec. Babalan

g. Kec. Sei Lepan

h. Kec. Stabat

i. Kec. Sirapit

j. Kec. Binjai

k. Kec. Besitang


(46)

m. Kec. Wampu

n. Kec. Pematang Jaya

o. Kec. Brandan Barat

p. Kec. Kuala

q. Kec. Selesai

r. Kec. Bahorok

s. Kec. Kutambaru

t. Kec. Padang Tualang

u. Kec. Sei Bingai

v. Kec. Batang Serangan

w. Kec. Salapian

B. Rencana Strategis dan Penetapan Perjanjian Kinerja

Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan di Kantor Pelayanan Pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak membuat suatu rencana strategis DJP tahun 2012 hingga tahun 2014 yang dituangkan dalam sebuah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-334/PJ/2012 tanggal 23 November 2012 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan dokumen perencanaan yang berisi visi, misi, nilai tujuan, sasaran, strategi, program dan dicator kinerja Direktorat Jenderal Pajak untuk periode 3 (tiga) tahun terhitung dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.


(47)

Secara umum sasaran utama yang ingin diraih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah mengumpulkan penerimaan negara secara optimal sesuai target yang dimandatkan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yaitu sebesar Rp.295.610.000.000 dan diusahakan pada tahun 2013 ini penerimaan pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan serta pertumbuhan realisasi penerimaan pajak meningkat. Selain itu diharapkan agar tingkat kepuasan atas pelayanan perpajakan dan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak lebih tinggi serta terjadi peningkatan dalam efektivitas dan efisiensi SDM system informasi,serta pengelolaan anggaran yang lebih optimal, sasaran-sasaran tersebut maka akan mendukung tercapainya visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.

1.Visi dan Misi DJP

Visi adalah gambaran keadaan organisasi yang ingin di capai di masa datang yang merupakan arahan yang bersifat menyeluruh bagi organisasi.Visi Direktorat

Jenderal Pajak adalah “menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah asia tenggara”.

Visi tersebut merefleksikan citacita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai menjadi suatu institusi yang menyelenggarakan sistem administrasi modern yang efektif dan efisien. Sehingga mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa segalaeksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan mampu memenuhi harapan masyarakat serta dalam menjalankan tugas dan pekerjaan


(48)

selalumemegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten dan menepati janji. Selain itumemiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan serta norma-norma profesi, etika dan sosial. Sedangkan misi adalah pernyataan fundamental tentang alasan atas tujuan keberadaan organisasi, menerangkan mengapa organisasi itu ada, cara yang digunakan atau aktivitas utama yang di jalankan organisasi untuk melakukan fungsinya. Misi Direktorat Jenderal

pajak adalah “menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang-undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat”.

Misi tersebut merupakan suatu pernyataan tujuan keberadaan, tugas, fungsi, peranan dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak sebagai penghimpun penerimaan negara di bidang perpajakan.

2. Tujuan

Tujuan adalah pernyataan tentang hasil yang ingin dicapai organisasi dalam jangka panjang atau menengah dan merupakan penjabaran dari visi dan harus konsisten dengan misi organisasi. Adapun tujuan dari kantor pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah :


(49)

b. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melalui pengawasan dan penegakan hukum.

c. Peningkatan efektifitas dan efesiensi organisasi melalui reformasi dan

modernisasi.

d. Penigkatan profesionalisme dan integritas Sumber Daya Manusia.

Keempat tujuan tersebut mengarah pada pencapaian tujuan eksternal dan internal.Tujuan eksternal mengarahkan segenap perhatian kepada wajib pajak meliputi peningkatan pelayanan perpajakan dan peningkatan kepatuhan wajib pajak melalui pengawasan dan penegak hukum. Sedangkan tujuan internal mengarahkan kepada pengembangan sumber daya internal DJP meliputi peningkatan profesionalisme dan integritas sumber daya manusia Pengembangan sumber daya internal meliputi pengembangan organisasi, proses bisnis,teknologi informasi, anggaran, dan sumber daya manusia.

3. Sasaran

Sasaran adalah penjabaran dari tujuan dan merupakan pernyataan tentang hasil yang ingin dicapai organisasi dalam jangka waktu relatif pendek dan merupakan tujuan yang bersifat operasional. Sasaran merupakan bagian integrasi dalam proses perencanaan strategis. Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai dalam periode 1 (satu) tahun.

Dalam rangka mencapai tujuan DJP yang telah ditetapkan, diperlukan penentuan sasaran yang mencerminkan hal yang ingin dicapai dalam jangka waktu


(50)

tertentu. Sasaran merupakan tujuan yang bersifat operasional yang memenuhi kriteria SMART, yaitu :specific (spesifik), measurable (terukur), achievable (dapat dicapai), relevan (berkaitan), dan time phase (berdasarkan jangka waktu).

Berdasarkan hal tersebut diatas sasaran strategis beserta inisiatif strategis Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut :

a. Sasaran Strategis 1 yaitu Penataan Struktur Organisasi yang Efektif.

b. Sasaran Strategis 2 yaitu Sistem Manajemen yang Handal.

c. Sasaran Strategis 3 yaitu Peningkatan Kapasitas Lembaga.

4. Kebijakan

Kebijakan merupakan ketentuan yang telah ditetapkan untuk dijadikan pedoman dari petunjuk dalam pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran,tujuan,visi,dan misi.

Demi tercapainya tujuan dan sasaran berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai telah mengambil langkah-langkah sebagaimana tertuang dalam kebijakan yang dijadikan pedoman,petunjuk dan pegangan bagi setiap kegiatan yang dilaksanakan yaitu :

a. Meningkatkan kualitas pelayanan

b. Mengamankan pencapaian rencana penerimaan pajak


(51)

C. Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratam Binjai

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terletak di jalan Jambi Nomor 1 Rambung Barat, Binjai Selatan.Kantor pemerintah ini mempunyai kewajiban untuk memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam membayar pajak.

KPP Pratam Binjai dikepalai oleh seseorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang terdiri atas Kepala Kantor, Sub Bagian Umum, dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi agar dapat lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari KPP Pratama Binjai. Maka disini, penulis akan menggambarkan tentang struktur organisasi.

D. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Struktur organisasi adalah wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi sangat penting untuk terlaksana fungsi pengorganisasi dengan baik sebab dengan adanya srtruktur organisasi akan terlihat jelas tugas dan wewenang dari setiap bagian yang terdapat dalam hierarki organisasi dan akan memudahkan setiap karyawan untuk menjalankan untuk dan fungsinya.

Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai adalah sebagai berikut :


(52)

Tugasnya adalah mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak tidak langsung lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Tugas :

a. Penerimaan dan penyampaian dokumen di KPP.

b. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Sub bagian umum.

c. Pelaksanaan pelantikan, sumpah dan serah terima jabatan serta

pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS)

d. Permintaan pengujian kesehatan pegawai.

e. Pembuatan kartu tanda pengenal pemeriksa.

f. Pelaksanaan pembayaran tagihan melalui mekanisme langsung kepada

rekanan.

g. Pemusnahan dukumen, pemyusun laporan berkala KPP dan pembuatan

laporan tahunan

h. Penyusunan laporan/daftar relisasi anggaran belanja.

3. Seksi Pelayanan

Tugas:


(53)

b. Penatausahaan surat, dokumen dan laporan Wajib Pajak pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

c. Perubahan identitas Wajib Pajak.

d. Penyelesaian permohonan pengukuhan pengusaha kena pajak.

e. Penerbitan surat teguran penyampaian SPT Masa dan SPT tahunan PPh.

f. Pelaksanaan pemenuhan permintaan kofirmasi dan klarifikasi.

g. Penyelesaian pemindahan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama lama.

4. Seksi Pengolahan Data dan informasi (PDI)

Tugas:

a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi PDI.

b. Penatausahaan alat keterangan.

c. Pembentukan bank data.

d. Pembuatan dan penyampaian Surat Perhitungan (SPH) kirim ke Kantor

Pelayanan Pajak lainnya.

e. Penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak,

perkembangan ekonomi dan keuangan.

f. Penerbitan SPT Bunga Penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa

dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat Keputusan Pencabutan Sita.


(54)

g. Pembuatan Usulan Pencegahan dan Penyanderaan terhadap wajib pajak tertentu.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (I.II.III)

Seksi Pengawasan dan Konsultasi atau yang bisa disebut seksi Waskon, terbentuk setelah kantor pelayanan pajak melakukan modernisasi, dimana pembagian seksi berorientasi pada fungsi seksi. Fungsi umum dari seksi waskon adalah melakukan pengawasan dan konsultasi terhadap wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.Pada KPP Pratama Binjai seksi ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu Seksi Waskon I, Waskon II, dan Waskon III. Tugas dari ketiga seksi tersebut dasarnya sama, yang membedakan hanyalah pembagian wilayah kerjanya. Hal bertujuan mempermudah dan membantu tugas fungsi KPP Pratama Binjai.

Tugas :

a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi pengawasan

dan konsultasi.

b. Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

c. Penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SMPIB).

d. Penyelesaian permohonan perubahan metode pembukuan.

e. Penetapan wajib pajak patuh.

f. Penyelesaian pemohonan pembetulan ketetapan Pajak Penghasilan, Pajak


(55)

g. Penyesaian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB di KPP.

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Tugas :

a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi Ekstensifikasi

Perpajakan.

b. Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian kantor.

c. Penerbitan surat himbauan untuk ber-NPWP.

d. Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian lapangan.

e. Penyelesaian permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pemotongan

PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonton SBI yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

f. Penyelesaian permohonan penundaan pengambilan Surat Pemberitahuan

Objek Pajak (SPOP) dan mutasi sebagian atau seluruhnya objek dan subjek pajak PBB.

g. Penerbitan daftar nominatif untuk usulan Surat Perintah Pemeriksaan

Pajak (SP3) PSL, Ekstensifikasi dan lain-lain.

7. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

Tugas :


(56)

b. Penyelesaian usulan pemeriksaan.

c. Penyelesaian usulan pemeriksaan bukti permulaan.

d. Penatausahaan laporan pemeriksa pajak dan nota perhitungan.

e. Pengamatan KPP, pemeriksaan kantor, pemeriksaan lapangan dan

penyelesaian usulan pemeriksaan dan lain-lain.

8. Seksi Penagihan

Tugas :

a. Pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi penagihan.

b. Menjawab konfirmasi data tunggakan Wajib Pajak

c. Penyelesaian permohonan penundaan pembayaran pajak.

d. Penagihan pajak seketika dan sekaligus.

e. Penerbitan dan penyampaian surat teguran penagihan

f. Penghapusan piutang Pajak.

g. Penerbitan STP bunga penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa

dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat Keputusan Pencabutan Sita Pemeriksaan kantor.

h. Penyelesaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan


(57)

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

1. Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2.1

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 51

Perempuan 26

Sumber : KPP Binjai, 2015

2. Berdasarkan Jabatan

Tabel 2.2

Jabatan Jumlah

Kepala Kantor 1

Kasi/Kasubag 1

Fungsional 1

Account Representative 23

Pelaksana 36


(58)

3. Bedasarkan Seksi

Tabel 2.3

Seksi Jumlah

Subbag Umum 8

Seksi Pelayanan 11

Seksi PDI 9

Seksi Waskon I 6

Seksi Waskon II 10

Seksi Waskon III 10

Seksi Penagihan 5

Seksi Ekstensifikasi 6

Seksi Pemeriksaan 8

Seksi Fungsional 1

Sumber : KPP Binjai 2015

Total seluruh karyawan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai saat ini adalah 77 orang pegawai.


(59)

4. Berdasarkan golongan

Tabel 2.4

Golongan Jumlah

IV 4

III 38

II 35


(60)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Sebagai Negara yang berkembang Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual Waluyo,(2002:1). Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak sehingga jumlah penerimaan pajak selalu diupayakan untuk meningkat setiap tahun sejalan dengan peningkatan volume dan dinamika pembangunan itu sendiri. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya karena menurut pasal 23A Amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “Pajak


(61)

dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang”. sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan upaya hukum yang bersifat mengikat dan memaksa sesuai dengan ketentuan dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan pemungut pajak, negara Indonesia menganut Self Assessment System, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang, sehingga melalui system ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat sebagai wajib pajak (Cyrus,2003:11).

Ditengah gencarnya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak, Yang dalam praktiknya sering kali dijumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya, sehingga untuk melakukan penagihan pajak ditempuh dengan upaya hukum yang bersifat mengikat dan memaksa yaitu dengan melakukan tindakan penagihan aktif berupa penyampaian Surat teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang yang akan dilaksanakan menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


(62)

Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya dapat dikenakan penyitaan atas hartanya.

Penyitaan merupakan upaya paksa terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak, adanya penyitaan barang memiliki wajib pajak ini mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula sebab hak kepemilikannya sudah diambil alih oleh negara sebagai barang sitaan atas utang pajak yang belum dilunasi Soemitro, (1998:93).

Dilihat dari akibat-akibat penagihan pajak dengan surat paksa dan dengan proses penyitaan yang sangat tidak menyenangkan itu, maka penagihan pajak dengan penyitaan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang. Dibutuhkan landasan yuridis khusus yang dapat menjadi landasan hukum bagi penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan. Adapun landasan yuridis penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan adalah Pasal 23A Amandemen keempat Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Walaupun sudah ada landasan yuridisnya, masih banyak wajib pajak yang


(63)

tidak membayar pajak tepat pada waktunya. Oleh karena itu dibutuhkan peranan para aparat penagih pajak (Jurusita Pajak) untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa dan dengan penyitaan.

Maka dari uraian diatas jelaslah bahwa kontribusi pajak bagi pembangunan nasional sangat besar. Yang menjadi persoalannya adalah apakah masyarakat Indonesia sudah sepenuhnya menyadari akan besarnya kontribusi pajak yang dipungut oleh pemerintah terhadap pembangunan nasional, sehingga mereka dapat menjadi wajib pajak yang baik dan yang patuh serta setia membayar Pajak secara tepat waktu.

Oleh sebab itu, untuk menunjang sepenuhnya pelaksanaan penagihan pajak serta mengingat perlu adanya peraturan perundang yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Masih seringnya dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa. Dengan harapan agar dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan utang pajak oleh wajib pajak.


(64)

Penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan menggunakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dilaksanakan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya (Surat Paksa), Jadi, Pelaksanaan Penyitaan dalam proses penagihan tunggakan atas utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut dalam meningkatkan penerimaan pajak serta dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul

“Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Penyitaan dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan PajakPratama Binjai”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Adapun Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah:

1.1Untuk mengetahui mekanisme dan teknis pelaksanaan penagihan pajak


(65)

1.2Untuk mengetahui pelaksanaan administrasi perpajakan dan memahami berbagai aspek yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam kaitannya dengan teknologi dan informasi yang berkembang saat ini.

2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, diantaranya adalah :

2.1Bagi Mahasiswa

a. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perpajakan

khususnya pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan.

b. Mengaplikasikan teori dan disiplin ilmu yang telah dipelajari

terhadap masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan dunia kerja dalam upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

c. Mendapatkan pengalaman nyata di lapangan sehingga dapat

menambah wawasan serta meningkatkan prestasi dan keahlian kerja.

d. Meningkatkan kemampuan dan kepekaan terhadap kehidupan sosial,


(66)

e. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengalaman penagihan pajak dengan penyitaan.

f. Memberikan pengalaman secara langsung kepada mahasiswa

terhadap situasi kerja yang sebenarnya.

g. Mengembangkan cara berfikir dan bertindak serta meningkatkan

daya Penalaran mahasiswa dalam penyajian laporan secara terpadu dan ilmiah.

h. Dengan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini diharapkan

mahasiswa mendapat pengetahun dan pengalaman pola kerja yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam dunia kerja setelah menamatkan studi.

2.2Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara(USU)

a. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan

semasa perkuliahan.

b. Mendapatkan masukan yang dapat digunakan sebagai umpan balik

dalam upaya penyempurnaan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja serta pengaplikasikannya dalam kehidupan masyarakat.

c. Mempererat hubungan dan membina kerjasama yang baik antara


(67)

d. Mempromosikan Universitas Sumatera Utara sebagai penghasil sumber daya manusia yang berkualitas dan layak saing di dunia kerja.

e. Mengusahakan umpan balik untuk evaluasi dan penyempurnaan

kurikulum sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan.

f. Membuka interaksi antara Program Studi Diploma Tiga Administrasi

Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintah.

g. Membina hubungan dan kerjasama yang baik antara Pihak Kantor

Pelayanan Pajak dengan Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma Tiga Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2.3Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

a. Memberi masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

atas pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

b. Promosikan hubungan baik dan peningkatan kerjasama yang lebih

baik dengan Universitas Sumatera Utara.

c. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dalam hal

penyuluhan dan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat sebagai wajib pajak melalui mahasiswa peserta Praktik Kerja Lapangan


(68)

Mandiri yang nantinya diharapkan akan mengabdikan ilmu perpajakan yang dimilikinya kepada masyarakat.

C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak

Menurut Adriani dalam Waluyo, (2002:4), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

Menurut Soemitro, dalamMardiasmo, (2014:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.


(69)

2. Penagihan Pajak

Menurut Soemitro (1998:76), Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-Undang Pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak.

Sedangkan menurut Hadi (1992:2), bahwa Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak , berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yang berlaku.

3. Penyitaan

Mekanisme dan prosedur pelaksanaan penyitaan barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

3.1Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dilaksanakan oleh

Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh pejabat, dalam hal utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.

3.2Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib

pajak/Penaggung pajak atau aktiva milik perusahaan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita tersebut.


(70)

Data ini dapat diperoleh, antara lain dari :

− Surat Pemberitahuan (SPT) wajib pajak

− Laporan keuangan wajib pajak ( Neraca dan Daftar R/L)

− Laporan Pemeriksaan pajak

− Laporan pelaksanaan surat paksa.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Untuk mengetahui teknis dan prosedur kerja kegiatan penagihan pajak

yang dilaksanakan oleh seksi penagihan pada KantorPelayanan Pajak Pratma Binjai dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak

2. Untuk mengetahui mekanisme dan prosedur pelaksanaan penagihan

pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai terhadap wajib pajak yang kurang patuh dalammelaksanakan kewajiban perpajakannya.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh JurusitaPajak


(71)

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini Penulis melakukan penentuan tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, melakukan persetujuan dan pengesahan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri baik dari pihak Program Diploma Tiga Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara dan dari pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai sebagai lokasi Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, serta melakukan konsultasi dengan dosen.

2. Studi Literatur

Pada tahap ini, penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka seperti Undang-Undang Perpajakan, buku-buku perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak , struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan dalam Praktik Kerja Lapamgan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Penulis melaksanakan pengamatan secara langsung pada subyek Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yaitu di Jalan Jambi No. 1 Rambung Barat Binjai Selatan untuk mengetahui


(72)

pelaksanaan penagihan pajak penyitaan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

4. Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data yang berhubungan dengan apa yang di kerjakan pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan yang diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang meliputi data sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku perpajakan, diktat perpajakan, modul ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Serta data primer yaitu data yang bersumber dari orang yang berkompeten dan sebagai pengambil kebijakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

5. Analisis Data dan Evaluasi

Disini penulis akan menganalisa data dan mengevaluasi kembali secara deskriptif kwalitatif, sehingga memberikan gambaran secara umum maupun khusus dari obyek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

6. Metode Pengumpulan Data

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Penulis menggunakan beberapa metode yaitu :

6.1 Wawancara (Interview)


(1)

7. Bapak Aido Sianturi, selaku Jurusita Pajak Negara pada Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratam Binjai serta Bapak Untung Rahman staf pada Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang telah membantu selama melakukan Penelitian sehingga penulis sangat terbantu dalam menyelesaikan penelitian.

8. Keluarga tercinta Bapak dan Ibu,dan Adikku yang telah berkorban secara materil maupun dukungan moril sehingga penulis merasa termotivasi untuk menyelesaikan studi tepat waktu.

9. Buat sahabat-sahabatku yang tak terlupakan : Abdi Praja, Dirga Anugerah, Muhammad Iwan Zein, Agung Laksana, Nopy Agung Sanjaya, Asriin Sanjaya, Azmi Mustaqimi, Ari Ritonga, Edwin Fadli, Rexy Sugandi, terima kasih atas motivasi dan semangat serta bantuan tenaga yang kalian berikan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

10. Seluruh rekan-rekan IMPROSAJA Periode 2014-2015 yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis sehingga penulis merasa lebih termotivasi untuk menyelesaikan studi tepat waktu.

11. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa/I beserta alumni Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis, khususnya kepada Kelas A 2012, rekan-rekan seperjuangan Muhammad Fariz Ilham


(2)

Dahaka, Srimayana, Sri Fauziah, Ika Sarah Mashita dan saya tidak dapat saya sebutkan satu-persatu selama 3 tahun bersama-sama mengarungi kesedihan, kesusahan, kegembiraan bersama di kampus tercinta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Semoga Persahabatan kita tetap Solid yah !.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menerima saran dari para pembaca demi kesempurnaan dan untuk pengembangan pengetahuan dimasa akan datang. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... .... 1

B. Tujuan dan Manfaat Paktik Kerja Lapangan Mandiri... 5

C. Uraian Teoritis ... 9

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 11

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 12

F. Metode Pengumpulan Data ... 14

G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 15

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA BINJAI A. Sejarah Singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai…….. ... 18


(4)

D. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………. ... 25

E. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai……….. ... 31

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK A. Gambaran Pajak Secara Umum………... ... 34

1. Pengertian Pajak………... ... 34

2. Fungsi Pajak………... ... 37

3. Jenis-jenis Pajak………... ... 38

4. Subyek dan ObyekPajak………... .... 40

B. Gambaran Penagihan Pajak………... 42

1. Dasar-dasar Penagihan Pajak………... 42

2. Dasar hukum Penagihan Pajak………... ... 44

3. Tujuan Penagihan Pajak………... ... 44

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI A. Kepatuhan Wajib Pajak………... ... 45

B. Mekanisme dan Prosedur Kerja Pelaksana Penagihan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak………. ... .46

C. Jurusita Pajak Negara……….. ... 49

D. Mekanisme dan Prosedur Pelaksana Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Penyitaan………. ... 53


(5)

E. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan pada Seksi Penagihan Untuk Mengurangi Tunggakan Pajak Sekaligus Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai UntukTahun 2015………. ... 65 F. Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam Melaksanakan

Penagihan Pajak dengan Penyitaan………... ... 69 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. ... 72

B. Saran………... .... 74

DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR TABEL

1. Tabel Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………...31 2. Tabel Kegiatan Penagihan PBB Bulan Mei Tahun 2015 pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Binjai………...66 3. Tabel Perkembangan Piutang dan Kegiatan Penagihan PBB Bulan April 2015

pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………...…67 4. Tabel Laporan Kegiatan Penagihan Pajak (Non PBB) sampai dengan Bulan Mei


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 70 56

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

3 109 60

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 98 80

Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

0 29 58

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

0 0 9

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

0 0 17

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

0 1 16

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

0 0 1