88
Perjalanan cinta yang sederhana tapi kokoh. Cinta yang semakin merekah. Cinta yang semakin terang. Cinta yang
tak pernah luntur. Sepanjang perjalanan mereka. Cinta Ibuk telah menyelamatkan keluarga.
Cinta Ibuk yang akan menghidupkan Bapak. Selamanya hlm. 285.
Demikian alur plot yang menggambarkan kejadian dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Alur pada novel dibagi menjadi 3
bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Secara keseluruhan alur novel ini adalah alur maju atau progresif. Hal ini dapat dilihat dari kutipan
1 yang menggambarkan dimulainya pernikahan Bapak dan Ibuk sampai kutipan 9 yang menggambarkan akhir sebuah cerita yaitu
Bapak akhirnya meninggal dunia.
4. LatarSetting
Nurgiyantoro 2000: 230 mengatakan unsur-unsur setting dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu setting tempat, setting waktu
dan setting sosial. Setting tempat adalah setting yang menggambarkan lokasi atau tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial
menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat. Ketiga latar ini akan dikaitkan dalam
novel “ibuk” karya Iwan Setyawan. a. Latar Tempat
Latar tempat dalam novel ibuk, digambarkan dengan rumah kecil di Gang Buntu, kota Batu, Jawa Timur dengan kamar seadanya
89
dan perlengkapan rumah tangga yang sederhana pula. Semuanya serba sederhana. Meja makan pun tidak ada. sSelain di Jawa Timur, dalam
novel ini terdapat latar setting di New York, Amerika Serikat. Awalnya Ibuk dan sekeluarga menumpang di rumah Mbak Gik
kakak angkat Bapak. Semakin lama mereka tinggal di rumah Mak Gik, Ibuk dan sekeluarga semakin tidak enak dengan Mak Gik.
Akhirnya mereka mulai merencanakan untuk pindah rumah. Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung pernyataan
tersebut: 1 Kamar kecil mereka pun menjadi semakin meriah dan Ibuk
merasa tidak enak dengan Mbak Gik. Ibuk dan Bapak masih menumpang di rumah kakak angkatnya hampir dua tahun
ini. Mereka mulai membicarakan untuk pindah rumah karena sungkan. Tapi memang tidak ada uang dan bayi-bayi
ini butuh tempat yang hangat. Akhirnya mereka memutuskan untuk menetap sementara waktu lagi di rumah
Mbak Gik hlm. 33.
2 Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan setelah Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah Mbak Gik. Bapak
telah membangun sebuah rumah kecil di Gang Buntu hlm. 35-36.
Saat membangun rumah, adik laki-laki Ibuk ikut membantu dalam membangun rumah tersebut. Ibuk membayangkan kamar-kamar
yang akan dibangun di dalam rumah. Berikut kutipan secara langsung pada nomor kutipan 3 dan kutipan tak langsung pada nomor kutipan
4: 3 Empat adik laki-laki Ibuk, Cak Gi, Cak Lus, Cak Yit, dan
Cak Cocok membantu banyak dalam pembangunan rumah ini. bersama tiga tukang bangunan, fondasi dikerjakan dalam
waktu empat hari saja.
90
4 Melihat pondasi rumah berukuran 6 X 7 meter ini, Ibuk sudah membayangkan kamar Ibuk, kamar kalian, ruang tamu
kecil ini, dapur tempat memasak, dan kamar mandi. hlm. 78.
Rumah sederhana ditempati Ibuk dan keluarga. Mereka tetap bersyukur walaupun atap rumah mulai bocor. Berikut kutipan 5 secara
langsung dan kutipan 6 tak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
5 Hujan mengguyur Batu. Desember yang basah dan dingin. Tiga bak plastik di ruang tamu menampung bocoran air di
sana-sini. Suara air menetes dengan ritme yang berbeda di tiap bak. Kadang petir menggelegar hlm. 74.
6 “Meskipun banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti bersyukur. Kita ada di rumah sendiri. Ada tempat untuk
makan pisang goreng bersama-sama,” kata Ibuk. Ia berjalan ke dapur hlm. 79.
Ibuk tidak tahu di mana letak kota New York itu berada, Ibuk selalu mendoakan Bayek agar selalu lancar dalam segala urusannya.
Berikut kutipan langsung dari pengarangnya: 7 Ibuk tidak tahu di belahan dunia mana New York terletak.
Tapi doanya melayang ke sana. Tepat ke hati Bayek hlm. 144.
Sepulang dari pemakaman, Bayek langsung memeluk Ibuk. Mereka bersedih karena Bapak yang selama ini hidupnya sudah
bahagia, tiba-tiba sakit dan dipanggil oleh Tuhan. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
8 Bayek merangkul Ibuk. Berjalan kaki menuju rumah. Sesampai di rumah Ibuk langsung ke kamar Bapak. Duduk
di sudut ranjang. Membuka dompet Bapak. Ada KTP, SIM, beberapa lembar uang, dan secarik kertas di mana Bapak
mencatat beberapa nomor telepon keluarganya. Ia menatap
91
foto Bapaka di KTP. Di SIM tercatat Pekerjaan: Pengemudi.
Ibuk menarik napas panjang. Bau keringat Bapak yang menempel di bantal diciuminya hlm. 278-279.
Mulai dari pertemuan Ibuk dan Bapak di pasar 40 tahun yang lalu, sampai perjalanan yang hidup yang saling memperkuat keadaan
yang dulu pernah mengalami kesulitan. Bapak yang selalu menemani Ibuk selama hidupnya dan Ibuk yang selalu memberi ketenangan bagi
keluarga dan Bapak. Kini harus terpisah oleh maut. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
9 Cinta Ibuk selalu segar untuk keluarga. Cinta Ibuk selalu terang untuk Bapak. Dari pertemuannya di Pasar Batu 40
tahun yang lalu sampai kepergian sang playboy pasar yang telah menjadi suami, sahabat setia, dan belahan jiwanya
hlm. 285.
b. Latar waktu Latar waktu dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan dijelaskan
secara terbuka oleh pengarang. Secara garis besar keterangan waktu dalam novel ini terjadi mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya, saat
anak-anak bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik meninggalnya Bapak, dan sampai akhirnya Bapak meninggal dunia.
Untuk lebih jelasnya keterangan waktu dalam novel ibuk, akan dijabarkan.
Latar waktu ditunjukkan ketika Ibuk melahirkan Isa, usia Ibuk 18 tahun. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan
tersebut:
92
10 Ketika melahirkan Isa, anak pertama, Ibuk masih berumur 18 tahun. Kata Ibuk, perempuan umur 18 tahun zaman
dulu sudah matang. Wis ngerti urip hlm. 29. Kali ini Ibuk melahirkan anak keduanya yaitu Nani. Ibuk sudah
lebih siap dibandingkan saat kehamilan Isa anak pertamanya. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
11 Setelah enam bulan menyusui Isa, Ibuk hamil anak kedua, Nani. Kali ini Ibuk sudah lebih siap menjelang
kelahirannya. Baju bayi pun sudah ada, bekas mbaknya. Semenjak hamil Nani, air susu tak lagi keluar. Isa harus
mendapatkan susu sapi segar yang Ibuk beli tiap pagi di Koperasi Unit Desa. Sampai detik-detik kelahiran Nani,
Ibuk berjalan kaki setiap hari sekitar 3 km ke Desa Sisir untuk membeli susu segar ini. mungkin karena Ibuk sering
jalan kaki, Nani bisa lahir lebih lancar daripada kelahiran anaknya yang pertama hlm 33.
Pada kehamilan ketiga ini, Bapak dan Ibuk mengharapkan anak laki-laki. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut: 12 Setelah Sembilan bulan dan entah lebih berapa hari, air
ketuban pun pecah. Dari Rahim Ibuk terlahir harapan besar Ibuk dan Bapak. Anak laki-laki pertama dalam
keluarga Abdul Hasyim. Bayek hlm. 35.
Hidup Bapak dan Ibuk semakin ramai dengan lahirnya adik Bayek yaitu Rini. Kemudian disusul anak yang paling bungsu yaitu
Mira. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
13 Hidup Bayek, Ibuk, Isa, Nani, dan Bayek semakin ramai dengan kelahiran Rini, adik Bayek. Ia lahir satu setengah
tahun setelah Bayek lahir. Menyusul Mira, anak bungsu yang lahir lima tahun setelah kelahiran Rini hlm 36.
93
Anak-anak mulai sekolah. Isa akan masuk SMP. Nina, Bayek, dan Rini masih duduk di bangku SD. Sementara itu, si bungsu Mira
masih digendong Ibuk. Isa selalu bertanya apakah dia bisa melanjutkan ke SMP, Nina minta dibelikan sepatu, sedangkan Bayek minta uang
SPP dan minta seragam koor baru. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
14 Minggu sore selalu ramai di rumah “Buk, beli buku baru entar malam ya?” rayu Bayek.
“Buk, sepatuku jebol” ujar nani. “Buk, bayar SPP. Ini sudah tanggal 10…,” keluh Bayek.
“Buk, aku sekolah SMP ya tahun depan,” kata Isa. “Buk, aku mesti beli seragam koor baru,” keluh Bayek
lagi hlm. 58.
Sudah empat hari angkot selalu mogok. Bapak selalu pulang larut malam. Bapak capek dan kesal karena angkot selalu mogok,
sementara anak-anak harus makan dan bayar sekolah. Berikut pada 16 dan 17 kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
15 Jam 11 malam, Bapak masih di jalan. Bapak belum pulang. Isa, Nani, dan Rini tertidur pulas di kamar depan
semenjak jam 9 hlm. 109. 16 “Sudah empat hari ini, Nah. Mangan opo iki arek-arek
mene? SPP juga mesti dibayar besok. Kalau begini terus, pingin segera jual angkot saja. Gak ngerti maneh aku”
ujar Bapak di sudut dapur sambil membanting sandal jepit biru tipisnya dengan keras hlm. 115.
Malam harinya Bapak pulang larut malam lagi. Beliau membawa uang untuk bayar SPP Bayek dan Rini. Untuk kebutuhan
sehari-hari, Bapak menyuruh Ibuk hutang kepada Bang Udin. Berikut
94
kutipan secara langsung dan tak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
17 Malam harinya Bapak pulang larut malam lagi, sekitar jam 11 .
“Nah, ini buat bayar SPP Bayek dan Rini besok. Untuk belanja, kamu hutang dulu ke Bang Udin,” kata Bapak.
hlm. 117.
Bayek berjuang dengan selalu rajin belajar, akhirnya ia bisa mendapatkan PMDK dan kuliah di IPB yang kemudian ia mendapatkan
tawaran kerja di Jakarta. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
18 Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh
tantangan. Ibuk menjaga Bayek lewat doa hlm. 143. Bayek mendapatkan tawaran untuk bekerja di New York,
Amerika Serikat. Berkat kerja keras dan usahanya, ia bisa membangun rumahnya di Batu. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung
pernyataan tersebut: 19 Dua bulan kemudian rumah kecil Ibuk di Gang Buntu
diratakan. Fondasinya pun dibongkar. Kebahagian mulai dirasakan Bapak dan Ibuk. Bapak sudah tidak
lagi bekerja sebagai sopir angkot atau pu sopir truk. Beliau sudah pensiun. Ibuk mulai melakukan pekerjaan rumah tangganya dengan
santai. Namun, bapak malah mulai sakit-sakitan di tengah kebahagian yang mulai dirasakan keluarganya. Berikut kutipan secara langsung
yang mendukung pernyataan tersebut:
95
20 Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari kamar Bapak hlm. 254.
21 Senin, 30 Januari 2012. Bapak terbangun sekitar jam
11.30 malam hlm. 266.
22 Selasa, 31 Januari 2012. Bapak menjalani terapi ketiga.
Di akhir terapi, Bapak tertidur pulas hlm. 267.
23 Kamis, 2 Februari 2012. Saatnya Bapak kembali
menjalani terapi hlm. 269.
24 Jumat, 3 Februari 2012. Hasil lab dan CT scan keluar
hlm. 270.
25 Sabtu, 4 Februari 2012, pukul 2 dini hari. Rini bangun kembali untuk memeriksa kondisi Bapak.
26 Sabtu, 4 Februari 2012, pukul 2:30 pagi. Rini bangun
kembali untuk memeriksa Bapak. Tangannya masih memegang tangan Bapak. Ia melihat wajah Bapak. Ada air
mata yang melelehkan di mata kiri Bapak. Rini kemudian memeriksa napasnya. Bapak yang tidur di sampinga,
sudah tidak bernapas lagi… hlm. 271.
c. Latar sosial Latar sosial dalam novel ini mengacu kepada status keluarga
Ibuk dalam masyarakat. Bapak pernah menjabat sebagai ketua RT, namun Bapak jarang menjalankan tuganya tersebut karena Bapak harus
bekerja narik angkot. Bapak bekerja sebagai sopir angkot yang tidak lulus SMP,
sedangkan Ibuk sebagai ibu rumah tangga yang tidak lulus SD. Sehingga status sosial dalam keluarga tersebut memang termasuk
golongan keluarga sederhana, namun keluarga tersebut mencoba menaikkan status sosial melalui pendidikan.
Berikut ini latar sosial Bapak. Bapak sejak masih muda. Sejak Bapak Sim tidak bisa melanjutkan SMP, Bapak mulai ikut narik
angkot suami kakak angkatnya. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
96
27 “Sekarang aku ikut narik angkot suami kakak angkatku itu. Sudah beberapa tahun. Sejak aku tidak bisa
melanjutkan SMP. Kamu sendiri asli sini?” tanya Sim balik hlm. 10.
Berikut ini latar sosial Ibuk. Ibuk Tinah adalah gadis desa yang lugu. Ia tidak bisa lulus SD. Tinah akhirnya tinggal di rumah dan
membantu lima adiknya. Ketika umur 16 tahun Tinah mulai membantu neneknya, Mbok Pah, berdagang baju bekas di Pasar Batu. Berikut
kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut: 28 “Oh, aku… aku asli sini. Sejak lahir tinggal di Gang Buntu
sini. Tidak pernah ke kota lain. Sehari-hari aku membantu Mbok Pah jualan baju di pasar. Ya, seperti Mas lihat
kemarin. Mau kerja apa lagi? SD juga nggak lulus,” jawab Tinah, gugup hlm 10.
Latar sosial ditunjukkan ketika Ibuk menikah muda dan melahirkan seorang anak pada umur 18 tahun. Zaman dahulu,
perempuan umur 18 tahun sudah dewasa dan mulai mengerti arti hidup. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
29 Ketika melahirkan Isa, anak pertama, Ibuk masih berumur 18 tahun. Kata Ibuk, perempuan umur 18 tahun zaman
dulu sudah matang. Wis ngerti urip hlm. 29. Latar sosial selanjutnya, Bapak menjadi ketua RT di
kampungnya. Namun, Bapak lebih sibuk narik angkot. Sehingga Pak Lurah pun agak kesulitan memberikan tanda tangan untuk surat
pengantar. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
30 “Begini saya dengar ketua RT di sana, Pak Hasyim suami Ibu, tidak melaksanakan tugas sebagai ketua RT
97
sebagaimana mestinya,” kata Pak Lurah yang berkopiah hitam hlm. 122.
Bayek selalu berjuang meningkatkan keterampilan yang dimilikinya. Ia sadar bahwa dengan belajar dan kerja keras, ia bisa
setara dengan siapa saja. Hal ini secara tidak langsung membuat status keluarganya meningkat. Berikut kutipan secara langsung yang
mendukung pernyataan tersebut: 31 Pencapaian yang menyegarkan untuk Bayek yang masih
berjuang untuk memperbaiki komunikasi bahasa Inggrisnya. Ia sadar bahwa ia bisa setara dengan siapa pun
lewat belajar dan bekerja keras. Tak peduli dari keluarga mana ia dilahirkan hlm. 175.
Berkat usaha keras Bayek, Bayek selalu mengirimi uang untuk pembangunan rumah di Batu. Akhirnya rumah di Batu yang dulunya
kecil sekarang dibangun dengan lantai dua. Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
32 Enam bulan kemudian, Ibuk dan Bapak punya rumah baru berlantai dua. Ada empat kamar. Isa dan keluarganya
punya kamar sendiri di lantai atas. Satu kamar untuk Rini dan Nani, dan satu kamar lagi untuk Bayek hlm. 177.
Ekonomi keluarga Ibuk dan sekeluarga lebih baik. Bahkan lebih sangat berubah karena usaha keras mereka sekeluarga. Termasuk anak
laki-laki satu-satunya yaitu Bayek. Berikut kutipannya: 33 “Buk… aku wis transfer lagi” kata Bayek dengan
semangat hlm. 186. Demikian hasil analisis latar dalam novel ibuk, karya Iwan
Setyawan yang menunjukkan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial.
98
Latar tempat ditunjukkan dari kutipan 1 sampai kutipan 9, latar tempat sebagian besar berada di rumah Gang Buntu, Kota Batu,
Malang, Jawa Timur dan sebagian lagi, latar tempat berada di New York, Amerika Serikat.
Latar waktu ditunjukkan dari kutipan 10 sampai kutipan 26. Latar waktu ditunjukkan mulai saat Ibuk melahirkan kelima anaknya,
saat anak-anak bersekolah, saat anak-anak mulai bekerja, detik-detik meninggalnya Bapak, dan sampai akhirnya Bapak meninggal dunia.
Latar sosial ditunjukkan dari kutipan 27 sampai 33. Unsur latar sosial dalam novel ibuk, menunjukkan bahwa melalui pendidikan,
anak-anaknya dapat hidup lebih baik dan dapat meningkatkan status sosial keluarga.
5. Tema