33 Perlakuan pada pola Introduksi ialah; jarak tanam 50 cm x 70 cm, varietas
komposit, pupuk anorganik, tanpa tanaman lorong dan panen bergilir. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama pertumbuhan vegetatif ± 7 bulan.
Tanaman dipanen umur 12 – 14 bulan dan daun sudah mengering. Tanaman dipupuk dua kali yaitu pada saat waktu tanam dan satu bulan sesudah tanam
1 BST . c.
Pola Konservasi dengan ukuran petak percobaan 10 meter x 8 meter dan ada tanaman lorong pisang, serai wangi, rumput gajah, dan gliricidia dan
terdapat 12 petak percobaan dengan jumlah populasi tanaman 3480 tanaman. Perlakuan pada pola Konservasi ialah; jarak tanam 50 cm x 50 cm, varietas
lokal, pupuk organik, guludan, tanaman lorong dan panen bergilir. Pengamatan dilakukan setiap bulan selama pertumbuhan vegetatif, dan panen
pada umur 12 -14 bulan. Pemupukan dilakukan 1 kali pada saat sebelum tanam denganpupuk kandang organik . Tanaman lorong pisang, serai wangi,
rumput ternak dan gliricidia tidak diamati hanya dibiarkan tumbuh secara vegetatif.
3.4.1.2. Pengukuran erosi
Pada penelitian ini digunakan metode petak kecil Morgan, 1986 yang mengukur tanah dan air yang hanyut ditampung pada bak penampungan dengan
ukuran 22 meter x 2 meter. Kontruksi bak penampungan dibuat dari bata merah dengan ukuran 2 meter dan kedalaman 1 meter. Jumlah bak penampungan pada
percobaan usahatani ini ada sebanyak 6 bak penampungan berada pada posisi ketinggian dan kemiringan yang relatif sama. Sebagai pembanding kontrol pada
lokasi yang sama dibuat pula satu bak penampungan. Khusus sampel tanah untuk mengukur tingkat ketersediaan hara diambil
masing-masing dua sampel pada setiap pola usahatani akar wangi . Kedalaman pengambilan sampel tanah ± 20 cm. Total sampel tanah yang diambil sebanyak 12
sampel tanah. Lamanya pengukuran erosi 6 bulan mulai bulan Oktober 2003 sampai dengan bulan April 2004 yang secara aktual bulan-bulan tersebut pada saat
musim hujan. Pengambilan sampel dan penimbangan dilakukan setiap turun hujan dan pengukuran dengan kadar air lapang.
34 Selanjutnya analisis tingkat erosi juga digunakan dalam penelitian ini
didasarkan pada hasil survai tanah, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah,1993. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam survai pemetaan tanah,
tingkat kerusakan tanah oleh erosi seringkali perlu ditetapkan dan dipetakan, yang akan dipergunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Untuk tanah yang mempunyai
sifat-sifat horison yang jelas, perubahan-perubahan yang terjadi oleh erosi mudah diketahui, sehingga dengan tepat dapat ditentukan tingkat kehilangan tanah yang
terjadi. Tingkat erosi atau kelas erosi ditentukan berdasarkan tebalnya horison permukaan yang hilang secara relatif, yaitu persen dari horison A yang asli, atau
persen dari 20 cm lapisan tanah teratas bila tebal horison A kurang dari 20 cm. Hardjowigeno, 2003. Kelas erosi tidak didasarkan pada jumlah absolut tanah
yang terserosi, karena horison A mempunyai ketebalan yang beragam. Kelas erosi yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ringan
: jika kehilangan tanah 25 dari horison A 2.
Sedang : jika kehilangan tanah 25-75 dari horison A
3. Berat
: jika kehilangan tanah 75 dari horisonA 4.
Sangat berat : jika semua tanah pada horison A telah hilang
Horison adalah lapisan dalam tanah yang lebih kurang sejajar dengan permukaan tanah dan terbentuk karena proses pembentukan tanah Hardjowigeno,
2003. Penentuan ketebalan horison A dilakukan secara kualitatif berdasarkan sifat morfologi tanah yaitu sifat yang diamati dengan mata biasa dan atau rasa
dilapang pada penampang atau profil bahan organik sehingga memiliki warna yang, lebih gelap daripada horison sekitarnya. Sifat utama lain dari horison A
adalah lebih banyak mengandung akar, struktur relatif granular, merupakan daerah pencucian, porositas lebih baik dari horison dibawahnya, dan langsung
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Metode lain yang sering digunakan dalam mengukur tingkat erosi adalah
Universal Soil Loss Equation USLE yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith yang berlaku umum untuk tanah di Amerika Serikat, namum demikian
rumus ini banyak juga digunakan di negara-negara lain seperti Indonesia. Untuk mengevaluasi erosi yang aktual terjadi dilapangan tentunya harus bersifat lokal
setempat seperti pada lokasi penelitian. Sehingga penggunaan metode USLE
35 dinilai kurang cocok digunakan dalam penelitian ini karena dengan penggunaan
berbagai data prediksi akan dapat mengurangi ketepatan hasil yang diperoleh. Kecocokan suatu metode analisis untuk suatu lokasi ditentukan juga oleh
lingkungan dimana metode tersebut diciptakan. USLE misalnya dikembangkan oleh Soil and Woter Conservation Society di Amerika Serikat, walaupun
menggunakan data dari berbagai negara namun dukungan data terbanyak untuk menciptakan metode tersebut berasal dari negara penemunya. Dengan demikian
persamaan untuk menentukan indeks erositas hujan misalnya dibangun menurut pola hujan yang terjadi di negara tersebut. Karena metode ini kurang memberikan
nilai yang tepat untuk menduga hujan dengan intensitas tinggi seperti yang terjadi di Indonesia, demikian pula faktor tanaman vegetasi dan faktor usaha
pencegahan erosi, walaupun banyak yang sudah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia namun dirasakan bahwa berbagai pola usahatani yang umum ditemukan
di Indonesia seperti pertanaman lorong, sistem rotasi tanaman, tumpang sari,dan lainnya belum diadaptasikan.
Menyadari kelemahan-kelemahan tersebut maka dalam penelitian ini untuk mengevaluasi erosi yang terjadi pada pola pertanaman akar wangi di
Kabupaten Garut, dilakukan melalui pengamatan atau pengukuran langsung dilapangan dengan maksud untuk menilai besarnya erosi yang terjadi secara
aktual yang disebabkan oleh pengusahaan tanaman serai wangi. Pengukuran tingkat erosi dalam penelitian ini dibagi dalam enam lokasi
contoh mengikuti enam perlakuan yang berada pada posisi ketinggian dan kemiringan yang relatif sama. Sebagai pembanding kontrol, pada lokasi yang
sama diambil pula lokasi contoh lahan petani akar wangi. Tiap lokasi diambil tiga titik contoh horison A berdasarkan model pemanfaatan lahan akar wangi sehingga
diperoleh 18 titik contoh horison A, masing-masing 9 contoh untuk Kecamatan Samarang dan 9 titik contoh untuk kecamatan Leles.
Pengambilan tiap titik contoh didasarkan pada pengamatan visual kemiringan dengan asumsi tiap hamparan usahatani dengan kemiringan yang
sama diduga terjadi jumlah erosi yang sama pula karena jenis erosi yang terjadi adalah erosi lembar sheet erosion yaitu terjadi pengangkutan lapisan tanah yang
merata tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah. Proporsi kehilangan horison
36 A pada setiap pola pertanaman akar wangi pola petani, introduksi, dan
konservasi dihitung dengan rumus sebagai berikut : L = [ Ak – Au ; Ak ] x 100
Keterangan : L = persentase kehilangan horison A Ak = horison A kontrol
Au = horison A pola
3.4.1.3. Identifikasi Hama