UNSUR-UNSUR KONSUMTIVISME PADA KOMUNITAS DANDY (PESOLEK) (Analisis Isi dalam Film Legally Blonde)

UNSUR-UNSUR KONSUMTIVISME
PADA KOMUNITAS DANDY (PESOLEK)
(Analisis Isi dalam Film Legally Blonde)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai Persyaratan untuk mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh :
KURNIA HERIANI
NIM : 07 22 0227
Pembimbing 1 :

Joko Susilo, S.Sos. M.Si.

Pembimbing 2 :

Dra. Tutik Sulistyowati, M.Si.


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011

LEMBAR PENGESAHAN
Nama

: Kurnia Heriani

NIM

: 07 22 0227

Konsentrasi

: Audio Visual

Judul Skripsi


: UNSUR-UNSUR KONSUMTIVISME
KOMUNITAS DANDY (PESOLEK)
(Analisis Isi dalam Film Legally Blonde)

PADA

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Dan dinyatakan LULUS
Pada hari

:

Rabu, Pk. 10.00-11.00 WIB

Tanggal

:


2 Februari 2011

Tempat

:

R. 611

Mengesahkan,
DEKAN FISIP UMM

Dr. Wahyudi Winarjo, M.Si
Dewan Penguji :
1. Drs. Muslimin Machmud, M.Si

Penguji I

……………….


2. M. Himawan, M.Si

Penguji II

……………….

3. Joko Susilo, S.Sos. M.Si

Penguji III

……………….

4. Dra. Tutik Sulistyowati, M.Si

Penguji IV

……………….

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Unsur-Unsur Konsumtivisme Pada Komunitas Dandy (Pesolek),
(Analisis Isi dalam Film Legally Blonde). Pada umumnya film Hollywood dikenal
dengan sensasinya menciptakan film yang membangkitkan emosi, sensitivitas
penonton sehingga ketika menonton terasa seperti membaur dengan film tersebut.
Pun ketika film telah usai diputar terkadang masih membawa kesan khusus yang
akan diingat oleh penontonnya. Sejurus kemudian penonton akan menyuka film
tersebut. Ketertarikan peneliti dalam meneliti film ini adalah penyampaian tentang
gaya hidup perempuan cosmo yang merupakan representasi dari komunitas dandy
yang modern. Komunitas dandy memiliki karakteristik gaya hidup yang sarat
dengan konsumtivisme. Melalui tokoh utama “Elle” beserta teman-temannya,
unsur-unsur konsumtivisme tersebut diperlihatkan melalui film ini.
Disamping itu penelitian ini disusun sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana ( S-1 ) pada jurusan ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis menyadari bahwa tentunya skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak


Muhadjir

Effendy,

Muhammadiyah Malang.

M.A.P

selaku

Rektor

Universitas

2. Bapak Drs. Wahyudi Winarjo, M.Si. selaku Dekan FISIP.
3. Ibu Dra. Frida Kusumastuti, M.Si. selaku Kepala Jurusan Ilmu
Komunikasi.
4. Bapak Joko Susilo, S.Sos. M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu dan kesabarannya serta memberi pengarahan,

masukan, dan nasehat yang cukup besar dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Dra. Tutik Sulistyowati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang juga
bersedia meluangkan waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis
juga

memberikan

pengarahan

serta

nasehat

hingga

dirampungkannya skripsi ini.

Malang

Penulis


dapat

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ……………………………………………………….

i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI …………………………………

ii

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………...

iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………

iv


BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ……………………………

v

KATA PENGANTAR …………………………………………………...

vi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..

viii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….

x

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….

xi


DAFTAR BAGAN ………………………………………………….……

xiii

ABSTRAKSI ……………………………………………………………..

xiv

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………….

1

A. LATAR BELAKANG …………………………………………….

1

B.

RUMUSAN MASALAH …………………………………………


11

C.

TUJUAN PENELITIAN ………………………………………….

11

D. KEGUNAAN PENELITIAN …………………………………….

12

1.

Manfaat Praktis ……………………………………………….

12

2.

Manfaat Akademis ……………………………………………

12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………...

13

A. KONSUMTIVISME ………………………………………………

13

B.

GAYA HIDUP (LIFESTYLE) …………………………………….

21

C.

KOMUNITAS DANDY (PESOLEK) …………………………….

22

D.

FILM SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MASSA ……………

28

E.

KOMUNITAS DANDY (PESOLEK) DALAM

39

BINGKAI FILM …………………………………………………..
F.

ANALISIS ISI …………………………………………………….

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………..

46

49

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN ………………………….........

50

B.

DEFINISI KONSEPTUAL DAN DEFINISI OPERASIONAL …..

50

C.

UNIT ANALISIS DAN SATUAN UKUR PENELITIAN………..

55

D. SUMBER DATA ……………………………………………….….

56

E.

TEHNIK PENGUMPULAN DATA ………..…………………….

57

F.

TEHNIK ANALISA DATA ……………………………………….

59

BAB IV. OBYEK PENELITIAN ………………………………………..

61

A. FILM ……………………………………………………………….

61

B.

TENTANG STUDIO FILM METRO GOLDWYN MAYER …….

63

C.

TENTANG FILM LEGALLY BLONDE ………………………….

64

D. PROFIL ROBERT LUKETIC …………………………………….

73

KRU FILM LEGALLY BLONDE (Terlampir)….…………………

74

E.

BAB V. ANALISIS DATA ………………………..……………………..

75

A. ANALISA DATA ………………………………………………...

75

UJI RELIABILITAS ……………………………………………...

111

BAB VI. PENUTUP ………………………………………………………

118

A. KESIMPULAN ……………………………………………………

118

SARAN……………………………………………………………..

121

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

123

LAMPIRAN ……………………………………………………………….

128

B.

B.

DAFTAR TABEL
1.

Tabel 1

Lembar Koding ………………….…………………….

57

2.

Tabel 2

Lembar Distribusi Frekuensi ………………………….

58

3.

Tabel 3

Plot Film Legally Blonde …………………………...…

66

5.

Tabel 4

Lembar Koding Hasil Penelitian ………………………

77

6.

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Kategori Insting Berperilaku

78

Konsumtif …………………………...………………...
7.

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Kategori Insting Terhadap Nilai

79

Prestise ………………………………………………...
8.

Tabel 7

Expected Agreement Unit Analisis Kategori Insting
Berperilaku Konsumtif …..……………………………

9.

Tabel 8

Expected Agreement Unit Analisis Kategori Insting
Terhadap Nilai Prestise ………………………….……

114
115

DAFTAR GAMBAR
1.

Gambar 1

Elle Sedang Berdandan …….………………………..

80

2.

Gambar 2

Bruisser Mengambil Surat ……..……………………..

81

3.

Gambar 3

Para Penghuni Asrama Sedang Berias ……………….

82

4.

Gambar 4

Elle Mengajak Sahabatnya Berbelanja ..………………

82

5.

Gambar 5

Teman Elle Menyemprotkan Parfum Untuk Elle …….

83

6.

Gambar 6

Elle Diterima Magang …………………………………

83

7.

Gambar 7

Di Salon ……………………………………………….

84

8.

Gambar 8

Elle Pergi ke Salon Untuk Manicure ..………………...

85

9.

Gambar 9

Elle di Salon …………………………………………..

86

10.

Gambar 10

Manicure ……………………………………………...

86

11.

Gambar 11

Di Sebuah Pesta ………………………………………

87

12.

Gambar 12

Elle dan Pakaian Barunya …..………………………..

88

13.

Gambar 13

Memasuki Universitas Hardvard …………………….

88

14.

Gambar 14

Perkenalan Mahasiswa Baru ..……………………….

89

15.

Gambar 15

Elle Bergaya Didepan Cermin .………………………

90

16.

Gambar 16

Elle Memasuki Ruang Sidang ……………………….

90

17.

Gambar 17

Waktu Luang …………………………..……………..

91

18.

Gambar 18

Bersama Sahabat Didalam Pesta ……………………..

92

19.

Gambar 19

Mendatangi Pesta ……………………………………..

93

20.

Gambar 20

Berolahraga di Kamar ………………………………..

93

21.

Gambar 21

Hair Spa di Salon …………………………………….

94

22.

Gambar 22

Bercakap-cakap Tentang Restoran Mewah …………..

95

23.

Gambar 23

Beropini Tentang Endorfin ……………………………

96

24.

Gambar 24

Jati diri Perempuan cosmo ……………………………

96

25.

Gambar 25

Majalah, make-up dan Tas Belanja milik Elle …….….

97

26.

Gambar 26

Memimpin Asrama dalam Video Essai ………………

98

27.

Gambar 27

Perabotan Kamar Yang Diantar Oleh Truk …………..

99

28.

Gambar 28

Mobil Pribadi …………………………………………

99

29.

Gambar 29

Laptop Baru .………………………………………...

100

30.

Gambar 30

Berolahraga Dengan Treadmill ....................................

100

31.

Gambar 31

Enrique Mengeluh Tentang Sepatu Elle ........................

101

32.

Gambar 32

Elle Bergaya Saat Masuk Ruang Sidang ……………..

102

33.

Gambar 33

Berbelanja Baju di Butik ……………………………..

103

34.

Gambar 34

Amy Bertanya Tentang Perona Bibir …………………

105

35.

Gambar 35

Elle Bercerita Tentang Cameron Diaz ………………..

105

36.

Gambar 36

Perlengkapan Kecantikan Untuk Brooke ……………..

106

37.

Gambar 37

Elle Mengklaim Lingkungannya Lebih Baik ...………

107

38.

Gambar 38

Elle Memimpin Rapat Evaluasi ……………………...

108

39.

Gambar 39

Perkenalan Diri ……………………………………….

108

40.

Gambar 40

Wawancarai Perihal Keberhasilan di Ruang Sidang ….

110

DAFTAR BAGAN
1.

Bagan 1

Kebutuhan Perempuan Cosmo ……………………….

9

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama

:

Kurnia Heriani

NIM

:

07 22 0227

Jurusan

:

Ilmu Komunikasi

Konsentrasi

:

Audio Visual

Fakultas

:

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang
Judul Skripsi

:

UNSUR-UNSUR KONSUMTIVISME PADA KOMUNITAS
DANDY (PESOLEK)
(Analisis Isi dalam Film Legally Blonde)

Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Joko Susilo, S.Sos. M.Si.

Dra. Tutik Sulistyowati, M.Si.

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

Dra. Frida Kusumastuti, M.Si.

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Kurnia Heriani

Tempat, tanggal lahir

: Malang, 23-09-1982

Nomor Induk Mahasiswa

: 07 22 0227

Jurusan

: Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:
UNSUR-UNSUR KONSUMTIVISME
PADA KOMUNITAS DANDY (PESOLEK)
(Analisis Isi dalam Film Legally Blonde)
adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun
seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Dengan surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Malang
Yang menyatakan,

Kurnia Heriani

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
1.
2.
3.
4.
5.
6

7
9

Nama
NIM
Fakultas
Jurusan
Konsentrasi
Judul Skripsi

Kurnia Heriani
07 22 0227
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Ilmu Komunikasi
Audio Visual
UNSUR-UNSUR KONSUMTIVISME PADA
KOMUNITAS DANDY (PESOLEK)
(Analisis Isi dalam Film Legally Blonde)
Pembimbing
: 1. Joko Susilo, S.Sos. M.Si.
2. Dra. Tutik Sulistyowati, M.Si.
Kronologi Bimbingan :
Tanggal

:
:
:
:
:
:

Paraf Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II

23-11-2010

Keterangan
Acc Judul
Acc Proposal
Seminar Proposal
Acc BAB I
Acc BAB II
Acc BAB III
Acc BAB IV
Acc BAB V
Acc BAB VI
Acc Seluruh Naskah

2 -12-2010
5-12-2010
13-12-2010
15-12-2010
17-12-2010
24-01-2011
26-01-2011

Malang, 26 Januari 2011
Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Joko Susilo, S.Sos. M.Si.

Dra. Tutik Sulistyowati, M.Si.
Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

Dra. Frida Kusumastuti, M.Si.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adlin, Alfathri. 2006. Resistensi Gaya Hidup : Teori Dan Realitas. Jalasutra.
Yogyakarta
Al- Hamdi, Ridho. 2009. Berhala Itu Bernama Budaya Pop. Leutika. Yogyakarta
ASM, Munawaroh dan Aning S, Floriberta. 2004. Beauty Encyclopedia. Enigma
Publishing. Yogyakarta
__________. 2004. Inner Beauty. Enigma Publishing. Yogyakarta
Arifin, Anwar. 1998. Ilmu Komunikasi. Rajagrafindo Persada. Jakarta
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies Teori Dan Praktik. Kreasi Wacana, Yogyakarta
Barker, Larry L. dan Gaut, Deborah A. 1996. Communication. Allyn&Bacon&A
Simon&Schuster Company. Massachusetts
Barnard, Malcolm. 1996. Fashion Sebagai Komunikasi. Jalasutra. Yogyakarta
Basri, Hasan, 2004. Remaja Berkualitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Andi. Yogyakarta
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Goup. Jakarta
Chaney, David. 1996. Life Styles (Sebuah Pengantar Komprehensif). Jalasutra.
Yogyakarta
Dayakisni, Tri, dan Yuniardi, Salis. 2004. Psikologi Lintas Budaya. UMM Press.
Malang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka. Jakarta
Eco, Umberto. 1987. Tamasya Dalam Hiperealitas. Jalasutra. Yogyakarta
Effendy, Heru. 2002. Mari Membuat Film. Panduan. Yogyakarta
Fiske, John. 1990. Cultural And Communication Studies. Jalasutra. Yogyakarta
Hardt, Hanno. 1992. Critical Communication Studies. Jalasutra. Yogyakarta

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan (Edisi Kelima). Penerbit
Erlangga. Jakarta
Ibrahim, Idi Subandy. 2004. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat
Komoditas Indonesia. Jalasutra. Yogyakarta
. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan
Mediascape di Indonesia Kontemporer. Jalasutra. Yogyakarta
Kartono, Kartini, 1992. Psikologi Wanita (Jilid 2). Mandar Maju. Bandung
Lie, Shirley. 2005. Pembebasan Tubuh Perempuan. PT Grasindo. Jakarta
Lusia, Amelita. 2006. Oprah Winfrey dan Rahasia Sukses Menaklukan Panggung
Talk Show. Gagasmedia. Jakarta
Meliono, Irmayanti dan Budianto. 2004. Ideologi Budaya. Yayasan Kota Kita. Jakarta
Melliana S., Annastasia. 2006. Menjelajah Tubuh Perempuan Dan Mitos Kecantikan.
LKiS. Yogyakarta
Mulyana, Deddy, M.A. 2005. Ilmu Komunikasi (Suatu Pengantar). PT Remaja
Rosdakarya. Bandung
Musdalifah. 2005. All About Perempuan. Arina Publishing. Jakarta
Perle, Liz. 2006. Money, A Memoir (Perempuan, Emosi, Dan Uang). Ufuk Press.
Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin, 2001. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). PT Remaja
Rosdakarya. Bandung
Rogers, Mary F. 2003. Barbie Culture. Bentang Budaya. Yogyakarta
Smiers, Joost. 2009. Art Under Pressure: Memperjuangkan Keanekaragaman
Budaya di Era Globalisasi. Insist. Yogyakarta
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Storey, John. 1993. Teori Budaya Dan Budaya Pop. Penerbit Qalam. Yogyakarta
__________. 2007. Cultural Studies Dan Kajian Budaya Pop. Jalasutra. Yogyakarta
Strinati, Dominic. 2003. Popular Cuture (Pengantar Menuju Teori Budaya Populer).
Bentang Budaya. Yogyakarta

Susanto, AB. 2001. Potret-Potret Gaya Hidup Metropolis. PT Kompas Media
Nusantara. Jakarta
Sutrisno, Mudji dan Putranto Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Kanisius.
Yogyakarta
Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Ghalia Indonesia. Bogor
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. PT Grasindo. Jakarta
Wolf, Naomi. 2004. Mitos Kecantikan. Niagara. Yogyakarta
Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung

Sumber Lain:

Anggraini Wulan. 2006. Komunikasi Politik Dalam Film GIE: Studi Analisis
Isi Dalam Film GIE Karya Riri Riza. Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang
Bowo S.Ari. 2008. Kritik Sosial Dalam Film Drama Indonesia: Analisis Isi
Pada Film Sayekti & Hanafi Versi Hanung Bramantyo. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang
Fahlevi Erwin. 2006. Pesan Janji Dalam Film: Analisis Isi Film Janji Joni
Karya Joko Anwar. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Sofyan F. 2004. Representasi Perempuan Dalam Film, Analisis Semiotik
Penggambaran Tokoh “Jess
dan Jules” dalam Film “Bend It Like
Beckham”. Universitas Airlangga. Surabaya

VCD (Video Compact Disc) Legally Blonde

Suprapto Budi. 2005. Artikel Analisis Isi.rtf

Internet:

Ainiyuwanisa, Perlaku Konsumtif Pada Remaja Terhadap Chatting. 15 November
2009. ( http://ainiyuwanisa.wordpress.com)
Amriarriza Mazfiar, Perilaku Konsumtif, Sebuah Renungan Budaya. 30 Mei 2009.
(http://citizennews.suarawarga.com)

Christya E, Konsep Konsumsi, Konsumen, Konsumtif & Konsumerisme.
24 Oktober 2010. ( http://erachristya.blogspot.com)
Ishlahuddin, Konsumtivisme. 23 Februari 2010.
(http://ishlahuddin.wordpress.com)

Purwanegara H, Konsumerisme, Ketika Ideologi Jadi Skizofrenik. 15 Juni 2007.
(www.googgle.co.id)

Ronandha, Analisis Semiotik Makna Nasionalisme Pada Film Naga Bonar Jadi 2
Karya Deddy Mizwar. 14 Januari 2009. (http://indoskripsi.co.id)
Sembiring Amstrong
JJ, Budaya
(http://www.indowarta.com)

Konsumerisme.

24

Februari

2009.

Wijaya Hadi, Budaya Konsumtif warga Demak pada hari Raya Lebaran 2009. 23
Desember 2009. (http://community.gunadarma.ac.id)

http://ameliealterego.multiply.com
http://filsafat-eka-wenats.blogspot.com

http://google.co.id/Cari-Ilmu-Online-Borneo
http://google.co.id/kateglo-beta

http://id.wikipedia.org

http://indowartanews.co.id
http://howstuffworks.com
http://okayana.blogspot.com

http://organisasi.org-Komunitas-Dan-Perpustakaan-Indonesia
http://www.sinarharapan.co.id
http://www.suaramerdeka.com/harian
http://www.wordiq.com

http://vocabulary-vocabulary.com/dictionary/cosmopolitan.php

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diawali dengan membuka mata di pagi hari, manusia dengan segera
berinteraksi kembali dengan dunianya. Terlepas dari ada rencana atau tidak,
manusia secara nalurinya akan bereaksi atas kehendaknya yang kemudian
merangsang otak untuk berpikir lalu bertindak. Alur tersebut dapat menjadi
ilustrasi sederhana akan gambaran awal tentang komunikasi. Itulah mengapa
manusia dengan segala karakteristik dirinya memiliki pemeran utama
sebagai komunikator sekaligus komunikan. Manusia secara individu
diciptakan tidak untuk hidup sendiri akan tetapi hidup berdampingan dengan
individu lain. Kebutuhan ini jika dihubungkan dengan fungsi komunikasi
maka ia disebut dengan komunikasi sosial. Dengan latar belakang konsep
diri seperti jenis kelamin, agama, kesukuan, pendidikan, dan sebagainya,
seseorang dapat berkomunikasi dengan yang lain demi memenuhi
kebutuhan emosional dan intelektualnya. Dalam hal ini, keterikatan bisa
saling mempengaruhi yang membawa pada perubahan sikap, tindakan, dan
pola pikir.
Demikian juga kebutuhan yang sifatnya sebagai kepuasan akan
pemenuhan kebutuhan batiniah. Fungsi manusia sebagai makhluk
berbudaya menghantarkan kepada jiwa yang melahirkan seni dan mencintai
seni. Seni merupakan bagian dari perjuangan sosial melalui ekspresiekspresi kesenangan, kemarahan, hasrat, kehalusan budi, kekuasaan,

1

sinisme, atau ketakutan yang dapat dibagikan bersama orang lain seperti
pemikiran-pemikiran mana yang diinginkan atau ekspresi-ekspresi mana
yang tidak disetujui. Apa yang dianggap indah, menghibur, lucu, atau
mengasyikkan akan tergantung pada konteks sosial tertentu.1
Secara alamiah manusia menghadirkan beragam bentuk seni didalam
kehidupannya. Sebagai kebutuhan, seni dapat diaktualisasikan kedalam
media-media yang sekaligus berperan membantu dalam proses pemenuhan
kebutuhan batin. Lahirnya beragam media baik yang informatif dan
menghibur merupakan apresiasi dari seni pula, termasuk film.
Menonton film bukan lagi dianggap kebutuhan mewah, film sudah
menjadi bagian hidup masayarakat, apalagi untuk kota besar. Kesempatan
besar itu telah dibuktikan Blitz Megaplex yang pada November 2006
membuka gerai pertamanya di Parijs van Java, Bandung. Baru berjalan
sekitar empat bulan, Blitz menguasai pasar 52% penonton Bandung.
Menurut Marketing Manager Blitz Megaplex, jumlah pengunjung rata-rata
berkisar antara 4.000—5.000 di hari kerja dan mencapai 7.500 di akhir
pekan. Harga tiket pun beragam, sesuai dengan yang berlaku pada jaringan
bioskop pada umumnya, Rp 25.000 (Senin), Rp 30.000 (Selasa—Jumat),
dan Rp 40.000 (Sabtu dan Minggu) dengan jadwal pemutaran dimulai pukul
12.00—22.00 (Minggu—Kamis) dan pukul 12.00—00.30 (Jumat dan
Sabtu). Dimaklumi jika hal-hal baru menjadi daya tarik, tapi itu sudah
menjadi awal yang baik jika selalu ada perbaikan. Ada sejumlah program

1

Smiers Joost, Art Under Pressure (Yogyakarta: INSISTPress, 2009), hlm. 5.

2

yang telah direncanakan untuk tetap menarik minat penonton bioskop,
terutama anak muda yang menjadi konsumen terbesar bioskop Indonesia.
Dia menambahkan, film-film yang ditampilkan pun banyak pilihan. Jika di
Bandung tersedia delapan layar, di Jakarta ada 11 layar yang akan
menayangkan beragam film, dari Hollywood, Hong Kong, atau film-film
dari beberapa festival film internasional.2
Globalisasi ekonomi dan digitalisasi menawarkan kondisi baru bagi
sebagian besar produksi, tidak terkecuali film. Film Hollywood telah
mengalami perubahan besar-besaran yang nyaris di semua tempat di dunia,
kebanyakan film yang ditonton berasal dari Hollywood. Keyakinan adanya
potensial laba yang muncul sebagai hasil dari dipadukannya ukuran super
besar, konglomerasi, dan globalisasi, merupakan motivasi dari perusahaanperusahaan film di Hollywood.3 Tiap minggunya ada empat produk
Hollywood masuk kedalam sirkulasi sinema Amerika. Menurut pengamatan
David Lieberman, jika sebuah film layar lebar tidak langsung meraih
sukses, bioskop-sioskop mengenyahkannya untuk film baru yang mungkin
dapat menarik minat lebih banyak pembeli karcis.4 Sepanjang tahun 2000,
para penonton bioskop di Amerika Serikat diperkirakan membelanjakan 7,7
juta milyar dollar Amerika untuk menonton film-film box office.5
Berbicara mengenai bisnis film sebagai bisnis raksasa, Karmitz
mengatakan, di balik industrial, ada juga aspek ideologis. Gambar dan suara

2

http://sinarharapan.co.id diakses pada tanggal 9 November 2010, pukul 12.19 WIB
Smiers, op.cit., hlm. 36
4
Ibid., hlm. 47
5
Ibid.

3

3

selalu bisa dipakai untuk melakukan propaganda. Pertempuran sejati yang
berlangsung saat ini adalah memperebutkan siapa yang akan diperkenankan
mengontrol citra dunia, yang dengan itu akan dapat menjual gaya hidup
tertentu, budaya tertentu, produk-produk tertentu, dan gagasan-gagasan
tertentu.6 Bahkan film-film yang bernuansa hiburan pun tidak lepas dari
unsur-unsur tersebut. Adalah McQuail yang menyatakan bahwa film-film
apapun latarbelakang genre-nya sekalipun yang bermotif komersial, akan
tetap ada unsur ideologinya. Sebagaimana diungkapkan, hal tersebut bisa
bersumber dari keinginan untuk merefleksikan realitas masyarakat ke dalam
sebuah film atau mungkin juga tumbuh dari keinginan yang berorientasi
manipulasi.7
Film pada hakikatnya adalah hasil dari budaya ketika berharganya
sebuah ide dalam menangkap gambar ke suatu alat yang sekejap dapat
dinikmati oleh insan hampir di seluruh belahan dunia. Ketika film sudah
menjadi bagian dari budaya, film-pun dapat menampilkan budaya itu
sendiri. Film terus berkembang, dan agak sulit untuk dekat dengan titik
jenuh para peminatnya. Karena pada kenyataannya, film menjadi urutan
kebutuhan akan kesenangan pribadi yang diperhitungkan. Film yang dapat
diterima adalah film yang secara holistik mampu membangkitkan
kesadaran, menyentuh batas perasaan dan terkadang menembus logika.
Namun tidak jarang, film yang menyuguhkan cerita sangat sederhana, yaitu

6
7

Ibid., hlm. 18
Sofyan F, Representasi Perempuan Dalam Film, Analisis Semiotik Penggambaran Tokoh “Jess
dan Jules” dalam Film “Bend It Like Beckham” (Surabaya: Universitas Airlangga, 2004), hlm. 2

4

film yang menceritakan realitas, fenomena disekitar asalkan kemasannya
dibuat beda, tidak monoton, akan menjadi sebuah film yang mengesankan.
Saat manusia mampu mengaktualisasikan dirinya, saat itulah
kemudian manusia menjadi makhluk satu-satunya yang berbudaya. Dengan
pola pikir yang dimiliki, manusia lantas dapat berkuasa atas ke-dirian-nya
untuk memutuskan menjadi apa. Hasrat yang melekat kuat sehingga
menembus batas faktual akan memicu sebuah gaya hidup yang pada
akhirnya menjelma kepada ciri khas dan pengkhususan. Gaya hidup
(lifestyle) adalah sesuatu yang sangat menarik untuk diamati, dipelajari dan
direnungkan. Gaya hidup secara tidak terasa telah mengemudikan diri kita,
dari kita memulai aktivitas di pagi hari hingga memejamkan mata pada
malam hari. Sebelumnya, gaya hidup merupakan seperangkat perilaku dan
sikap yang bergantung pada aspek kultural yang berlaku di masyarakat.
Seperti gaya itu sendiri, sistem tata karma, cara menggunakan barang,
tempat dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik dari masyarakat
tersebut.8
Situasi ini dibaca oleh kaum perindustrian, ketika konsumsi dan sikap
terhadap benda menjadi begitu diperhatikan maupun akibat dari pola-pola
gaya dari tatanan sosial maupun struktur sosial yang semakin modern.
Kebutuhan yang semula hanya untuk pemenuhan pokok dimanfaatkan
seakan-akan

diolah

menjadi

kebutuhan

yang

benar-benar

krusial.

Perpanjangan tangannya adalah melalui biro-biro periklanan profesional

8

Chaney D, Lifestyle: Sebuah Pengantar Komprehensif (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), hlm. 41

5

yang teramat pandai dalam mempengaruhi konsumen. Yang didapat
kemudian konsumen bukan saja tergiur akan manfaat barang tersebut,
namun biro yang juga memiliki gaya sendiri, menyuntikkan unsur-unsur
ideologi, faham yang membawa kepada keputusan konsumen terhadap
identitas serta kehidupannya. Derasnya arus informasi akan produk-produk
yang diklaim bermutu tinggi membawa dampak kepada pola konsumsi
negatif. Semakin tinggi tingkat keinginan karena pengaruh-pengaruh dari
media, maka masyarakat “dipaksa” untuk mempunyai daya beli yang tinggi
pula. Gaya hidup tersebut memicu budaya konsumtif. Sehingga konsumer
pada tataran kelompok yang memiliki ciri kekhususan terhadap gaya hidup
konsumtif dan mengkonsumsi barang atau jasa karena prestise, demi status
sosialnya akan menganut konsumtivisme sebagai ideologinya.
Komunitas dandy (pesolek) adalah sekelompok orang yang tipikal
sekali dengan konsumtivisme. Gaya hidupnya hampir didominasi oleh
bagaimana tampilan yang memikat dengan beberapa merk yang melekat,
gaya berkomunikasi verbal dan nonverbal yang bercirikan pesolekan
didalamnya, serta hedonis dalam pemanfaatan waktu luang. Lahirnya dandy
(komunitas pesolek) diawali dengan dinamika kebudayaan Inggris.
Dalam buku Chaney: 2004, Moers mengatakan salah satu contoh yang
paling mengemuka dalam sejarah modernitas yang telah menjalankan
aktivitas gaya hidup untuk menghidupkan prinsip-prinsip estetika desain
personal adalah jenis komunitas pesolek (dandy). Dia menekankan
masyarakat terpelajar juga merupakan karakter sosial dari fenomena

6

tersebut. Dirintis pada akhir abad ke-18 oleh Beau Brummel, seorang teman
pangeran Regent dari Inggris, gaya awal dandy terdiri dari dua karakteristik
umum yang telah berlaku melalui berbagai macam penerapan gaya hidup
sebagai bentuk budaya mulai saat itu. Pertama adalah suatu upaya keras
mengangkat hierarki sosial yang mapan. Moers memberi contoh tentang
Disraeli sebagai seseorang dengan latar belakang sosial yang terstigma,
sebuah keluarga yahudi yang menggunakan dandyisme sebagai jalan masuk
kedalam kelompok elite dan menetapkan dirinya sebagai seorang tokoh
politik penting. Kedua, yaitu penolakan yang terus berlangsung atas bentuk
kegunaan sosial apa pun. Brummel dan rekan-rekannya membanggakan diri
dengan memburu gaya diatas fungsi, dan dengan perhatian yang berlebihan
terhadap setiap detail dari cara berbusana, hal-hal yang menyenangkan dari
bentuk sosial dan ketidakpedulian terhadap pertimbangan-pertimbangan
rasional yang rumit.9
Pada perkembangannya yaitu abad ke-12 dandy perempuan lahir
dengan julukan cointrelles yang menunjukkan orang yang berpakaian indah
dan berbicara dengan halus. Kemudian ini dianggap kuno pada abad ke-18
dan memiliki steorotipe kekakuan dalam hal keindahan dan berbagai
komunikasi.

Sehingga

mengindikasikan

berubah

keindahan

nama

menjadi

sesungguhnya

dalam

quaintrelles
pakaian

dan

yang
ini

merupakan titik awal komponen filosofis terhadap pesolekan yang
meandakan adanya perbaikan dan pengembangan modern terhadap konsep

9

Ibid., hlm. 23

7

dandy perempuan.10 Keberadaan komunitas ini dilatarbelakangi dari
kelompok kelas menegah atas yang mempunyai kapabilitas dan akses
terhadap pesolekan. Namun demikian sejarah dandy telah mengarungi
berbagai dinamisasi hingga terjadi pada masa pascamodern yang
membentuk masyarakat dalam budaya kosmopolitanisme, diversitas dan
konsumsi.11
Budaya ini yang melahirkan para dandy gaya baru yang lebih
sophisticated (mutakhir) karena pengaruh globalisasi. Orientasinya-pun
semakin

berkembang

menjadi

konsumen

aktif

dalam

pemenuhan

kebutuhannya sebagai pesolek yang dalam dewasa ini konteksnya lebih luas
lagi, tidak hanya urusan penampilan melainkan perangkat lain yang
menunjang identitasnya dalam tataran status sosial kelas menengah atas,
seperti selera dalam tipe tipe dekorasi dan perabotannya, mobil, tempat
tinggal dan tempat-tempat yang sifatnya eksotis dan menyenangkan.
John Berger mengatakan, sejak kecil wanita memiliki citra diri
sebagai seseorang yang digambarkan oleh orang lain. Itu sebabnya wanita
sangat peduli pada penampilannya.12 Di dalam struktur sosial masyarakat
Amerika, muncul stereotipe bahwa seorang gadis pirang mempunyai otak
yang dangkal dan sangat gemar dengan bentuk-bentuk kesenangan. “Elle”,
pemeran utama dalam film Legally Blonde sangat royal terhadap kekayaan
yang dimilikinya, terlebih untuk kepentingannya sendiri. Dia adalah salah

10

http://wikipedia.org diakses pada tanggal 14 Oktober 2010, pukul 10.48 WIB
Sutrisno M & Putranto H, Teori-Teori Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 252
12
Lusia Amelita, Oprah Winfrey & Rahasia Sukses Menaklukkan Panggung Talk Show (Jakarta:
GagasMedia, 2006), hlm. 53

11

8

satu dari sekian banyak perempuan yang sangat minat terhadap penampilan
dan kecantikan. (Peach 1998) Gaya hidup ini dilatarbelakangi oleh
tumbuhnya definisi kecantikan dalam kultur mainstream di masyarakat
Amerika yaitu ada pada daya tarik fisik. Wanita yang cantik digambarkan
sebagai seorang yang bertubuh ramping (slim), memiliki kulit putih mulus,
dan berambut pirang (blonde). Kondisi ini membuat para wanita memiliki
anggapan bahwa kecantikan fisik merupakan hal yang sangat esensial.13.
Berikut merupakan bagan kebutuhan perempuan cosmo menurut Cristen
Conger:14
Bagan 1:
Kebutuhan Perempuan Cosmo

Sumber : http://health.howstuffworks.com
Dari bagan diatas dapat diketahui bahwa tingkat kebutuhan terhadap
perawatan tubuh dan perlengkapan kecantikan lebih diutamakan daripada
kebutuhan terhadap pangan. Inilah yang menjadi bagian dari kehidupan
“Elle”, seorang perempuan yang mengklaim dirinya sebagai gadis cosmo.

13
14

Ibid.
http://howstuffworks.com diakses pada tanggal 24 Oktober 2010, pukul 02.50 WIB

9

Ketika Elle sedang mengalami goncangan emosi, karena lingkungan
yang tidak mendukung, dia pergi ke salon hanya untuk menghibur diri.
Dalam sistem kecantikan itu terdapat dimensi ras dan kelas. Standar
kecantikan ditentukan berdasarkan hirarki di antara wanita kulit berwarna
dan non-Anglo lainnya dengan warna kulit putih. Penampilan wanita kulit
putih berada diatas wanita kelompok berwarna. Itu sebabnya, produkproduk fashion dan kecantikan dominan diarahkan untuk segmen wanita
kulit putih kelas menengah keatas dengan iklan-iklan yang memajang
wanita kulit putih sebagai model.15
Dalam hal pemenuhan kebutuhan, dorongan serta minat terhadap
mengkonsumsi barang dan jasa yang digambarkan dalam film ini dilakukan
berulang-ulang. Elle Woods dikategorikan sebagai bagian dari masyarakat
dandy (pesolek) yang gemar dan faham terhadap fashion dan rajin sekali
berdandan. Adalah ciri yang menonjol dari masyarakat tersebut,
bahwasanya bersolek dengan segala perlengkapannya termasuk pemilihan
brand, mode pakaian, biro jasa perawatan tubuh ternama, juga hasrat untuk
membeli. Singkat kata Elle menjadi seorang pesolek ala cosmo, gadis
modern yang porsi mengkonsumsi keperluan pribadi diorientasikan untuk
tubuh. Apabila menjadi terbiasa dengan gaya hidup yang demikian maka
pada akhirnya menjadi konsumtivisme.
Ada beberapa tujuan dari penggunaan metode analisis isi, namun
untuk mengetengahkan isi pesan film ini secara detail akan lebih efektif

15

Ibid.

10

dengan menggunakan satu macam tujuan saja. Penelitian analisis isi ini
memfokuskan diri untuk mengeksplorasi kesan media yang terhadap
kelompok khusus dalam masyarakat.16
Sebagaian besar dalam film Legally Blonde ini menampilkan
karakteristik yang dimiliki oleh Elle Woods merepresentasikan bentuk
konsumsi yang lebih terhadap fesyen, kerap mengkonsumsi jasa perawatan
diri dan aktivitas dalam pemanfaatan waktu luang. Sehingga muncul
keinginan untuk meneliti isi yang mengandung unsur-unsur konsumtivisme
pada setiap scene dalam film tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalahnya
adalah apa saja unsur-unsur konsumtivisme melalui komunitas dandy
direpresentasikan kedalam sebuah film dan seberapa besar persentase
kemunculan unsur-unsur konsumtivisme pada komunitas dandy (pesolek)
dalam film Legally Blonde.

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas
prosentase kemunculan unsur-unsur konsumtivisme pada komunitas
dandy dalam film Legally Blonde.

16

Suprapto B, Jurnal Analisis Isi. rtf

11

D. KEGUNAAN PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat yaitu :
1.

Manfaat secara akademis
a.

Menambah wawasan keilmuan sesuai dengan bidang yang
ditempuh peneliti yaitu ilmu sosial kajian ilmu komunikasi dengan
konsentrasi audio visual, sehingga dapat dijadikan landasan untuk
penelitian serupa di kemudian hari.

b.

Sebagai referensi terhadap mahasiswa ilmu komunikasi khususnya
tentang studi komunikasi dan budaya dalam lingkup penelitian ilmu
sosial dan budaya.

c.

Sarana

komunikasi

evaluatif

untuk

penelitian-penelitian

selanjutnya dalam bidang ilmu yang sama.
2.

Manfaat secara Praktis
Bahwa penelitian ini dapat memberikan wacana kepada khalayak
pada umumnya perihal budaya konsumtif yang dalam hal ini
tereprsentasi kedalam sebuah film. Sehingga diharapkan dapat
menelaah makna dan pesan sosial yang terkandung didalam film yang
dilihatnya. Kemudian mampu memilah mana pesan yang memberikan
manfaat positif dan mana yang mengandung unsur negatif dalam
pengaplikasiannya di dalam kehidupan.

12