Teori kontinuitas dan perubahan

1.6.1 Teori kontinuitas dan perubahan

Kontinuitas merupakan perwujudan dari pelestarian dan regenerasi terhadap masalah yang digarap untuk mencapai pengembangan yang diharapkan. Pada ranah sosiologis, kontinuitas diwujudkan dalam bentuk kesepahaman komunitas untuk melakukan pemberdayaan atas masalah yang diangkat ke dalam penetapan yang diinginkan secara representatif menghasilkan perilaku budaya, respons internalisasi pengembangan yang diharapkan dalam mencapai tujuan yang menjadi komitmennya.

Secara teoretik kontinuitas memerlukan perilaku budaya dan internalisasi pengembangan, dalam hal musik tardug kajian aspek kontinuitas tentang bagaimana cara mewujudkannya. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kesungguhan tentang perilaku budaya dan internalisasi pengembangan.

Kontinuitas mengandung makna pelestarian dan regenerasi. Dalam perwujudannya, dampak pengembangan yang harus dilakukan membawa perubahan psikologis atas yang terjadi. Dengan demikian, konsep kontinuitas dan pengembangan dalam masalah di sini diinginkan dapat membawa perubahan terhadap struktur dan fungsi yang mengikutinya (Widya, 2000 dan Dudung K. 2000).

Secara kronologis orkes tardug direpresentasikan untuk secara kontinu membutuhkan konsep kesatuan atas bagaimana perilaku pendukung budaya dalam Secara kronologis orkes tardug direpresentasikan untuk secara kontinu membutuhkan konsep kesatuan atas bagaimana perilaku pendukung budaya dalam

Kontinuitas dalam menopang terwujudnya eksistensi pelestarian seperti apa adanya sulit digapai, dalam konteksnya langkah tersebut membutuhkan kesepahaman komunitas. Kesepahaman komunitas sangat rentan terhadap konsekuensi perkembangan yang dilakukan. Oleh sebab itu, masalah pelestarian yang diharapkan di sini akan banyak mengalami perubahan, selanjutnya dibutuhkan adanya komitmen dalam merepresentasikan niatan untuk mewujudkan cita-cita yang ingin diwujudkan.

Berdasarkan hal tersebut di atas dalam mengamati seni tardug dengan pendekatan teori yang ada, diharapkan mampu mengungkap kontinuitas yang terjadi dalam seni musik tardug serta bagaimana perkembangan yang terjadi pada seni tersebut.

Merriam (1964:303) mengatakan bahwa perubahan bisa berdasar dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan bisa juga berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secar ainternal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh para pelaku kebudayaan itu sendiri yang juga disebut inovasi. Di sisi lain perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup suatu kebudayaan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebudayaan luar dapat mempengaruhi kebudayaan lain, hal ini dikemukakan oleh Dyson dalam Sujarwa (1987:39) yang mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada satu hal yang baru (novelty) dan sifat inovatif yang ingin selalu berkreasi. Ada juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru itu merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang sudah dianut sebelumnya. Selain itu ada pula yang menolak tanpa alasan.

Masyarakat Sunda hadirnya genjring bonyok sudah menjadi salah satu kebutuhan yang memberi keuntungan dalam hal ekonomis dalam pelaksanaan upacara adat atau hiburan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya upacara adat Sunda yang diiringi oleh genre seni genjring bonyok.

Genjring bonyok merupakan seni musik rakyat (folk music) yang dipelajari secara lisan oleh seniman Sunda dapat mengalami kesinambungan dan perubahan dalam musiknya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nettl dan Behague (1991:4) yang menyatakan sebagai berikut.

... in a folk or nonliterate culture... a song must be sung, remembered, and thought by one generation to the next. If this does not happen, it dies and is lost forever. There is another alternative: if it is not accepted by it’s audience, it may be change to fit the needs and desires of the people who perform and hear it.

Nettl dan Behague mengatakan bahwa sebuah kebudayaan rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah musik vokal harus dinyanyikan, diingat, dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi, maka musik itu akan hilang atau musnah. Namun demikian, ada alternatif lain, jika musik itu tidak diterima oleh para penonton, hal ini mungkin dapat diubah untuk Nettl dan Behague mengatakan bahwa sebuah kebudayaan rakyat atau kebudayaan tidak tertulis, sebuah musik vokal harus dinyanyikan, diingat, dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi, maka musik itu akan hilang atau musnah. Namun demikian, ada alternatif lain, jika musik itu tidak diterima oleh para penonton, hal ini mungkin dapat diubah untuk

Pada suatu kebudayaan musik tradisi lisan sebuah perubahan dapat terjadi, karena proses transmisi atau pengajarannya yang dilakukan secara lisan. Nettl (1983:193) terdapat empat tipe sejarah perubahan yang terjadi di dalam transmisi budaya musik: (1) menyatakan bahwa musik atau nyanyian yang diwariskan tidak mengalami perubahan sama sekali. Dengan kata lain lagu tersebut dinyanyikan saam persis, baik sebelum maupun setelah diwariskan; (2) menyatakan bahwa musik atau nyanyian yang diwariskan, mengalami perubahan, tetapi hanya dalam versi tunggal atau satu petunjuk, sehingga dari warisan itu berbeda dari aslinya tanpa proliferasi dari unsur-unsurnya; (3) menyatakan bahwa musik yang diwariskan menghasilkan banyak variasi atau perubahan, bahkan beberapa dari musi itu difungsikan dan dilupakan dengan kata lain sebagai ide tetap stabil, sedangkan selebihnya mengalami perubahan; dan (4) menyatakan perubahan benar- benar total dari musik yang awal, sebahagian besar ide musik itu dirubah sama sekali, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari pengembangan ide aslinya.

(a) Perubahan kebudayaan, kebudayaan berada dalam kondisi yang selalu berubah (Beals,1953:600). Menurut Suparlan, perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat yang terdapat dalam aturan-aturan atau nomra-norma, nilai-nilai, (a) Perubahan kebudayaan, kebudayaan berada dalam kondisi yang selalu berubah (Beals,1953:600). Menurut Suparlan, perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat yang terdapat dalam aturan-aturan atau nomra-norma, nilai-nilai,

Sehubungan dengan persoalan tersebut Edi Sedyawati dalam Karwati (2007:30) berpendapat bahwa “perubahan bentuk seni semata-mata tidak lahir sebagai cetusan yang benar-benar baru, melainkan kalau dilihat dalam rentangan waktu yang panjang, hal yang baru senantiasa bertolak dari yang sudah ada sebelumnya.” Tardug sebagai hasil dari budaya masyarakat juga mengalami perubahan. Gejala perobahan pada tardug dapat dimulai dari ide masyarakat pendukungnya (seniman dan apresiator). Secara musikal perubahan itu dapat diamati berdasarkan beberapa aspek, baik tekstual maupun kontekstual dan perubahan tersebut dipengaruhi bebrapa kepentingan yang dapat diamati berdasarkan norma-norma, nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa seni pertunjukkan tradisi Tardug, merupakan memiliki faktor yang menyebabkan terjadinya kebudayaan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan dapat digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan sumbernya yakni yang terletak di dalam dan diluar masyarakat itu sendiri. Faktor yang bersumber dari dalam masyarakat antara lain: (1) bertambah atau berkurangnya penduduk, (2) penemuan-penemuan baru, (3) konflik masyarakat, (4) terjadinya pemberontakan atau revolusi. Adapun faktor dari luar masyarakat antara lain: (1) sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia, (2) peperangan dengan negara lain, 3) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Soekanto, 1992:352-360).