Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

(1)

PREVALENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR

PADA ANAK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

DAN MEDAN SELAYANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: JOULE SIREGAR

110600045

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

(3)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2015

Joule Siregar

Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Selayang.

xi + 41 halaman

Trauma gigi permanen anterior atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal gigi permanen anterior karena sebab mekanis. Trauma gigi telah menjadi masalah yang cukup serius di bidang kesehatan. Prevalensi trauma gigi permanen pada anak-anak di Indonesia meskipun belum ada catatan resmi diduga cukup tinggi.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuibesar prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin, usia trauma, etiologi, lokasi trauma, klasifikasi trauma (WHO), dan elemen gigi yang terlibat pada anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Selayang.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 290 orang yang berasal dari empat SMP yaitu SMP Santa Maria dan SMP Darul Aman yang mewakili Kecamatan Medan Maimun dan SMP Muhammadiyah 3 Medan dan SMP Dharma Pancasila Medan yang mewakili Kecamatan Medan Selayang. Teknik pemilihan sampel penelitian menggunakan metode multistage random sampling.Data pengalaman trauma gigi permanen anterior diperoleh dengan wawancara dan


(4)

pemeriksaan klinis rongga mulut.Hasil pemeriksaan dimasukkan kedalam lembar pemeriksaan dan dianalisa secara manual.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi trauma gigi permanen anterior adalah sebesar 22,06%. Trauma gigi sering terjadi pada pada anak laki-laki yaitu 15,17% dan anak perempuan 6,89%. Penyebab terjadinya trauma gigi permanen anterior tertinggi yaitu terjatuh saat bermain 42,19% dan paling sering terjadi di rumah 42,19%. Jenis trauma gigi permanen anterior yang paling sering terjadi adalah konkusi (26,58%). Elemen gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi insisivus sentralis rahang atas.

Prevelensi trauma gigi permanen anterior pada penelitian ini masih cukup tinggi yaitu sebesar 22,06%. Diharapkan anak menggunakan alat pelindung saat bermain dan berolahraga.Penggunaan helm dan sabuk pengaman saat berkendaraan untuk mencegah terjadinya trauma gigi.


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Juni 2015

Pembimbing Tanda tangan

Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal Juni 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA., M.Sc ANGGOTA : 1. Siti salmiah, drg., Sp.KGA


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Ucapan terima kasih yang tiada henti penulis haturkan kepada Ayahanda J. Siregar dan Ibunda Asni Siswarita br. Manurung tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan serta memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis, juga kepada abang tercinta dr. Josuadi Siregar dan adik tercinta Jeremia Sihombing atas motivasi dan doanya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, dukungan, motivasi serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.


(8)

5. Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku dosen pembimbing akademik penulis, yang telah membina dan mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala sekolah, staf pengajar, pegawai, dan seluruh murid di setiap sekolah dalam penelitian ini.

7. Teman-teman sejawat FKG USU Affan Ali Al Harits, Aldrian Raharja, Cut Nirza Amanda, Denny Andrian, Keyke Aldila Darya, Metha Legina, Rizky Ayu Arrista, Suci Sylvana Harahap, M. Fathurrahman, Raeesa Shafiqa, Dara Adilla, Liyana Hanum, Octavina Sitorus, Ayesha Adisti Asbi, Dina Manurung, Novita Eka Putri, Sorraya Moriza, Dewi Wulandari, dan Khaera Cameliya, seluruh keluarga besar KEMAK (Cikal) serta teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen IKGA. 8. Keluarga penulis Opung Hutabarat, Maktua, Paktua, Inanguda, Bapauda, Bapatua, dan Namboru, kekasih Rossie Janette Giatary Ginting serta yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas doa, semangat, dukungan dan bantuan yang telah diberikan hingga penulis menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari.Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2015 Penulis,

(Joule Siregar)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi ... 6

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi ... 10

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa ... 10

2.2.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal ... 11

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung ... 12

2.2.4 Kerusakan pada Gusi atau Jaringan Lunak Rongga Mulut ... 13

2.3 Riwayat dan Diagnosis ... 14

2.4 Penanganan Darurat dan Pencegahan Trauma Gigi ... 15

2.5 Kerangka Teori ... 17

2.6 Kerangka Konsep ... 18

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Jenis Rancangan Penelitian ... 19

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.4 Variabel Penelitian ... 21

3.5 Definisi Operasional ... 21


(10)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 24

3.7.1 Pengolahan Data ... 24

3.7.2 Analisis Data ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Beberapa hasil penelitian etiologi Traumatic Dental Injury ... 7

2. Hasil penelitian faktor predisposisi Traumatic Dental Injury ... 8

3. Hasil penelitian elemen gigi yang terkena Traumatic Dental Injury ... 9

4. Distribusi Traumatic Dental Injuryberdasarkan usiadan ... 10

5. Distribusi karakteristik responden di Kecamatan Medan Maimun dan Selayang ... 27

6. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin ... 28

7. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan usia trauma ... 28

8. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan etiologi trauma ... 29

9. Distribusi frekuensi etiologi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin ... 30

10. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan klasifikasi trauma (WHO) ... 31

11. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan lokasi trauma ... 31

12. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan elemen gigi yang terkena ... 32


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa ... 11

2 Kerusakan pada jaringan periodontal ………... ... 12

3 Kerusakan pada jaringan tulang pendukung ... 13


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2015

Joule Siregar

Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Selayang.

xi + 41 halaman

Trauma gigi permanen anterior atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal gigi permanen anterior karena sebab mekanis. Trauma gigi telah menjadi masalah yang cukup serius di bidang kesehatan. Prevalensi trauma gigi permanen pada anak-anak di Indonesia meskipun belum ada catatan resmi diduga cukup tinggi.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuibesar prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin, usia trauma, etiologi, lokasi trauma, klasifikasi trauma (WHO), dan elemen gigi yang terlibat pada anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Selayang.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 290 orang yang berasal dari empat SMP yaitu SMP Santa Maria dan SMP Darul Aman yang mewakili Kecamatan Medan Maimun dan SMP Muhammadiyah 3 Medan dan SMP Dharma Pancasila Medan yang mewakili Kecamatan Medan Selayang. Teknik pemilihan sampel penelitian menggunakan metode multistage random sampling.Data pengalaman trauma gigi permanen anterior diperoleh dengan wawancara dan


(14)

pemeriksaan klinis rongga mulut.Hasil pemeriksaan dimasukkan kedalam lembar pemeriksaan dan dianalisa secara manual.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi trauma gigi permanen anterior adalah sebesar 22,06%. Trauma gigi sering terjadi pada pada anak laki-laki yaitu 15,17% dan anak perempuan 6,89%. Penyebab terjadinya trauma gigi permanen anterior tertinggi yaitu terjatuh saat bermain 42,19% dan paling sering terjadi di rumah 42,19%. Jenis trauma gigi permanen anterior yang paling sering terjadi adalah konkusi (26,58%). Elemen gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi insisivus sentralis rahang atas.

Prevelensi trauma gigi permanen anterior pada penelitian ini masih cukup tinggi yaitu sebesar 22,06%. Diharapkan anak menggunakan alat pelindung saat bermain dan berolahraga.Penggunaan helm dan sabuk pengaman saat berkendaraan untuk mencegah terjadinya trauma gigi.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Definisi trauma secara umum adalahsuatu kejadian atau suatu penyebab sakit berupa luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan – tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur jaringan.Trauma pada regio oral sering terjadi dan merupakan 5% dari keseluruhan injuri.Trauma gigi merupakan kejadian sehari-hari yang sering terjadi pada anak-anak sehingga menjadi masalah penting bagi kesehatan masyarakat karena prevalensi yang tinggi dan jarang mendapat perawatan.Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) merupakan salah satu jenis trauma yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.TDI dapat berupa trauma pada gigi anterior maupun pada gigi posterior pada rahang atas dan bawah, umumnya melibatkan gigi anterior, terutama insisivus sentralis dan insisivus lateralis rahang atas baik pada gigi sulung maupun gigi permanen.Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak-anak hingga remaja dibandingkan dengan orang dewasa karena anak-anak hingga remaja lebih aktif dibandingkan dengan orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh.1,2Angka prevalensi karies pada beberapa negara maju menurun, tetapi topik TDI muncul menjadi masalah serius.3,4

Beberapa hasil penelitian yaitu Hamiltondi Inggris menyebutkan prevalensi TDI pada anak usia 11-14 tahun sebesar 34,4%,Malikaewdi Thailand pada usia anak 11-13 tahun 35%, Navabazam di Iran pada anak usia 9-14 tahun 27,5%.2Prevalensi TDI tertinggi terjadi pada usia 11-14 tahun.4

Usia dan aktifitas anak memiliki kaitan dengan penyebabterjadinya trauma gigi. Hasil penelitian Kalaskar,Batra,dan Blinkhorn menyebutkan bahwa aktivitas olahraga merupakan penyebab terbanyak terjadinya TDI pada anak usia 11-15


(16)

tahun.Ingledan Kumarmenyebutkandalam penelitiannya bahwa terjatuh adalah penyebab TDI tertinggi.5-7

Trauma gigi paling sering terjadi di rumah dan di sekolah. Batramenyebutkan terjadinya TDI di rumah 38,72%, di sekolah 19%, di lapangan 19,65%, dan di jalanan 13,29%.Menurut Patelterjadinya TDI di rumah 43,87%, di sekolah 16,26%, di lapangan 16,26%, di jalanan 13,19%.Chopramenyatakan terjadinya TDI di rumah 58,4%, di sekolah 20,8%, di jalanan 18,4%.7,8

Kumarmenyebutkan bahwa TDI paling sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Hasil penelitian di India oleh Batrapada anak umur 12 tahun menyebutkan bahwa dari 1156 anak yang mengalami TDI didapat 596 anak laki-laki dan 560 anak perempuan.Penelitian di Chennai oleh Inglepada anak umur 11-13 tahun menyatakan 78,5% anak laki-laki dan 21,5% anak perempuan yang mengalami TDI. Penelitian yang dilakukan Eva dan Hendrarlin menyebutkan TDI terjadi dua kali lebih besar pada anak laki-laki daripada anak perempuan.5,7-9

Pada umumnya TDI sering terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas, baik pada gigi sulung maupun gigi permanen.Hasil penelitian Batramenyebutkan bahwa TDI pada insisivus sentralis rahang atas 59% dan insisivus rahang bawah 30%. Penelitian di Romania oleh Kovacsmenyatakan TDI pada insisivus sentralis rahang atas 55,3% dan insisivus sentralis rahang bawah 4,3%.Ingledi Chennai mendapatkan TDI pada insisivus sentralis rahang atas 72,2% dan insisivus sentralis rahang bawah 7,6%. Penelitian oleh Kumardi India dari 183 gigi yang terkena TDI 89,1% gigi insisivus rahang atas dan hanya 10,9% gigi insisivus rahang bawah. Patel mengatakan TDI yang terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas sebesar 83%.5,7,8,10,11

Trauma gigi tidak hanya dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, dan estetika, tetapi secara psikologis kehilangan gigi terutama gigi anterior dapat menyebabkan gangguan psikis anak dan orang tua, serta dapat mengganggu kualitas hidup anak.11Anak dengan trauma gigi yang tidak dirawat mempunyai dampak negatif 20 kali lebih besar dibanding dengan anak yang merawat giginya.6Penelitian Chopradi India pada anak usia 12-15 tahun menunjukkan bahwa hanya 3,5% anak


(17)

terkena TDI yang menerima perawatan.12Edukasiterhadap anak, orang tua, dan guru sekolah mengenai penanganan darurat, perawatan, dan cara pencegahan trauma gigi menjadi hal penting yang harus diperhatikan.6,12

Berdasarkan penelitian dari berbagai negara maka dapat diambil kesimpulan bahwa TDImerupakan suatu permasalahan yang serius. Selain itu data mengenai prevalensi TDI di Indonesia terutama di Medan masih jarang.Oleh karena itu, peneliti merasa hal ini sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi trauma gigi permanen anterior anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

1.1Rumusan Masalah Rumusan Umum

Berapakah prevalensi trauma gigi permanen anterior pada siswa/i SekolahMenengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang?

Rumusan Khusus

1. Berapakah frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan klasifikasi trauma gigi menurut WHO pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang?

2. Berapakah frekuensitrauma gigi permanen anteriorberdasarkan elemen gigi yang terlibat pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang?

3. Berapakah frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan usia pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang?

4. Berapakah frekuensitrauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang?


(18)

5. Berapakah frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan lokasi terjadinya trauma pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan MedanMaimun dan Medan Selayang?

6. Berapakah frekuensitrauma gigi permanen anterior berdasarkan etiologi terjadinya trauma pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan MedanMaimun dan Medan Selayang ?

1.2Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mengetahui besar prevalensi trauma gigi permanen anterior pada siswa/i SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui frekuensitrauma gigi permanen anterior berdasarkan klasifikasi trauma gigi menurut WHO pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

2. Untuk mengetahui frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan elemen gigi yang terlibat pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

3. Untuk mengetahui frekuensitrauma gigi permanen anterior berdasarkan usia pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

4. Untuk mengetahui frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

5. Untuk mengetahui frekuensitrauma gigi permanen anterior berdasarkan lokasi terjadinya trauma pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.


(19)

6. Untuk mengetahui frekuensitrauma gigi permanen anterior berdasarkan etiologi terjadinya trauma pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

1.3Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini.

3. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan gigi untuk merencanakan program penyuluhan kesehatan mengenai trauma gigi pada anak remaja terkait upaya – upaya pencegahan dan penanggulangan pendahuluan pada trauma gigi yang harus dilakukan oleh remaja.

4. Sebagai bahan masukan kepada anak SMP mengenai trauma gigi sehingga mereka lebih dapat berhati-hati saat beraktifitas.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga dapat diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Trauma gigi yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) merupakan kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal secara mekanis. Trauma gigi juga dapat diartikan sebagai kerusakan pada gigi dan struktur periradikular. Kerusakan ini dapat merusak pulpa, dengan atau tanpa menyebabkan kerusakan pada mahkota dan atau akar, atau pada kasus yang parah dapat menyebabkan perpindahan gigi.Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior terjadi karena benturan dengan benda keras,yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.1,13

Penyebab trauma gigi dibagi menjadi dua kategori yaitu trauma yang disengaja (intentional trauma) dan trauma yang tidak disengaja (unintentional trauma). Intentional trauma adalah trauma yang terjadi pada gigi dengan proses yang disengaja yaitu pada anak-anak yang mengalami kekerasan. Unintentional trauma adalah trauma yang terjadi pada gigi dengan proses yang tidak disengaja yaitu pada anak-anak yang sedang bermain, terjatuh, kecelakaan, dan pada saat sedang berolahraga.14,15Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan tidak langsung terjadi ketika benturan mengenai dagu dan menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.15


(21)

Usia dan aktivitas anak memiliki kaitan dengan terjadinya trauma gigi. Menurut Batra, Kovasc, dan Kumar menyebutkan bahwa terjatuh merupakan penyebab terbesar terjadinya trauma gigi5,7,11. Beberapa peneliti lain menyatakan olahraga merupakan kegiatan terbesar penyebab terjadinya TDI.Guedes menyebutkan bahwa TDI karena terjatuh lebih besar dibandingkan olahraga, kecelakaan lalu lintas, dan kekerasan.Keragaman hasil yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan populasi, usia, jenis kelamin, iklim, status sosial, dan lingkungan.12,16

Tabel 1.Hasil penelitian etiologi TDI8,10,14,16

Etiologi Peneliti

Ingle Patel Chopra Cornwell

Terjatuh 57% 43,86% 51,2% -

Olahraga 15,2% 8,28% 41,9% 23%

Kecelakaan 12,7% 5,83% - -

Berkelahi/ kekerasaan

6,3% 9,2% 3,4% -

Tabrakan 5,1% - - -

Penyerangan 3,8% - - -

Menggigit benda keras

- 5,21% - -

Trauma gigi paling sering terjadi di rumah dan di sekolah.7-9Batra menyebutkan terjadinya TDI di rumah 38,72%, di sekolah 19%, di lapangan 19,65%, dan di jalanan 13,29%. Menurut Patel terjadinya TDI di rumah 43,87%, di sekolah 16,26%, di lapangan 16,26%, di jalanan 13,19%.Chopra menyebutkan terjadinya TDI di rumah 58,4%, di sekolah 20,8%, di jalanan 18,4%.7,8,12

Faktor predisposisi TDIadalah jarak overjet yang besar, penutupan bibir yang tidak adekuat, dan jenis kelamin.Hasil penelitian Batra et al dan Patel menyebutkan anak yang memiliki overjet >5,5mm lebih banyak mengalami TDI.7,8Hasil penelitian Kumarmenyebutkan dari 139 anak penderita TDI yang berusia 12-15 tahun 43 orang


(22)

mempunyai overjet lebih dari 3 mm. Anak dengan overjet lebih dari 3,00 mm memiliki risiko 1,32 kali lebih banyak terkena TDI.Hasil penelitian lain menyebutkan trauma pada insisivus rahang atas lebih mudah terkena apabila overjet melebihi 3,50 mm.5,7,10Frekuensi trauma gigi anak dengan overjet 3-6 mm dua kali lebih tinggi dan overjet >6 mm mempunyai risiko terkena trauma 3 kali lipat.17

Trauma gigi juga disebabkan karena faktor predisposisi lain seperti penutupan bibir yang tidak sempurna.8,9Anak dengan penutupan bibir yang tidak sempurna memiliki resiko TDI 1,59 kali. Hasil penelitian lain menyatakananak dengan penutupan bibir yang tidak sempurna berisiko 5,4 kali lebih banyak terkena TDI.5,10Hasil penelitian Kumar menyebutkan dari 139 anak penderita TDI yang memiliki penutupan bibir tidak sempurna 31 orang.5

Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa insiden trauma gigi (TDI) pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan, baik pada periode gigi sulung, bercampur, ataupun permanen.10

Tabel 2. Hasil penelitian faktor predisposisi TDI5-8,14,17

Usia/JK Kalaskar Patel Batra Kumar Varghese Chopra Lk Pr Lk Pr Lk Pr lk pr lk Pr Lk Pr 12 145 53 - - 596 560 - - - - 11-13 - - 183 143 - - - - 12-15 - - - 77 62 - - - - 11-13 - - - 67 32 - - 10-29 - - - 60 26

Guedes melaporkan pada anak usia 11-15 tahun, anak laki-laki lebih banyak mengalami TDI dibandingkan anak perempuan.Menurut Eva dan dan Hendrarlin insiden trauma gigi yang terjadi pada anak laki-laki dua kali lebih besar dibanding


(23)

dengan anak perempuan.9,12Pada umumnya TDI sering terjadi pada gigi insisivus sentralis rahang atas.5,8,11,14

Tabel 3.Hasil penelitian elemen gigi yang terkena TDI5,8,11,14

Elemen gigi Kumar Patel Kovasc Chopra

Insisivus sentralis RA

89,1% 83% 55,3% 81,4%

Insisivus lateralis RA

- 9,05% 28,0% 10,5%

Kaninus RA - 0,2% 5,8% 1,2%

Insisivus sentralis RB

10,9% 6,9% 4,3% 5,8%

Insisivus lateralis RB

- 1,2% 2,4% 1,2%

Kaninus RB - 0% 1,0% 0%

TDI biasanya hanya terjadi pada satu gigi, tetapi pada beberapa kejadian seperti trauma saat berolahraga, berkelahi, dan kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan terjadi pada beberapa gigi.18Hasil penelitian Patel menyebutkan bahwa elemen yang terkena TDI hanya satu gigi 86,1%, dua gigi 12,7%, dan tiga gigi 1,3%.Menurut Kovacsmenyebutkan bahwa elemen gigi yang terkena TDI hanya satu gigi 69,9%, dua gigi 28,3%, tiga gigi 1,7%, dan lebih dari tiga gigi 0,4%.8,11

Berdasarkan statistik dari berbagai negara menunjukkan bahwa sepertiga dari anak dibawah usia sekolah, seperempat dari seluruh anak usia sekolah dan sepertiga dari orang dewasa pernah mengalami trauma gigi.2Hasil penelitian oleh Ingle menyebutkan bahwa prevalensi TDI terjadi pada usia 11-13 tahun adalah 11,5%.10Prevalensi TDI pada anak usia 12-15 tahun menurut penelitian Kumar adalah14,4%.Hasil penelitian oleh Batra menyebutkan bahwa prevalensi TDI pada anak usia 12 tahun 14,97%.5,7Penelitian oleh Kovacsmenyebutkan bahwasecara keseluruhan prevalensi TDI tertinggi untuk gigi permanen terjadi pada usia 11 -12 tahun.11Menurut Guedes menyebutkan bahwa TDI terbesar pada anak usia 6-10 tahun lalu diikuti dengan anak usia 11-15 tahun.12Menurut Kalaskarinsiden terjadinya TDI


(24)

bertambah seiring bertambahnya usia, prevalensi insiden TDI terbesar adalah pada usia 12-15 tahun yaitu sebesar 32,8%.6

Tabel 4. Distribusi TDI berdasarkan usia dan jenis kelamin6

Usia (Tahun) Laki-laki (%) Perempuan (%) Total (%)

1-3 11 (5,7) 13 (6,5) 24 (12,1)

4-7 31 (15,6) 26 (13,1) 57 (28,7)

8-11 43 (21,7) 9 (4,5) 52 (26,2)

12-15 60 (30,3) 5 (2,5) 65 (32,8)

2.2Klasifikasi Trauma Gigi

Klasifikasi trauma gigi anterior perlu diketahui untuk menegakkan diagnosis. Dalam penelitian ini, klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi trauma gigi oleh World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomatologyyang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan jaringan periodontal, kerusakan pada tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut baik pada gigi sulung ataupun gigi permanen.1,15,19

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

a.Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurnapada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

b.Fraktur enamel (enamel fracture) yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel.

c.Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel dan dentin tanpa melibatkan pulpa.


(25)

d.Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) yaitu fraktur mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

e.Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan jaringan pulpa.

f.Fraktur mahkota akar kompleks (complicated crown-root fracture) yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum, dan melibatkan pulpa

g.Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan enamel

Gambar 1.Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa: A. Retak mahkota B. Fraktur enamelC. Fraktur email-dentin D. Fraktur mahkota kompleks E. Fraktur mahkota akar F. Fraktur akar.15

2.2.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

a.Konkusi(concussion) yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

b. Subluksasi(subluxation) yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

c. Luksasi ekstrusi (extrusive luxation)yaitu keluarnya sebagian gigi dari soketnya, ekstrusi menyebabkan mahkota gigi elongasi.


(26)

d. Luksasi lateral (lateral luxation) yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakkan gigi kearah labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket gigi.

e.Luksasi intrusi (instrusive luxation)yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

f.Avulsi (avulsion) yaitu lepasnya seluruh gigi ke luar dari soket.

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal: A.Konkusi B. Subluksasi C. Luksasi lateral D.Luksasi ekstrusi E. Luksasi intrusi F. Avulsi15

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung

a.Kerusakan soket alveolar maksila dan mandibulamerupakan dampak dan kompresi dari soket alveolar pada rahang atas atau rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral.

b.Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibulaadalah fraktur tulang alveolar pada rahang atas atau rahang bawah yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.

c. Fraktur prosesus alveolar maksila dan mandibulaadalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi pada rahang atas atau rahang bawah.

d.Fraktur korpus maksila dan mandibulaadalah fraktur pada korpus maksila atau mandibulayang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.


(27)

A B C D E F

Gambar 3. Kerusakan pada jaringan pendukung: A. Kerusakan soket alveolar maksila dan mandibula B. Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula C dan D. Fraktur prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi E dan F. Fraktur Korpus maksila dan mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi19

2.2.4 Kerusakan pada Gusi atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

a.Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka.Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

b.Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

c.Luka abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.


(28)

Gambar 4. Kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut: A. Laserasi B. Konkusi C. Abrasi19

2.3Riwayat dan Diagnosis

Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital, riwayat kesehatan pasien, data dan keluhan pasien saat terjadinya trauma.Sedangkan pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral dan pemeriksaan radiografi sebagai pemeriksaan penunjang.9

Sangat penting untuk memperoleh seluruh riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan pasien secara lengkap.Pemeriksaan darurat yang dilakukan meliputi riwayat kesehatan umum dan riwayat dental, pemeriksaan klinis dan radiografidan ditambah dengan berbagai tes vitalitas gigi dengan, palpasi, perkusi, sensitivitas dan evaluasi mobiliti gigi.17Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan rencana perawatan dan menentukan prognosis jangka panjang.20Data vital terdiri dari usia pasien, identitas, dan tempat tinggal, lalu melalui anamnesa menanyakan perihal riwayat trauma gigi yang pernah dialami pasien dengan menanyakan beberapa pertanyaan yaitu, bagaimana, dimana, dan kapan terjadinya trauma gigi tersebut.9Untuk mengetahui riwayat medis pasien dokter gigi perlu menanyakan penyakit yang diderita dan apakah ada cidera lain yang diderita pasien dibagian tubuh lain saat mengalami trauma gigi.9,17,21Riwayat kesehatan umum pasien juga perlu ditanyakan pada pasien perihal penyakit kongenital atau yang sedang diderita pasien


(29)

saat ini misalnya gangguan perdarahan, gangguan jantung kongenital, alergi obat-obatan dan obat anti tetanus (ATS).17,22

Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral bertujuan untuk melihat luka di luar rongga mulut misalnya laserasi yang ditimbulkan akibat trauma dan apakah ada pembengkakkan di sekitar atau di luar ronggamulut(bibir, wajah, dan keadaan tulang tengkorak pada pasien). Pemeriksaan intra oral meliputi pemeriksaan laserasi pada jaringan lunak di dalam rongga mulut yang bertujuan melihat keadaan sekitar rongga mulut pasca trauma. Terdapat fraktur gigi atau fraktur tulang, perubahan oklusi, mobiliti gigi, fraktur akar dan sensitivitas gigi. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografi yang bertujuan untuk melihat garis fraktur pada gigi atau tulang alveolar, ruang pulpa yang terpapar akibat trauma, kelainan jaringan pendukung dan pergeseran gigi.1,9,17

Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi, test elektrik, dan uji termal.21Rangkaian perawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan. Dokter gigi harus mencatat seluruh informasi yang didapat dari berbagai macam pemeriksaan untuk menentukan rencana perawatan yang hendak dilakukan.

2.4Penanganan Darurat dan Pencegahan Trauma Gigi

Trauma gigi yang menimbulkan komplikasi terhadap jaringan pendukung gigi dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan estetika sehingga dibutuhkan tindakan perawatan yang tepat dan cepat. Trauma gigi juga bukan hanya mengganggu fungsi pengunyahan, berbicara, fonetik, dan masalah psikologis pada anak dan orang tua, tetapi juga mengganggu personaliti dan kualitas hidup anak tersebut. Bagi anak, trauma gigi anterior dapat mengganggu rasa percaya diri anak untuk berinteraksi sosial dengan teman sekolahnya sehingga mengganggu semangat anak untuk pergi kesekolah karena mendapat ejekan dan ini menyebabkan menurunnya progress anak di sekolah sehingga dapat mengganggu kekehidupan sehari-hari anak tersebut.10,11,20


(30)

Penanganan darurat yang dilakukan bertujuan untuk meminimalisasi akibat trauma gigi yang ditimbulkan sehingga perawatan darurat menjadi awal rencana perawatan untuk trauma gigi. Riwayat dan jenis trauma gigi yang terjadi harus menjadi dasar untuk menentukan perawatan yang tepat.17Tujuan perawatan trauma gigi tersebut untuk menstabilkan posisi gigi beserta fungsinya kembali dan jika trauma gigi ini terjadi pada gigi desidui, perawatan darurat dapat mempengaruhui membaiknya erupsi gigi permanen yang akan tumbuh.11,21,22

Trauma gigi anak sering disertai dengan luka terbuka dari jaringan mulut, abrasi jaringan wajah atau bahkan luka tusukan. Pada pasien yang menderita penyakit gangguan perdarahan akan menjadi prioritas jika terjadi laserasi pada jaringan lunak dan avulsi. Tindakan darurat yang harus dilakukan seperti debridement luka, penjahitan, kontrol perdarahan dari luka jaringan lunak, dan pemberian anti tetanus serum bila kemungkinan luka yang terjadi sepsis.20,21Pembersihan luka dengan baik merupakan tolok ukur pertolongan pertama. Antiseptik permukaan dapat digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan strepkokus pathogen pada kulit atau mukosa daerah luka.Pemberian antibiotik juga dapat diberikan sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan lunak sekitar, tetapi apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.1

Trauma gigi sampai saat ini masih menjadi masalah yang sulit diatasi karena kebanyakan orangtua dan guru tidak begitu peduli dengan masalah yang akan ditimbulkan dari trauma gigi ini. Orangtua dan guru sebaiknya sejak dini mendidik anak tentang bahaya terjatuh, membentur benda keras, dan bahayanya kecelakaan lalu lintas. Orangtua seharusnya mengawasi kegiatan anaknya.Menggunakan alat pelindung saat bermain, berolahraga, menggunakan helm dan sabuk pengaman saat berkendaraan dapat mencegah terjadinya trauma.Menggunakan helm dapat mengurangi risiko terjadinya trauma sebesar 65% dibanding dengan tidak menggunakan helm.6,10,14

American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) menyarankan untuk menggunakan alat pelindung saat berolahraga seperti mouthguard, alat ini dapat


(31)

membantu mendistribusikan kekuatan dari benturan sehingga dampak trauma dapat diminimalkan.Edukasi mengenai trauma gigi baik cara pencegahan, perawatan trauma serta dampaknya perlu diberikan kepada anak, orang tua dan guru sekolah, serta tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai trauma gigi juga menjadi hal penting untuk mengurangi risiko terjadinya trauma gigi.10,17

2.5 Kerangka Teori

Klasifikasi Trauma Gigi menurut WHO :

 Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa  Kerusakan pada jaringan

periodontal

 Kerusakan pada jaringan pendukung

 Kerusakan pada gingiva dan jaringan lunak

Etiologi

Trauma Gigi anterior

Predisposisi

Klasifikasi


(32)

2.6 Kerangka Konsep

Anak SMP Prevalensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan :

Klasifikasi trauma gigi permanen anterior menurut WHO

Elemen gigi permanent anterior Usia

Jenis kelamin Lokasi terjadinya Etiologi

Pemeriksaan Lengkap Pencegahan


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian survei deskriptifcross-sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada SMP di masing-masing kecamatan yaitu kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

Proposal penelitian dimulai pada Januari 2015.Waktu penelitian bulan Maret 2015.Pengolahan dan analisis data pada bulan April 2015.Penyusunan dan pembuatan laporan bulan Mei 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

a. Populasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak SMPusia 12-14 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang.

b. Sampel. Sampel dari penelitian ini adalah murid SMP di kecamatan Medan Maimun dan kecamatan Medan Selayang yang memenuhi kriteria inklusi dan dipilih secara random.Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode multistage random sampling, yaitu terlebih dahulu memilih secara random satu kecamatan lingkar luar dan satu kecamatan lingkar dalam dari 21 kecamatan sekotamadya Medan.Selanjutnya dilakukan random lagi untuk mendapatkan SMP dari masing-masing kecamatan lingkar luar dan lingkar dalam.Dari masing-masing SMP dilakukan lagi random untuk memilih murid hingga didapat jumlah sampel yang dibutuhkan.


(34)

c. Besar sampel. Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan besar jumlah sampel untuk estimasi proporsi. Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal.Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label.

n = Zα2

.P.Q d2

= 1,962. 0,22 . (1-0,22) (0,05)2

= 264 sampel Dengan ketentuan :

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96 P : proporsi = 22 %

Q : 1- P = 1- 0,22 = 0,78 d : presisi (0,05)

Dari rumus tersebut, presisi penelitian 0,05 berarti kesalahan penelitian yang masih bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh yaitu 5%. Jumlah sampel ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang didapat dari rumus untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop-out. Jadi, besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 290 orang.Jumlah subjek penelitian kemudian didistribusikan merata pada masing-masing SMP yang telah dipilih di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Selayang.

a. Kecamatan Medan Polonia : ½ x 290 = 145 orang b. Kecamatan Medan Denai : ½ x 290 = 145 orang Kriteria Inklusi

a. Murid SMP


(35)

Kriteria Eksklusi

a. Anak yang tidak mengembalikan informed concent

3.4 Variabel Penelitian

a. Klasifikasi trauma gigi permanen anterior yang dapat dilihat secara klinis berupa: fraktur enamel, fraktur enamel-dentin, fraktur mahkota kompleks, konkusi, subluksasi, luksasi ekstrusi, luksasi lateral, luksasi intrusi, dan avulsi.

b. Elemen gigi

c. Usia kejadian trauma d. Jenis kelamin

e. Lokasi terjadinya trauma f. Etiologi trauma

3.5Definisi Operasional

Berdasarkan Klasifikasi Menurut WHO

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa:

a. Fraktur enamel adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

b. Fraktur enamel - dentin yaitu fraktur pada mahkota gigi hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa

c. Fraktur mahkota yang kompleks adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa.

2. Kerusakan pada jaringan periodontal:

a. Konkusi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

b. Subluksasi yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.


(36)

c. Luksasi ekstrusi yaitu keluarnya sebagian gigi dari soketnya.

d. Luksasi lateral yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakkan gigi kearah labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket gigi.

e. Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar sehingga menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.

f. Avulsi yaitu lepasnya seluruh gigi ke luar dari soket.

Berdasarkan elemen gigi

Kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis pada gigi anterior, yaitu gigi insisivus sentralis, insisivus lateralis dan kaninus rahang atas maupun rahang bawah.

Berdasarkan usia responden

Dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran

Berdasarkan usia kejadian trauma

Usia anak saat mengalami trauma gigi.

Berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin responden, yaitu laki-laki atau perempuan.

Berdasarkan lokasi kejadian

Tempat anak mengalami trauma gigi permanen anterior.Rumah; di dalam dan lingkungan sekitar rumah. Sekolah:di dalam dan perkarangan sekolah. Tempat-tempat olahraga: di lapangan sepak bola, basket, badminton. Jalan: di jalan raya. Tempat lainnya: di mall, di pasar

Berdasarkan etiologi

Penyebab dari trauma gigi permanen anterior yang dialami anak.Tidak sengaja terjatuh; jatuh karena terpleset (tidak sengaja).Terjatuh saat bermain;jatuh karena sebab permainan.Terjatuh saat berolahraga; jatuh/ benturan saat kegiatan olahraga. Kecelakaan lalu lintas: jatuh/ benturan saat kecelakaan. Kekerasan fisik: pemukulan terhadap anak. Berkelahi; saling pukul disertai emosi.Penggunaan gigi tidak pada tempatnya; menggigit pensil dalam jangka waktu yang lama. Sebab lainnya; tidak sengaja terpukul


(37)

3.6Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara survei lapangan dengan mengunjungi subjek penelitian pada SMP yang telah dipilih di setiap kecamatan yaitu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang. Metode pengumpulan data yang akan digunakan peneliti adalah wawancara dan pemeriksaan terhadap gigi permanen anterior anak yang mengalami trauma. Hasil pemeriksaan dimasukkan ke dalam lembar pemeriksaan.

Tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Peneliti menentukan dua SMPpada masing-masing kecamatan yang akan dijadikan lokasi penelitian menggunakan teknik random.

2. Peneliti mempersiapkan kelengkapan administrasi berupasurat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi USU dan ethical clearance di komisi etik Fakultas Kedokteran USU.

3. Peneliti mendatangi setiap lokasi penelitian untuk meminta persetujuan, menentukan jadwal,dan ruangan untuk penelitian.

4. Peneliti memberikan informed consent kepada wali kelas. Wali kelas memberikan informed concent kepada murid yang terpilih sebagai sampel penelitian untuk di sampaikan ke orang tua.

5. Penelitian dilakukan di ruangan yang telah ditetapkan. Ruangan yang digunakanharus mempunyai penerangan yang cukup dan satu buah tong sampah.Penelitian dilakukan pada pagi hari sampai menjelang siang.

6. Peneliti mewawancarai anak perihal identitas, pengalaman trauma, penyebab trauma,dan lokasi anak mengalami trauma. Gigi dikeringkan menggunakan kain kasa sebelum diperiksa.Pemeriksaan trauma gigi permanen anterior dilakukan dengan menggunakan kaca mulut, sonde, dan pinset dengan bantuan cahaya dari lampu.

7. Pemeriksaan dan pencatatan data dilakukan oleh tim yang terdiri atas 6-8 orang.Beberapa hari sebelum penelitian dilakukan kalibrasi pada tim untuk menyamakan persepsi agar hasil yang diperoleh akurat.


(38)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui beberapa tahap, yaitu :

a. Editing : untuk mengetahui dan mengecek apakah data sudah terisi semua, serta untuk melihat kebenaran pengisian.

b. Coding : untuk mengubah data yang telah terkumpul ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode. Proses pengkodean dilakukan berdasarkan variable-variabel dalam penelitian.

c. Data entry : mengisi kolom-kolom lembar kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

d. Saving : proses penyimpanan data sebelum data diolah atau dianalisis. e. Tabulation : proses pengolahan data dalam bentuk tabel yang diolah dengan bantuan komputer.

f. Cleaning : untuk mengecek kembali data yang sudah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

3.7.2 Analisis Data

Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam program Microsoft excel dalam bentuk tabel agar penghitungan data lebih mudah dilakukan. Penghitungan dan analisa data dilakukan secara manual, yaitu melakukan penghitungan dengan hasil berupa persentase.


(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 290 orang. Sampel berasal dari sekolah di kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang, dari 7 sekolah di Medan Maimun dan dari 10 di Medan Selayang hanya 4 sekolah yang memberi izin penelitian, yaitu dua sekolah di kecamatan Medan Maimun yang diwakili oleh SMP Santa Maria dan SMP Darul Aman, dan dua sekolah di kecamatan Medan Selayang yang diwakili oleh SMP Dharma Pancasila dan SMP Muhammadiyah 3. Berdasarkan jenis kelamin, sampel penelitian terdiri dari 162 anak laki-laki dan 128 anak perempuan. Berdasarkan usia sampel pada kelompok usia 11 tahun terdapat sebesar 1,37% (4 orang), usia 12 tahun 22,41% (65 orang), usia 13 tahun 36,24% (105 orang), usia 14 tahun 25,86% (75 orang), usia 15 tahun 12,75% (37 orang), usia 16 tahun 1,37% (4 orang). (Tabel 1)

Tabel 1. Distribusi karakteristik responden di kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Karakteristik Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 162 128 55,86 44,14

Total 290 100

Usia (Tahun) 11 12 13 14 15 16 4 65 105 75 37 4 1,37 22,41 36,24 25,86 12,75 1,37


(40)

Prevalensi anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior di kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang adalah 22,06% (64 orang). Penelitian ini menunjukkan trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, yaitu 15,17% (44 orang) banding 6,89% (20 orang). (Tabel 2)

Tabel 2. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Jenis kelamin Jumlah Sampel Persentase (%) Terkena Trauma Persentase (%) Laki-laki Perempuan 162 128 55,86% 44,14% 44 20 15,17% 6,89%

Total 290 100% 64 22,06%

Trauma gigi permanen anterior berdasarkan usia trauma yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 64 anak yang mengalami trauma, didapat anak usia 10 tahun sebesar 34,37% (22 orang), usia 11 tahun 223,43%(15 orang), usia 12 tahun 28,14% (18 orang), usia 13 tahun 7,81% (5 orang), usia 14 tahun 6,25% (4 orang).

Tabel 3.Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan usia trauma pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Usia Trauma (Tahun) Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

10 11 12 13 14 22 15 18 5 4 34,37 23,43 28,14 7,81 6,25


(41)

4.2Etiologi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Terjatuh saat bermain merupakan etiologi paling banyak yang menyebabkan trauma gigi permanen anterior sebesar 42,18% (27 orang), tidak sengaja terjatuh 31,26% (20 orang), kecelakaan saat berolahraga 14,06% (9 orang), kecelakaan lalu lintas 4,68% (3 orang), karena sebab lainnya yaitu tersiku teman, terbentur tembok, terbentur mic 4,68% (3 orang), dan berkelahi 3,13% (2 orang).

Tabel 4.Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan etiologi pada anak SMP di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Denai

Etiologi Jumlah Sampel (n) Persentase (%)

Tidak sengaja terjatuh Terjatuh saat bermain Kecelakaan saat berolahraga Kecelakaan lalu lintas Kekerasan fisik Berkelahi

Penggunaan gigi tidak pada tempatnya Sebab lainnya (sebutkan)

20 27 9 3 0 2 0 3 31,26 42,19 14,06 4,68 0,00 3,13 0 4,68

Total 64 100

Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki paling banyak disebabkan karena tidak sengaja terjatuh sebesar 38,63% (17 orang), terjatuh saat bermain 27,27% (12 orang), kecelakaan saat berolahraga 20,45% (9 orang), kecelakaan lalu lintas 6,81% (3 orang), berkelahi 4,54% (2 orang), dan karena sebab lainnya 2,27% (1 orang). Terjatuh saat bermain merupakan penyebab paling banyak pada anak perempuan sebesar 75% (15 orang), tidak sengaja terjatuh 15% (3 orang), dank arena sebab lainnya 10% (2 orang). (Tabel 5)


(42)

Tabel 5.Distribusi frekuensi etiologi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Etiologi

Frekuensi Usia Kejadian Trauma (n/%)

Laki-laki Perempuan Tidak sengaja terjatuh

Terjatuh saat bermain Kecelakaan saat berolahraga Kecelakaan lalu lintas Kekerasan fisik Berkelahi

Penggunaan gigi tidak pada tempatnya Sebab lainnya (sebutkan)

17 (38,63) 12 (27,27) 9 (20,45) 3 (6,81) 0 2 (4,54) 0 1 (2,27) 3 (15) 15 (75) 0 0 0 0 0 2 (10)

Total 44 20

4.3Klasifikasi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Berdasarkan klasifikasi trauma gigi menurut WHO yang dialami oleh 64 anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang, 26,58% (21 gigi) mengalami konkusi, 22,78% (18 gigi) mengalami fraktur enamel, 22,78% (18 gigi) mengalami subluksasi, 15,19% (12 gigi) mengalami fraktur enamel-dentin, 5,06% (4 gigi) mengalami avulsi, mengalami fraktur mahkota kompleks, 3,79% (3 gigi) mengalami luksasi lateral.

Tabel 6.Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan klasifikasi trauma (WHO) pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang


(43)

Fraktur enamel

Fraktur enamel-dentin Fraktur mahkota kompleks Konkusi Subluksasi Luksasi ekstrusi Luksasi lateral Luksasi intrusi Avulsi 18 12 3 21 18 0 3 0 4 22,78 15,19 3,79 26,58 22,78 0,00 3,79 0,00 5,06

Total 79 100

4.4Lokasi Kejadian Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Lokasi kejadian trauma gigi paling sering terjadi di rumah sebesar 42,19% (27 orang), sekolah 31,25% (22 orang), jalan 14,06% (9 orang), tempat-tempat olahraga 10,94 (5 orang), dan tempat lainnya yaitu di mushola 1,56% (1 orang). (Tabel 7)

Tabel 7.Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan lokasi trauma pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Lokasi Kejadian Trauma Frekuensi Kasus Persentase (%)

Rumah Sekolah

Tempat-tempat olahraga Jalan

Tempat lainnya (sebutkan)

27 20 7 9 1 42,19 31,25 10,94 14,06 1,56

Total 64 100

4.5Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Tabel 8 menunjukkan distribusi trauma gigi permanen anterior berdasarkan elemen gigi yang terlibat. Elemen gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi insisivus sentralis kanan atas sebesar 36,72% (29 gigi), diikuti gigi insisivus sentralis kiri atas 22,78% (18 gigi), kaninus kanan atas 12,16% (9 gigi), insisivus lateralis kanan atas 8,86% (7 gigi), insisivus sentralis kanan bawah 5,06% (4 gigi), insisivus lateralis kiri atas 3,79% (3 gigi), kaninus kiri atas 3,79% (3 gigi),


(44)

insisivus lateralis kanan bawah 2,70% (2 gigi), kaninus kiri bawah 2,70% (2 gigi), insisivus sentralis kiri bawah 1,27% (1 gigi), dan kaninus kanan bawah 1,27% (1 gigi).

Tabel 8. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior berdasarkan elemen gigi yang terlibat pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

Elemen Gigi Frekuensi Kasus (n) Persentase (%)

Insisivus sentralis kanan atas Insisivus sentralis kiri atas Insisivus lateralis kanan atas Insisivus lateralis kiri atas Insisivus sentralis kanan bawah Insisivus sentralis kiri bawah Kaninus kanan atas

Kaninus kiri atas

Insisivus lateralis kanan bawah Insisivus lateralis kiri bawah Kaninus kanan bawah Kaninus kiri bawah

29 18 7 3 4 1 9 3 2 0 1 2 36,72 22,78 8,86 3,79 5,06 1,27 12,16 3,79 2,70 0,00 1,27 2,70


(45)

BAB 5 PEMBAHASAAN

Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak SMP di kecamatan Medan Maimun yang diwakili oleh SMP Santa Maria dan SMP Darul Aman, SMP di kecamatan Medan Selayang yang diwakili oleh SMP Dharma Pancasila dan SMP Muhammadiyah 3berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil yang cukup besar sebesar 22,06% (Tabel 2). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nicolau dkk di Brazil sebesar 20,4%, Kaste dkk di U.S.A. sebesar 24,9%, dan Marcenes dkk di U.K. sebesar 23,7%. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peneletian Malikaew dkk di Thailand sebesar 35% dan Klaskar di India pada tahun 2013 sebesar 32,8% dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sorlano dkk di Brazil sebesar 10,5% dan Chopra dkk di India pada tahun 2014 sebesar 10,2%. Perbedaan hasil ini bisa diperoleh karena adanya variasi lingkungan, sosial-ekonomi,dan perbedaan tingkah laku masyarakat Indonesia dengan negara-negara tersebut.2,6,14

Peran sosio-ekonomi terhadap peningkatan trauma gigi permanen anterior masih belum terlihat jelas, akan tetapi beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi dengan status sosio-ekonomi yang rendah memiliki hubungan dengan tingkat terjadinya trauma gigi, hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pencegahan terhadap trauma gigi. Padatnya pemukiman di sekitar lokasi penelitian merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya trauma gigi permanen anterior. Menurut Andreasen, trauma gigi lebih sering terjadi di lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi dibandingkan dengan lingkungan yang tingkat kepadatannya lebih rendah.18

Anak laki-laki lebih berisiko mengalami trauma gigi permanen anterior dibandingkan dengan anak perempuan. Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki sebesar 15,17% dan pada anak perempuan sebesar 6,89% (Tabel 2). Hasil penelitian ini didukung oleh Kumar dkk di India pada anak usia 12-15 tahun


(46)

yang menunjukkan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki 16,2% sedangkan pada anak perempuan 12,7% dan pada usia yg sama penelitian oleh Kalaskar dkk di India menunjukkan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki 30,3% sedangkan pada anak perempuan 2,5%. Penelitian di India menunjukkan prevalensi trauma gigi pada anak laki-laki usia 8-13 tahun 9,80% sedangkan pada anak perempuan 7,77%. Eva dkk di Indonesia mengatakan bahwa prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan.5,6,8,9 Tingginya angka prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan disebabkan karena anak laki-laki cenderung lebih aktif dalan setiap melakukan aktivitas seperti aktivitas olahraga sedangkan anak perempuan cenderung memilih aktivitas yang aman seperti menari dan bermain di dalam rumah.11,14

Hasil penelitian ini menunjukkan anak usia 10 tahun memiliki prevalensi trauma gigi permanen anterior paling tinggi sebesar 34,37%. Anak usia 12 tahun memiliki prevalensi sebesar 28,14%, anak usia 11 tahun sebesar 23,43%, anak usia 13 tahun sebesar 7,81%, dan anak usia 14 tahun memiliki sebesar 6,25%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kovacs dkk dan Ingle dkk yang menunjukkan bahwa prevalensi trauma gigi permanen anterior paling tinggi pada usia 11-12 tahun.10,11 Penelitian yang dilakukan oleh Kumar dkk memiliki hasil yang berbeda dan menyatakan prevalensi trauma gigi permanen anterior paling tinggi pada usia 14 tahun.5 Berbeda dengan Kumar dkk, Klaskar dkk mendapatkan hasil bahwa prevalensi trauma gigi permanen anterior paling tinggi pada usia 12-15 tahun.6Keadaaninidisebabkan karena pada masa tersebut anak cenderung lebih aktif melakukan berbagai aktifitas olahraga dan anak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sehingga menyebabkan anak berani melakukan berbagai aktifitas tanpa mempertimbangan risiko yang terjadi, serta kejadian ini juga dapat meningkatkan angka terjadinya trauma gigi.11

Penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior adalah terjatuh.8,10,14 Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior adalah terjatuh saat bermain sebesar 42,19% dan


(47)

tempat kedua terbanyak adalah tidak sengaja terjatuh sebesar 31,26%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Kalaskar dkk menyebutkan bahwa kegiatan olahragal yang menjadi penyebab terbanyak trauma gigi permanen anterior.6 Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Batra dkk yang menyebutkan terjatuh adalah penyebab terbanyak trauma gigi permanen anterior sebesar 45,67%.7 Ingle dkk juga menyebutkan terjatuh sebagai penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior sebesar 43,86%.8Keragaman hasil yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan populasi, usia, jenis kelamin, dan lingkungan.8,16 Kecelakaan saat berolahraga menyebabkan trauma gigi permanen anterior sebanyak 14,06%, kecelakaan lalu lintas sebesar dan karena sebab lainnya yaituterbentur mic dan terbentur dinding sebesar 4,68%, serta berkelahi sebesar 3,13%. Trauma gigi permanen anterior yang disebabkan karena kekerasan fisik tidak ditemukan pada penelitian ini (Tabel 4).

Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin menunjukkan penyebab trauma gigi paling banyak pada laki-laki adalah tidak sengaja terjatuh, tersungkur, atau tersandung sebesar 38,63% (17 orang), selanjutnya terjatuh saat bermain sebesar 27,27% (12 orang), kecalakaan saat berolahraga 20,45% (9 orang), kecelakaan lalu lintas 6,81% (3 orang), berkelahi 4,54% (2 orang), dan karena sebab lainnya 1,56% (1 orang). Terjatuh saaat bermain merupakan penyebab terbesar terjadinya trauma gigi permanen anterior pada anak perempuan sebessar 75% (15 orang), selanjutnya tidak sengaja terjatuh sebesar 15% (3 orang), dank arena sebab lainnya sebesar 10% (2 orang) (Tabel 5). Hasil penelitian ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan Batra dkk dan Patel dkk yang menyebutkan terjatuh merupakan penyebab terbanyak trauma gigi permanen anterior. Hasil penelitian Kovacs dkk menunjukkan bahwa kecelakan saat berolahraga merupakan penyebab paling sering mengakibatkan trauma gigi pada anak laki-laki, karena anak laki-laki biasanya lebih agresif dan banyak melakukan aktifitas fisik serta olahraga. Kegiatan yang dilakukan anak perempuan cenderung lebih aman dan memiliki risiko trauma gigi yang lebih rendah daripada anak laki-laki, serta anak perempuan biasanya lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu.11,23


(48)

Konkusi (26,58%), fraktur enamel dan subluksasi (22,78%) merupakan jenis trauma gigi permanen yang paling banyak di jumpai dan memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan jenis trauma lainnya dalam penelitian ini (Tabel 7). Hasil tersebut kurang sesuai dengan hasil penelitian Prasad dkk yang menyebutkan fraktur enamel merupakan jenis fraktur yang paling banyak dijumpai sebesar 65% dan fraktur enamel-dentin 27%, Batra dkk menyebutkan fraktur enamel sebesar 60,15% dan fraktur enamel-dentin 21,8%, dan hasil penelitian Chopra dkk juga menyebutkan bahwa 37,2% sampel mengalami fraktur enamel dan 8,1% sampel mengalami fraktur enamel-dentin karena trauma gigi yang dialami sebagian besar anak masih cukup ringan.7,14,23 Keparahan trauma gigi tergantung dari bagaimana trauma terjadi, kecepatan, arah, dan kekuatan benturan yang terjadi. Jenis trauma yang paling sedikit dijumpai adalah fraktur enamel-dentin (15,19%), avulsi (5,06%), fraktur mahkota kompleks dan luksasi lateral memiliki persentase yang sama (3,79%), sedangkan luksasi intrusi dan ekstrusi tidak dijumpai pada penelitian ini, hal ini disebabkan karena kasus luksasi biasanya lebih banyak terjadi pada gigi sulung dan tulang alveolar pada gigi sulung lebih lunak daripada gigi permanen sehingga lebih memungkinkan untuk terjadinya perpindahan posisi daripada fraktur gigi. Jenis-jenis trauma tersebut juga sering ditemukan pada keadaan trauma yang lebih parah seperti disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan sebagainya.24,25

Trauma gigi permanen anterior yang didapat dalam penelitian ini paling sering terjadi di rumah sebesar 42,19% (27 kasus), selanjutnya diikuti di sekolah 31,25% (20 kasus), di jalan 14,06% (8 kasus), di tempat-tempat olahraga 10,94% (7 kasus), dan di tempat lainnya (mushola) 1,56% (1 kasus) (Tabel 6). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Malikaew dkk yang menyebutkan trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi di sekolah sebesar 35%, tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan Batra dkk yang menyebutkan trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi di rumah sebesar38,72%, di tempat-tempat olahraga 19,65%, di sekolah 19%, dan di jalan 13,29%, dan di tempat-tempat lainnya 9,24%. Patel dan Sujan menyebutkan rumah sebagai lokasi paling banyak terjadinya trauma sebesar 43,87%. Hasil penelitian Prasad dkk menyebutkan rumah sebagai tempat paling sering terjadinya


(49)

trauma disebabkan karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Kejadian trauma gigi sering terjadi di tempat-tempat olahraga dan sekolah karena selain dirumah anak juga banyak menghabiskan waktu bermain, berolahraga, atau melakukan aktifitas fisik lainnya di tempat tersebut.2,7,10,23

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trauma gigi permanen anterior paling sering mengenai gigi insisivus sentralis rahang atas.Trauma yang mengenai gigi insisivus sentralis kanan rahang atas memiliki persentase sebesar 36,72% dan gigi insisivus sentralis kiri rahang atas 22,78%. Gigi insisivus lateralis kanan rahang atas memiliki persentase 8,86% dan gigi insisivus lateralis kiri rahang atas 3,79% (Tabel 8).Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Chopra dkk yang menunjukkan gigi insisivus sentralis rahang atas paling sering terkena trauma sebesar 81,4% dan insisivus lateralis rahang atas 10,5%.14 Keadaan tersebut disebabkan karena posisi gigi insisivus sentralis yang terletak lebih protrusi dibanding gigi lain. Benturan yang ditimbulkan akibat trauma biasanya lebih sering terjadi dari depan, sehingga bila terjadi trauma dapat menyebabkan gigi insisivus lebih dulu terkena trauma. Kondisi rahang atas yang kaku dan tidak bisa digerakkan seperti rahang bawah merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan trauma gigi pada rahang atas lebih sering terjadi dibandingkan dengan gigi rahang bawah. Gigi pada rahang bawah dan gigi kaninus memiliki persentase yang lebih rendah terhadap terjadinya trauma karena posisi rahang bawah yang agak ditutupi rahang atas, rahang bawah tidak bersifat kaku sehingga bisa bergerak saat terjadi trauma, dan posisi gigi kaninus yang terletak disudut juga mengurangi terkenanya trauma pada gigi tersebut.7,12,23


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada siswa SMP di Kecamatan Medan Maimun yang diwakili SMP Santa Maria dan SMP Darul Aman, dan dua sekolah di Kecamatan Medan Selayang yang diwakili SMP Dharma Pancasila dan SMP Muhammadiyah 3 berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebesar 22,06% dari subjek penelitian yang berjumlah 290 siswa.

2. Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki lebih tinggi yaitu 15,17% dan anak perempuan 6,89%. Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dua kali lebih banyak disbanding dengan anak perempuan.

3. Terjatuh saat bermain menjadi penyebab terbanyak mengakibatkan trauma gigi permanen anterior sebesar 42,18% tidak sengaja terjatuh menjadi penyebab terbanyak kedua yaitu 31,26%. Pada anak laki-laki tidak sengaja teerjatuh menjadi penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior 26,56% dan pada anak perempuan terjatuh saat bermain menjadi penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior sebesar 75%.

4. Secara umum trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi di rumah sebesar 43,75%, tetapi trauma gigi permanen anterior juga sering terjadi di sekolah karena siswa lebih banyak melakukan aktivitas di sekolah dan waktu yang cukup panjang di sekolah.

5. Tipe trauma gigi permanen anterior yang paling sering terjadi adalah konkusi sebesar 29,74%, fraktur enamel 24,32%, dan subluksasi 20,27%. Luksasi ekstrusi dan intrusi tipe trauma gigi permanen anterior tidak ditemukan dalam penelitian ini.

6. Gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi insisivus sentralis rahang atas. Gigi insisivus sentralis kanan rahang atas memiliki persentase paling tinggi sebesar 36,72% dan gigi insisivus sentralis kiri rahang atas 22,78%. Kaninus


(51)

kiri atas dan kaninus kanan bawah memiliki persentase yang paling kecil dan gigi insisivus lateralis kiri bawah tidak dijumpai.

7. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak SMP di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Denai masih cukup tinggi sehingga diperlukannya perhatian orangtua, guru sekolah, dan tenaga kesehatan khususnya dokter gigi mengenai trauma gigi.

6.2 Saran

1. Perlu diadakannya program penyuluhan dan edukasi mengenai trauma gigi permanen anterior pada anak, orangtua, dan guru sekolah tentang penyebab, dampak, penanganan darurat, perawatan, serta pencegahan trauma gigi oleh tenaga kesehatan khususnya dokter, sehingga diharapkan anak akan lebih berhati-hati terhadap terjadinya trauma.

2. Diharapkan anak menggunakan alat pelindung saat bermain dan berolahraga, serta helm dan sabuk pengaman saat berkendaraan untuk mencegah terjadinya trauma gigi.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. FKG UNPAD: 2, 4-8. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_ gigi_pada_anak.pdf(4Agustus 2014).

2. Glendor U. Epidemiology of traumatic dental injuries – a 12 year review of the literature. Dent Traumatoly J 2008; 24: 603-8.

3. Marcenes W, Tayfour O, Issa S. Epidemiology of traumatic injuries to the permanent incisors of 9-12-year-old schoolchildren in Damascus, Syria. EMHJ 2011; 7: 291-9.

4. Carvalho B, Franca C, Heimer M. Prevalence of dental trauma among 6 -7-year-old children in the city of Recife, PE, Brazil. Braz J Oral Sci 2012; 11(1): 72-5. 5. Kumar A, Bansal V, Veeresha KL, Sogi GM. Prevalence of traumatic dental

injuries among 12-15-year-old schoolchildren in Ambala District, Haryana, India. Oral Health Prev Dent 2011; 9(3) : 301-5.

6. Kalaskar R, Tawani GS, Kalaskar A. Paediatric traumatic dental injuries in Hospital of Central India, A 2,5 years retrospective review. IJRID 2013; 3: 1-10. 7. Batra M, Kandwal A, Gupta M, Tangade P, Dany SS, Rajput P. Prevalence of

dental traumatic JDSOR 2014; 5(1): 1-4.

8. Patel MC, Sujan SG. The Prevalence of traumatic dental injuries to permanent anterior teeth and it’s relation with predisposing factors among 8-13 years school children of Vadodara City: An Epidemiological study. JISPPD 2012; 30: 151-154.

9. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas tiga Ellis pada gigi tetap insisif sentral atas. Indo J of Dent 2008; 15 (2): 169-74.

10. Ingle NA, Baratam N, Charania Z. Prevalence and factors associated with traumatic dental injuries (TDI) to anterior teeth of 11-13 year old school going children of Maduravoyal,Chennai. JOHCD 2010; 4(3): 55-60.


(53)

11. Kovacs M, Pacurar M, Petcu B, Bukhari C. Prevalence of traumatic dental Injuries in children who attended two dental clinics in Targu Mures between 2003 and 2011. OHDM 2012; 11(3): 116-24.

12. Guedes OA, Alencar AHG, Lopes LG, Pecore JD, Estrela C. A Retrospective study of traumaic dental injuries in a Brazilian Dental Urgency Service. Braz Dent J 2010; 21(2): 154-6.

13. Loomba K, Loomba A, Bains R, Bains V. A proposal for classification of tooth fractures based on treatment need. J Oral Sci 2010; 52(4): 517-8.

14. Chopra A, Lakhanpal M, Rao NC, Gupta N, Vashisth S. Traumatic dental injuries among 12-15 year-old-school children in Panchkula. Arch Trauma Res 2014; 3(1): 1-4.

15. Tsukiboshi M. Treatment planning for traumatized teeth. 1st ed., Tokyo: Quintessence Publishing Co, Inc., 1998: 11-5.

16. Glendor U. Aetiology and risk factors related to traumatic dental injuries- a review of the literature. Dent Traumatol 2009; 25: 19-31.

17. Varghese RK, Agrawal A, Mitra A. Anterior teeth fracture among visually impaired individuals, India. J. Adv Oral Research 2011; 2(3): 1-4.

18. Glendor U, Marcenes W, Andreasen JO. Classification, epidemiology, and etiology. In: Andreasen JO, Andreasen FM, Anderson L.eds. Texbook and color atlas of traumatic injuries to the teeth, 4 th ed., Copenhagen: Black well Munksgaard, 2007: 217-34.

19. American academy of pediatric dentistry. Guideline on management of acute dental trauma. Reference Manual. 2011; 34(6): 230-1.

20. Roberts G, Longhurst P. Investigation of oro-dental injuries. In: Roberts G, Longhurst P .eds. Oral and dental trauma in children and adolescents. New York: Oxford University Press, 1996: 13-21.

21. Cameron A, Abbot P, Gregory P, et al.Trauma management. In: Cameron A, Widmer R .eds. Handbook of pediatric dentistry, 3 rd ed., Canberra: Mosby Elsevier, 2008: 95-8.


(54)

22. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Management of trauma to the teeth and supporting tissues.In: McDonald RE, Avery DR, Dean JA.eds. Dentistry for the child and adolescent. 8 th ed., Missouri: Mosby Inc, 2004: 455-60.

23. Prasad S, Tandon S, Pahuja M, Wadhawan A. Prevalence of traumatic dental injuries among school going children in Farukhnagar, Distric Gurgaon. IJSS 2014; 2: 44-49.

24. Bastone EB, Freer TJ, McNamara JR. Epidemiology of dental trauma: a review of the literature. Australian Dent J 2000; 45(1): 2-9.

25. Jesus MA, Antunes LA, Risso PA, Freire MV, Maia LC. Epidemologic survey of traumatic dental injuries in children seen at the Federal University of Rio de Janeiro, Brazil. Braz Oral Res 2010; 1: 89-94.


(55)

Lampiran 1

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR PEMERIKSAAN

PREVALENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR PADA ANAK SMP DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN DAN MEDAN SELAYANG

No. Kartu :

Tanggal :

Pemeriksa : Nama Sekolah : I. Identitas

Nama :

1. Jenis kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan 1.

2. Tanggal lahir/usia : 2.

II. Riwayat

3. Apakah adik pernah mengalami terjatuh sehingga giginya patah ? 3. 1. Ya 2. Tidak

III . Pemeriksaan

Usia (waktu trauma)

Etiologi Klasifikasi

Lokasi kejadian

Elemen

4. Elemen 1. 4.

5. Lokasi kejadian 1

5. 6. Klasifikasi

6.

7. Etiologi 7.

8. Usia (waktu trauma) 8.

13 12 11 21 22 23


(56)

Keterangan koding pemeriksaan

Kriteria No. koding Elemen:

Insisivus sentralis kanan atas Insisivus sentralis kiri atas Insisivus lateralis kanan atas Insisivus lateralis kiri atas Kaninus kanan atas Kaninus kiri atas

Insisivus sentralis kanan bawah Insisivus sentralis kiri bawah Insisivus lateralis kanan bawah Insisivus lateralis kiri bawah Kaninus kanan bawah Kaninus kiri bawah

11 21 12 22 13 23 41 31 42 32 43 33

Lokasi kejadian

Rumah Sekolah

Tempat-tempat olahraga Jalan

Tempat lainnya (sebutkan)

1 2 3 4 5


(57)

Klasifikasi:

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa:

a). Fraktur enamel

b). Fraktur enamel-dentin

c). Fraktur mahkota yang kompleks

2. Kerusakan pada jaringan periodontal: a). Konkusi

b). Subluksasi c). Luksasi Ekstrusi d). Luksasi Lateral e). Luksasi Intrusi f). Avulsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penyebab trauma (Etiologi):

Tidak sengaja terjatuh Terjatuh saat bermain Terjatuh saat berolahraga Kecelakaan lalu lintas Kekerasan fisik Berkelahi

Penggunaan gigi tidak pada tempatnya Sebab lainnya (sebutkan)

1 2 3 4 5 6 7 8


(58)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth.

Orangtua siswa …………. Di tempat

Saya adalah Joule Siregar salah satu mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya mohon kesediaan anak Bapak/Ibu untuk ikut serta sebagai subjek dalam penelitian saya yang berjudul: “Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak SMP di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat bagaimana dan dimana trauma sering terjadi.

Bapak/Ibu perlu mengetahui bahwa trauma gigi adalah suatu injuri (luka) atau kerusakan pada struktur gigi yang sering menimpa gigi depan. Terkenanya gigi memiliki dampak bagi kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan gigi itu sendiri, gangguan psikologis anak, dan dampaknya mungkin saja berpengaruh seumur hidup.

Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara terkait riwayat trauma gigi anak. Setelah itu dilakukan pemeriksaan dengan melihat keadaan gigi geligi anak Bapak/Ibu untuk melihat trauma yang terjadi pada gigi permanen. Pemeriksaan ini akan menggunakan alat berupa sonde dan kaca mulut. Pemeriksaan ini akan berlangsung sekitar 5 menit.

Jika anak Bapak/Ibu bersedia mengikuti penelitian ini, maka anak Bapak/Ibu akan mendapatkan informasi mengenai kondisi rongga mulutnya, mengetahui beberapa perawatan, dan tindakan yang dapat dilakukan terhadap trauma gigi permanen, serta dapat melakukan pencegahan untuk trauma gigi dengan lebih


(59)

mewaspadai hal-hal atau aktivitas yang tidak aman untuk anak Bapak/Ibu. Namun, selama penelitian ini berlangsung anak Bapak/Ibu sebagai subjek penelitian tentulah akan kehilangan waktu belajar atau bermainnya, tidak hanya itu anak Bapak/Ibu akan sedikit merasa letih karena harus membuka mulut saat dilakukan pemeriksaan trauma pada gigi permanen.

Apabila Bapak/Ibu memberikan izin, maka lembaran persetujuan menjadi subjek penelitian yang terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan kepada peneliti. Surat kesediaan ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Anak Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini selama penelitian berlangsung. Demikianlah penjelasan saya tentang penelitian ini, mudah-mudahan keterangan dari saya diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan anak Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, …….

Joule Siregar

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Telp : 082163731617


(60)

Lampiran 3

LEMBARAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama orang tua :

Alamat : No. Telpon/HP :

Memberikan persetujuan kepada anak saya :

Nama :

Umur :

Sekolah :

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian, risiko, keuntungan dan hak-hak anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul: “Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak SMP di kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang”, secara sadar dan tanpa paksaan, saya memberikan izin kepada anak saya untuk ikut serta dalam penelitian yang dilakukan oleh Joule Siregar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan catatan apabila suatu ketika saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan, ………. Yang menyetujui,

Orangtua subjek penelitian


(61)

(1)

135 katherin 2 12 2

136 rizki afwa 1 14 1 11;21 4 4;4 1 12

137 m. ferendi 1 13 1 13 1 4 1 10

138 puji karisa 2 13 2

139 anisa aulia 2 12 2

140 adina ridha 2 12 2

141 zahwa ardila 2 12 2

142 khoirunnisa 2 12 1 11;21 1 9;9 2 12

143 deni juanda 1 14 1 21 2 5 2 10

144 christoper 1 13 1 42 4 9 1 10

145 daliana 2 12 2

146 nurul 2 12 2

147 mutia elvira 2 12 2

148 seppia annisa 2 12 2

149 icha almayni 2 12 2

150 slamet mulyadi 1 14 1 22 2 7 1 10

151 gita febrina 2 12 2

152 lariska 2 12 2

153 oiga 2 12 2

154 amirul mukimin 1 13 1 21 2 1 2 10

155 luiza winnie 2 12 2

156 sindariani 2 14 2

157 fajar 1 15 1 13 3 4 3 11

158 dinda febila 2 14 2

159 sri febriyanti 2 14 2

160 kiki amalia 2 14 2

161 m. rianto 1 16 1 12 4 7 1 14


(2)

163 zulfikar 1 15 2 11;12;21 2 1;1;1 2 14

164 ruth elica 2 14 2

165 nabila putri 2 14 2

166 valentine 2 14 2

167 bulan tri 2 14 2

168 sofia anisa 2 14 2

169 adinda afira 2 14 2

170 fabilla 2 14 2 13 1 5 2 13

171 m. asyraf 1 13 1 11 3 1 3 10

172 dicky 1 14 2

173 imaslam 1 14 1 21 1 1 3 12

174 hasioholan 1 15 2

175 m. rizki 1 15 2

176 yasir 1 15 2

177 m. hafizul 1 15 2

178 fauzan 1 15 2

179 fahrin 1 14 2

180 rahmad 1 15 2

181 ruth mitha 2 13 2

182 mutiara 2 13 2

183 natasya 2 13 2

184 adinda rizaddi 2 13 1 21 2 4 1 11

185 rizky akbar 1 12 2 22 1 2 2 11

186 gilang dwi mada 1 12 1 41 2 4 2 12

187 dea 2 13 2

188 khairunnisa 2 13 2

189 m. ariq 1 13 2


(3)

191 jeremy agustinus 1 13 2

192 ridwan fernando 1 13 1 11;21 2 2;2 6 12

193 frenriskus 1 13 2

194 hagai firdaus 1 13 2

195 immanuel 1 13 2

196 patrick 1 13 2

197 ariko 1 13 2

198 bob kelvin 1 13 2

199 andrew 1 13 2

200 galilea 1 13 2

201 frans 1 13 2

202 jeremi 1 13 2

203 juan 1 13 2

204 jonattan 1 13 2

205 lilis 2 14 2

206 nafa nabillah 2 14 2

207 annisa sepha 2 14 2

208 putri ademutya 2 14 2

209 fanny kumala 2 14 2

210 ardha 1 12 1 12 2 5 2 10

211 cornela tarigan 2 14 1 22 1 2 1 10

212 viki ramadhani 1 14 1 23 2 4 1 12

213 grace stefani 2 13 2

214 arif gunawan 1 14 1 13 2 4 2 12

215 mayoshepine 2 13 2

216 rosenni 2 14 2

217 agi haluh 2 14 2


(4)

219 ignescia 2 14 2

220 abdullah 1 14 1 11 1 1 1 12

221 m. diki 1 14 1 33 1 4 1 13

222 adelya 2 12 2

223 afriani 2 12 2

224 heriawan 1 13 1 11 2 2 2 10

225 pran mulia 1 13 1 11 1 5 2 10

226 nazila humaina 2 13 2

227 indah agustina 2 12 2

228 adillah putri 2 12 2

229 khairunnisa 2 12 2

230 rahmi 2 12 2

231 devira 2 12 2

232 sisi liana 2 14 1 11;21 1 3;3 2 12

233 syahrul 1 13 1 11 5 5 1 11

234 cindy 2 13 2

235 fitria 2 13 2

236 dwi tiara 2 13 2

237 sri nurhayani 2 13 2

238 rizky 1 14 1 13 1 5 1 11

239 silvia 2 14 2

240 bagas 1 14 1 11 1 4 2 12

241 safitri 2 15 1 21 1 1 2 11

242 abdulah arif 1 12 2

243 ahmad fadila 1 12 2

244 mikhael faisal 1 12 2

245 agung nugroho 1 12 2


(5)

247 yoga 1 13 2

248 regina 2 12 1 13 2 2 2 10

249 andra 1 13 2

250 intan 2 14 1 11 1 2 2 14

251 ainul 2 14 2

252 jepri 1 15 1 11;21 3 1;1 3 11

253 dina aulia 2 14 2

254 ime 2 14 2

255 silvi 2 14 2

256 m. raihan 1 12 2

257 riswanto 1 12 2

258 sandi prayoga 1 12 2

259 m. wira 1 12 2

260

indah

permatasari 2 13 1 43 1 4 8 10

261 arianto 1 15 1 11;21 3 3;2 3 13

262 alfandi 1 13 2

263 m. dafa 1 12 2

264 fitriani 2 14 2

265 ika 2 14 2

266 fanny 2 14 2

267 you nelva 2 15 2

268 juni aseh 2 14 1 41 1 4 2 11

269 yolanda 2 15 2

270 suci 2 15 2

271 wirna 2 15 2

272 cindy ajeng 2 15 2


(6)

274 khairunnisa 2 15 2

275 tiara 2 15 2

276 sumanti 2 15 2

277 melviani 2 15 2

278 shania 2 15 2

279 andra alvandy 1 13 1 11 1 5 3 11

280 waras 2 15 2

281 surya 1 12 2

282 fajar sidik 1 12 2

283 abrihansyah 1 12 2

284 rian 1 12 2

285 michael 1 13 1 11;21 2 5;5 8 11

286 m. riansyah 1 12 2

287 ferry 1 12 2

288 ariya 1 12 2

289 fajar putra 1 12 2