Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia

(1)

PROFIL DARAH BEBERAPA MANUSIA

RETNO WINDYA KUSUMANINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Retno Windya Kusumaningtyas NRP F251050041


(3)

RETNO WINDYA KUSUMANINGTYAS. Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan RINA AGUSTINA

Kakao bebas lemak merupakan hasil samping proses ekstraksi kakao tinggi lemak. Lemak kakao banyak digunakan sebagai bahan baku farmasi dan kosmetika, sedangkan kakao bebas lemak belum banyak pemanfaatannya. Penelitian terdahulu melaporkan adanya kandungan polifenol yang tinggi pada bubuk kakao bebas lemak yaitu sekitar 120-180g/kg. Banyak penelitian di dalam dan luar negeri yang telah membuktikan manfaat polifenol kakao bagi kesehatan vaskular, peningkatan fungsi pembuluh darah, melindungi sel darah merah dan limfosit dari lisis dan kerusakan oksidatif. Dengan bukti-bukti aktivitas antioksidan yang tinggi, maka peluang pemanfaatan bubuk kakao bebas lemak sebagai bahan suplemen maupun pengkaya bahan makanan dan minuman (functional food) sangat besar.

Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh pemberian minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari pada profil darah subyek manusia yang meliputi variabel jumlah hematokrit, hemoglobin, MCHC, lekosit, granulosit, limfosit dan monosit serta platelet. Tujuan sekunder penelitian ini adalah menghubungkan status gizi dan total energi asupan makanan subyek dengan profil darah setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak.

Sebanyak 18 orang subyek wanita sehat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menandatangani informed consent. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapat minuman yang terdiri dari bubuk kakao bebas lemak 4g, susu skim 2g, dan gula 2g dalam 100ml air. Sedangkan kelompok kontrol mendapat minuman yang sama tetapi tanpa penambahan bubuk kakao bebas lemak. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah suplementasi minuman bubuk coklat bebas lemak setelah subyek menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Pengisian kuisioner dilakukan untuk mengetahui pola makan subyek. Analisis darah dilakukan dengan metode Quantitative Buffy Coat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat baseline, semua subyek yang terlibat dalam penelitian ini berada dalam kondisi vital yang sehat, dan memiliki latar belakang pendidikan serta keadaan sosio-demografi yang seragam. Baik subyek kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan, memiliki pola makan sehari-hari yang baik dan mencukupi kebutuhan energi pada kelompok usianya. Perbedaan asupan nutrisi subyek yang tampak, erat kaitannya dengan adanya variasi antar individu.

Sesudah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari terjadi kenaikan BMI subyek yang berbeda nyata saat sebelum dan sesudah suplementasi (P<0,05). Kenaikan BMI terjadi pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, sehingga kenaikan BMI subyek tersebut disimpulkan bukan sebagai akibat konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Asupan makanan, aktivitas fisik dan faktor genetis juga dapat mempengaruhi BMI subyek.


(4)

kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, terjadi penurunan pada jumlah hemoglobin, hematokrit dan platelet darah yang berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi (p<0,05). Sedangkan penurunan yang terjadi pada jumlah MCHC, total lekosit, granulosit, limfosit dan monosit tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah suplementasi (p>0,05). Oleh karena penurunan terjadi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, maka disimpulkan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap profil darah subyek. Pola makan subyek dan makanan yang dikonsumsi selama penelitian diduga berkontribusi pada penurunan jumlah variabel darah. Jumlah sel-sel imun yang tetap dalam nilai normalnya dapat memberi gambaran keamanan dan tidak adanya gangguan flavonoid kakao terhadap sel-sel imun tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak baik dan aman untuk dikonsumsi.


(5)

RETNO WINDYA KUSUSMANINGTYAS. The Effect of Fat-free Cocoa (Theobroma cacao Linneaus) Drink Supplementation on Blood Profile of Several Human Subjects. Under the direction of FRANSISKA R. ZAKARIA and RINA AGUSTINA

Fat-free cocoa, the by product of high-fat cocoa extraction process, has shown antioxidant and immunomodulatory effect in in vitro studies. However, studies in vivo have not been well characterized. A controlled trial-non double blind non randomized study was conducted to investigate whether daily supplementation of fat-free cocoa drink improves blood profile in healthy adult female. During 25 days treatment period, subject consumed beverage containing fat-free cocoa powder (40 mg/ml cacao; 1775 ppm total phenol), skim milk and sugar (test group),or only skim milk and sugar (control group). Both test group and control group received physical medical check up at the beginning and at the end of the study. Their peripheral blood were withdrawn to analyze the variables of blood profile using Quantitative Buffy Coat method. The result showed that there were no significant differences on almost all blood profile variables, except for MCHC, both in test group and control group at the same period. Blood profile variables i.e. hemoglobin, hematocrite, and platelet of the subjects in test group and control group significantly decreased before and after supplementation (p<0, 05). But the variables i.e. MCHC, leucocyte, granulocyte, lymphocyte and monocyte of the subjects in test group and control group decreased with no significant differences (p>0, 05) before and after supplementation. Because the reduction was occurred both in test group and control group, it was concluded that fat-free cocoa powder did not influence the blood profile and kept it in normal range. The daily supplementation of fat-free cocoa did not show adverse effect and had beneficial health effect.


(6)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PROFIL DARAH BEBERAPA MANUSIA

RETNO WINDYA KUSUMANINGTYAS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

(9)

Manusia.

Nama : Retno Windya Kusumaningtyas NRP : F251050041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransiska R.Zakaria, M.Sc dr. Rina Agustina, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

Alloh SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Pemberian Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak (Theobroma cacao Linneaus) terhadap Profil Darah Beberapa Manusia, dilaksanakan sejak bulan Juli 2006.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006 yang dipimpin oleh Bapak Dr.Ir. Misnawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember) dan Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. (Dosen Pascasarjana Ilmu Pangan IPB) atas bantuan dana penelitian.

Penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada Pusdiklat BPPT atas pemberian beasiswa PPKP 2005, Direktur P3 Teknologi Bioindustri serta Kasubdit Pangan Fungsional atas kesempatan melanjutkan studi.

Penghargaan dan terima kasih juga penulis haturkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. dan Ibu dr. Rina Agustina, MSc dari Seameo-Tropmed Universitas Indonesia atas segala arahan, bimbingan, nasihat, diskusi dan petunjuk yang sangat berharga sebelum dan selama penelitian serta dalam penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi atas kesediaannya selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, yang telah banyak memberi masukan dan tambahan bagi kelengkapan tesis ini.

Terima kasih yang dalam penulis sampaikan pada semua responden atas keiklasannya berpartisipasi dalam penelitian ini, semua laboran di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium PAU, Laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB, dokter dan analis di Klinik Caritas, dokter dan perawat di klinik Farfa Darmaga atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim kakao, yaitu Fitri, Eris, Welli, Erni, Ina dan Femi atas semua bantuan moril dan materiil, diskusi serta kerjasamanya. Kepada teman-teman mahasiswa pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan khususnya angkatan 2005, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung penulis juga mengucapkan terima kasih. Semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat balasan dari Alloh SWT.

Akhirnya ungkapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada Ayah HM. Soeyoto (almarhum), Ibu Hj. Siti Fatimah, suami tercinta Ir. H. Kusmono, anak-anakku tersayang Ucha, Fami dan Maula, adik-adik Rini dan Wiwid, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, perhatian, pengorbanan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Januari 2008


(11)

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1971 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara pasangan ayahanda HM. Soeyoto (almarhum), Ibu Hj. Siti Fatimah.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Taruna Nusa Harapan Mojokerto, Jawa Timur. Pendidikan tingkat sarjana ditempuh pada Jurusan Applied Biological Science, Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang, lulus pada tahun 1996.

Penulis menjadi staf peneliti pada Direktorat Teknologi Proses Industri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta tahun 1996-1999, dan menjadi staf peneliti pada Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri BPPT dari tahun 1999 sampai sekarang. Tahun 1999-2002 penulis menjadi koordinator kegiatan keproyekan di lingkungan BPPT dalam bidang pengembangan produk susu dan bakteri asam laktat, dan hingga kini aktif sebagai anggota dalam perhimpunan ilmiah PATPI dan PERMI, serta telah menghasilkan beberapa publikasi ilmiah. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA Kakao dan produk olahannya... Flavonoid dan komposisi kimia kakao... Aktivitas antioksidan flavonoid... Metabolisme flavonoid... Manfaat kakao bagi pembuluh darah... Komponen darah... Fungsi darah... Pembentukan sel darah ... Eritrosit atau sel darah merah... Hemoglobin dan fungsinya... Hematokrit (HMT)... Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)…………. Fungsi limfosit……..………. Fungsi monosit….……….. Fungsi netrofil.………... Fungsi eosinofil………. Fungsi basofil……… Fungsi platelet……… Mekanisme hemostasis……….. Fibrinolisis………. Agregasi platelet……… Plasma darah……….. Quantitative Buffy Coat (QBC)………. Penentuan ukuran sampel………... Kondisi vital………... 5 8 12 16 19 23 24 25 28 29 32 33 33 34 35 37 38 39 40 42 42 43 44 46 47 METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian ... Bahan dan alat... Metode penelitian... 48 48 49 HASIL. Kondisi sosio-demografi... Kondisi vital subyek dan kesehatan... Status gizi subyek... Asupan energi dan nutrisi pada pola makan subyek... Profil darah... 57 57 59 60 62 PEMBAHASAN... 68


(13)

(14)

Halaman 1. Komposisi kimia bubuk kakaolindak bebas lemak per 100 gram berat

kering ... 9

2. Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram... 9

3. Ringkasan penelitian tentang pengolahan dan manfaat kakao bagi kesehatan... 22

4. Pengaruh komponen aktif kakao pada kesehatan secara in vivo pada tikus dan manusia... 23

5. Rata-rata (SD) konsentrasi hemoglobin (g/L) menurut umur dan jenis kelamin... 31

6. Nilai normal hitung jenis lekosit dalam % dan milimeter kubik dalam Sutedjo (2006)... 36

7. Klasifikasi Body Mass Index (BMI) menurut World Health Organization (WHO)1990………. 51

8. Total uang saku dan pengeluaran subyek yang terlibat dalam studi n=18... 58

9. Kondisi kesehatan subyek... 58

10.Rata-rata umur dan kondisi vital subyek...….. 59

11.Status gizi subyek berdasarkan Body Mass Index (BMI)………. 60

12.Rekapitulasi asupan energi dan nutrisi subyek kelompok kontrol dan perlakuan sebelum suplementasi (baseline)……….……. 61

13.Rekapitulasi asupan energi dan nutrisi subyek kedua kelompok pada menu makan pagi dan malam yang disediakan peneliti……….……. 62


(15)

Halaman

1 Buah kakao... 5

2 Struktur dasar flavonoid... 10

3 Penggolongan flavonoid dalam bahan pangan sebagai bagian polifenol dalam tanaman (Murphy et al 2003)... 11

4 Struktur kimia monomer dan oligomer flavonoid kakao ... 12

5 Fitur aktivitas antioksidan flavonoid kakao (Rice-Evans 2001)... 14

6 Diagram komponen darah... 24

7 Separasi sampel darah menurut berat jenisnya... 24

8 Jalur diferensiasi sel (Permono et al. 2006)... 27

9 Karakteristik bentuk biconcave sel darah merah dari scanning mikrograf elektron (Lehninger 1994)... 28

10Sel NK yang sedang menempel pada sel target (TC) (Roitt 2002)... 35

11Netrofil yang dikelilingi sel darah merah (Roitt 2002)... 36

12Diagram alir penelitian... 55

13Diagram kerangka pemikiran penelitian modifikasi dari Wiradyani (2003)……….. 56

14Grafik rata-rata konsentrasi hemoglobin kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi... 63

15Grafik rata-rata konsentrasi hematokrit kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi... 64

16Grafik rata-rata nilai MCHC kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi... 65

17Grafik rata-rata nilai total lekosit kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi... 65

18Grafik rata-rata nilai total granulosit, limfosi dan monosit kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi... 66

19Grafik rata-rata konsentrasi platelet kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah suplementasi... 67


(16)

Halaman

1 Informed consent Pernyataan kesediaan menjadi subyek penelitian... 95

2 Kuesioner kesehatan fisik, pola makan, dan kebiasaan konsumsi makanan jajanan... 96

3 Daftar menu makan pagi dan makan malam ... 106

4 Data statistik……… 107

5 Data asupan zat gizi dan energi... 123


(17)

Latar Belakang

Dewasa ini pencemaran, radiasi, pemakaian bahan kimia dan kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji yang banyak mengandung bahan tambahan makanan dapat menjadi sumber senyawa radikal yang mengakibatkan penuaan dini dan memunculkan beragam penyakit degeneratif. Senyawa radikal merupakan molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga kondisinya tidak stabil. Dengan sifat ini, senyawa radikal dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel seperti kerusakan membran, protein, dan DNA, sehingga menyebabkan berbagai jenis penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, diabetes, hiperlipidemia, kanker hingga autoimun, adalah sebagai akibat beban metabolik yang ditimbulkan oleh gaya hidup masyarakat modern.

Pangan fungsional adalah pangan yang tidak hanya memberikan zat-zat gizi esensial pada tubuh, tetapi juga memberikan efek perlindungan kesehatan atau bahkan penyembuhan terhadap beberapa penyakit. Bahan pangan yang berasal dari sumber tanaman diketahui memiliki komponen fitokimia, seperti flavonoid, antosianin dan sebagainya. Flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, berperan dalam pencegahan penyakit kardiovaskular dan pencegah kanker. Flavonoid sebagai senyawa non gizi, merupakan xenobiotik yang diketahui sangat aman dan toksisitasnya rendah, sehingga menjadi kandidat yang unggul sebagai agensia pencegah kanker.

Biji kakao merupakan salah satu bahan yang kaya akan senyawa flavonoid diantaranya adalah senyawa flavanol yang berfungsi sebagai antioksidan. Flavonoid dalam kakao umumnya ditemukan dalam bentuk katekin, epikatekin, prosianidin, dan antosianidin. Kandungan polifenol kakao dilaporkan lebih tinggi daripada yang terdapat di dalam teh hijau, anggur merah dan sebagainya. Banyak penelitian di dalam dan luar negeri yang telah membuktikan manfaat flavonoid kakao bagi kesehatan baik secara in vitro maupun in vivo. Di antaranya dilaporkan manfaat flavonoid kakao bagi kesehatan vaskular, meningkatkan fungsi pembuluh darah, melindungi sel darah merah dari lisis dan kerusakan oksidatif yang erat hubungannya dengan aktivitas antioksidan yang tinggi. Flavonoid kakao juga


(18)

dilaporkan mampu menurunkan aktivitas platelet pada kasus aterosklerosis, meningkatkan proliferasi limfosit serta meningkatkan sistem imun.

Indonesia termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Ivory Coast dan Ghana. Tanaman kakao yang banyak dibudidaya di Indonesia adalah jenis kakao Mulia atau kakao Edel (fine atau flavour cocoa) yang berasal dari varietas Criollo, dan jenis kakao Lindak (bulk cocoa) yang berasal dari varietas forestero dan trinitario. Namun kualitas dan harga kakao asal Indonesia di pasaran dunia masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah ekspor kakao asal Indonesia didominasi oleh biji kakao Lindak tanpa fermentasi. Padahal biji-biji kakao yang difermentasi lebih disukai karena dapat meningkatkan cita rasa produk kakao. Kakao Lindak merupakan komoditi kualitas kedua yang umumnya hanya digunakan sebagai bahan pelengkap dalam mengolah kakao Mulia. Di samping itu, biji-biji tersebut pada proses pengolahan hanya dijadikan sebagai sumber lemak. Lemak kakao banyak digunakan sebagai bahan baku farmasi dan kosmetika. Pada proses ekstraksi lemak kakao, dihasilkan produk samping berupa kakao bebas lemak dengan kadar lemak ± 2%. Produk ini belum banyak dimanfaatkan, selain hanya sebagai pakan ternak. Sebagai limbah produksi, bahan ini menjadi masalah terutama di daerah sentra produsen kakao.

Penelitian terdahulu melaporkan adanya kandungan polifenol yang tinggi pada bubuk kakao bebas lemak, yaitu sekitar 120-180 g/kg dan kandungan total fenol yang cukup tinggi terdapat dalam bubuk kakao bebas lemak dari varietas bulk masak yaitu sebesar 35,5 ppm setiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air atau sekitar 4,43 g/ 100 g bubuk kakao. Screening terhadap bubuk kakao bebas lemak dari 9 jenis biji kakao yang berbeda varietas maupun kondisi biji (bagus dan rusak) telah dilakukan, serta telah diuji toksisitasnya pada sel limfosit manusia. Dilaporkan bahwa secara in vitro, varietas bulk masak non fermentasi merupakan jenis biji kakao yang berpolifenol tinggi yang mampu menjaga ketahanan sel eritrosit, dan tidak toksik terhadap sel limfosit, yang berarti aman juga bagi sel lain di dalam tubuh.

Semua senyawa atau makanan yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi komposisi darah, karena darah berfungsi mensuplai setiap jaringan di tubuh dengan zat gizi dan oksigen serta membuang sisa metabolisme dan


(19)

mengangkut karbon monoksida. Dengan demikian apapun yang mempengaruhi darah, juga akan mempengaruhi tubuh kita. Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dilaporkan juga dapat meningkatkan kapasitas antioksidan plasma dan eritrosit serta meningkatkan ketersediaan hayati flavonoid dalam plasma. Efek perlindungan antioksidan flavonoid terhadap plasma darah merupakan gambaran dari perlindungan total terhadap tubuh, karena plasma merupakan tempat bermuaranya berbagai metabolit sel tubuh dan sel-sel imun. Di samping itu metabolisme senyawa xenobiotik juga dapat berlangsung pada jaringan-jaringan lain selain hati, misalnya saja dalam darah. Sehingga efek konsumsi bubuk kakao bebas lemak dalam bentuk minuman terhadap profil darah sangat penting diketahui untuk menentukan status kesehatan konsumen setelah mengkonsumsi, serta mengetahui keamanan produk minuman tersebut. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan secara in vivo dengan manusia sebagai subyeknya.

Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengukur pengaruh minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap profil darah, meliputi variabel hematokrit, hemoglobin, mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), lekosit, granulosit, limfosit, monosit dan platelet darah.

Adapun tujuan sekunder dari penelitian ini adalah menghubungkan status gizi subyek dan asupan makanan subyek dengan profil darah setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah bahwa setelah suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari, maka :

- Jumlah komponen darah seperti hematokrit, hemoglobin, MCHC, lekosit, granulosit, limfosit dan monosit serta jumlah platelet darah pada subyek kelompok perlakuan tidak berubah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol dan tetap dalam kisaran normal.


(20)

- Status gizi subyek kelompok perlakuan tidak berubah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol.

- Jumlah total energi asupan makanan antara subyek kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum studi suplementasi minuman bubuk kakao bebas lemak (baseline) tidak berbeda nyata.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang khasiat minuman bubuk kakao bebas lemak sebagai makanan yang aman dikonsumsi.

2. Memberikan informasi ilmiah tentang khasiat bubuk kakao bebas lemak varietas lokal yang baik untuk kesehatan.

3. Memberikan informasi ilmiah dalam rangka pengembangan limbah bubuk kakao bebas lemak sebagai produk pangan fungsional yang potensial.


(21)

Kakao dan Produk Olahannya

Kakao atau coklat dengan nama ilmiah Theobroma cacao Linneaus, telah dikenal manusia sejak jaman pendudukan kuno Maya dan Astek sebagai "makanan dewa-dewa“ dan banyak dipakai pada upacara adat, resep makanan mereka serta sebagai obat (Mao et al 2003). Setelah penyebarannya ke seluruh dunia, kakao telah dikenal sebagai obat untuk berbagai jenis penyakit, seperti anemia, sakit kepala, anoreksia, asma, diare, sakit mata dan kelelahan (Minifie 1999).

Gambar 1 Buah kakao

Menurut Tjitrosupomo (1988), sistematika kakao adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao Linneaus

Pohon kakao terutama dijumpai di daerah yang beriklim panas dan lembab, seperti Afrika Barat, Indonesia dan Srilanka (Minifie 1999). Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana dengan


(22)

produksi tahunan mencapai 435 ribu ton. Luas areal penanaman kakao telah mencapai lebih dari 770 ribu hektar yang tersebar di seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta (DJBPP 2004). Daerah penghasil utama kakao di Indonesia adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatra Utara, dan Jawa Timur. Kakao sudah seharusnya menjadi produk unggulan di tanah air, karena Indonesia memiliki lahan luas yang memungkinkan budidaya kakao, tenaga kerja yang banyak, dan iklim tropis yang mendukung (DJBPP 2004).

Tanaman kakao yang banyak dibudidaya di Indonesia adalah jenis kakao mulia atau kakao edel (fine atau flavour cocoa) yang berasal dari varietas criollo, dengan buah berwarna merah; dan jenis kakao lindak (bulk cocoa) yang berasal dari varietas forestero dan trinitario dengan warna buah hijau. Buah kakao yang telah matang ditandai dengan warna buah yang mulai semburat orange dari warna merah untuk kakao mulia, dan semburat kuning dari warna hijau untuk kakao lindak. Kakao lindak merupakan kakao kualitas kedua. Namun kakao jenis ini mendominasi perkebunan Indonesia ((DJBPP 2004; Minifie 1999). Disamping itu 90% kakao yang diproduksi petani belum terfermentasi serta mutunya rendah, sehingga suplier lebih senang mengekspor kakao mutu rendah tersebut dan mengimpor kakao olahan dari luar. Untuk meningkatkan daya saing, pemerintah telah mengeluarkan SNI agar produk kakao seluruhnya dilakukan fermentasi. Namun pada kenyataannya adanya monopoli dari negara pembeli kakao terbesar, membuat petani tetap menjual biji kakao non fermentasi yang bernilai rendah.

Pohon kakao menghasilkan tandan bunga berwarna merah muda dan putih serta tidak begitu harum. Tandan tersebut menghasilkan buah yang masing-masing berisi 20-50 biji kakao. Biji kakao yang bermutu baik biasanya berukuran cukup besar, seberat lebih dari 1 gram per biji kering (Minifie 1999).

Kakao Fermentasi

Kakao fermentasi adalah biji kakao masak yang diolah terlebih dahulu melalui proses pemeraman atau secara fermentasi alami. Sebelum difermentasi, buah kakao yang telah matang dipecah menggunakan batang kayu. Biji yang diperoleh masih terbungkus lendir, lalu difermentasikan dengan menumpuk dalam suatu wadah dari papan atau dionggokkan dengan alas lalu ditutup daun pisang


(23)

selama 7-12 hari, untuk memunculkan aroma khas coklat (Minifie 1999). Proses fermentasi ini amat kompleks karena melibatkan mikrobia tertentu seperti bakteri asam laktat dan khamir. Secara komersial, derajat fermentasi biji kakao ditandai dengan perubahan warna pada kotiledonnya. Munculnya warna coklat pada biji menandakan bahwa fermentasi berlangsung baik (Minifie 1999). Proses fermentasi kakao ditujukan untuk menentukan tingkat kandungan senyawa flavonoid yang selanjutnya akan menentukan karakteristik citarasa coklat yang dihasilkan (Cakirer 2003). Komposisi dan konsentrasi polifenol akan menurun selama fermentasi, di mana bentuk monomer, trimer dan tetramer lebih cepat menurun daripada bentuk oligomer (Cakirer 2003).

Setelah proses fermentasi, biasanya biji kakao disortir lalu dikeringkan hingga kadar air maksimum 7,5% agar tidak ditumbuhi kapang. Pada tahap ini biji kakao selanjutnya dibersihkan dari kulit, sehingga siap digiling dan dipisahkan lemaknya (cocoa butter) untuk memperoleh bubur coklat (chocolate liquor). Lemak kakao yang diperoleh rata-rata sekitar 52-58%, lebih dari 5% adalah abu dan lebih dari 7% adalah bubur coklat (Belitz dan Grosch 1999). Bubur coklat mudah mengalami oksidasi, sehingga harus segera dipisahkan dari lemak dengan cara pengepresan. Hasilnya berupa balok-balok coklat yang rasanya pahit (bitter chocolate), tapi tahan disimpan dalam waktu yang relatif lama, walau masih mengandung kadar lemak sekitar 10-24%. Sampai tahap ini biasanya masih dilakukan proses pengepresan lanjut hingga mencapai kadar lemak < 20%. Bubuk kakao rendah lemak yang berwarna gelap dan aroma coklatnya lembut ini dimanfaatkan sebagai bahan pengisi kue, icing, bubuk puding, es krim dan minuman coklat (Belitz dan Grosch 1999).

Kakao Non Fermentasi

Kakao non fermentasi adalah biji kakao masak yang langsung dikeringkan dan diekstraksi untuk diambil lemaknya. Lemak kakao merupakan materi yang sangat lembut dan bernilai gizi tinggi. Lemak kakao banyak digunakan sebagai bahan pengganti minyak ikan (cod-liver oil) dan bisa dikonsumsi sebagai suplemen saat masa-masa akhir kehamilan. Lemak kakao juga dipakai sebagai bahan pembentuk suppositoria dan pessaria yaitu sejenis alat kontrasepsi, bahan


(24)

krim, sabun, serta bahan pelapis pil. Oleh sebab itu lemak kakao sangat bernilai tinggi di industri farmasi dan kosmetika.

Bubuk kakao bebas lemak merupakan sisa hasil ekstraksi lemak kakao tahap akhir. Produk kakao ini tidak begitu memiliki aroma khas coklat, agak pahit dengan kadar lemak hanya 2,59% dan belum banyak pemanfaatannya. Pada skala laboratorium, lemak dalam bubuk kakao dapat dipisahkan dengan metode soxhlet menggunakan pelarut petroleum eter (titik didih 40-60ºC) selama 16 jam. Bubuk kakao bebas lemak kemudian dikeringkan dengan oven. Polifenol kasar dapat diekstrak dari bubuk tersebut dengan penambahan metanol absolut (1:10), kemudian dihomogenisasi. Setelah disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit pada suhu dingin, diperoleh supernatan yang kemudian diuapkan untuk mendapatkan polifenol murni (Misnawi dan Selamat 2004). Polifenol kakao paling banyak terdapat pada bubuk kakao dibandingkan pada lemak kakao. Hal ini disebabkan polifenol tersimpan di dalam sel pigmen, yang menentukan warna kakao (Belitz dan Grosch 1999).

Komposisi Kimia dan Flavonoid Kakao

Menurut Misnawi et al (2002), biji kakao yang difermentasi mengandung kadar polifenol sekitar 50-100 g/kg, sedangkan biji kakao non fermentasi mengandung polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao fermentasi, yaitu sekitar 120-180 g/kg. Keberadaan polifenol pada konsentrasi yang tinggi dalam kakao memberi pengaruh negatif terhadap citarasa, berupa rasa sepat dan pahit yang berlebihan serta menghambat pembentukan komponen-komponen aroma selama proses penyangraian biji kakao (Misnawi et al 2004). Pembentukan rasa sepat diduga melalui mekanisme pengendapan protein-protein yang kaya prolin dalam air ludah dan menyumbang pada rasa pahit khas coklat bersama alkaloid, beberapa asam amino, peptida dan pirazin (Bonvehi dan Coll 1997).

Berdasarkan penelitian Zairisman (2006), bubuk kakao bebas lemak dari jenis kakao lindak masak non fermentasi mengandung total fenol sebesar 35,5 ppm tiap 0,8 mg/ml ekstrak kakao dalam pelarut air atau sekitar 4,43 g dalam 100


(25)

g bubuk kakao. Adapun komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak per 100 gram berat kering.

Nutrisi Komposisi (g/100 g)

Karbohidrat 51,42 Protein 28,08 Lemak 2,59 Air 10,42 Abu 7,51

Sumber: Yuliatmoko (2007); Hasanah (2007); Amri (2007)

Adapun komposisi kimia bubuk kakao menurut Cheney (1999) dan menurut Daftar Komposisi Makanan (Indonesia) seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram

Nutrisi

Komposisi

Menurut Data Base USA1

Komposisi

Menurut Daftar Komposisi Makanan2

Kalori (Kcal) 228,49 477,1

Lemak (g) 13,50 29,7

Karbohidrat (g) 53,35 63,4

Serat (g) 27,90 0

Protein (g) 19,59 4,2

Alkohol (g) - 0

PUFA (g) - 1,0

Kolesterol (mg) - 0

Vitamin A (µg) - 2

Vitamin E (mg) - 0

Karotenoid (mg) - 0

Vitamin B1 (mg) - 0,1

Vitamin B2 (mg) - 0,1

Vitamin B6 (mg) - 0,1

Asam Folat Total (µg) - 10,0

Vitamin C (mg) - 0

Magnesium (mg) - 115

Fosfor (mg) - 132

Potassium (mg) 1495,50 365

Sodium (mg) 8,99 11

Calcium (mg) 169,45 32

Besi (mg) 13,86 3,1

Seng (mg) 7,93 1,6

Tembaga (mg) 4,61 -

Mangan (mg) 4,73 -

Air (g) 2,58 0

Kadar abu 6,33 -


(26)

Pada biji kakao terdapat karbohidrat misalnya pati, stachyosa, rafinosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa (Belitz dan Grosch 1999). Sedangkan serat pangan yang terdapat di dalam biji antara lain pentosan, galaktan, musin yang mengandung asam galakturonat dan selulosa. Karbohidrat bersama-sama dengan asam amino berkontribusi pada pengembangan flavor melalui degradasi gula saat proses pemanasan (reaksi Maillard). Asam amino yang terdapat dalam biji kakao misalnya asam aspartat, glisin dan lisin (Minifie 1999).

Sejumlah polifenol golongan flavonoid terdapat dalam biji kakao, termasuk di dalamnya katekin, epikatekin dan antosianin (Minifie 1999). Flavonoid adalah komponen yang memiliki berat molekul rendah, dan pada dasarnya adalah phenylbenzopyrones (phenylchromones) dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat. Struktur dasar ini terdiri dari dua cincin benzena (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin ”C” (Middleton et al 2000). Hal ini dipertegas lagi oleh Miean dan Mohamed (2001) bahwa struktur flavonoid adalah rangkaian cincin karbon C C C . Struktur inilah yang membuat senyawa fenolik cenderung mudah larut dalam pelarut organik atau air (CIC 2001) (Gambar 2).

6 3 6

Gambar 2 Struktur dasar flavonoid

Flavonoid lebih jauh dibagi menjadi beberapa sub kelas yang berbeda, yang umumnya diklasifikasikan berdasarkan substitusi atom atau gugus atom pada atom karbon cincin C. Klasifikasi tersebut terdiri dari flavon, flavonol, flavanon, flavanol, proantosianin, antosianin dan isoflavon (Gambar 3). Terdapat banyak komponen individual dalam masing-masing subkelas tersebut. Komponen tersebut berbeda dalam jumlah dan susunan dari gugus –OH, adanya substitusi dengan gula, asam galat dan sebagainya, serta struktur tiga dimensinya. Di alam,


(27)

senyawa fenolik kerap dijumpai terikat pada protein, alkanoid, dan terdapat di antara terpenoid (CIC 2001).

Flavonoid

Antosianin Proantosianin Isoflavon

Flavonol

Flavanon Flavanol Flavon

Hesperetin Tan

Quercetin Epikatekin

Katekin

Luteolin A

geretin Kaempferol pigenin

Delphinidin Sianidin

Genistein Daidzein Polimer flavanol

Gambar 3 Penggolongan flavonoid dalam bahan pangan, sebagai bagian polifenol dalam tanaman (Murphy et al 2003)

Flavonoid terdapat pada sebagian besar tanaman yaitu sebagai pigmen kuning atau merah pada bunga serta berfungsi sebagai perlindungan terhadap serangan mikroba atau serangga (Minifie 1999). Flavonoid kakao atau flavanol, juga merupakan metabolit atau senyawa yang diproduksi untuk mempertahankan biji yang sedang tumbuh dari serangan penyakit (CIC 2001). Bila bijinya telah dipanen untuk selanjutnya diolah, flavanol lalu memainkan peranan penting dalam pengembangan flavor. Konsentrasi flavanol bervariasi, tergantung pada varietas dari pohon kakao (CIC 2001). Tidak mudah membedakan varietas kakao mana yang mengandung flavanol yang tinggi dan mana yang rendah. Cakirer (2003) melaporkan bahwa warna biji kakao bisa digunakan sebagai indikator total konsentrasi flavanol dalam biji kakao, karena komponen kimia yang bertanggung jawab pada warna kakao adalah flavanol sendiri.

Flavanol yang berada dalam bentuk monomer misalnya katekin dan epikatekin, sedangkan yang berada dalam bentuk oligomer dikenal sebagai proantosianidin atau prosianidin (CIC 2001) (Gambar 4). Identifikasi Wollgast et


(28)

al (2000) menyimpulkan bahwa flavonoid kakao 58% dalam bentuk oligomer, dan 37% di antaranya dalam bentuk monomer flavan-3-ol, sedangkan 5% sisanya berupa antosianin dan polifenolik lainnya. Secara teori, prosianidin dapat dipecah menjadi monomer-monomernya melalui pemecahan oksidatif dalam sistem butanol asam (Misnawi dan Selamat 2004), namun dalam tubuh enzim-enzim pencernaan diduga mampu melakukan pemecahan flavonoid kakao. Menurut Keen (2001), flavonoid kakao dalam bentuk monomer lebih mudah diserap tubuh daripada bentuk polimer atau oligomer. Yuliatmoko (2007) telah mengidentifikasi adanya katekin pada plasma subyek yang telah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari. Murphy et al (2003) juga melaporkan adanya peningkatan konsentrasi epikatekin dan katekin pada plasma subyek yang telah disuplementasi dengan prosianidin selama 28 hari.

Monomer : (+)- katekin Prosianidin : dimer hingga dekamer Gambar 4 Struktur kimia monomer dan oligomer flavonoid kakao

Aktivitas Antioksidan Flavonoid

Sistem antioksidan sangat penting dalam pertahanan suatu organisme. Detoksifikasi ROS dilakukan oleh sistem enzimatik dan non enzimatik yang merupakan sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh. Sistem enzim tersebut misalnya SOD, katalase, glutatione peroksidase, D-T diaphorase (Sies et al 1985). Sistem enzim seperti SOD dan katalase beraksi secara spesifik melawan ROS, sedangkan antioksidan non enzimatik kurang spesifik namun juga dapat memungut radikal baik organik maupun inorganik. Antioksidan enzimatik dan non enzimatik dapat diklasifikasikan menjadi larut air dan larut lemak, tergantung


(29)

di mana mereka terutama beraksi, di dalam fase cair atau dalam bagian membran sel yang lipofilik. Antioksidan hidrofilik misalnya asam askorbat dan asam urat, sedangkan termasuk antioksidan lipofilik misalnya ubiquinol, retinoid, karotenoid dan tokoferol (vitamin E). Sementara itu protein plasma, GSH dan asam urat termasuk antioksidan endogenus, sedangkan asam askorbat, karotenoid, retinoid, flavonoid dan tokoferol termasuk antioksidan makanan (Middleton et al 2000).

Reaktif oksigen spesies (ROS) secara umum sebagai istilah bagi bentuk radikal dengan atom oksigen di tengah, seperti superoksida (O2*) dan hidroksil

(•OH), atau jenis turunan oksigen non radikal seperti hidrogen peroksida (H2O2),

oksigen singlet (1O2) dan asam hipoklorat (HOCl) (Middleton et al 2000). ROS

berperan penting dalam aksi terhadap banyak senyawa asing, termasuk xenobiotik. Produksi ROS akan meningkat seiring dengan banyaknya kerusakan jaringan. Terbentuknya radikal bebas mengimplikasikan adanya penyakit seperti inflamasi atau gangguan sistem imun bahkan infarksi miokardinal dan kanker (Hodgson dan Levi 2000).

Radikal bebas yang diproduksi dalam jumlah normal, sesungguhnya penting untuk menjaga fungsi biologis. Namun, jika jumlahnya berlebihan, ia akan mencari pasangan elektronnya dengan merampas secara radikal dari molekul lain yang mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan yang sering dikenal sebagai stres oksidatif (Sies 1985). Pembentukan ROS dalam sistem biologis yang menimbulkan kerusakan misalnya peroksidasi lipid membran, kerusakan oksidatif pada asam nukleat dan karbohidrat, oksidasi sulfidril dan kelompok protein lainnya yang rentan. Radikal bebas diketahui memiliki kecenderungan mengawali dan mengembangkan karsinogenesis (Hodgson dan Levi 2000). Banyak penelitian melaporkan adanya peranan ROS dalam arterosklerosis, stroke, infarksi miokardinal, trauma, artritis, iskemia dan kanker (Middleton et al 2000). Jika jumlah radikal bebas makin banyak, antioksidan endogen tidak akan mampu lagi melumpuhkan secara efektif sehingga harus ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan (Feldman 2002; Halliwel dan Gutteridge 1999).

Senyawa alami seperti flavonoid menurut banyak penelitian juga dikenal sebagai antioksidan. Hal ini disebabkan oleh strukturnya yang dapat menangkap


(30)

radikal bebas (free radical scavengers) dengan melepaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya (Middleton et al 2000). Pemberian atom hidrogen ini akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil dan berhenti melakukan gerakan ekstrim, sehingga tidak merusak makromolekul seperti lipid, protein, dan DNA yang menjadi target kerusakan seluler (Gambar 5). Menurut Middleton et al

(2000), flavonoid juga dapat bertindak sebagai quencer oksigen singlet dan sebagai pengkelat logam.

Menurut Charpentier dan Cateora (1996) mekanisme antioksidan flavonoid adalah a) melalui penghambatan terbentuknya radikal bebas, b) menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas yang telah terbentuk ( scavenger ), c) menurunkan kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi, dan d) menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom P-450 sehingga meningkatkan kerja enzim berikutnya yaitu GSH.

Menurut Shahidi (1997), antioksidan diketahui bekerja pada berbagai tahapan oksidasi molekul lemak, yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen, menangkap singlet oksigen, pencegahan tahap inisiasi reaksi rantai melalui penangkapan radikal hidroksil, pengikatan ion logam katalisator, dekomposisi produk utama menjadi senyawa non radikal dan pemutusan reaksi rantai untuk mencegah kelanjutan penarikan elektron dari substrat.

Katekin Radikal Katekin kuinon

Gambar 5 Fitur aktivitas antioksidan flavonoid kakao (Rice –Evans 2001).

Kapasitas antioksidan flavonoid tergantung pada kemampuan reduksi bentuk radikalnya dan kemudahan berubah menjadi bentuk radikalnya (Rice – Evans 2001). Karakter struktur yang mendasari kemampuan reduksi tersebut


(31)

antara lain adalah adanya struktur katekol (3’, 4’- dihidroksi) dalam cincin B; serta adanya ikatan rangkap 2,3 dan gugus 3-hidroksil dalam cincin C (Rice – Evans 2001).

Sesuai dengan studi secara in vitro, pada studi in vivo atau manusia juga dilaporkan bahwa dosis kecil dari epikatekin sangat efektif sebagai antioksidan. Epikatekin dan flavonoid lainnya tidak hanya mempunyai efek antioksidan secara langsung, namun juga memiliki efek sinergis pada antioksidan lainnya seperti vitamin C dan E (Engler et al 2004). Kekuatan antioksidan flavonoid kakao didukung oleh kelarutannya yang tinggi dalam sistem yang heterogen, bahkan dalam sistem emulsi lemak sekalipun (Ziegleder dan Sandmeier 1983). Senyawa katekin dapat berperan sebagai antioksidan yang akan menghalau radikal bebas yang bersifat karsinogenik, sehingga tidak sempat menempel dengan DNA sel sehingga kerusakannya bisa dicegah (Middleton et al 2000). Menurut Ziegleder dan Sandmeier (1983), keampuhan katekin sebagai antioksidan hampir 100 kali lebih efektif dari vitamin C dan 25 kali lebih ampuh dari vitamin E. Hasil penelitian Selamat dan Misnawi (2002) mendapatkan bahwa aktivitas antioksidan polifenol biji kakao masih tetap tinggi bahkan lebih baik dari vitamin E (α -tokoferol) walaupun telah dipanaskan sampai 140ºC selama 45 menit.

Yuliatmoko (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao lindak bebas lemak pada 18 orang wanita sehat selama 25 hari berpengaruh nyata dalam meningkatkan aktivitas antioksidan plasma yang meliputi peningkatan kadar vitamin C plasma, peningkatan antiradikal bebas, dan penurunan nilai malonaldehida (MDA) plasma serta memperpanjang phase lag diena terkonjugasi. Hasanah (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak pada 18 wanita sehat selama 25 hari dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan katalase baik pada eritrosit maupun plasma. Rein et al (2000) melaporkan bahwa dengan mengkonsumsi minuman kakao yang kaya flavanol, akan terjadi peningkatan kapasitas antioksidan darah dalam 2 jam setelah konsumsi. Di samping itu juga terjadi penurunan pada penanda yang berhubungan dengan kerusakan akibat radikal bebas. Hal ini mendukung konsep bahwa flavanol kakao berperan sebagai antioksidan dalam tubuh dan membantu mencegah kerusakan akibat radikal bebas.


(32)

Pada studi randomized cross-over pada 23 subyek yang sehat, diberikan konsumsi makanan Amerika biasa (terkontrol kandungan serat, kafein dan theobromine) dan makanan biasa yang disuplementasi dengan bubuk coklat dan

dark chocolate. Setelah empat minggu, subyek yang makan dengan disuplementasi coklat menunjukkan peningkatan kapasitas antioksidan total dalam darah, penurunan oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) dan peningkatan High Density Lipoprotein (HDL) (Wan et al 2001).

Mathur et al (2002) melaporkan tentang studi cross-over non-blind pada 25 subyek sehat yang diberi coklat dan minuman kakao selama 6 minggu. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada kinetika oksidasi LDL dan isoprostanes dalam urin, maka selama fase suplementasi kakao terjadi penurunan oksidasi LDL. Sedangkan tidak terjadi perubahan pada penanda inflamasi seperti sitokin darah, interlukin TNF dan C-reaktif protein sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian di atas mendukung bukti bahwa konsumsi kakao yang mengandung flavanol sebagai bagian dari makanan campuran dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dalam darah dan dapat mempengaruhi secara positif faktor yang berhubungan dengan kesehatan kardiovaskular, serta merupakan strategi diet yang penting untuk mendukung kesehatan jantung.

Metabolisme Flavonoid

Metabolisme senyawa xenobiotik terdiri dari dua fase. Pada fase satu, toksikan bersifat lipofilik akan ditransformasikan oleh enzim-enzim fase satu (monooksigenase) menjadi senyawa-senyawa metabolit yang bersifat polarreaktif. Pada fase dua, metabolit yang terbentuk akan dikonjugasikan oleh enzim-enzim fase dua (konjugasi) sehingga dihasilkan senyawa yang bersifat hidrofilik dan mudah diekskresikan ke luar tubuh. Namun jika metabolisme senyawa xenobiotik menghasilkan produk yang reaktif, maka akan menimbulkan efek toksik bagi tubuh (Hodgson dan Levi 2000).

Enzim sitokrom P450 berperan penting dan terlibat paling dominan pada reaksi fase I, yang mana dalam reaksi ini terjadi proses oksidasi, reduksi atau hidrolisis guna memasukkan gugus fungsional yang sesuai bagi reaksi konjugasi fase II. Flavonoid umumnya bersifat polar, sehingga ketika dikonsumsi akan


(33)

segera diserap, dan diduga langsung menginduksi aktivitas enzim-enzim fase II. Bioavailabilitas flavonoid tergantung pada struktur kimianya dan apakah molekul tersebut dikonjugasikan. Jalur penyerapan dan metabolisme flavonoid sangat umum, bila ada perbedaan jalur metabolik, maka ditentukan oleh 1) spesifitas dan aktivitas dari transporter, 2) spesifitas dan aktivitas dari enzim-enzim metabolisme, dan 3) stabilitas flavonoid (Williamson 2004).

Flavonoid terdapat di tanaman atau bahan pangan umumnya dalam bentuk glikosidanya. Glikosida flavonoid bersifat stabil pada suhu pemanasan atau pemasakan biasa, stabil pada pH lambung yang asam, dan stabil terhadap enzim-enzim gastrik. Karenanya glikosida flavonoid yang dikonsumsi, bisa mencapai usus dengan utuh. Lambung memiliki luas permukaan yang melakukan penyerapan lebih kecil dibandingkan dengan permukaan usus halus, sehingga memiliki keterbatasan dalam melakukan penyerapan aglikon flavonoid. Flavanol, seperti katekin dan oligomer proantosianidin, biasanya terdapat di alam dalam bentuk aglikon (unglycosylated) (Williamson 2004).

Glikosida flavonoid harus mengalami deglikosilasi sebelum diserap di usus. Deglikosilasi dapat terjadi di beberapa sisi dari duodenum dan jejunum setelah transport flavonoid menuju enterosit., yaitu (1) di dalam lumen usus; (2) oleh enzim hidrolase yang terdapat pada brush border; atau (3) oleh hidrolase intraseluler. Deglikosilasi merupakan prasyarat untuk konjugasi oleh enzim intestinal, dan untuk ditransportasikan pada sisi serosal (dalam darah) atau mukosal (dalam usus). Luminal mengandung glikosidase yang dapat memindahkan gula dari flavonoid. Glikosidase ini bisa berasal dari sel yang luruh, sekresi intestinal, atau dari bagian makanan yang dikonsumsi dan juga bisa berasal dari sejumlah mikroorganisme. Di dalam brush border terdapat enzim

lactase phlorizin hydrolase (LPH) yang berperan dalam hidrolisis laktosa. Enzim ini juga membantu deglikosilasi flavonoid sebelum penyerapan. Enzim ini beraksi di luar sel epitel sehingga molekul dapat dideglikosilasi di dalam lumen tanpa harus melintasi membran enterosit terlebih dahulu. Produk deglikosilasi adalah sebuah aglikon bebas yang kemudian berdifusi ke sel epitel secara difusi pasif atau fasilitas. Mekanisme penyerapan glikosida flavonoid ke enterosit juga melibatkan suatu transporter gula, yaitu SGLT1. SGLT1 akan mengikuti transpor


(34)

glikosida flavonoid ke dalam sel, untuk kemudian dideglikosilasi oleh β -glukosidase sitosolik (Williamson 2004).

Di usus terdapat enzim-enzim yang berperan dalam konjugasi senyawa xenobiotik, seperti glucuronosyl transferase (UGTs) dan glutathione transferase. Flavonoid membentuk konjugasi dengan glukuronida di usus halus. Pada model studi penyerapan usus halus yang menguji flavonoid yang ditransfer dari kompartemen mukosal ke komparteman serosal, didapatkan bahwa quercetin, katekin dan genistein terutama berada dalam bentuk terglukuronidasi. Enzim yang mengkatalis konjugasi di usus halus manusia kebanyakan adalah UGT1A1 dan 1A8, meskipun UGT1A9 juga berperan di hati. Bentuk terkonjugasi dari flavonoid, akan melindungi flavonoid dari fluida biologis. Dalam bentuk aglikon, flavonoid akan tidak stabil dan waktu paruhnya lebih pendek daripada dalam bentuk terkonjugasi. Flavonoid akan lebih stabil dalam bentuk terkonjugasi, dan dapat ditranportasikan ke jaringan. Namun tidak semua flavonoid terkonjugasi di usus, karena di dalam plasma juga didapatkan flavonoid yang tidak terkonjugasi walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Flavonoid tersebut adalah katekin dan isoflavon pada kondisi, dosis dan waktu tertentu (Williamson 2004).

Hati akan menerima flavonoid dari darah, termasuk darah dari usus halus selama melewati metabolisme yang pertama. Berdasarkan penelitian secara in vitro dan in vivo diketahui bahwa flavonoid dari usus halus akan mencapai hati, sepenuhnya dalam bentuk terkonjugasi dengan glukuronida. Glukuronida dari usus halus akan diambil ke sel hepatik oleh suatu transporter atau mekanisme lainnya. Setelah pengambilan ini, glukuronida dari usus halus akan dideglukuronisasi di dalam sel oleh enzim β–glukuronidase lalu disulfatasi, atau glukuronida yang utuh dimetilasi. Pada reaksi sulfatasi yang terutama terjadi di hati, residu glukuronida flavonoid akan dipindahkan dan digantikan oleh sulfat.

Sejumlah kecil flavonoid akan lepas dari konjugasi di dalam usus halus. Aglikon ini akan mencapai hati di mana akan terkonjugasi dengan sulfat, glukuronida dan mungkin termetilasi. Konjugat flavonoid akan dikirimkan ke bile lalu kembali ke usus halus. Lalu konjugat flavonoid akan ditranspor ke kolon tanpa mengalami dekonjugasi lagi. Di kolon akan mengalami deglukuronidasi


(35)

atau sulfatasi oleh mikroba di ileum atau kolon lalu terjadi reabsorpsi flavonoid, sebelum masuk dalam siklus hepatik.

Darah mengangkut flavonoid ke jaringan di seluruh tubuh. Aglikon dapat masuk ke jaringan perifer secara difusi pasif atau fasilitas jika berada dalam plasma. Konjugat glukuronida harus ditransportasikan ke jaringan perifer karena sifatnya yang relatif hidrophilik dan berdifusi melalui membran dengan sangat lambat.

Enzim-enzim mikroflora kolon, memiliki kapasitas yang sangat tinggi untuk reaksi dekonjugasi, termasuk deglikosilasi, deglukuronidasi dan desulfatasi. Secara in vitro, reaksi dekonjugasi berlangsung sangat cepat, hingga menghasilkan aglikon (Williamson 2004).

Manfaat Kakao bagi Pembuluh Darah

Dewasa ini penelitian-penelitian di dalam dan di luar negeri telah banyak membuktikan manfaat flavonoid kakao bagi pembuluh darah. Fisher et al (2003) melaporkan studi tentang pengaruh konsumsi kakao kaya flavanol pada aliran darah periferal. Subyek yang sehat diminta meminum kakao kaya flavanol selama 5 hari, dan dilakukan pengukuran aliran darah pada hari pertama dan terakhir konsumsi. Subyek dengan minuman yang kaya flavanol mengalami kenaikan aliran darah periferalnya secara tajam dan terus menerus. Hal ini tampaknya berhubungan dengan produksi oksida nitrat, yaitu suatu molekul yang diproduksi dalam tubuh yang berperan penting dalam pengaturan respon pembuluh darah untuk mengalirkan darah. Sebaliknya subyek yang meminum kakao dengan sedikit flavanol tidak menunjukkan kenaikan aliran darah yang sama.

Hasil yang sama juga ditunjukkan pada studi menggunakan subyek yang memiliki satu faktor resiko penyakit kardiovaskular, di mana subyek yang mengkonsumsi minuman kaya flavanol mengalami peningkatan aliran darah yang signifikan. Hal ini disebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah (relaksasi) yang paralel dengan peningkatan produksi oksida nitrat (Heiss et al 2003). Dilatasi pembuluh darah yang terjadi akan berpengaruh pada kadar eikosanoid dan juga pertahanan terhadap oksidasi (Mao et al 2002). Pada subyek yang sehat, dilatasi pembuluh darah segera terjadi pada 2 jam setelah konsumsi (Engler et al 2004).


(36)

Rein et al (2000) telah meneliti pengaruh minuman kakao yang mengandung flavanol saja dan kombinasinya dengan aspirin pada fungsi platelet. Platelet adalah sel dalam darah yang merupakan komponen utama pada pembekuan darah. Aspirin dikenal sebagai agen antiplatelet dan diberikan untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Subyek sehat yang meminum kakao kaya flavanol saja, menunjukkan pembekuan darah yang lambat. Sedangkan pada subyek yang mengkonsumsi minuman kombinasi flavanol-aspirin, lebih menunjukkan efek yang saling mendukung dalam memodulasi faktor yang mempengaruhi pembekuan. Pada studi cross-over pada 16 subyek sehat yang diminta mengkonsumsi aspirin, minuman coklat dan kombinasi keduanya, fungsi platelet dievaluasi dengan berbagai tes misalnya induksi epinephrine pada 2 dan 6 jam setelah konsumsi. Diketahui bahwa flavanol dan aspirin sama-sama menghambat fungsi platelet. Bila aspirin telah menghambat pada jam ke 2 dan jam ke 6 setelah konsumsi, maka flavanol mulai menghambat setelah jam ke 6 (Rein et al 2000).

Zhu et al (2002) melaporkan adanya penurunan yang signifikan pada

kecenderungan eritrosit untuk mengalami hemolisis akibat radikal bebas setelah pemberian minuman yang mengandung flavanol kakao pada 5 – 6 ekor tikus Sprague Dawley maupun pada 8 orang sehat.

Oligomer prosianidin kakao juga menunjukkan efek penghambatan proliferasi sel mikrovaskular endotel manusia pada angiogenesis karena stres oksidatif secara in vitro. Hal ini membuktikan bahwa komponen kakao tersebut dapat dimanfaatkan sebagai antitumor (Kenny et al 2004).

Amri (2007) melaporkan bahwa konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak pada 18 wanita sehat selama 25 hari dapat meningkatkan kemampuan oksidatif eritrosit yang ditandai dengan penurunan kadar MDA eritrosit dan peningkatan aktivitas antioksidan eritrosit. Selain itu konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat melindungi membran eritrosit dari kerusakan oksidatif yang ditandai dengan menurunnya persentase lisis yang disebabkan oleh beberapa oksidator.

Olivia (2006) dan Zairisman (2006) melaporkan bahwa pada studi secara


(37)

imunomodulator, karena dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit. Hal ini diperkuat oleh Erniati (2007) yang membuktikan secara in vivo, bahwa setelah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari pada 18 subyek wanita sehat, aktivitas flavonoid kakao dapat menstimulasi proliferasi limfosit T dan limfosit B, yang diduga melalui stimulasi produksi sitokin, terutama 1, IL-2 dan IL-4.


(38)

Tabel 3 Ringkasan penelitian tentang pengolahan dan manfaat kakao bagi kesehatan

No. Tema Penelitian Referensi Lokasi

1. Peningkatan aliran atau relaksasi pembuluh dan sirkulasi darah; peningkatan produksi oksida nitrat (fungsi endothelia) dan pengaruh pada kadar eikosanoid serta ketahanan terhadap oksidasi

Fisher et.al (2003) Heiss et.al, (2003) Mao et al(2002). Engler et al(2004)

Harvard, USA Jerman Davis, USA San Fransisco, USA Davis, USA 2. Penurunan tendensi pembentukan

pembekuan darah, penghambatan fungsi platelet (aktivitas, agregasi) melalui penurunan ekspresi P-selectin, dan agregasi karena induksi ADP dan kolagen

Rein et.al (2000) Holt et al( 2002) Murphy et.al (2003)

Davis, USA Davis, USA Australia

3. Peningkatan kapasitas antioksidan total dalam darah ; penurunan oksidasi LDL dan peningkatan HDL; pengaruh pada penanda inflamasi seperti sitokin darah, interlukin TNF dan C-reaktif protein; penghambatan proliferasi sel

mikrovaskular endotel manusia pada angiogenesis karena stres oksidatif (antitumor)

Rein et.al (2000) Wan et al,2001 Mathur et.al (2002) Kenny et.al (2004)

Davis, USA Davis, USA Dallas, USA Davis, USA

4 Penurunan kecenderungan hemolisis eritrosit akibat radikal bebas.

Zhu et.al (2002), (2005) Davis, USA

5 Peningkatan konsentrasi monomer polifenol kakao secara kimiawi

Misnawi et al (2004) Jember, Indonesia

6. Pengaruh polifenol kakao pada cita rasa dan perubahan selama fermentasi

Misnawi et al (2001)

Jember, Indonesia

7 Peningkatan oksidasi polifenol pada biji kakao selama fermentasi secara enzimatis

Misnawi et al (2001) Jember, Indonesia

8 Pengaruh bubuk kakao bebas lemak terhadap :

Efek perlindungan pada sel darah manusia secara in vitro, sifat oksidatif dan proliferasi limfosit manusia, aktivitas antioksidan, bioavailabilitas flavonoid dalam plasma, eritrosit darah, profil darah lengkap, enzim antioksidan dan sistem detoksifikasi.

Olivia (2006); Zairisman (2006); Erniati(2007); Yuliatmoko (2007); Amri .(2007); Hasanah(2007) Kusumaningtyas(2008)


(39)

Tabel 4 Pengaruh komponen aktif kakao pada kesehatan secara in vivo pada tikus dan manusia

No Komponen aktif

Dosis Manfaat Subyek Referensi

1 Epikatekin (E)

213mgP+46mgE (coklat batang)

Meningkatkan fungsi endotelia

21 org sehat, 2 mgg Engler et al (2004). 2 Prosianidin

(P)

0.375 g/kg bb (minuman) 18,75 g (minuman) 651 mg (coklat batang &minuman) Dapat diserap darah/tubuh Menghambat fungsi platelet Menurunkan oksidasi LDL

5 org sehat (3 lk, 2 pr)

30 org sehat, 3 kelompok

25 org sehat, cross over, non-blind

Holt et al (2002) Rein et al (2000) Mathur et al (2002)

3 Flavanol & prosianidin (FP)

234mg/d (tablet)

100mg

0,25-0,5 g/kg bb (minuman)

Menurunkan fungsi platelet

Menghambat hemolisis eritrosit

32 org sehat (17 lk, 15 pr), 28 hr double-blind, randomized, placebo controlled

5-6 tikus SD

8 org sehat (lk), cross-over.

Murphy et al (2003)

Zhu et al (2002) Zhu et al (2005)

Komponen Darah

Darah manusia mempunyai berat kurang lebih sebesar 8% dari berat tubuh manusia. Darah terdiri atas unsur-unsur seluler sebanyak 45% yang tersuspensi dalam suatu larutan bersifat cair, yaitu plasma yang bervolume 55% dari keseluruhan volume. Adapun komponen seluler tersebut meliputi eritrosit atau sel darah merah, platelet atau trombosit, lekosit atau sel darah putih. Lekosit terbagi atas sel yang bergranula yaitu netrofil, eosinofil dan basofil; serta sel yang tidak bergranula yaitu limfosit dan monosit (Koolman dan Rohm 2000). Masing-masing komponen darah mempunyai fungsi yang spesifik dalam tubuh, seperti tercantum pada Gambar 6.

Separasi pada suatu sampel darah yang telah diberi agen anti pembekuan dengan sentrifugasi, akan memisahkan sel darah merah pada dasar tabung, plasma


(40)

pada bagian atas tabung dan sel darah putih berada di antaranya dengan membentuk lapisan buffy coat seperti tercantum pada Gambar 7 (Olivia 2006).

Komponen Darah

trombosit lekosit,

Gambar 6 Diagram komponen darah

Gambar 7 Separasi sampel darah menurut berat jenisnya

Fungsi Darah

Darah mempunyai berbagai fungsi di dalam tubuh manusia. Darah merupakan alat transpor gas oksigen dan karbondioksida, mengangkut zat-zat makanan yang diserap dari usus ke dalam hati dan organ-organ lainnya, sehingga organ-organ tetap terpelihara dengan baik. Selain itu darah mengambil produk

pembekuan darah sistem imun

agranulosit granulosit

dikenal juga sebagai

polimorfonukleosit

terdiri dari

limfosit monosit basofill netrofil eosinofil

Limfosit: 24 %, Produksi antibodi: T-sel,

B-sel, Natural

Killer Cells Monosit: 4 %, Membunuh mikroba dg proses fagositosis Netrofil; 60-70 %. Dia 10-12 µm Fagositosis, membunuh bakteri dengan lisozim & oksidan kuat, meningkat saat infeksi akut

Eosinofil 2-4 %. Dia 10-12 µm. Membunuh efek histamin dlm reak si alergi Fagositosis kompleks antigen-antibodi Merusak cacing parasit Basofil;

0,5-1 %, Dia 8-10µm, Mengeluarkan heparin,histamin seratonin dalam reaksi alergi, respon inflammasi eritrosit transpor O2, CO2

plasma

lekosit atau lapisan buffy coat


(41)

akhir metabolisme dari jaringan dan membawanya ke paru-paru, hati dan ginjal untuk diekskresikan. Darah juga membantu distribusi ion-ion dan hormon di dalam organisme (Koolman dan Rohm 2000).

Darah juga berfungsi sebagai homeostatis yaitu menjaga persediaan air di dalam sistem pembuluh darah, sel-sel ruang intraseluler dan daerah ekstraseluler agar selalu berada dalam keadaan seimbang. Darah juga mengatur keseimbangan asam-basa bekerja sama dengan paru-paru, hati dan ginjal. Transpor panas dalam tubuh juga diatur oleh darah sehingga suhu tubuh dapat terjaga (Koolman dan Rohm 2000).

Darah juga berfungsi sebagai pertahanan tubuh yaitu dengan menghasilkan sel-sel sistem imun dan antibodi. Bila molekul-molekul dan sel-sel asing masuk ke dalam organisme, segera tubuh membentuk pertahanan baik berupa mekanisme tidak spesifik maupun spesifik. Darah juga mempunyai suatu sistem yang bekerja menggumpalkan darah dan menghentikan perdarahan secara fisiologik atau hemostasis serta mampu mencairkan kembali gumpalan-gumpalan darah atau fibrinolisis (Koolman dan Rohm 2000).

Pembentukan Sel Darah

Semua jenis sel darah di produksi dalam sumsum tulang oleh sel yang disebut hematopoietik stem sel (multipotent stem cell). Stem sel ini sangat sedikit jumlahnya, hanya sekitar satu dalam 10.000 sel sumsum tulang dan menempel pada garis osteoblast pada permukaan sebelah dalam rongga tulang. Stem sel juga mengekspresikan protein permukaan sel yang ditandai dengan CD34. Stem sel memproduksi dua jenis keturunan dengan cara mitosis, yaitu stem sel anak dan sel-sel yang akan berdiferensiasi menjadi bermacam jenis sel darah lainnya. Pada orang dewasa sel darah diproduksi sebanyak 1011 per hari. Jalur diferensiasi sel disajikan seperti pada Gambar 8. Jalur mana yang akan dipilih diatur oleh kebutuhan akan jenis sel darah yang dikontrol oleh sitokin atau hormon yang sesuai, misalnya: interlukin-7 (IL-7), erithropoietin (EPO), dan thrombopoietin (TPO).

IL-7 adalah sitokin utama dalam stimulasi stem sel untuk memulai jalur pembentukan limfosit. EPO yang diproduksi oleh ginjal, akan meningkatkan


(42)

produksi sel darah merah. TPO dibantu oleh IL-11 akan menstimulasi produksi megakaryosit, yang lalu berfragmentasi membentuk platelet. Granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) dibawah pengaruh granulocyte colony stimulating factor (G-CSF) akan berdiferensiasi menjadi netrofil. Lebih lanjut setelah distimulasi oleh IL-5 akan membentuk eosinofil, dan oleh IL-3 akan distimulasi untuk membentuk basofil. Dengan stimulasi oleh macrophage colony stimulating factor (M-CSF) sel anakan granulosit akan berdiferensiasi menjadi monosit, makrofag dan sel dendritik (Permono et al 2006; Lowe 1988; Weiss 1975).

Pada orang dewasa, bila jaringan pembentuk sel-sel darah ekstramedular seperti limpa, limfonodi dan timus mengalami stres, maka sumsum tulang akan mengadakan kompensasi yaitu sebagai sumber pembentukan sel-sel darah. Lekosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari proses ini (Lowe 1988). Sel darah putih jumlahnya lebih sedikit daripada sel darah merah dengan perbandingan 1:700. Tidak seperti halnya sel darah merah dan platelet, ketika menjalankan fungsinya, sel darah putih langsung dilepaskan dalam jaringan. Sel darah putih memiliki inti sel. Sel darah putih juga memiliki internal struktur termasuk inti sel dan mitokondria yang berbeda fungsi dengan yang terdapat pada sel darah merah. Waktu hidup lekosit tidak diketahui dengan persis, nampaknya sekitar 3-12 hari untuk lekosit bergranular dan untuk yang tidak bergranular lebih panjang (Williams et al 1987).

Granulosit atau lekosit yang bergranula misalnya neutrofil, eosinofil dan basofil. Pembentukan granulosit atau granulopoiesis di mana terjadi proliferasi yang dilakukan oleh sel stem pada sumsum tulang, dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik yang banyak berperan adalah sistem hormonal dalam tubuh yaitu antara lain : a) androgen, yang merangsang produksi granulosit; b) antagonis adrenergik, estrogen, hormon pertumbuhan, prolaktin, progesteron dan tiroksin, yang tidak mempengaruhi granulosit dan monosit; serta c) deksametason dan prostaglandin E2 (PGE2) yang secara aktif mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi granulosit dan monosit (Lowe 1988).


(43)

Eosinofil merupakan lekosit yang bergranula, memiliki 2 lobus dalam intinya, terdapat 2-4 % dari lekosit atau hanya sedikit saja terdapat dalam darah (0-450/ul) dan berdiameter 10-12 um (Sutedjo 2006).

Gambar 8 Jalur diferensiasi sel (Permono et al 2006)

Basofil merupakan lekosit yang intinya terdapat granula besar yang menyerupai huruf S, berdiameter 8-10 µm, terdapat 0,5-1% dari jumlah seluruh lekosit (Sutedjo 2006).

Trombosit atau platelet adalah sel kecil bergranula dengan diameter 2-4 µm. Jumlah berkisar antara 250.000-500.000 atau rata-rata sekitar 300.000/µl darah dan pada keadaan normal mempunyai waktu paruh 4 hari. Jumlah ini dipelihara oleh mekanisme homeostatik. Sekitar 60-70% trombosit yang dibentuk sel megakariosit yang lepas dari sumsum tulang berada dalam peredaran darah, sedangkan sisanya sebagian terdapat di dalam limpa (Williams et al 1987).

Proses pembentukan sel-sel darah dewasa dipengaruhi berbagai faktor seperti lingkungan mikro dari sumsum tulang, network yang sangat komplek dari sitokin dan faktor pertumbuhan hematopoietik serta suplai yang memadai dari nutrisi-nutrisi, vitamin dan komponen mikro dalam makanan lainnya. Flavonoid


(44)

dilaporkan juga mempengaruhi pembentukan sel-sel darah dan fungsinya (Middleton et al 2000).

Eritrosit atau Sel Darah Merah

Eritrosit merupakan sel yang berbentuk biconcave discoid dengan diameter 7 µm dan ketebalan 1-3 µm. Eritrosit terdapat sekitar 45% volume darah, yaitu 4.8 x 106/mm3 pada wanita dewasa dan 5.5 x 106/mm3 pada pria dewasa. Jumlah ini dapat bervariasi melebihi nilai kisaran tergantung faktor kesehatan dan ketinggian. Orang yang tinggal di tempat 18.000 kaki di atas permukaan laut bisa memiliki sel darah merah 8.3 x 106/mm3 (Weiss 1975).

Gambar 9 Karakteristik bentuk biconcave sel darah merah dari scanning mikrograf elektron (Lehninger 1994).

Eritropoisis atau pembentukan eritrosit terjadi di sumsum tulang oleh aktivitas stem sel atau hemocytoblast. Sel-sel yang belum dewasa dengan diameter 20-23 µm membelah secara mitosis dan mengalami beberapa transformasi sebelum menjadi eritrosit. Pertama-tama stem sel menghasilkan rubriblast yang berbentuk bulat dengan inti di tengah dan sitoplasma yang agak buram. Melalui tahapan pengembangan seperti prorubricyte, rubricyte, metarubricyte hingga reticulocyte, inti dan sel eritrosit menjadi lebih kecil. Reticulocyte merupakan prekursor eritrosit dan terdiri dari satu inti dan organela seperti mitokondria, aparatus Golgi, retikulum endoplasma dan ribosom. Sel-sel ini membentuk dua polipeptida yaitu α- dan β- globin dan protoporpirin dengan Fe dari hemoglobin. Setelah mensintesis hemoglobin ini, reticulocyte memulai proses diferensiasi di mana mereka kehilangan inti dan organelanya, sehingga pada saat sel darah merah dewasa muncul di aliran darah, sel tersebut sudah tidak


(45)

memiliki inti sel dan kemampuan metaboliknya terbatas. Sel darah merah ini tidak bisa mensintesis hemoglobin. Pada saat sel darah merah muncul di plasma, mereka masih bercampur dengan sedikit reticulocyte yang tersisa (0.5 sampai 1.5%) (Williams et al 1987; Koolman dan Rohm 2000).

Waktu hidup sel darah merah antara 105 sampai 120 hari. Ketika sel darah merah mulai menua, mereka menjadi mudah rapuh dan akhirnya rusak oleh fragmentasi mekanis saat mengalami tekanan selama bersirkulasi dan fagositosis di hati dan limpa. Dalam waktu hidup tersebut, 0.8% dari populasi sel darah merah rusak dan diperbarui setiap harinya (120 x 109 sel). Sebagian besar besi dalam hemoglobin akan dipakai ulang, sedangkan porsi heme yang tersisa akan didegradasi menjadi pigmen empedu yang diekskresikan oleh hati. Mekanisme homeostatis mampu memelihara volume sel darah merah tetap seimbang, di mana penurunan jumlah sel darah merah akan mengaktivasi sekresi hormon erythropoietin yang menstimulasi sumsum belakang untuk meningkatkan produksi sel darah merah (Williams et al 1987; Koolman dan Rohm 2000).

Hemoglobin dan Fungsinya

Di dalam sel darah merah terdapat larutan jenuh hemoglobin yang berfungsi penting dalam transpor O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan.

Organisme tingkat tinggi memerlukan suatu sistem transpor untuk oksigen (O2),

karena O2 sukar larut dalam air. Jadi dalam 1 L plasma hanya sekitar 3,2 ml O2

yang dapat larut. Sebaliknya hemoglobin yang terkandung di dalam darah manusia (sekitar 160 g/L) mengikat 220 ml O2/L, artinya 70 kali lipat dari yang

terkandung dalam plasma (Williams et al 1987; Koolman dan Rohm 2000). Hemoglobin orang dewasa (HbA) adalah suatu tetramer dari dua rantai-α (141 asam amino) dan dua rantai-β (146 asam amino) dengan berat molekul masing-masing sekitar 16 kDa. Subunit-α dan β dapat dibedakan dari urutannya tetapi keduanya terlipat dengan cara yang serupa. Kurang lebih 80% asam amino globin membentuk heliks-α.

Hemoglobin merupakan pigmen sel darah merah yang berperan dalam transpor O2 dan CO2. Molekul hemoglobin seberat 64,5 kDa dapat mengikat 4


(1)

120

mchc sebelum

Equal variances

assumed

.006

.940

2.347

15

.033

.56528

.24082

.05198

1.07857

Equal variances

not assumed

2.340

14.558

.034

.56528

.24155

.04905

1.08150

mchc sesudah

Equal variances

assumed

1.178

.295

1.393

15

.184

.52778

.37879

-.27960

1.33516

Equal variances

not assumed

1.433

13.496

.175

.52778

.36831

-.26494

1.32050

perubahan mchc

Equal variances

assumed

.142

.711

.095

15

.925

.03750

.39433

-.80300

.87800

Equal variances

not assumed

.096

14.881

.925

.03750

.38911

-.79244

.86744

lekosit sebelum

Equal variances

assumed

5.041

.040

-.255

15

.802

-.16667

.65361

-1.55980

1.22647

Equal variances

not assumed

-.264

12.676

.796

-.16667

.63198

-1.53554

1.20221

lekosit sesudah

Equal variances

assumed

1.488

.241

-.664

15

.517

-.40417

.60870

-1.70158

.89325

Equal variances

not assumed

-.649

12.247

.528

-.40417

.62248

-1.75740

.94907

perubahan lekosit

Equal variances

assumed

.381

.546

.310

15

.761

.23750

.76541

-1.39393

1.86893

Equal variances

not assumed

.314

14.942

.758

.23750

.75652

-1.37553

1.85053

granulosit sebelum

Equal variances

assumed

12.897

.003

.300

15

.768

.16528

.55095

-1.00905

1.33961

Equal variances

not assumed

.316

9.638

.759

.16528

.52306

-1.00612

1.33668

granulosit sesudah

Equal variances

assumed

.245

.628

-.637

15

.533

-.32361

.50774

-1.40583

.75860

Equal variances

not assumed

-.623

12.191

.545

-.32361

.51943

-1.45338

.80615

perubahan granulosit

Equal variances

assumed

.286

.600

.696

15

.497

.48889

.70269

-1.00885

1.98663

Equal variances


(2)

121

limfst+mono sebelum

Equal variances

assumed

4.670

.047

-1.224

15

.240

-.33194

.27115

-.90990

.24601

Equal variances

not assumed

-1.171

9.165

.271

-.33194

.28338

-.97124

.30735

limfst+mono sesudah

Equal variances

assumed

4.304

.056

-.326

15

.749

-.08056

.24704

-.60712

.44600

Equal variances

not assumed

-.313

9.452

.761

-.08056

.25762

-.65912

.49801

perubahan

limfst+monosit

Equal variances

assumed

2.708

.121

-1.428

15

.174

-.25139

.17599

-.62650

.12372

Equal variances

not assumed

-1.375

9.955

.199

-.25139

.18285

-.65906

.15628

platelet sebelum

Equal variances

assumed

.004

.948

.361

15

.723

10.23611

28.38544

-50.26603

70.73825

Equal variances

not assumed

.362

14.946

.722

10.23611

28.26926

-50.03742

70.50964

platelet sesudah

Equal variances

assumed

.439

.518

.607

15

.553

13.02778

21.47751

-32.75044

58.80600

Equal variances

not assumed

.595

12.796

.562

13.02778

21.87874

-34.31505

60.37061

perubahan platelet

Equal variances

assumed

1.050

.322

-.123

15

.904

-2.79167

22.78403

-51.35467

45.77134

Equal variances

not assumed

-.126

13.172

.901

-2.79167

22.10266

-50.47815

44.89482

berat badan sebelum

Equal variances

assumed

2.834

.112

3.002

16

.008

9.38889

3.12793

2.75797

16.01981

Equal variances

not assumed

3.002

13.015

.010

9.38889

3.12793

2.63222

16.14556

berat badan sesudah

Equal variances

assumed

2.253

.153

2.923

16

.010

9.33333

3.19275

2.56500

16.10167

Equal variances

not assumed

2.923

13.334

.012

9.33333

3.19275

2.45334

16.21333

tinggi badan sebelum

Equal variances

assumed

2.001

.176

4.576

16

.000

8.44444

1.84522

4.53275

12.35614

Equal variances


(3)

122

tinggi badan sesudah

Equal variances

assumed

1.627

.220

4.892

16

.000

8.77778

1.79420

4.97425

12.58130

Equal variances

not assumed

4.892

13.984

.000

8.77778

1.79420

4.92920

12.62635

bmi sebelum

Equal variances

assumed

2.171

.160

1.358

16

.193

1.53321

1.12897

-.86011

3.92652

Equal variances

not assumed

1.358

13.594

.197

1.53321

1.12897

-.89501

3.96142

bmi sesudah

Equal variances

assumed

1.621

.221

1.224

16

.239

1.38776

1.13345

-1.01505

3.79056

Equal variances

not assumed

1.224

14.018

.241

1.38776

1.13345

-1.04295

3.81847

perubahan bmi

Equal variances

assumed

2.393

.141

.796

16

.437

.14545

.18262

-.24168

.53258

Equal variances


(4)

Lampiran 5

Data asupan zat gizi dan energi

DATA ASUPAN ZAT GIZI DAN ENERGI SUBYEK KELOMPOK PERLAKUAN

Plan P1-ffq.epl P2-ffq.epl P3-ffq.epl P4-ffq.epl P5-ffq.epl P6-ffq.epl P7-ffq.epl P8-ffq.epl P9-ffq.epl rata-rata

Energy consumption 1,997.191,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19

energy (kcal) 735.99 1,368.791,317.54 1,018.16 974.32 1,065.101,579.33 1,550.04 1,236.86 1,205.13 water ( g) 157.14 272.92 106.77 375.02 76.75 67.78 148.21 214.29 88.04 167.44 protein ( g) 23.35 55.49 55.08 33.64 31.87 47.33 29.07 43.15 59.55 42.06 % 13.00 16.00 16.00 13.00 13.00 12.00 10.00 11.00 18.00 13.56 fat ( g) 12.75 41.61 44.25 29.58 28.40 28.56 24.89 48.88 42.61 33.50 % 15.00 26.00 28.00 24.00 26.00 16.00 18.00 26.00 28.00 23.00 carbohydr. ( g) 133.27 207.37 195.45 164.94 147.38 283.20 218.97 252.14 177.88 197.84 % 72.00 59.00 56.00 63.00 61.00 72.00 72.00 63.00 54.00 63.56 dietary fiber ( g) 3.77 9.78 11.55 5.38 4.51 10.41 12.29 9.12 6.20 8.11 alcohol ( g) - - - -% - - - -PUFA ( g) 2.59 7.18 7.88 8.35 5.97 6.62 5.31 10.15 8.83 6.99 cholesterol (mg) 34.91 324.00 296.62 146.44 90.20 281.30 58.26 125.37 257.21 179.37 Vit. A (µg) 65.73 1,550.262,254.38 261.68 204.65 470.45 185.34 488.41 944.423,018.88 carotene (mg) 1.88 5.67 0.26 0.38 0.09 0.06 6.78 0.48 0.12 1.75 Vit. E (mg) 0.60 0.47 1.11 1.17 0.24 0.84 0.39 0.59 0.27 0.63 Vit. B1 (mg) 0.30 0.69 0.63 0.37 0.28 0.43 0.60 0.58 0.58 0.50 Vit. B2 (mg) 0.25 1.07 0.78 0.54 0.35 0.66 0.31 0.55 1.04 0.62 Vit. B6 (mg) 0.57 0.84 0.99 0.61 0.58 0.77 0.65 0.83 0.65 0.72 tot. fol.acid (µg) 40.62 180.94 182.22 91.80 45.97 107.06 61.86 99.76 193.80 111.56 Vit. C (mg) 46.40 46.39 86.17 63.88 43.70 40.75 145.32 79.80 34.09 65.17 sodium (mg) 257.48 1,413.891,321.01 1,258.62 393.46 678.32 499.04 682.16 698.78 800.31 potassium (mg) 899.301,218.00 1,368.541,304.65 1,257.22 1,062.89 1,804.16 1,891.54 867.17 1,297.05 calcium (mg) 164.97 345.66 384.77 308.56 174.64 370.53 435.90 361.61 200.21 305.21 magnesium (mg) 141.76 143.19 161.66 159.03 162.81 193.06 192.84 222.15 133.99 167.83 phosphorus (mg) 341.97 740.13 763.63 538.96 412.18 711.62 554.69 667.51 772.56 611.47 iron (mg) 6.59 19.44 8.40 5.97 3.57 6.52 19.86 7.68 8.69 9.64 zinc (mg) 2.72 5.14 5.46 3.48 3.67 5.37 2.82 4.33 5.11 4.23

DATA ASUPAN ZAT GIZI DAN ENERGI SUBYEK KELOMPOK KONTROL

Plan K1-ffq.epl K2-ffq.epl K3-ffq.epl K4-ffq.epl K5-ffq.epl K6-ffq.epl k7-ffq.epl k8-ffq.epl k9-ffq.epl rata-rata

Energy consumption 1,997.191,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19 1,997.19

energy (kcal) 786.161,063.64 904.05 1,053.001,200.87 1,216.52 1,114.93 739.97 1,120.112,001.88 water ( g) 25.14 10.09 59.47 158.47 72.65 158.79 88.89 108.73 262.36 104.95 protein ( g) 56.86 32.56 22.31 35.63 38.97 44.73 32.69 20.85 60.67 38.36 % 21.00 16.00 10.00 12.00 15.00 13.00 12.00 12.00 12.00 13.67 fat ( g) 28.77 22.62 17.30 32.26 29.38 34.07 21.56 8.15 62.93 28.56 % 23.00 24.00 16.00 23.00 25.00 22.00 17.00 10.00 26.00 20.67 carbohydr. ( g) 156.87 121.34 174.83 195.74 156.67 214.01 198.96 140.67 320.15 186.58 % 57.00 60.00 74.00 65.00 60.00 64.00 71.00 78.00 62.00 65.67 dietary fiber ( g) 7.12 7.21 6.71 9.78 6.04 11.06 9.08 4.86 16.15 8.67 alcohol ( g) - - - -% - - - -PUFA ( g) 5.34 4.73 4.17 6.25 6.83 4.93 3.83 1.59 10.86 5.39 cholesterol (mg) 137.98 89.35 89.81 55.27 164.85 169.25 155.91 88.74 324.49 141.74 Vit. A (µg) 58.43 330.78 540.431,164.19 214.35 252.27 272.58 94.52 551.912,039.68 carotene (mg) 0.02 - 0.01 0.25 0.18 7.07 0.41 0.11 3.80 1.32 Vit. E (mg) 0.09 0.05 0.33 0.77 0.47 0.52 0.56 0.65 1.62 0.56 Vit. B1 (mg) 0.65 0.43 0.32 0.48 0.32 0.70 0.31 0.25 0.83 0.48 Vit. B2 (mg) 0.39 0.25 0.55 0.46 0.45 0.49 0.44 0.23 1.05 0.48 Vit. B6 (mg) 0.77 0.51 0.52 0.81 0.53 0.75 0.64 0.42 1.43 0.71 tot. fol.acid (µg) 53.45 105.91 226.45 98.40 57.16 115.75 79.44 45.21 208.20 110.00 Vit. C (mg) 62.96 76.96 72.90 70.50 31.17 64.48 46.49 31.27 95.18 61.32 sodium (mg) 360.10 374.90 664.37 867.39 679.66 957.182,008.37 242.00 934.502,256.57 potassium (mg) 978.901,504.93 828.87 1,281.511,644.98 1,009.64 661.35 1,922.751,162.08 1,221.67 calcium (mg) 176.69 313.11 258.35 272.93 192.65 504.74 216.26 150.20 481.10 285.11 magnesium (mg) 159.52 98.23 202.61 200.16 169.00 145.54 125.30 147.54 233.90 164.64 phosphorus (mg) 774.87 544.85 364.08 508.15 518.55 692.73 465.42 363.59 915.26 571.94 iron (mg) 4.26 3.88 5.76 5.47 3.79 21.40 4.07 2.27 17.25 7.57 zinc (mg) 3.76 2.68 3.75 4.26 3.79 3.96 3.73 2.33 7.00 3.92


(5)

DATA RATA-RATA PER MINGGU ZAT GIZI DAN ENERGI

PADA MENU SELAMA SUPLEMENTASI

Plan minggu 1 minggu 2 minggu 3 rata-rata

Energy consumption 1,997.191,997.19 1,997.19

energy (kcal) 598.05 589.78 590.64 592.82 water ( g) 29.01 37.80 53.27 40.03 protein ( g) 27.05 27.20 23.35 25.87 % 18.00 19.00 16.00 17.67 fat ( g) 20.96 19.83 21.20 20.66 % 30.00 30.00 31.00 30.33 carbohydr. ( g) 78.90 75.80 80.69 78.46 % 52.00 52.00 54.00 52.67 dietary fiber ( g) 4.08 5.39 4.84 4.77 alcohol ( g) - - - -% - - - -PUFA ( g) 2.42 3.44 2.38 2.75 cholesterol (mg) 86.63 120.44 102.91 103.33 Vit. A (µg) 507.40 610.24 604.69 574.11 carotene (mg) 0.06 0.27 0.21 0.18 Vit. E (mg) 0.04 0.24 0.35 0.21 Vit. B1 (mg) 0.22 0.27 0.22 0.24 Vit. B2 (mg) 0.31 0.31 0.28 0.30 Vit. B6 (mg) 0.48 0.52 0.43 0.48 tot. fol.acid (µg) 51.29 62.09 55.35 56.24 Vit. C (mg) 20.83 28.91 31.28 27.01 sodium (mg) 950.93 907.77 722.80 860.50 potassium (mg) 563.50 664.50 551.63 593.21 calcium (mg) 84.14 86.70 70.88 80.57 magnesium (mg) 78.86 84.20 71.34 78.13 phosphorus (mg) 326.75 369.86 309.35 335.32 iron (mg) 3.76 3.70 3.03 3.50 zinc (mg) 3.31 3.12 2.68 3.04


(6)

125

Lampiran 6

Frekuensi makan sehari-hari subyek

Makan dalam sehari

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

dua kali

6

33.3

33.3

33.3

tiga kali

12

66.7

66.7

100.0

Valid

Total

18

100.0

100.0

Konsumsi

Sarapan

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

ya, setiap hari

12

66.7

66.7

66.7

kadang-kadang

6

33.3

33.3

100.0

Valid

Total

18

100.0

100.0

Konsumsi makan selingan

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

ya

2

11.1

11.1

11.1

kadang-kadang

15

83.3

83.3

94.4

tidak pernah

1

5.6

5.6

100.0

Valid