Gejala Klinik Taeniasis saginata Gejala Klinik Sistiserkosis

Penderita taeniasis umumnya asimptomatik Pearson, 2009a; Tolan, 2011; Handojo dan Margono, 2008b atau mempunyai keluhan yang umumnya ringan, berupa rasa tidak enak di perut, gangguan pencernaan, diare, konstipasi, sakit kepala, anemia Soedarto, 2008, nyeri abdomen, kehilangan berat badan, malaise, anoreksia Tolan, 2011, peningkatan nafsu makan CFSPH, 2005, rasa sakit ketika lapar hunger pain, indigesti kronik, dan hiperestesia Ideham dan Pusarawati, 2007. Sangat jarang terjadi komplikasi peritonitis akibat kait yang menembus dinding usus Soedarto, 2008. Sering dijumpai kalsifikasi pada sistiserkus namun tidak menimbulkan gejala, akan tetapi sewaktu-waktu terdapat pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam tinggi, dan eosinofilia Handojo dan Margono, 2008b. Gejala klinik yang berhubungan dengan abdomen lebih umum terjadi pada anak-anak dan umumnya akan berkurang dengan mengkonsumsi sedikit makanan. Pada anak-anak, juga dapat terjadi muntah, diare, demam, kehilangan berat badan, dan mudah marah. Gejala lainnya yang pernah dilaporkan adalah insomnia, malaise, dan kegugupan CFSPH, 2005. Adapun gejala yang muncul disebabkan oleh karena adanya iritasi pada tempat perlekatan skoleks serta sisa metabolisme cacing yang terabsorpsi yang menyebabkan gejala sistemik dan intoksikasi ringan sampai berat Ideham dan Pusarawati, 2007.

2.6.2. Gejala Klinik Taeniasis saginata

Gambaran klinik dan diagnosa Taeniasis saginata pada usus hampir serupa dengan infeksi Taeniasis solium Pearson, 2009b. Pada taeniasis saginata terjadi inflamasi sub-akut pada mukosa usus Ideham dan Pusarawati, 2007 Proglotid dari Taenia saginata dapat bermigrasi ke berbagai organ seperti apendiks, uterus, duktus biliaris, dan nasofaring sehingga menyebabkan appendisitis, kholangitis, kolesistitis dan sindrom lainnya. Pada kasus yang langka, dapat ditemukan obstruksi usus atau perforasi CFSPH, 2005; Ideham dan Pusarawati, 2007. Universitas Sumatera Utara Kelainan patologis yang tampak pada penderita umumnya tidak jelas. Namun dapat timbul gejala seperti rasa tidak enak pada perut, mual, muntah, dan diare. Gejala lainnya berupa ileus yang dapat ditimbulkan oleh adanya obstruksi usus karena banyaknya jumlah cacing Handojo dan Margono, 2008a.

2.6.3. Gejala Klinik Sistiserkosis

Sistiserkus pada kebanyakan organ biasanya tidak atau sedikit menimbulkan reaksi jaringan Pearson, 2009a. Suatu penelitian post mortem menyebutkan bahwa 80 dari seluruh kasus sistiserkosis asimptomatik CFSPH, 2005. Akan tetapi, kista yang telah mati pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan respon jaringan yang berat. Infeksi pada otak sistiserkosis serebri dapat menimbulkan gejala yang berat, akibat dari efek massa dan inflamasi yang disebabkan oleh degenerasi sistiserkus dan pelepasan antigen Pearson, 2009a. Sistiserkus dapat juga menginfeksi sumsum tulang belakang, otot, jaringan subkutan, dan mata Pearson, 2009a. Perubahan yang terjadi berhubungan dengan stadium peradangan. Dalam stadium koloidal, kista terlihat sama dengan kista koloid dengan materi gelatin dalam cairan kisat dan degenerasi hialin dari larva. Dalam stadium granular- nodular, kista mulai berkontraksi dan dindingnya digantikan dengan nodul fokal limfoid serta nekrosis. Akhirnya, pada stadium kalsifikasi nodular jaringan granulasi digantikan oleh struktur kolagen dan kalsifikasi Wiria, 2008. Gejala timbul tergantung dari jumlah dan lokasi larva CFSPH, 2005. Neurosistiserkosis merupakan bentuk sistiserkosis yang menyerang sistem saraf pusat Tenzer, 2009; CFSPH, 2005; Garcia et al., 2002 dan paling membahayakan. Pada kasus tertentu, gejala yang timbul mungkin timbul sangat lambat, tetapi progresif. Namun, dapat juga gejala timbul secara tiba-tiba akibat obstruksi cairan serebrospinal akibat adanya sistiserkus yang melayang-layang di dalam cairan CFSPH, 2005. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala kronik dan kejang atau epilepsi 70-90 Wiria, 2008; CFSPH, 2005; Tenzer, 2009; WHO, 2009; Gracia et al., 2002; Del Brutto, 2005. Gejala lainnya yang mungkin timbul adalah peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus, tanda Universitas Sumatera Utara neurologis fokal, perubahan status mental Pearson, 2009a; Tenzer, 2009, mual, muntah CFSPH, 2005; Tenzer, 2009, vertigo, ataxia, bingung, gangguan perilaku, dan demensia progresif CFSPH, 2005, dan sakit kepala kronik Tenzer, 2009. Sedangkan apabila neurosistiserkosis menyerang sumsum tulang belakang dapat menyebabkan kompresi, transverse myelitis, dan meningitis. Namun kasus ini jarang CFSPH, 2005. Adapun bentuk manifestasi klinis dari sistiserkosis terbagi atas 4 Wiria, 2008: a. Infeksi inaktif, ditandai dengan penemuan residu infeksi aktif sebelumnya kalsifikasi intraparenkimal. Gejala yang timbul: sakit kepala, kejang, psikosis. b. Infeksi aktif, terdiri atas neurosistiserkosis parenkim aktif dan ensefalitis sistiserkal. c. Neurosistiserkosis ekstraparenkimal yang memiliki bentuk neurosistiserkosis ventrikular. d. Bentuk lain: sistiserkosis spinal, sistiserkosis oftalmika, penyakit serebrovaskular, dan lain-lain. Pada mata sistiserkosis oftalmika, sistiserkus paling sering ditemukan pada vitreous humor, rongga subretina dan konjungtiva. Gejala yang umum adalah kaburnya penglihatan atau berkurangnya visus, rasa sakit yang berat, sampai buta. Sistiserkus di otot biasanya asimptomatik. Namun, dalam jumlah banyak dapat menimbulkan pseudohipertrofi, miositis, nyeri otot, kram, dan kelelahan. Larva di jantung menimbulkan gangguan konduksi dan miokarditis CFSPH, 2005. Pada kulit, sistiserkus mungkin dapat terlihat sebagai nodul subkutan. Larva juga dapat menyebabkan vaskulitis atau obstruksi arteri kecil yang menimbulkan stroke. Akan tetapi, hal ini jarang terjadi CFSPH, 2005. Universitas Sumatera Utara

2.7. Diagnosa