Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan
pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar, baik pasar domestik maupun internasional.
Penentuan jenis SDI unggulan dilakukan dengan teknik comparative performance index CPI atau teknik perbandingan indeks kinerja CPI. Teknik
CPI menurut Marimin 2004 merupakan indeks gabungan composite index yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai
alternatif berdasarkan beberapa kriteria. 2 Potensi SDI
Potensi SDI dianalisis dengan model bioekonomi. Model bioekonomi SDI dapat diduga dengan model surplus produksi Schaefer-Fox dan model ekonomi
Gordon 1954. Model disusun dari parameter biologi, biaya penangkapan, dan harga ikan. Metode surplus produksi menurut Spare and Venema 1999
merupakan metode untuk menentukan tingkat effort optimum, yaitu upaya penangkapan ikan yang menghasilkan jumlah tangkapan maksimum tanpa
mempengaruhi produktivitas populasi ikan dalam waktu panjang. Hubungan antara hasil tangkapan dengan effort dilihat dengan model Schaefer-Fox. Model
terpilih adalah yang paling sesuai best fit dari pendugaan stok ikan. Model surplus produksi menurut Spare dan Venema 1999 hanya berlaku
apabila parameter slope b bernilai negatif, yang berarti penambahan effort akan menyebabkan penurunan hasil tangkapan per upaya tangkap. Apabila bernilai
positif, maka tidak dapat dilakukan pendugaan besarnya stok maupun upaya optimum, tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa penambahan upaya tangkap
masih memungkinkan untuk meningkatkan hasil tangkapan Kekenusa 2009.
3 Optimalisasi jumlah alat tangkap
Optimalisasi jumlah alat tangkap dapat dilakukan dengan teknik linear goal programming LGP. LGP menurut Mulyono 1991 merupakan pengembangan
dari teknik linear programming LP. Perbedaan utama antara LP dan LGP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Fungsi tujuan dalam LP
hanya mengandung satu tujuan, sedangkan dalam LGP semua tujuan satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengekspresikan tujuan ke dalam bentuk kendala goal constraint,
memasukkan suatu variabel simpangan deviational variable dalam kendala untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan dicapai, dan menggabungkan variabel
simpangan dalam fungsi tujuan. Dalam LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sedangkan LGP tujuannya untuk meminimumkan penyimpangan-
penyimpangan dari tujuan-tujuan tertentu. Penyimpangan-penyimpangan dari tujuan menurut Mulyono 1991 dapat
diminimumkan, sehingga model LGP dapat menangani aneka ragam tujuan dengan dimensi atau satuan ukuran yang berbeda. Tujuan-tujuan yang saling
bentrok juga dapat diselesaikan. Jika terdapat banyak tujuan, prioritas atau urutan ordinalnya dapat ditentukan, dan proses penyelesaian LGP akan berjalan
sedemikian rupa sehingga tujuan dengan prioritas tertinggi dipenuhi sedekat mungkin sebelum memikirkan tujuan-tujuan dengan prioritas lebih rendah. Jika
LP berusaha mengidentifikasi solusi optimum dari suatu himpunan solusi layak, LGP mencari titik yang paling memuaskan dari sebuah persoalan dengan
beberapa tujuan. Fungsi tujuan menurut Mulyono 1991 dapat dirumuskan dengan:
Minimumkan
1 m
i i
i k
d d
P Z
untuk k = 1, 2, ..., K ……………………... [2.1]
Fungsi kendala dirumuskan dengan:
i i
i j
ij
b d
d x
a ………………………………………………………… [2.2]
Keterangan: Z = fungsi tujuan total deviasi yang akan diminimumkan
k
P = urutan prioritas preemtive priority factor
i
d
= deviasi negatif atau batas bawah
i
d
= deviasi positif atau batas atas
ij
a
= nilai koefisien technological coefficient Perbedaan antara LGP dengan LP menurut Siswanto 2011 hanya terletak
pada kehadiran sepasang variabel deviasional yang akan muncul di fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala. Asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur
perumusan model dan penyelesainnya tidak berbeda dengan LP. Fungsi tujuan adalah tujuan yang hendak dicapai, yang harus diwujudkan ke dalam sebuah
fungsi matematika linear, yang kemudian fungsi tersebut dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. Kendala dalam hal ini dapat
diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika linear yang
dihadapi oleh manajemen. Macam kendala sasaran yaitu untuk mewujudkan 1
sasaran dengan nilai tertentu, 2 sasaran di bawah nilai tertentu, 3 sasaran di atas nilai tertentu, dan 4 sasaran yang ada pada interval nilai tertentu. Tiga
macam sasaran di dalam LGP, yaitu sasaran dengan prioritas yang sama, sasaran dengan prioritas yang berbeda, serta sasaran dengan prioritas dan
bobot yang berbeda Variabel deviasional menurut Siswanto 2011 berfungsi untuk menampung
penyimpangan deviasi yang akan terjadi pada nilai kiri persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Variabel deviasional terbagi menjadi dua, yaitu 1
variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di bawah sasaran yang dikehendaki, dan 2 variabel deviasional untuk menampung deviasi yang
berada di atas sasaran yang dikehendaki. Slack variabel adalah variabel yang berfungsi untuk menampung sisa kapasitas pada kendala yang berupa
pembatas. Surplus variabel adalah variabel yang berfungsi untuk menampung kelebihan ruas kiri pada kendala yang berupa syarat.
4 Teknologi penangkapan ikan tepat guna Teknologi penangkapan ikan tepat guna adalah jenis alat tangkap yang
memiliki kinerja atau keragaan performance yang baik. Seleksi teknologi penangkapan ikan tepat guna menurut Haluan dan Nurani 1988 dapat
dilakukan melalui pengkajian aspek biologi, teknik, sosial, dan ekonomi. bio- technico-socio-economic approach, sebagai berikut:
1 Jika ditinjau dari aspek biologi, alat tangkap tidak merusak atau mengganggu kelestarian lingkungan. Kriterianya antara lain meliputi ukuran jarring atau
mesh size yang digunakan untuk menganalisis selektivitas alat tangkap, catch per unit effort CPUE, jumlah ikan layak tangkap, jumlah komposisi
ikan hasil tangkapan, dan cara pengoperasian alat tangkap. 2 Alat tangkap secara teknis efektif digunakan. Kriterianya mencakup
pengoperasian alat tangkap, daya jangkau operasi penangkapan, pengaruh lingkungan fisik, selektivitas alat tangkap, dan penggunaan teknologi.
3 Alat tangkap secara sosial dapat diterima oleh masyarakat nelayan. Kriterianya: penilaian dan penerimaan masyarakat terhadap alat tangkap,
memberikan kesempatan kerja, dan banyaknya tenaga kerja yang terserap. 4 Alat tangkap secara ekonomi bersifat menguntungkan. Kriterianya meliputi
penilaian terhadap aspek ekonomi dan finasial, seperti penerimaan income per tahun dan income per tenaga kerja.
Monintja 2000 menyatakan bahwa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan usaha perikanan adalah aspek biologi, teknis teknologi,
ekonomis, dan sosial-budaya. Aspek biologi berhubungan dengan ketersediaan SDI, penyebaran SDI, komposisi ukuran ikan hasil tangkapan, dan jenis spesies.
Aspek teknis berhubungan dengan unit penangkapan ikan, jumlah kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan, dan fasilitas penanganan ikan di
darat. Aspek sosial berkaitan dengan kelembagaan dan tenaga kerja, serta dampak usaha terhadap masyarakat nelayan. Aspek ekonomi berkaitan dengan
hasil produksi dan pemasaran, serta efisiensi biaya operasional yang berdampak terhadap pendapatan bagi stakeholders.
Proses seleksi alat tangkap ramah lingkungan menurut Monintja 2000 dimulai dengan melihat spesies ikan yang menjadi tujuan kegiatan penangkapan
ikan. Apakah spesies tersebut termasuk kategori dilindungi atau terancam punah, jika ya maka tidak dilakukan penangkapan. Jika spesies termasuk
kategori yang diperbolehkan, maka dapat dilanjutkan dengan memilih teknologi penangkapan ikan yang ada di perairan tersebut, yang memenuhi syarat ramah
lingkungan dan berkelanjutan. Kriteria alat tangkap ramah lingkungan dan berkelanjutan antara lain: 1 mempunyai selektivitas yang tinggi, 2 tidak
merusak habitat, 3 tidak membahayakan operator, 4 menghasilkan ikan berkualitas tinggi, 5 produk yang dihasilkan tidak membahayakan konsumen,
6 by-catch rendah, 7 tidak berdampak buruk terhadap biodiversity, 8 tidak menangkap ikan-ikan yang dilindungi, 9 dapat diterima secara sosial, 10 hasil
tangkapan tidak melebihi jumlah tangkapan yang dibolehkan JTB atau total allowable catch TAC, 11 tingkat keuntungan tinggi, 12 nilai investasi rendah,
13 penggunaan bahan bakar rendah, dan 14 secara hukum legal. Aspek lain yang tidak dapat diabaikan menurut Haluan dan Nurani 1988
adalah kebijakan-kebijakan dan peraturan pemerintah. Kebijakan dan peraturan dalam pengembangan jenis-jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu
diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pengelolaan dan pembangunan umum perikanan tangkap. Syarat-syarat pengembangan teknologi penangkapan
ikan harus dapat: 1 menyediakan kesempatan kerja yang banyak, 2 menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan, 3 menjamin
jumlah produksi yang tinggi dan berkelanjutan, 4 mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang bisa di ekspor, dan 5 tidak merusak
kelestarian SDI.
5 Tingkat kelayakan usaha Kelayakan usaha atau kelayakan bisnis dari suatu kegiatan industri
menurut Nurani 2010 akan memerlukan pertimbangan teknik dan ekonomi. Dengan kata lain, apabila suatu kegiatan bisnis telah memenuhi kelayakan
teknik, maka perlu juga dipertanyakan bagaimana kelayakan ekonominya. Pada dasarnya tujuan suatu kegiatan bisnis adalah memperoleh keuntungan profit.
Kelayakan usaha dari kegiatan penangkapan ikan perlu dilakukan dan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan ke depan.
Nurani 2010 menyatakan dalam perhitungan kelayakan usaha terdapat dua hal pokok yang harus dihitung, yaitu penerimaan dan pembiayaan.
Penerimaan dihitung berdasarkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh selama satu tahun dikalikan dengan harga. Pembiayaan dihitung berdasarkan biaya-
biaya yang harus dikeluarkan selama satu tahun. Biaya digolongkan menjadi tiga, yaitu biaya investasi, biaya tetap, dan biaya tidak tetap. Biaya investasi
adalah biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha, yaitu untuk pembelian kapal, alat tangkap, mesin dan investasi lainnya, termasuk modal kerja. Biaya
tetap fixed cost adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan walaupun tidak melakukan operasi penangkapan, diantaranya biaya perawatan kapal, alat
tangkap, mesin, gaji ABK jika ABK diberi upah dengan sistem gaji, dan penyusutan. Biaya tidak tetap variable cost adalah biaya yang baru akan
dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan ikan, meliputi biaya bekal operasional seperti biaya pembelian solar, oli, minyak tanah, air tawar, es,
perbekalan makanan, izin operasi, retribusi dan bagi hasil jika menggunakan sistem bagi hasil untuk pendapatan ABK.
6 Kebijakan dan kelembagaan Peraturan perundangan menurut Purwaka 2003 sangat penting dalam
pengembangan perikanan, karena hukum dan peraturan yang akan menentukan aturan main dalam pelaksanaan pengelolaan. Analisis kebijakan atau peraturan
perundangan dimaksudkan untuk mengkaji sampai sejauhmana tingkat efektivitas kebijakan atau hukum atau peraturan perikanan yang ada mampu
berperan dalam mendorong pengembangan perikanan. Ada tiga pendekatan yang dilakukan, yaitu berdasarkan pada struktur hukum legal structure, mandat
hukum legal mandate, dan penegakan hukum legal enforcement. Berdasarkan struktur hukum, sistem perundangan harus terdapat kesalinghubungan antara
yang ada di level bawah dengan yang ada di level atas, kesalinghubungan antara tujuan pengelolaan SDI dengan strategi dan petunjuk pelaksanaan untuk
pencapaian tujuan. Berdasarkan mandat hukum, peraturan perundang-undangan harus jelas mendeskripsikan kepada siapa mandat hukum diberikan. Penegakan
hukum merupakan pilar utama untuk menegakkan kebijakan atau peraturan. Keterpaduan sistem perundang-undangan perlu dibangun untuk dapat menjamin
terlaksananya pengelolaan secara optimal, efisien dan efektif. Analisis kebijakan merupakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang
proses pembuatan kebijakan dan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan itu sendiri. Analisis kebijakan juga merupakan bentuk analisis yang
menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat memberi landasan bagi para pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan. Analisis kebijakan
merupakan proses sirkular yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang bersifat umum ataupun yang spesifik. Siklus analisis kebijakan terdiri dari
kegiatan pemantauan, evaluasi, perumusan masalah, proyeksi ke depan, dan rekomendasi. Banyak permasalahan yang terjadi tidak dapat diatasi karena
kebijakan yang berlaku tidak mampu menjawab atau bahkan tidak ada kebijakan yang terkait dengan permasalahan yang ada. Kondisi tersebut menunjukkan
adanya kesenjangan antara kebijakan yang dibutuhkan dengan kebijakan yang tersedia berlaku. Kesenjangan ini dapat dianalisis dan informasi yang dihasilkan
dapat berguna bagi penyempurnaan kebijakan atau pembuatan kebijakan baru. Analisis isi content analysis menurut Ekomadyo 2006 diartikan sebagai
metode untuk mengum pulkan dan menganalisis muatan dari sebuah “teks”. Teks
dapat berupa kata-kata, makna gambar, simbol, gagasan, tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan. Analisis isi berusaha memahami data
bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung dalam teks, dan memperoleh pemahaman
terhadap pesan yang direpresentasikan. Metode analisis isi menjadi pilihan untuk diterapkan pada penelitian yang terkait dengan isi komunikasi dalam sebuah
teks. Ada beberapa pertanyaan tipikal yang dapat dijawab dengan menggunakan metode analisis isi, yaitu: pertanyaan tentang prioritas atau hal penting dari isi
teks, seperti frekuensi, dimensi, aturan dan jenis-jenis cerita dari peristiwa yang direpresentasikan; pertanyaan tentang bias informasi dalam teks, seperti
komparasi relatif tentang durasi, frekuensi, prioritas, atau hal yang ditonjolkan dalam berbagai representasi; dan perubahan historis dalam modus representasi.
Penelitian analisis isi berusaha melihat konsistensi makna dalam sebuah teks. Konsistensi ini dapat dijabarkan dalam pola-pola terstruktur yang dapat
membawa peneliti kepada pemahaman tentang sistem nilai dibalik teks. Metode analisis isi menuntut beberapa persyaratan, yaitu: objektif, sistematis, dan dapat
digeneralisasikan. Objektif berarti prosedur dan kriteria pemilihan data, pengkodean serta cara interpretasi harus didasarkan pada aturan yang telah
ditentukan sebelumnya. Sistematis berarti inklusi dan eksklusi atau kategori harus berdasarkan aturan yang konsisten. Dapat digeneralisasikan, berarti tiap
temuan harus memiliki relevansi teoretis. Neuman 2000 menyebutkan tahapan dalam metode analisis isi, yaitu 1 menentukan unit analisis misal jumlah teks
yang ditetapkan sebagai kode, 2 menentukan sampling 3 menentukan variabel dan menyusun kategori pengkodean, dan 5 menarik kesimpulan.
Nikijuluw 2002 menyatakan analisis kelembagaan adalah memisahkan hukum atau peraturan kelembagaan dari strategi yang ditetapkan oleh pelaku
atau organisasi. Tujuan analisis kelembagaan adalah untuk melihat perbedaan kesenjangan antara kelembagaan yang bersifat normatif dengan organisasi yang
sangat bernuansa subjektif. Ketika seseorang melaksanakan analisis kelembagaan, mutlak baginya untuk mengkaji aspek-aspek organisasi karena
strategi organisasi dapat berpengaruh pada suatu kelembagaan atau bahkan dapat memberi arah agar terjadi pergantian atau perubahan kelembagaan.
Kinerja dari suatu kelembagaan dapat dilihat melalui beberapa indikator. Indikator kinerja suatu kelembagaan dapat dilihat dengan pendekatan:
1 Aspek politik, kelembagaan perikanan memiliki bargaining yang kuat dalam penentuan kebijakan-kebijakan perikanan di tingkat lokal maupun nasional,
yang tercermin dalam tata kelembagaan, kerangka kerja dan kapasitasnya. 2 Aspek sosial budaya, kelembagaan perikanan akan dapat menumbuhkan
kebanggaan pada jati diri dan budaya bangsa yang bernilai luhur yang telah berakar kuat pada adat istiadat masyarakat. Secara sosial, kelembagaan
perikanan dapat menumbuhkan jiwa sosial masyarakat yang kuat, bersinergi diantara stakeholder perikanan dan menjauhkan konflik.
3 Aspek ekonomi, kelembagaan perikanan secara nyata memberikan kontribusi ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan
khususnya, dan masyarakat sekitar secara umum. 4 Aspek hukum, kelembagaan perikanan memperoleh mandat yang jelas dari
hukum atau peraturan yang ada, baik tata kelembagaan, kerangka kerja,
maupun kapasitas kelembagaannya. Hal ini terkait dengan aspek legal, pengaturan operasional dan teknis, dengan tugas pokok dan fungsi tupoksi
yang jelas. 5 Aspek teknologi, pemanfaatan dan tanggap terhadap dinamika perubahan
teknologi yang tercermin pada tata kelembagaan, kerangka kerja dan kapasitas kelembagaannya untuk dapat mengembangkan perikanan secara
produktif, efisien, berkualitas, dan aman.