Sifat Kimia Tanah HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Kimia Tanah

Hasil pengukuran sifat kimia tanah dari lapangan dengan kedalaman 0-20 cm dapat diketahui dengan menganalisis beberapa parameternya, seperti pH, C-organik, fosfor P, dan kapasitas tukar kation KTK yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis tanah yang dijadikan sampel isolasi spora FMA Parameter Sampel Tanah Kadar Keterangan pH H 2 Afdeling I O Afdeling II Afdeling III 5,67 5,66 5,25 Agak masam Agak masam Masam C-Organik Afdeling I Afdeling II Afdeling III 0,37 0,78 0,94 Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah P-Bray II ppm Afdeling I Afdeling II Afdeling III 4,35 5,64 4,45 Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah KTK m.e100g Afdeling I Afdeling II Afdeling III 8,26 6,40 7,81 Rendah Rendah Rendah Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah pada Afdeling I, II, dan III tergolong rendah. Kadar pH tanah yang rendah menunjukkan bahwa FMA yang diperoleh mampu beradaptasi pada pH masam. Tingginya kemasaman tanah disebabkan oleh banyaknya konsentrasi ion hidrogen H + di dalam tanah. Semakin banyak ion H + Dalam penelitian ini, kandungan fosfor P yang diperoleh sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemasaman tanah mempengaruhi ketersediaan unsur hara terutama P. Purwowidodo 2000 menyatakan ketersediaan P akan menurun pada pH 5,5 atau 7,0. Selain pH, C-organik, dan P, sifat kimia lainnya adalah kapasitas maka pH tanah akan semakin masam Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002. Kadar C-organik yang diperoleh sangat rendah sejalan dengan pH tanah. Menurut Hariyono 2009 kandungan C-organik yang rendah diikuti dengan rendahnya pH tanah. Universitas Sumatera Utara tukar kation KTK. Rendahnya kadar KTK yang diperoleh menunjukkan bahwa kondisi tanah pada areal penelitian memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Menurut Hardjowogeno dan Rayes 2003, KTK merupakan sifat kimia tanah yang erat kaitannya dengan ketersediaan hara bagi tanaman. Tinggi rendahnya kadar KTK dipengaruhi oleh C-organik dalam tanah. Dengan demikian, hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kondisi tanah pada areal penelitian dapat digolongkan sama.

4.2 Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula FMA

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

1 30 54

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Di Hutan Pantai Sonang, Tapanuli Tengah

3 70 89

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Pembukaan Lahan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero) Tapanuli Selatan, Sumatera Utara

2 10 43

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 1 8

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 15

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 7

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 15