Latar Belakang Peran Pengawas Ketenagakerjaan Dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

D. Katz membedakan empat jenis kepuasan yang didapatkan seseorang dari pekerjaannya, yaitu: 1 a Kepuasan yang langsung diberikan oleh suatu pekerjaan sebagai cara untuk mengungkapkan diri, menjelmakan cita-citanya, pandangan, kecakapan, atau mewujudkan sesuatu yang khas dari pribadi b Kebanggaan karena termasuk kedalam suatu kelompok kerja atau suatu golongan kerja tertentu, sebagai ungkapan dari hasrat individu untuk selalu menghubungkan diri dengan sesuatu kolektivita c Kepuasan yang diberikan oleh gaji, upah, jaminan sosial dan fasilitas lain, yang diberikan karena sangkut pautnya dengan nilai- nilai dan norma-norma kebudayaan seseorang dan masyarakat disekelilingnya d Kepuasan yang diperoleh dari identifikasi diri dengan perusahaan, yang ada hubungan dengan cita-cita pribadi dan sifat-sifat kepribadiannya yang khas karakteristik. Oleh karena itu negara juga memiliki peran dan kewajiban yang penting dalam mengupayakan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga negaranya. Ketiga pilar negara yaitu lembaga eksekutif melalui kebijakan- kebijakannya, lembaga yudikatif melalui wewenang legislasi dan lembaga yudikatif melalui wewenang yudikasinya harus menempatkan permasalahan ketenagakerjaan sebagai salah satu point konsentrasi yang diutamakan. 1 Drs. J.B.A.F. Mayor Polak, Sosiologi Industri, Malang: 1966, hal. 38 Dalam sejarah perjalanan hukum di Indonesia erat kaitannya dengan pemasalahan-permasalahan ketenagakerjaan, hal ini dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang diatur bersama-sama lembaga legislatif dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah legislative and bureaucracy policy seperti Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-undang N0,21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan ILO Convention No.81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce Konvensi ILO No.81 Pengawasan ketenagakerjaan dalam Industry dan perdagangan, Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, dan lainnya. Peraturan-peraturan tersebut merupakan sebagai upaya nyata pemerintah sebagai lembaga pengambil kebijakan untuk memberikan legitimasi atas perlindungan hak pekerjaburuh. Namun peran pemerintah tidak boleh terhenti disitu karena perkembangan ketenagakerjaan yang selalu dinamis dan kompleksnya permasalahan ketenagakerjaan harus tetap menjadi fokus pemerintah sehingga peraturan-peraturan yang sudah ada harus terus diawasi pelaksanaannya. Dalam pengawasan tersebut maka pemerintah pusat harus terus bersinergi dan membangun koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah sehingga tugas pengawasan tersebut dapat berjalan secara maksimal. Imam soepomo membagi Hukum Perburuhan menjadi lima bidang, yaitu: 2 a Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja 2 Imam soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003, hal. 11 b Bidang hubungan kerja c Bidang kesehatan kerja d Bidang keamanan kerja e Bidang jaminan sosial. Menurut International Labour Organisation ILO, jaminan sosial adalah jaminan yang diberikan kepada masyarakat melalui suatu lembaga tertentu yang dapat membantu anggota masyarakat dalam menghadapi resiko yang mungkin dialaminya, misalnya jaminan pemeliharaan kesehatan atau bantuan untuk mendapatkan pekerjaan yang bermanfaat. Lebih lanjut ILO menyebutkan ada 3 kriteria yang dipenuhi agar suatu kegiatan dapat dikatakan program jaminan sosial, sebagai berikut: a Tujuan berupa perawatan medis yang bersifat penyembuhan atau pencegahan penyakit, memberikan bantuan pendapatan apabila terjadi kehilangan sebagian atau keseluruhan pendapatan, atau menjamin pendapatan tambahan bagi orang yang bertanggung jawab terhadap keluarga. b Terdapat undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban lembaga yang melaksanakan kegiatan ini. c Kegiatan dilakukan oleh suatu lembaga tertentu. Sesuai dengan amanat konstitusi, di Indonesia penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Hal ini dipertegas dengan amandemen UUD 1945, dimana perubahan Pasal 34 ayat 2, yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara, Indonesia seperti halnya barbagai negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja disektor formal. Pada tanggal 19 Oktober tahun 2004 sebagai realisasi pasal 34 ayat 2 UUD 1945 telah disahkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta danatau anggota keluarganya dan diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: a Kegoton-royongan; b Nirlaba; c Keterbukaan; d Kehati-hatian; e Akuntabilitas; f Portabilitas; g Kepesertaan bersifat wajib; h Dana amanat; i Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Program jaminan sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan buruh sudah diatur secara sistematis dalam peraturan-peraturan hukum positif di Indonesia sehingga terciptanya perlindungan hak-hak para pekerjaburuh. Oleh karena itu pemerintah juga harus dapat memberikan garansi agar peraturan perundang- undangan yang mengatur masalah ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan oleh seluruh pelaku industri. Pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pengusaha masih saja terjadi terutama dalam hal pelaksanaan jamsostek, hal ini dapat kita lihat dari berita-berita di media elektronik maupun media cetak. Salah satunya kasus dugaan pelanggaran jamsostek yang dilakukan oleh Direktur PT Multi Jaya Mandiri dan mantan Manajer PLN Sumbagut Pembangkitan Sicanang Ernawan AB. 3 Kalau dieksplorasi lebih jauh masih banyak pelanggaran- pelanggaran lainnya yang melibatkan pengusaha dan oleh karena itu peran Pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menindak pelanggaran- pelanggaran ketenagakerjaan. Salah satu upaya pemerintah dalam menegakkan peraturan perundang- undangan yang mengatur dan melindungi hak buruh khususnya dalam pelaksanaan program jamsostek adalah melelui fungsi pengawasan ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan peerundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam kegiatan pengawasan ketenagakerjaan ini terdapat beberapa subsitem yaitu pola pendidikan, operasional, ketatalaksanaan serta mekanisme operasional pengawas ketenagakerjaan. Pola pendidikan menyediakan pengawas ketenagakerjaan baik umum maupun spesialis. Sedangkan pola operasional 3 Kompas, kamis, 11 November 2010 merupakan pengaturan interaksi antar pegawai pengawas. Kemudian ketatalaksanaan merupakan pendukung administrasi pelaksanaan pengawasan. . Keseluruhan pola tersebut antara pola yang satu dengan pola yang lainnya saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Katakanlah pola operasional tidak dapat berjalan apabila pola pendidikan sebagai sarana pengadaan pegawai pengawas tidak diselenggarakan karena tidak ada pegawai pengawas yang mengoperasikan sistem. Begitu seterusnya. Dengan demikian tidak berjalan dengan baik salah satu sub sistem akan berakibat tidak berjalan sistem itu sendiri. Kaitannya dengan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana diketahui adalah perusahaan dan tenaga kerja. Untuk dapat dilaksanakan 2 obyek tersebut secara tuntas maka pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagai pegangan adalah sistem pengawasan kaitan dengan mekanisme operasional pengawasan ketenagakerjaan. Bila ini dipenuhi maka pegawai pengawas sebagai ujung tombak, mata hukum law of eyes serta sumber data akan terwujud. Semoga pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia mengalami peningkatan. Tugas pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diatur dengan Keputusan Presiden. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiripada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupatenkota. Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua kewajiban. a Wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus bagi unit kerja pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota. b Wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya. Secara luas, pengawas ketenagakerjaan memiliki kewajiban agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan dan dipatuhi oleh para pelaku industry sehingga fungsi pengawasan harus terus dioptimalkan dan dimaksimalkan pelaksanaannya demi tercapainya amanat konstitusi dan demi kesejahteraan buruh dan keberlangsungan industri. Hal-hal tersebut diatas yang menjadi latarbelakang penulis untuk mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi : “ Peran Pengawas Ketenagakerjaan dalam Mengawasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja “.

B. Perumusan Masalah

Menyadari akan pentingnya program jaminan sosial bagi perlindungan dan kesejahteraan buruh dan demi berlangsungnya proses industri maka pemerintah membuat suatu regulasi yang sistematis melalui peraturan perundang-undangan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perundang-undangan tersebut. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerjaburuh. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja. Agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang independen dan kebijakan yang sentralistik. Selama ini pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Kedua Undang-undang tersebut secara eksplisit belum mengatur mengenai kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta supervisi tingkat pusat sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 Konvensi ILO Nomor 81. Dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 81 memperkuat pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan sebagai anggota ILO mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan yang bersifat internasional termasuk standar ketenagakerjaan internasional.