Pengendalian Folikulogenesis Ovarium Mencit (Mus Musculus) Dengan Pemberian Ekstrak Biji Kapas (Gossypium Hirsutum)

PENGENDALIAN FOLIKULOGENESIS OVARIUM MENCIT
(Mus musculus) DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK BIJI
KAPAS (Gossypium hirsutum)

SISKA ADELYA RAMADHANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengendalian
Folikulogenesis Ovarium Mencit (Mus musculus) dengan Pemberian Ekstrak Biji
Kapas (Gossypium hirsutum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Siska Adelya Ramadhani
NRP B352140051

RINGKASAN
SISKA ADELYA RAMADHANI. Pengendalian Folikulogenesis Ovarium
Mencit (Mus musculus) dengan Pemberian Ekstrak Biji Kapas (Gossypium
hirsutum). Dibimbing oleh IMAN SUPRIATNA, NI WAYAN KURNIANI
KARJA, dan ADI WINARTO.
Gosipol adalah zat yang terkandung dalam ekstrak biji kapas dan diduga
mempunyai kemampuan antifertilitas sehingga dapat digunakan sebagai bahan
herbal kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan mengkaji gambaran folikulogenesis
serta perubahan morfologi ovarium dan siklus estrus mencit setelah pemberian
ekstrak biji kapas. Sebanyak 60 ekor mencit betina DDY induk berumur 14-15
minggu dengan bobot badan 30-35 g dibagi menjadi empat kelompok dan diberi
ekstrak biji kapas dengan konsentrasi 0; 1.5; 2.1; dan 2.7 g kg-1 BB (15 ekor per
grup) selama 5, 10, 15, 24, dan 34 hari (3 ekor per periode grup) pada fase
proestrus. Status estrus mencit dievaluasi berdasarkan gambaran sel dari ulas
vagina. Pada setiap akhir periode perlakuan mencit di euthanasia untuk

mengamati histomorfologi perkembangan folikel dan morfologi ovarium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji kapas
memperpanjang durasi siklus estrus. Panjang, lebar, dan bobot ovarium relatif
sama antar grup (P > 0.05). Jumlah folikel tersier menurun seiring peningkatan
lama waktu pemberian (P < 0.05). Jumlah folikel berkembang menurun setelah
pemberian ekstrak biji kapas. Pemulihan jumlah folikel paling baik adalah dosis
1.5 g kg-1 BB pada mencit yang diberikan perlakuan ekstrak biji kapas. Data
tersebut mengindikasikan bahwa efek pemberian ekstrak biji kapas selama 24 hari
bersifat reversible.
Kata kunci: antifertilitas, biji kapas, folikulogenesis, gosipol, mencit

SUMMARY
SISKA ADELYA RAMADHANI. Ovarian Folliculogenesis Control in Mice
(Mus musculus) Treated by the Cottonseed Extract (Gossypium hirsutum).
Supervised by IMAN SUPRIATNA, NI WAYAN KURNIANI KARJA, and ADI
WINARTO.
Gossypol is a substance in cottonseed extract that has been thought
commonly used as a herbal contraceptive due to its’ antifertility ability. The aim
of the study were to assess the histomorphology of folliculogenesis, ovarian
morphological exchange, and estrous cycle in cottonseed extract administrated

mice. Sixty female mice DDY in 14-15 weeks old and 30-35 g body weight were
randomly divided into four groups and then orally administrated with cottonseed
extract in concentration of 0; 1.5; 2.1; and 2.7 g kg-1 BW (15 per group) for 5, 10,
15, 24, and 34 days (three per group period) at proestrus stage. The estrous status
of mice was assessed during treatment period based on the description of the
vaginal smear cells. At the end of the treatment period, all of each group was
euthanized to observe of its morphological and histomorphological follicular
development.
The results showed that administration of cottonseed extract prolonged the
estrous cycle duration. The length, width, and weight of ovarium were similar
among the group (P > 0.05). Whereas the number of tertiery follicle decreased as
long as increasing of the period of the administration (P < 0.05). The number of
developing follicles as long as increasing in cottonseed extract administration
mice lower than control. The best follicle development recovery rate was found in
1.5 g kg-1 BW cottonseed administrated mice. These data indicated that effects of
cottonseed extract administration for 24 days were reversible.
Keywords: antifertility, cottonseed, folliculogenesis, gossypol, mice

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGENDALIAN FOLIKULOGENESIS OVARIUM MENCIT
(Mus musculus) DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK BIJI
KAPAS (Gossypium hirsutum)

SISKA ADELYA RAMADHANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Reproduksi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi

Judul Tesis : Pengendalian Folikulogenesis Ovarium Mencit (Mus musculus)
dengan Pemberian Ekstrak Biji Kapas (Gossypium hirsutum)
Nama
: Siska Adelya Ramadhani
NIM
: B352140051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Drh Iman Supriatna
Ketua


Drh Ni Wayan K Karja, MP., PhD
Anggota

Drh Adi Winarto, PhD., PAVet
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
telah dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2016 dengan judul
Pengendalian Folikulogenesis Ovarium Mencit (Mus musculus) dengan
Pemberian Ekstrak Biji Kapas (Gossypium hirsutum).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Drh Iman Supriatna,
Ibu Drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP., PhD dan Bapak Drh Adi Winarto, PhD.,
PAVet selaku pembimbing atas semua arahan selama penulis melakukan
persiapan, penelitian sampai dengan terlaksanannya ujian thesis ini, serta Bapak
Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi yang telah banyak memberi saran. Penulis
juga mengucapkan kepada Institut Pertanian Bogor khususnya Sekolah
Pascasarjana yang telah mengizinkan penulis untuk menempuh pendidikan
magister di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan
kepada ketua dan sekretaris program studi Biologi Reproduksi atas segala arahan
yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan di Biologi Reproduksi,
Ketua Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, ketua Divisi Kebidanan atas
segala kebijakan yang diberikan selama penulis menjalani kuliah.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayahanda Mulyadi dan

ibunda Delmawati atas segala doa dan kasih sayangnya yang tiada henti serta adik
Alif Adelyadi dan Febriella Fauziah serta abang Asra Abdi atas dukungan selama
penulis menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada
sahabat Nofri Zayani selaku teman seperjuangan yang mendampingi penulis
hingga selesainya studi, teman diskusi di Laboratorium In Vitro Alvien Nuraini,
Magfira, Yulida Nofa, dan Musthamin Balumbi serta teman-teman Biologi
Reproduksi lainnya atas semua dukungan dan keceriaan yang diberikan selama
penulis melaksanakan studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016
Siska Adelya Ramadhani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ovarium Mencit (Mus musculus)

Biji Kapas (Gossypium hirsutum)
Mekanisme Kerja Gosipol pada Biji Kapas terhadap Ovarium

3
3
8
9

3 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Rancangan Penelitian
Prosedur Penelitian
Analisis Data

11
11
11
11
12

15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

15

5 SIMPULAN

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1 Gambaran mikroskopis hasil vaginal smear pada masing-masing
fase siklus estrus
2 Morfologi vagina pada masing-masing fase dari siklus estrus
3 Klasifikasi folikel pada ovarium mencit
4 Jumlah folikel berkembang pada mencit setelah pemberian
ekstrak biji kapas
5 Jadwal pelaksanaan penelitian

7
7
14
21
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Biji kapas
Morfometri ovarium setelah pemberian ekstrak biji kapas
Struktur fungsional ovarium setelah pemberian ekstrak biji kapas
Morfologi ovarium setelah pemberian ekstrak biji kapas
Siklus estrus mencit setelah pemberian ekstrak biji kapas selama
24 hari
Ovarium mencit
Perkembangan folikel ovarium
Histologi ovarium setelah pemberian ekstrak biji kapas
Rata-rata jumlah folikel pada potongan histologi setelah
pemberian ekstrak biji kapas
Rata-rata jumlah folikel atresia setelah pemberian ekstrak biji kapas

8
16
17
18
18
19
20
21
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jadwal pelaksanaan penelitian
2 Persetujuan perlakuan etik hewan
3 Surat keterangan hewan coba

32
33
34

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fertilitas merupakan kemampuan organ reproduksi untuk bekerja optimal
dalam menjalankan fungsi fisiologi reproduksi untuk menghasilkan keturunan.
Pada betina, fertilitas berkaitan erat dengan folikulogenesis yaitu proses
pertumbuhan dan perkembangan folikel yang terjadi di dalam ovarium (Leung
dan Adashi 2004). Beberapa faktor dapat memengaruhi folikulogenesis seperti
integrasi sinyal ekstraovarian dan faktor intrafolikuler (Webb et al. 2003),
endokrinologi (Paris et al. 2009), perkembangan gonad, serta kondisi nutrisi
(Chavatte-Palmer et al. 2014). Interaksi faktor-faktor tersebut menentukan folikel
akan terus dikembangkan atau dialihkan ke jalur atresia. Oleh karena itu,
pengendalian folikulogenesis dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk
mencegah terjadinya fertilisasi dan dapat digunakan sebagai salah satu metode
kontrasepsi.
Kontrasepsi memiliki peran penting dalam program keluarga berencana (KB),
namun perlu diketahui cara pemilihan kontrasepsi yang cocok dan tepat.
Kontrasepsi yang paling banyak dipakai adalah kontrasepsi hormonal jenis
suntikan KB yang mengandung 2 komponen bahan aktif yaitu estrogen dan
progesteron. Progesteron dalam kontrasepsi berfungsi untuk mengentalkan lendir
serviks dan mengurangi kemampuan rahim untuk menerima sel yang telah dibuahi.
Namun hormon ini juga mempermudah perubahan karbohidrat menjadi lemak,
sehingga sering kali efek sampingnya adalah penumpukan lemak yang
menyebabkan berat badan bertambah dan menurunnya keinginan seksual
(Kusumaningrum 2009).
Standar pemilihan bahan kontrasepsi yang baik yaitu tidak memiliki efek
samping yang buruk terhadap pengguna dan bersifat reversible. Persyaratan ini
banyak terdapat pada bahan alam terutama tumbuhan. Penggunaan bahan
kontrasepsi dari tumbuhan pada manusia dapat dikembalikan tingkat fertilitasnya
jika telah dihentikan. Banyak zat tumbuhan telah dipercaya mempunyai aktivitas
sebagai antifertilitas sehingga sering digunakan sebagai bahan kontrasepsi. Salah
satu tumbuhan yang mengandung zat antifertilitas adalah tanaman kapas karena
memiliki kandungan zat aktif berupa gosipol (Singla dan Garg 2013; Li et al.
1989; Lin et al. 1985). Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengkaji
pengaruh pemberian ekstrak biji kapas untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
reproduksi pada hewan model.
Pemberian gosipol secara oral sebanyak 30 mg kg-1 BB setiap hari selama
lima minggu mampu menurunkan fertilitas (Singla dan Garg 2013) tikus jantan
tanpa menurunkan libido (Hadley et al. 1981). Pemberian gosipol pada hewan
jantan juga tidak memengaruhi laju pertumbuhan tikus, bobot testis, dan kelenjar
aksesori seksual (White et al. 1988). Sedangkan pada betina, pemberian 25 mg kg1
gosipol pada tikus betina menyebabkan ketidakteraturan siklus estrus lebih dari
75% (Lin et al. 1985) serta memperpanjang durasi siklus estrus (Lagerlof dan
Tone 1985). Gosipol yang diinjeksikan secara intrauteri mampu memengaruhi
jumlah ovum yang terfertilisasi, implantasi embrio, perkembangan embrio, dan
jumlah anak (Lin et al. 1994a). Efek tersebut bersifat reversible apabila pemberian

2
gosipol dihentikan (Gadelha et al. 2014a). Hal ini menyebabkan ekstrak biji kapas
memiliki potensi besar jika dikembangkan sebagai kontrasepsi ketika dilakukan
penghentian pemakaian maka kondisi fisiologis tubuh pengguna berangsur
kembali normal (Rusmiati 2010).
Penelitian pada sapi dilaporkan bahwa gosipol yang dicampur dalam pakan
mengakibatkan folikel besar (> 5 mm) pada ovarium relatif sedikit dibandingkan
dengan yang diberi makan kedelai (Gadelha et al. 2014a). Hal ini dapat terjadi
karena degenerasi yang luas pada folikel akibat perubahan struktur fungsional
membran akibat gosipol berikatan dengan membran sel dan masuk ke dalam sel
(Cuellar dan Ramirez 1993). Degenerasi biasa diikuti oleh kehilangan oosit, sel
granulosa, dan reseptor hormon (Hafez dan Hafez 2000). Pada sel-sel tersebut
terjadi piknosis, kromatolisis inti dan deskuamasi sel granulosa (Bansode 1994).
Selain itu gosipol berpengaruh pada steroidogenesis ovarium serta ekspansi oosit
kumulus sapi dan pematangannya. Gosipol juga menunjukkan penurunan
Immunoglobulin G (IgG) (Gadelha et al. 2014a). Konsentrasi IgG diperlukan
dalam cairan folikel untuk ovulasi. Peningkatan konsentrasi IgG merupakan
akibat dari perluasan dan peningkatan cairan dalam folikel (Hafez dan Hafez
2000). Hambatan steroidogenesis akibat gosipol terjadi pada sel luteal ovarium
yang diamati pada sapi betina (Yurekli et al. 2009). Gosipol menghambat sintesis
progesteron dengan menekan aktivitas enzim steroidogenik yaitu beberapa enzim
dehidrogenase (Bansode 1994). Penelitian Li et al. (1989) memberikan bukti
bahwa gosipol dosis tinggi yang diberikan pada hewan bunting tidak memberi
efek teratogenik dan retardasi pertumbuhan.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak biji kapas pada hewan coba, akan tetapi belum ditemukan laporan tentang
pengaruh pemberian ekstrak biji kapas terhadap gambaran folikulogenesis. Oleh
karena itu diperlukan kajian pengendalian folikulogenesis ovarium dan
hubungannya dengan siklus estrus mencit setelah pemberian ekstrak biji kapas.

Kerangka Pemikiran
Bahan aktif biji kapas diharapkan dapat menjadi bahan kontrasepsi dengan
menurunkan fertilitas mengingat pengaruh bahan aktif gosipol yang dapat
mempengaruhi banyak organel dalam sel. Kerja gosipol dapat memengaruhi
morfologi dan anatomi ovarium sebagai organ reproduksi primer pada betina.
Pendekatan yang sudah dilakukan secara in vitro melalui kultur sel gosipol bisa
berefek: (1) perubahan struktur fungsional membran akibat gosipol berikatan
dengan membran sel dan masuk ke dalam sel, (2) penurunan produksi energi
melalui penekanan kerja adenilat siklase pada rantai transpor elektron dan
fosforilasi, (3) menekan aktivitas sekresi sel-sel granulosa akibat peningkatan
jumlah lisosom dan penurunan perkembangan retikulum endoplasma halus, (4)
menunjukkan efek antiproliferatif akibat terganggunya enzim cleavage dan
penurunan kemampuan reaksi sel terhadap gonadotropin, (5) mengganggu
biosintesis hormon ovarium dengan cara menempati reseptor LH yang berperan
dalam steroidogenesis ovarium dan menghambat aktivitas hidroksisteroid
dehidrogenase dan aromatase yang berperan dalam pembentukan testosteron dan
estrogen, dan mekanisme yang lain adalah memengaruhi hipofisis anterior

3
sehingga follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang
dikeluarkan menjadi berkurang yang mengakibatkan proliferasi sel-sel di ovarium
berkurang. Bahan yang bisa memasuki sel, menurunkan produksi energi, menekan
sekresi sel, antiproliferatif, dan memengaruhi hormonal maka bahan ini berpotensi
untuk digunakan dalam mengendalikan folikulogenesis. Pada dosis yang tepat
sangat mungkin bisa dimanfaatkan sebagai bahan antifertilitas. Pendekatan secara
in vivo merupakan suatu pilihan dalam pembuktian bahwa pengontrolan
folikulogenesis dalam dosis yang tepat dapat berperan sebagai antifertilitas.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengendalian folikulogenesis ovarium dan
status siklus estrus mencit dengan pemberian ekstrak biji kapas.

Manfaat Penelitian

1.
2.

Penelitian ini bermanfaat untuk.
Memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak biji kapas terhadap
pengendalian folikulogenesis pada ovarium dan siklus estrus mencit.
Mengatasi permasalahan penggunaan kontrasepsi melalui pengembangan
penggunaan herbal sebagai bahan kontrasepsi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ovarium Mencit (Mus musculus)
Ovarium merupakan organ yang berfungsi menghasilkan oosit dan hormonhormon reproduksi pada betina (Senger 2005). Ovarium mengandung banyak
folikel yang merupakan unit fungsional dasar dari ovarium. Folikel mengalami
pertumbuhan dan perkembangan pada korteks ovarium yang disebut
folikulogenesis (Hafez dan Hafez 2000; Gannon 2013). Menurut Lewis (2007)
folikel ovarium terbagi menjadi 4 kondisi yaitu istirahat, tumbuh, preovulasi, dan
atresia. Besar kecilnya ukuran ovarium dipengaruhi oleh aktivitas reproduksi dan
optimalisasi fungsinya. Selain itu pembatasan nutrisi pada mencit menyebabkan
folikel atresia sehingga jumlahnya menjadi sedikit (Chavatte-Palmer et al. 2014).
Morfologi ovarium yang baik mendukung optimalisasi fungsi ovarium yang akan
menjadikan ovarium berkualitas baik sehingga berfungsi untuk menghasilkan
oosit dan mempertahankan jumlah corpus luteum.

4
Folikulogenesis
Semua folikel di korteks ovarium berada dalam fase folikel primordial
sebelum mencapai masa pubertas (Lewis 2007). Folikel primordial ini berisi oosit
imatur berukuran kecil (diameter20m) yang dikelilingi satu lapis sel granulosa
bertipe pipih selapis. Mencit merupakan hewan yang memulai proses meiosis
profase 1 pada hari ke 13.5 setelah konsepsi (Chavatte-Palmer et al. 2014). Oosit
berada pada istirahat meiosis profase 1 dan tidak menyelesaikan pembelahan
meiosis sebelum mencapai masa pubertas (Aerts dan Bols 2010; Irianto 2014).
Jumlah folikel primordial dalam ovarium berhubungan dengan masa reproduksi
betina (Patricia 2014). Durasi perkembangan folikel mencit dari primordial hingga
folikel ovulasi rata-rata 20 hari (Aerts dan Bols 2010). Menurut Lewis (2007)
folikulogenesis bertujuan untuk perekrutan folikel yang diovulasikan.
Folikulogenesis secara garis besar terbagi dalam dua fase yaitu fase preantral
dan fase antral. Fase preantral atau gonadotropin-independent phase ditandai
dengan pertumbuhan dan diferensiasi oosit yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
pertumbuhan melalui sistem autokrin atau parakrin (Lewis 2007). Folikel pada
ovarium dikategorikan berdasarkan penampilan morfologi dari granulosa terkait
lapisan sel menjadi primordial, primer, sekunder, folikel antral dan atresia (Myers
et al. 2004). Folikel primordial cenderung ditemukan menuju wilayah subkapsular
dari korteks ovarium (Scudamore 2014). Fase antral atau gonadotropin-dependent
phase ditandai dengan peningkatan pesat dari ukuran folikel itu sendiri. Fase
antral diatur oleh follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH) serta faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Faktor-faktor pertumbuhan ini akan
merangsang proliferasi sel dan memengaruhi aktivitas gonadotropin (Gannon
2013). Akinola et al. (2006) mengatakan bahwa folikulogenesis dipengaruhi oleh
gonadotropin dan estrogen. Menurut Findlay et al. (1996) pengadaan kapasitas
sel-sel folikel terhadap respon gonadotropin merupakan kunci folikulogenesis.
Folikulogenesis dimulai dengan diambilnya folikel primordial ke dalam suatu
kumpulan folikel-folikel yang sedang tumbuh berkembang dan dapat diakhiri
dengan ovulasi maupun atresia.
Tahap-tahap Folikulogenesis sebagai berikut.
Folikel Primer
Folikulogenesis dimulai pada tahap ini. Folikel primordial berkembang
menjadi folikel primer serta oosit juga mulai tumbuh. Folikel primordial mencit
mengalami pertumbuhan mulai pada 10 sel granulosa yang paling luas.
Pertumbuhan oosit berkorelasi dengan jumlah sel granulosa yang mengelilinginya
(Braw-Tal 2002). Oosit akan mengeluarkan lapisan hyalin dari glikoprotein untuk
mengelilingi oosit yang disebut zona pelusida (Scudamore 2014). Oosit dan zona
pelusida dikelilingi oleh satu lapis (unilaminer) sel granulosa kuboid dan lapisan
luar dari sel yang datar (Scudamore 2014). Sel granulosa mengalami transformasi
dari datar menjadi kuboidal (Braw-Tal 2002). Sel granulosa terletak di atas suatu
membran basalis yang memisahkannya dari sel stroma di sekelilingnya sehingga
membentuk teka folikuli (Patricia 2014). Pada tahap folikel primer ini terbentuk
reseptor FSH pada sel granulosa (Aerts dan Bols 2010; Findlay et al. 1996).

5
Follicle stimulating hormone (FSH) memengaruhi peningkatan jumlah sel-sel
granulosa (Lewis 2007).
Folikel Sekunder
Perubahan utama yang terjadi selama perkembangan folikel sekunder adalah
peningkatan jumlah sel granulosa dan pembentukan sel teka. Oosit terus tumbuh
dan memengaruhi perkembangan folikuler (Eppig 2001). Pada tahap ini juga
terjadi transisi sel granulosa dari epitel selapis kuboid menjadi epitel berlapis
kolumnar. Perkembangan folikel diikuti oleh sel-sel teka folikuli yang tersusun
menjadi satu lapisan dalam sel sekretorik membentuk teka interna dan satu lapisan
luar jaringan ikat yang mengandung sel-sel mirip fibroblas membentuk teka
eksterna (Patricia 2014). Sel teka memproduksi androgen yang digunakan sebagai
substrat untuk menghasilkan estrogen (Lewis 2007; Peluso et al. 1984).
Perkembangan sel teka menyebabkan kapiler-kapiler masuk ke dalam lapisan teka
interna sehingga folikel mendapat suplai darah sendiri, sedangkan lapisan sel
granulosa tetap avaskular (Patricia 2014). Sel-sel granulosa mengaktifkan dan
meningkatkan jumlah reseptor FSH, estrogen, dan androgen (Lewis 2007).
Folikel Tersier
Proses yang terjadi pada folikel tersier yaitu perkembangan antrum yang
tersebar menjadi satu kesatuan dalam folikel. Antrum mengandung cairan yang
disebut cairan folikuler atau liquor folliculi yang berasal dari eksudat plasma
(Aerts dan Bols 2010). Cairan folikuler merupakan hasil sekresi dari oosit dan sel
granulosa yang mengandung steroid, elektrolit, serta proteoglikan. Follicle
stimulating hormone merangsang sel-sel granulosa berdiferensiasi membentuk
membran periantral, kumulus oophorus, dan lapisan korona radiata. Sel granulosa
menghasilkan aktivin dan meningkatkan ekspresi p450 aromatase akibat stimulasi
FSH. Enzim P450 aromatase berperan dalam mengonversi androgen menjadi
estrogen. Aktivin akan meningkatkan ekspresi gen reseptor FSH di sel granulosa
dan mempercepat folikulogenesis. Sel granulosa juga menghasilkan inhibin yang
berperan dalam umpan balik negatif untuk menghambat hipofisa mensekresi FSH.
Follicle stimulating hormone berperan penting dalam proses mitosis sel granulosa
pada fase ini. Kekurangan FSH pada fase ini akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan folikel sehingga folikel menjadi atresia. Pada bagian dalam sel teka
interna terbentuk sel-sel teka interstisial. Follicle stimulating hormone dan
estrogen menstimulus sel-sel teka interstisial agar meningkatkan jumlah reseptor
LH dan meningkatkan aktivitas enzim-enzim steroidogenesis untuk sintesis
androstenedion dan testosteron. Androstenedion mengalami aromatisasi menjadi
estrogen dengan bantuan enzim p450. Estrogen akan meningkatkan jumlah
reseptor FSH pada sel granulosa sehingga sel tersebut berproliferasi (Patricia
2014).
Perubahan dari folikel preantral menjadi folikel antral ditandai oleh
perkembangan kompetensi meiosis (Eppig 2001). Tahap folikel antral ditandai
pertumbuhan folikel yang sangat cepat karena pengaruh gonadotropin. Follicle
stimulating hormone merangsang sel-sel teka interna terus berproliferasi dan
mensekresi androstenedion, sehingga estrogen yang dihasilkan semakin banyak.
Peningkatan estrogen menyebabkan mekanisme umpan balik negatif ke hipofisa
untuk menghambat sekresi FSH. Puncak FSH merangsang munculnya reseptor

6
LH yang cukup di sel-sel granulosa untuk terjadinya luteinisasi (Leung dan
Adashi 2004). Oosit dalam folikel memproduksi faktor ekspansi kumulus
(Vanderhyden et al. 1990). Pada sapi terdapat korelasi antara jumlah folikel antral
dengan ukuran ovarium dan berasosiasi dengan fertilitas (Evans et al. 2012).
Jumlah folikel antral besar meningkat selama proestrus dan menurun sebagai
akibat dari ovulasi pada masa estrus (Scudamore 2014).
Folikel de Graaf
Folikel antral yang matang disebut folikel de Graaf (Aerts dan Bols 2010).
Oosit dipisahkan dari ruang antral tunggal oleh lapisan sel granulosa sekitarnya
(kumulus granulosa). Kumulus ini akan dipertahankan bersama oosit ketika
ovulasi (Scudamore 2014). Pada tahap ini terjadi seleksi folikel dominan yang
akan berovulasi (Senger 2005). Penurunan kadar FSH menyebabkan folikelfolikel antral yang lebih kecil mengalami atresia, sedangkan folikel dominan terus
mengalami pertumbuhan. Penurunan FSH juga menyebabkan lonjakan LH (Leung
dan Adashi 2004). Setelah terjadi lonjakan LH maka folikel disebut folikel
preovulatory (Eppig 2001). Lonjakan LH meningkatkan sintesis progesteron
dalam sel-sel granulosa (Senger 2005). Progesteron merangsang enzim-enzim
collagenase untuk menghancurkan kolagen di dinding folikel sehingga mudah
ruptur. Prostaglandin akan menyebabkan otot polos ovarium berkontraksi untuk
membantu pelepasan ovum (Leung dan Adashi 2004). Pada saat yang sama sel-sel
granulosa meningkatkan sekresi cairan folikel sehingga meningkatkan volume
cairan dalam folikel. Dengan demikian, peningkatan volume ini mengakibatkan
enzim-enzim collagenase semakin mendekati dinding folikel dan membentuk
stigma (Senger 2005). Stigma merupakan tempat bakal terjadi ovulasi. Setelah
terjadi ovulasi, sel-sel granulosa, jaringan ikat, dan pembuluh darah kecil di
ovarium mengalami proliferasi. Sel-sel granulosa membesar dan mengandung
lutein dengan banyak kapiler serta jaringan ikat sehingga disebut corpus luteum.
Corpus luteum akan dipertahankan mulai dari fertilisasi sampai terbentuknya
plasenta. Sel-sel corpus luteum mengalami atrofi jika tidak terjadi fertilisasi,
sehingga terbentuk corpus albicans (Patricia 2014).
Tampilan histologi ovarium akan memperlihatkan folikel-folikel yang
terdapat pada organ ovarium. Folikel normal merupakan folikel yang memiliki
oosit utuh. Folikel ini dibagi menjadi folikel primer, folikel sekunder, folikel
tersier, dan folikel de Graaf. Folikel atretik merupakan folikel yang ditandai
dengan degenerasi oosit, lapisan sel granulosa tidak teratur, zona pelusida melipat
sebagian atau seluruhnya yang berpisah dari korona radiata, dan sel granulosa
oosit. Folikel menjadi atretik dapat disebabkan oleh terjadinya apoptosis baik di
dalam maupun di luar sel oosit dan sel granulosa (Aguirre-Samudio et al. 2006).
Jumlah folikel dipengaruhi oleh jenis hewan, umur, siklus estrus, morfologi
ovarium, status reproduksi, faktor genetik, dan faktor lingkungan seperti asupan
nutrisi (Lin et al. 1992).
Folikulogenesis terjadi pada fase folikuler. Selain fase folikuler juga terdapat
fase luteal yang terjadi dalam siklus estrus. Menurut Senger (2005) siklus estrus
menunjukkan peluang untuk mengalami kebuntingan. Mencit merupakan hewan
poliestrus yaitu siklus estrus dapat terjadi secara teratur sepanjang tahun. Satu kali
siklus estrus memiliki 4 tahap yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase
dari siklus estrus mencit dapat ditentukan berdasarkan hasil pengamatan vaginal

7
smear. Gambaran hasil mikroskopis vaginal smear pada masing-masing fase
siklus estrus terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Gambaran mikroskopis hasil vaginal smear pada masing-masing fase
siklus estrus.
Hasil vaginal smear
Smith &
Fase
Nalbandov
Turner dan
Sartono
Mangkoewidjojo
(1990)
Bagnara (1976)
(1994)
(1988)
Proestrus Sel epitel
Sel epitel berinti Sel-sel kecil
Epitel berinti,
berinti
dengan inti bulat berlendir
Estrus
Sel
Sel epitel
Epitel
Epitel
berkornifikasi superfisial
berkornifikasi,
berkornifikasi
berkornifikasi
inti piknotik
Metestrus Leukosit di
Leukosit
Sel
Epitel
antara sel
banyak, sel
berkornifikasi,
berkornifikasi
berkornifikasi berkornifikasi
ada leukosit
berkurang,
sedikit
epitel berinti
banyak
Diestrus
Epitel berinti Leukosit
Sel epitel dan
Leukosit
leukosit
bermigrasi
leukosit
banyak, epitel
berinti
Sumber: Musahilah (2010).
Proestrus dan estrus terjadi pada fase folikuler, sedangkan metestrus dan
diestrus terjadi pada fase luteal ovarium. Mencit mengalami proestrus sekitar 12
jam, estrus 12 jam, metestrus 21 jam, dan diestrus 57 jam. Fase dari siklus estrus
mencit juga dapat ditentukan berdasarkan pengamatan morfologi vagina.
Gambaran hasil pengamatan morfologi vagina berbagai fase siklus estrus terlihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Morfologi vagina pada masing-masing fase dari siklus estrus
Fase
Morfologi vagina mencit
Diestrus
Vagina terbuka kecil, jaringan berwarna kebiru-biruan hingga
ungu, dan sangat lembab.
Proestrus
Vagina bercelah, jaringan berwarna kemerah-merahan hingga
pink, lembab, serta banyak lipatan longitudinal atau goresan
tampak pada bibir dorsal dan ventral.
Estrus
Vagina terlihat sama seperti fase proestrus, namun jaringan terlihat
lebih pink cerah dan sedikit lembab serta goresan lebih jelas.
Metestrus
Jaringan vagina pucat, kering, bibir dorsal tidak edema seperti fase
estrus hingga surut, runtuhan seluler keputih-putihan pada dinding
dalam atau sebagian yang mengisi vagina.
Sumber: Champlin et al. (1973).

8
Biji Kapas (Gossypium hirsutum)
Kapas (Gossypium hirsutum) merupakan tanaman arboreus dari Familia
Malvaceae. Tanaman kapas mengandung senyawa fenolik yang dihasilkan oleh
kelenjar pigmen kapas batang, daun, biji, dan tunas bunga (Gossypium hirsutum
L.) yang disebut gosipol. Konsentrasi gosipol paling banyak terdapat pada biji
kapas. Gosipol berbentuk bintik-bintik hitam yang memiliki berat molekul 518.55
Dalton, berpigmen kuning, dan kristal (Gadelha et al. 2014a). Gosipol bersifat
polar tetapi tidak larut dalam air (Sutikno 2000) dan heksana (Gadelha et al.
2014a). Gosipol larut dalam aseton, asetonitril, etanol, metanol (Sutikno 2000),
metil etil keton (butanone), dan sebagian larut dalam minyak sayur mentah
(Gadelha et al. 2014a). Rumus molekulnya adalah C30H30O8 (Sutikno 2000) dan
struktur formula kimianya adalah 2.2bis (8-formil-1,6,7-trihydroxy-5-isopropil3methylnaphthalene) (Gadelha et al. 2014a). Menurut Matham (2011) kandungan
gosipol mencapai 50% pada biji kapas. Sedangkan Gadelha et al. (2014a)
mengatakan bahwa biji kapas mengandung 14 gram gosipol kg-1. Singla dan Garg
(2013) menyatakan minyak biji kapas mentah mengandung 0.01% gosipol.
Bentuk biji kapas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Biji Kapas
Dua bentuk gosipol yang telah diteliti adalah bebas dan terikat. Bentuk
gosipol terikat diproduksi melalui ikatan kovalennya dengan kelompok bebas
epsilon-amino dari lisin dan arginin yang ditandai dengan warna kecoklatcoklatan (Sutikno 2000; Gadelha et al. 2014). Ikatan ini paling efektif dengan
asam amino lisin sehingga mengurangi ketersediaannya dalam tubuh. Gosipol bisa
mengikat residu lisin untuk membentuk basis Schiff pada enzim dan protein
tertentu (Brocas et al. 1997). Kandungan gosipol bebas dalam biji kapas bervariasi
antara varietas kapas, konsentrasi gosipol dapat berkisar 0.02 sampai 6.64%.
Gosipol yang diekstraksi dari minyak biji kapas didapatkan sekitar 0.6% jika
proses ekstraksi melibatkan tekanan mekanik dan panas. Gabungan gosipol bebas
dan terikat disebut gosipol total. Gosipol total ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya adalah kondisi cuaca dan spesies kapas (Gadelha et al. 2014a).
Biji kapas mengandung protein yang sangat tinggi. Gosipol diperkirakan
memiliki fungsi antitiroid sehingga menyebabkan terganggunya regulasi
metabolisme tiroid. Oleh sebab itu dampaknya akan mengurangi nafsu makan
sehingga terjadi penurunan berat badan pada hewan coba tikus betina. Penurunan
nafsu makan pada hewan mengakibatkan gangguan pada sistem reproduksi.
Gosipol dapat menekan aktivitas hormon hipofisis-tiroid. Gosipol juga
mempunyai efek antifertilitas, dapat menurunkan kadar LH dan Testosteron yang

9
diukur pada serum darah (Gadelha et al. 2014a). Gosipol tidak hanya berfungsi
sebagai zat antifertilitas melainkan juga berpotensi untuk terapi. Pada tahun 1970
Cina menggunakan biji kapas untuk mengobati fibroids rahim, endometriosis, dan
rahim pendarahan pada wanita (Gadelha et al. 2014a).

Mekanisme Kerja Gosipol pada Biji Kapas terhadap Ovarium
Gosipol yang berikatan dengan membran sel menyebabkan peroksidasi lipid
pada membran sehingga dapat masuk ke dalam sel. Gosipol dapat bereaksi dengan
fosfolipid dan mengganggu enzim-enzim pada membran sehingga menyebabkan
perubahan struktur fungsionalnya (Brocas et al. 1997). Hal ini sesuai dengan
penelitian Lin et al. (1992) yang menemukan pada kultur sel luteal ovarium sapi
bahwa membran selnya memiliki kapasitas mengikat paling tinggi terhadap
gosipol. Sedangkan Xue (1981) dalam Lin et al. (1992) dengan menggunakan
fraksi subseluler testis menyatakan mitokondria memiliki tingkat penggabungan
tertinggi di antara semua organel. Pada konsentrasi tinggi, gosipol merusak enzim
pada proses pembentukan energi dari metabolisme oksidatif yaitu pada proses
transportasi rantai elektron dan fosforilasi oksidatif (Gadelha et al. 2014a). Hal ini
mengakibatkan penurunan produksi adenosine triphosphate (ATP) yang juga
telah diteliti Yuan dan Shi (2000). Gosipol tidak hanya menghambat enzim pada
membran mitokondria, tetapi juga menghambat enzim yang berhubungan dengan
sitoplasma dan membran organel lainnya (Lin et al. 1992). Pada oosit tikus yang
terpapar gosipol menunjukkan peningkatan jumlah lisosom di ooplasma dan
berkurangnya perkembangan retikulum endoplasma halus. Pada retikulum
endoplasma tersebut tidak terdapat sisterna yang membentang serta terjadi
penekanan aktivitas sekresi dari sel-sel granulosa (Pan et al. 1987).
Ikatan gosipol dengan lipoprotein membran mengganggu jalur biokimia dan
fungsi seluler. Gosipol juga menunjukkan efek antiproliferatif dengan
menghambat low density lipoprotein (LDL) pada mitokondria (Gilbert 1995).
Gosipol menghambat produksi progesteron dalam sel luteal sapi yang dikultur
secara in vitro, terutama dengan menghambat aktivitas plasma membran terkait
adenilat siklase dan membran mitokondria terkait sitokrom P450 rantai samping
enzim cleavage. Gosipol menekan hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang
menginduksi produksi kortikosteron pada kultur sel adrenokortical tikus dengan
menghambat pembentukan siklik AMP (cAMP) (Lin et al. 1992).
Gosipol merupakan agen antifertilitas yang menghambat steroidogenesis pada
kedua jenis kelamin (Lin et al. 1992). Gosipol memiliki efek langsung pada
folikel ovarium yaitu menghambat sintesis hormon ovarium (Akinola et al. 2006).
Gosipol berkonsentrasi tinggi dapat meningkatkan O2 dengan menghambat
aktivitas superokside dismutase (SOD). Karena itu gosipol akan memodulasi
steroidogenesis pada ovarium sehingga terjadi pengurangan produksi hormon
steroid pada sel granulosa (Basini et al. 2008). Berkurangnya produksi estradiol
juga karena gosipol menghambat aktivitas aromatase yang diteliti dalam sel
granulosa babi (Akira 1994).
Aktivitas steroidogenik folikel bergantung pada aksi FSH dan LH di sel
granulosa dan sel teka. Follicle stimulating hormone berperan menstimulasi
mitosis sel granulosa, pembentukan cairan folikel, dan menginisiasi pembentukan

10
antrum. Selain itu juga menginduksi sensitivitas sel granulosa terhadap LH
dengan meningkatkan jumlah reseptor LH. Kenaikan reseptor LH mempersiapkan
luteinisasi sel-sel granulosa dalam menanggapi LH ovulatory surge. Luteinizing
hormone juga merangsang aktivitas adenilat siklase dan meningkatkan cAMP.
Siklik AMP merangsang aktivitas protein kinase yang menyebabkan peningkatan
ketersediaan kolesterol untuk belahan rantai samping dan meningkatkan produksi
testosteron. Gangguan gosipol dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
reaksi sel granulosa dan sel teka terhadap sinyal gonadotropin. Hafez dan Hafez
(2000) mengemukakan bahwa kurangnya reaksi granulosa dan teka terhadap
gonadotropin menyebabkan berhentinya pertumbuhan folikel dan menginisiasi
folikel atresia. Viabilitas folikel juga bergantung pada rasio testosteron dan
estrogen pada cairan folikel.
Penambahan gosipol pada media kultur dapat menghambat pematangan oosit
sapi (Brocas et al. 1997). Gosipol mampu mengambat ekspansi kumulus,
menghambat pembentukan cAMP, menghambat maturasi nukleus oosit, dan
mengambat produksi progesteron. Pemberian gosipol menyebabkan proses
meiosis dari oosit ditahan pada tahap diploten Prophase I. Selain menghambat
progesteron, gosipol juga menghambat kortikosteron pada sel luteal (Lin et al.
1994). Pada sel luteal sapi gosipol menekan kegiatan adenilat siklase dan
hidroksisteroid dehidrogenase pada jalur steroidogenesis ovarium. Hal ini
mengakibatkan penekanan adrenokortikotropik hormon yang diinduksi oleh
sekresi kortikosteron (Gilbert et al. 1995). Gosipol bertindak pada produksi siklik
ATP, reseptor LH yaitu G-protein, dan unit katalitik atau konversi ATP menjadi
AMP siklik. Gosipol menghambat aktivitas adenilat siklase langsung dengan
interaksi di domain ikatan nukleotida dari enzim sub unit katalitik yang diamati
pada sel Leydig (Pearce et al. 1986).
Menurut Lin et al. (1989) pemberian gosipol menyebabkan kegagalan
implantasi embrio tikus di kornua uterus. Hal ini disebabkan tidak sikronnya
embrio dan endometrium uterus pada tikus bunting dan terganggunya proses
normal pada saat preimplantasi seperti sintesis protein dan steroid hormon.
Gosipol memiliki kemampuan untuk menghambat sintesis protein dan hormon
steroid. Semakin banyak konsumsi gosipol dalam ransum menyebabkan semakin
merugikan pada kelangsungan hidup embrio selama awal kebuntingan. Selain itu
Randel et al. (1992) menyatakan gosipol bertindak di beberapa situs di jalur
steroidogenik sehingga dapat mencegah kebuntingan. Tingginya konsentrasi
progesteron yang diproduksi sel granulosa akibat pemberian gosipol
meningkatkan aliran cairan ke saluran telur dan mengakibatkan masuknya ovum
lebih awal atau embrio ke dalam uterus. Gosipol juga menyebabkan embriotoksik
melalui oksigen reaktif yang menginduksi stres oksidatif, gangguan komunikasi
antar sel, menginduksi apoptosis, dan gangguan transportasi ion dalam membran
yang meningkatkan kalsium intraseluler (Gadelha et al. 2014a). Hal ini didukung
oleh pernyataan Lagerlof dan Tone (1985) bahwa gosipol dapat menghambat
influks kalsium dengan menempati saluran kalsium tipe T (Bai 2002).

11

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2016. Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH)
Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk ekstraksi biji kapas, Laboratorium Teknologi
Pangan Pusat Antar Universitas (PAU) IPB untuk evaporasi ekstrak biji kapas,
rumah sakit hewan pendidikan (RSHP) IPB sebagai tempat pemeliharaan hewan
dan penelitian, Laboratorium Histologi FKH IPB untuk pembuatan dan
pengamatan preparat histologi serta Laboratorium In Vitro Fertilisasi FKH IPB
untuk pembuatan dan pengamatan preparat ulas vagina.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca Ohause, oven, gelas
beker, gelas ukur, batang pengaduk, Erlenmeyer, rotary vacum evaporator, petri
dish, neraca analitik, sonde (jarum gavage), perangkat alat bedah, mikroskop
stereo, jangka sorong, lup, botol sampel, syringe, mikrotom, embedding console,
cryo console, inkubator, dan mikroskop binokuler. Bahan yang digunakan yaitu
biji kapas, etanol, aquadest, Giemsa, sodium chloride (NaCl) 0.9%, alkohol
bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, absolut), xylol, formalin, asam asetat, asam
pikrat, blok parafin, larutan haematoxylin, larutan eosin, dan larutan carboxy
methyl cellulose (CMC) 0.2%.

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah faktorial rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 waktu pengamatan. Perlakuan pertama
yaitu pemberian ekstrak biji kapas dosis 0 g kg-1 BB mencit (kontrol) yang
diberikan pelarut ekstrak biji kapas (CMC 0.2%). Perlakuan kedua yaitu
pemberian ekstrak biji kapas dosis 1.5 g kg-1 BB mencit. Perlakuan ketiga yaitu
pemberian ekstrak biji kapas dosis 2.1 g kg-1 BB mencit. Perlakuan keempat yaitu
pemberian ekstrak biji kapas dosis 2.7 g kg-1 BB mencit. Pengamatan dilakukan
setelah pemberian 5, 10, 15, dan 24 hari serta pengamatan reversible setelah 10
hari penghentian pemberian ekstrak biji kapas. Setiap pengamatan diambil tiga
ekor mencit dari setiap perlakuan untuk mengamati morfometri ovarium dan
histomorfolgi perkembangan folikel.

12
Prosedur Penelitian

Persiapan Hewan Coba
Hewan yang digunakan adalah 60 ekor mencit induk (Mus musculus L. DDY)
umur 14 sampai 15 minggu dengan rata-rata berat badan 30 sampai 35 g. Mencit
diperoleh dari Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Fakultas
Peternakan IPB yang diadaptasikan selama dua minggu. Pada minggu kedua masa
adaptasi mencit diberi obat pra perlakuan berupa dosis tunggal anthelmintik
(Combantrin®) 1.4 mg kg-1 BB. Mencit strain ini adalah mencit yang memiliki
reproduksi yang baik yang ditandai dengan memiliki anak 8 sampai 15 ekor per
kelahiran. Selain itu mencit ini juga memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
perlakuan secara oral. Mencit dipelihara secara kelompok (lima ekor mencit
perkandang). Mencit dipelihara dalam kandang bentuk segi empat ukuran 38
cm(p) x 27 cm(l) x 13 cm(t) yang ditutupi dengan kawat. Bedding pada kandang
berupa serutan kayu diberi setebal 5 cm yang diganti dua kali seminggu. Selama
pemeliharaan pakan diberikan 5 g perhari berupa pellet mencit produksi Indo
Feed® yang dibagi menjadi dua kali pemberian yaitu pagi dan sore hari. Air
minum diberikan secara ad libitum melalui botol minum mencit. Pakan yang
diberikan adalah pakan yang sesuai kebutuhan mencit dengan kandungan nutrisi:
air 12%, protein K. 23%, lemak 4%, serat kasar 5%, abu 8%, protein D.D 17%,
M.E Kcal-1 2750%, kalsium 1%, dan phospor 0.8%. Siklus pencahayaan diatur
terang (06.00 - 18.00) dan gelap (18.00 - 6.00) WIB. Penggunaan hewan coba
dalam penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Hewan IPB
nomor 15 – 2016 IPB.
Pembuatan Ekstrak Biji Kapas dan Pemberian Perlakuan
Bahan yang digunakan adalah biji kapas yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas), Malang, Provinsi Jawa Timur. Biji kapas
dikoleksi dari tanaman kapas umur 5 bulan. Biji kapas yang digunakan berbentuk
bulat utuh dan berwarna coklat kehitaman. Biji kapas kering yang masih utuh
ditimbang kemudian digerus selanjutnya disaring untuk mendapatkan serbuk
simplisia.
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi (perendaman). Metode maserasi
dimulai dengan perendaman serbuk simplisia dalam pelarut polar etanol 80%
(1:10 b/v) selama 3 hari. Penggantian pelarut dan penampungan dilakukan setiap
hari sampai larutan ekstrak nampak bening. Filtrasi dilakukan dengan
menggunakan kapas sehingga diperoleh larutan ekstrak. Filtrat dari penyaringan
dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 68 oC hingga
diperoleh ekstrak berbentuk serbuk (Chandrashekar et al. 2013). Kemudian
dilakukan penimbangan dengan neraca analitik. Ekstrak disimpan dalam desikator.
Ekstrak biji kapas yang akan digunakan ditimbang sesuai dengan dosis
perlakuan untuk diberikan ke mencit. Pemberian ekstrak biji kapas dilakukan
setiap hari pada pukul 08.00 WIB selama lima sampai enam siklus normal (24
hari). Ekstrak biji kapas diberikan secara oral menggunakan syringe sonde dengan

13
pelarut carboxy methyl cellulose (CMC) 0.2% sebanyak 0.5 ml. Bubuk CMC
ditimbang 2 g kemudian dilarutkan dengan sodium chloride (NaCl) 0.9% hingga
volumenya mencapai 1 liter dan diaduk hingga homogen dengan batang pengaduk.
60 ekor mencit dibagi menjadi empat kelompok (15 ekor mencit setiap
perlakuan) dan diberi ekstrak biji kapas dengan dosis 0; 1.5; 2.1 dan 2.7 g kg-1 BB
selama 5 hari (D0-5; D1.5-5; D2.1-5 dan D2.7-5), 10 hari (D0-10; D1.5-10; D2.110 dan D2.7-10), 15 hari (D0-15; D1.5-15; D2.1-15 dan D2.7-15), dan 24 hari
(D0-24; D1.5-24; D2.1-24 dan D2.7-24). Ekstrak biji kapas diberikan pada fase
proestrus dan didefinisikan sebagai hari pertama (H1). Pada setiap akhir periode
pemberian ekstrak biji kapas, mencit dieuthanasia masing-masing 3 ekor dari tiap
perlakuan untuk mengamati morfologi ovarium dan folikulogensis berdasarkan
gambaran histomorfolgi perkembangan folikel. Sedangkan untuk sampel
reversible diambil 10 hari setelah pemberian ekstrak biji kapas selama 24 hari
dihentikan.

Kajian siklus estrus mencit berdasarkan gambaran sel ulas vagina dengan
pewarnaan Giemsa
Pengamatan terhadap siklus estrus dilakukan mulai dari hari pertama (H1)
sampai hari pengambilan ovarium yaitu setelah hari ke-5, 10, 15, 24 dan 34. Ulas
vagina dilakukan dengan bantuan cotton bud and NaCl fisiologis yang diulas 3-5
kali selanjutnya diulas pada gelas obyektif, kemudian diwarnai dengan giemsa,
prerapat diamati di bawah mikroskop (mikrosokop binokuler) dengan perbesaran
obyektif 10 dan 40 kali. Pada ulas vagina ditentukan fase yang sedang dialami
hewan coba melalui tipe sel, proporsi masing-masing sel, dan keberadaan leukosit.

Kajian pemberian ekstrak biji kapas terhadap morfologi ovarium mencit
berdasarkan morfometri ovarium
Setiap 5 hari mencit dieuthanasia sebanyak 3 ekor pada setiap perlakuan
dengan anesthesia ketamine dan xylazine metode extinguish secara intracardial,
kemudian dilakukan pembedahan dimulai dari bagian inferior ke superior pada
bagian abdominal. Ovarium dipisahkan dari lemak yang menempel. Kemudian
melakukan pengamatan dengan mengukur morfometri ovarium mencit (Mus
musculus L. DDY). Parameter yang diamati adalah panjang ovarium, lebar
ovarium, bobot, dan struktur fungsional ovarium dari masing-masing mencit.
Ovarium kemudian disimpan dalam NaCl untuk dibuatkan preparat histologinya.

Kajian pemberian ekstrak biji kapas terhadap gambaran folikulogensis
dengan histomorfologi ovarium
Prosedur pembuatan preparat histologi ovarium menggunakan metode parafin
dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE), yang terdiri atas tahapan fiksasi
yaitu ovarium mencit difiksasi dengan larutan Bouin (15 cc asam pikrat + 5 cc
formalin 37% + 1 cc asam asetat) selama 24 jam dengan menggunakan botol

14
sampel, setelah itu ovarium dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70% selama 24
jam pada botol sampel, kemudian ovarium yang telah difiksasi di triming dan
dimasukkan ke dalam tissue cassette. Selanjutnya dilakukan tahapan dehidrasi
yaitu ovarium dalam tissue cassette direndam dalam larutan alkohol bertingkat
(80%, 90%, dan 95%) masing-masing selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke
dalam alkohol absolut dengan tiga kali tingkatan dengan waktu masing-masing 60
menit. Tahapan clearing I dimulai dengan merendam ovarium ke dalam xylol
dengan tiga kali tingkatan dengan waktu masing-masing 60 menit. Tahapan
infiltrasi yaitu ovarium direndam dalam parafin cair dengan tiga kali tingkatan
dengan waktu masing-masing 60 menit pada suhu inkubator 65 oC. Tahapan
embedding yaitu ovarium ditanam dalam cetakan, kemudian parafin dibiarkan
mengeras selama 24 jam. Tahapan pemotongan yaitu spesimen dipotong dengan
mikrotom setebal 4-5 mikron, lalu tempelkan pada gelas objek, direnggangkan di
atas alat pemanas untuk menghilangkan gelembung udara selama 1-2 jam pada
suhu 45 oC. Tahapan deparafinisasi yaitu preparat direndam berturut-turut (xylol I,
II, dan III). Tahapan rehidrasi yaitu preparat direndam berturut-turut dengan
alkohol absolut I, II, III, 95%, 90%, 85%, 80%, dan 70%) masing-masing 3 menit,
kemudian direndam dengan air keran selama 10 menit dan aquadest 5 menit.
Tahapan pewarnaan yaitu preparat direndam dalam larutan haematoxylin selama 1
menit, kemudian direndam dengan air keran selama 10 menit dan aquadest 10
menit, selanjutnya direndam dalam larutan eosin selama 2 menit dan cuci dengan
air keran. Tahapan dehidrasi yaitu preparat direndam berturut-turut di dalam
alkohol 70%, 80%, 85%, 90%, 95% I, 95% II, absolut I, II, III masing-masing 1
menit. Tahapan clearing yaitu preparat direndam dalam xylol I, II, III masingmasing selama 1 menit, dan ditutup dengan cover glass, dikeringkan selama 24
jam. Preparat diberi label sesuai dengan perlakuan sehingga didapatkan preparat
permanen histologis ovarium yang dapat diamati di bawah mikroskop.
Folikulogenesis diamati dengan melihat jumlah folikel primer, sekunder, dan
tersier (Myers et al. 2004) sesuai dengan klasifikasi folikel pada ovarium mencit
menurut Peters (1969) seperti disajikan pada Tabel 3. Folikel merupakan struktur
selular bundar yang ditemukan di ovarium sebagai tempat berkembangnya ovum
dan kemudian melepaskannya pada saat ovulasi. Penghitungan jumlah folikel
yang terdapat pada ovarium merupakan pendekatan untuk studi folikulogenesis
(Myers et al. 2004).
Tabel 3 Klasifikasi folikel pada ovarium mencit menurut Peters (1969)
Klasifikasi
Diameter
Kriteria
Folikel
oosit (µm)
Folikel
< 20
Oosit mulai dikelilingi selapis sel epitel pipih.
primordial
Folikel primer
> 20
Oosit dikelilingi selapis sel epitel kuboid (sel
granulosa) dan zona pelusida.
Folikel
70
Oosit dikelilingi beberapa lapis sel granulosa,
sekunder
zona pelusida, sudah mulai ada antrum yang
tersebar pada lapisan granulosa.
Folikel tersier
70
Oosit dikelilingi beberapa lapis sel granulosa,
zona
pelusida,
antrum
yang tersebar
berkembang menjadi satu kesatuan antrum.

15
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan faktorial rancangan acak lengkap (RAL) dengan
dua faktor perlakuan yaitu lama waktu pemberian dan dosis. Data berupa
morfometri ovarium, jumlah struktur fungsional, jumlah folikel berkembang,
persentase jumlah folikel primer, sekunder, dan tersier dianalisis dengan an