Pembelajaran Menulis Argumentasi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

d. Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Argumentasi

Pelaksanaan pembelajaran menulis argumentasi didasarkan atas RPP yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hakikat RPP, yaitu suatu perkiraan atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun peserta didik, terutama kaitannya dengan pembentukan kompetensi (Mulyasa, 2007). Dengan demikian, pada saat guru membuat RPP, guru harus sudah memiliki gambaran mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan. Silabus dan RPP dibuat sendiri oleh guru. Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilaningsih (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa silabus dan RPP dibuat sendiri oleh guru sesuai dengan prosedur pembelajaran, pemilihan sumber belajar, media, dan metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Kelengkapan dan keberhasilan prosedur pembelajaran, sumber belajar, media, dan metode akan berdampak pada keberhasilan pembelajaran.

Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kegiatan proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2009) faktor yang memengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran di antaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan. Setiap guru memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Masing-masing perbedaan tersebut dapat memengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implimentasi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru memegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, melainkan juga sebagai pengelola pembelajaran. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Ada sejumlah aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu tempat asal kelahiran guru, suku, latar budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang tergolong mampu atau tidak; apakah guru itu berasal dari keluarga harmonis atau bukan.

Aspek lain yang melingkupi faktor guru adalah pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru (pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagianya). Selain itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran juga menjadi bagian dari aspek yang dapat memengaruhi proses pembelajaran.

Relevan dengan pendapat di atas, hasil penelitian yang dilakukan oleh Arnon dan Reichel (2007) menyebutkan bahwa seorang guru yang baik memiliki rasa empati dan perhatian kepada siswanya, mencintai dan mendengarkan setiap keluhan dari siswa, bersikap fleksibel, tidak membeda-bedakan siswa, bersikap seperti halnya orang tua siswa, memiliki kepekaan terhadap siswa, serta bersikap terbuka dan mudah memaafkan.

siswa. Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran ditinjau dari aspek siswa adalah faktor latar belakang serta faktor sifat yang dimiliki siswa. Faktor latar belakang siswa meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dan dari keluarga yang bagaimana siswa berasal. Faktor sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Siswa yang termasuk berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi belajar yang tinggi serta perhatian dan keseriusan dalam mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti proses pembelajaran, serta kurang maksimal dalam menyelesaikan tugas.

Kegiatan pembelajaran akan berjalan dengan baik apabila terdapat sarana dan prasana yang memadai. Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengakapan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebaginya. Kelengakapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan motivasi guru mengajar. Dengan sarana dan prasarana yang lengkap, sangat memungkinkan bagi guru untuk memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugasnya. Sarana dan prasarana yang lengkap juga dapat memberikan pilihan pada siswa untuk belajar sehingga memudahkan siswa untuk menentukan pilihan untuk belajar dengan cara yang dirasa paling mudah dipahami.

Lingkungan dapat menjadi faktor yang memengaruhi pembelajaran. Relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarmin (2007), disebutkan Lingkungan dapat menjadi faktor yang memengaruhi pembelajaran. Relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarmin (2007), disebutkan

Faktor oraganisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang memengaruhi proses pembelajara. Organisasi kelas yang terlalu besar kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok yang terlalu besar dalam satu kelas akan mengakibatkan beberapa keadaan, yaitu (1) membuat waktu yang tersedia untuk pembelajaran semakin sempit karena sumber daya kelompok bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, (2) kelompok belajar akan kurang mampu memafaatkan dan menggunakan sumber daya yang ada sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa, (3) kepuasan belajar setiap siswa akan menurun, hal ini dikarenakan pelayanan serta perhatian guru terbatas dan terpecah, (4) perbedaan individu antara anggota kelompok semakin tampak sehingga semakin sukar mencapai kesepakatan, (5) semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju ke materi pembelajaran yang baru, dan (6) semakin banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Isnaniah (2009) menghasilkan temuan yaitu jumlah siswa yang terlalu banyak untuk satu kelas juga membuat pengondisian menjadi sulit. Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat memengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis yang merupakan keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapata terjadi secara internal maupun eksternal. Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial anatara siswa dengan siswa; antara siswa dengan guru; antara guru dengan guru atau antara guru dengan pimpinan sekolah. Sedangkan iklim sosial-psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga- lembaga masyarakat, dan lain sebaginya.

Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan guru dan siswa dari serangkaian kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan. Menurut Suwandi (2011) penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan. Senada dengan hal tersebur, Nurgiyantoro (2011) mengemukakan penilaian adalah suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Pengertian tersebut sesuai dengan apa yang dikemukaan oleh Nurgiyantoro (mengutip pendapat Tuckman, 1975) yang mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan (2001: 5).

Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas pembelajaran. Baxter (1997) mengungkapkan sejumlah alasan mengenai pentingnya penilaian dalm pembelajaran. Pertama, untuk membandingkan siswa satu dengan siswa lainnya. Kedua, untuk mengetahui apakah para siswa memenuhi standar tertentu. Ketiga, untuk membantu kegiatan pembelajaran siswa. Keempat, untuk mengetahui atau mengontrol apakah program pembelajaran berjalan sebagaimana mestinya (Suwandi, 2001: 11).

KTSP merupakan penjabaran dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar, dan setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Menurut Suwandi (2011) teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, standar kompetensi, dan kompetensi dasar. Satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

sebagai bagian dari sistem pengajaran yang direncanakan dan diimplementasikan di kelas. Dalam penilaian terdapat beberapa komponen pokok yang harus diperhatikan, meliputi: pengumpulan informasi, interpretasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, dan pengambilan keputusan (Suwandi, 2011). Penilaian yang dilakukan perlu memberikan perhatian yang cukup terhadap aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) secara seimbang. Keluaran belajar menurut Bloom (1976) meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah afektif.

Ranah kognitif berkaitan dengan aspek pengetahuan dan kemampuan intelektual seseorang. Tujuan dari penilaian ranah kognitif adalah untuk melibatkan siswa ke dalam proses berpikir, seperti mengingat, memahami, menganalisis, menghubungkan, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif mencakup enam bagian yang disusun dari tingkatan yang sederhana ke yang lebih kompleks. Keenam tingkatan yang dimaksud adalah ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Penilaian aspek kognitif dilakukan setelah siswa mempelajari suatu kompetensi dasar yang harus dicapai pada tiap semester dan pada jenjang satuan pendidikan tertentu (Suwandi, 2011). Penguasaan ranah kognitif diukur dengan menggunakan tes lisan di kelas atau berupa tes tulis. Menurut Suwandi (2011) tes lisan dapat berupa pertanyaan lisan yang digunakan untuk mengetahui daya serap siswa yang berkaitan dengan kognitif. Tes tertulis benruknya dapat berupa isian singkat, menjodohkan, pilihan ganda, pilihan berganda, uraian objektif, uraian non-objektif, hubungan sebab akibat, hubungan konteks, klasifikasi, atau kombinasinya. Ranah kognitif juga dapat diukur dengan menggunakan portofolio, yaitu suatu metode pengukuran dengan melibatkan siswa untuk menilai kemajuannya berkaitan dengan mata pelajaran terkait. Prinsip penilaian portofolio adalah siswa dapat melakukan penilaian sendiri, kemudian hasilnya dibahas. Karya yang dinilai meliputi: hasil ujian, tugas mengarang, atau mengerjakan soal.

Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan minat seseorang. Penilaian terhadap aspek afektif merupakan penilaian yang dilakukan selama Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan minat seseorang. Penilaian terhadap aspek afektif merupakan penilaian yang dilakukan selama

Ranah psikomotor berkaitan dengan keluaran belajar yang menyangkut gerakan-gerakan otot psikomotor. Penilaian terhadap aspek psikomotor dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung (Suwandi, 2011). Sebagai petunjuk bahwa telah memeroleh keterampilan psikomotor, siswa dapat melakukan keterampilan-keterampilan tertentu yang disarankan oleh tujuan. Dalam pembelajaran, penilaian ranah psikomotor dilakukan melalui ujian praktik. Misalnya, siswa dapat melakukan aktifitas tulis-menulis.

Menulis merupakan kegiatan yang memiliki nilai luar biasa dalam kehidupan. Menulis memiliki banyak makna dan manfaat. Ide dan pemikiran seseorang akan lebih awet, menyebar luas, dan dapat dipelajari lagi jika dituangkan ke dalam bentuk tulisan (Lasa, 2005). Kegiatan menulis menekankan pada unsur bahasa dan gagasan. Kedua unsur tersebut terdapat dalam tugas-tugas menulis. Artinya, walaupun tugas itu diberikan dalam rangka mengukur kemampuan berbahasa, penilaian yang dilakukan sebaiknya mempertimbangkan ketepatan bahasa dalam kaitannya konteks dan isi. Dengan kata lain, penilaian ditekankan pada kemampuan siswa mengorganisasikan dan mengemukakan gagasn dalam bentuk bahasa secara tepat.

Nurgiyantoro (mengutip pendapat Machmoed, 1983) menyatakan bahwa penilaian yang bersifat holistik memang perlu dilakukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnistik-edukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang bersifat analitis. Perincian ke dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu tersebut antara karanganyang satu dengan yang lain dapat berbeda tergantung jenis karangan itu Nurgiyantoro (mengutip pendapat Machmoed, 1983) menyatakan bahwa penilaian yang bersifat holistik memang perlu dilakukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnistik-edukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang bersifat analitis. Perincian ke dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu tersebut antara karanganyang satu dengan yang lain dapat berbeda tergantung jenis karangan itu

Guru sebagai pelaksana pengajaran perlu memiliki kemampuan yang memadai tentang hal-hal yang berkaitan dengan penilaian, seperti kemampuan menyusun dan menguji tes, menganalisis tes, dan mengolah atau menafsirkan hasil tes. Ketepatan dan kecermatan guru dalam melakukan penilaian akan berdampak pada peningkatan pembelajaran. Dalam menulis, siswa selalu diberi kebebasan untuk mengemukakan gagasannya. Penilaian hasil karangan harus menggunakan teknik yang memungkinkan penilai untuk memperkecil kadar subjektivitas dirinya karena unsur subjektivitas penilai sangat berpengaruh terhadap nilai siswa. Lebih lanjut Hartfield (1985) mengemukakan model penilaian yang lebih rinci, teliti, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam memberikan skor (Nurgiyantoro, 2001: 307). Model penilaian itu mempergunakan model skala interval untuk setiap tingkat tertentu pada setiap aspek yang dinilai, seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2. Model Penilaian Tugas Menulis dengan Skala Interval Aspek Skor

padat informasi * subtansif * pengembangan tesis tuntas * relevan dengan permasalahan dan tuntas

: informasi cukup * substansi cukup * pengembangan tesis terbatas * relevan dengan masalah tetapi tak lengkap

: informasi terbatas * substansi kurang * pengembangan tesis tak cukup * permasalahan tak cukup : tak berisi * tak ada substansi * tak ada

pengembanagn tesis * tak ada permasalahan pengembanagn tesis * tak ada permasalahan

: kurang lancar * krang terorganisir tetapi ide utama terlihat * bahan pendukung terbatas * urutan logis tetapi tak lengkap

: tak lancar * gagasan kacau * terpotong-

potong * urutan dan pengembangan tak logis SANGAT KURANG: tak komunikatif * tak terorganisir * tak layak nilai

: pemanfaatan potensi kata canggih * pilihan kata dan ungkapan tepat * menguasai pembentukan kata

: pemanfaatan potensi kata agak canggih * pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang kurang tepat tetapi tak mengganggu

: pemanfaatan potensi kata terbatas * sering terjadi kesalahan penggunaan kosakata dan dapat merusak makna SANGAT KURANG: pemanfaatan potensi kata asal-asalan * pengetahuan tentang kosakata rendah * tak layak nilai

: konstruksi kompleks tetapi efektif * hanya terjadi sedikit kesalahan penggunaan bentuk kebahasaan

: konstruksi sederhana tetapi efektif * kesalahan kecil pada konstruksi kompleks * terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tak kabur

: terjadi kesalahan serius dalam konstruksi

kalimat * makna membingungkan atau kabur SANGAT KURANG: tak menguasai aturan sintaksis * terdapat

: menguasai aturan penulisan *

hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan CUKUP BAIK: kadang-kadangterjadi kesalahan ejaan tetapi tak mengaburkan makna

: sering terjadi kesalahan ejaan * makna

membingungkan atau kabur SANGAT KURANG: tak menguasai aturan penulisan * terdapat banyak kesalahan ejaan * tulisan tak terbaca * tak layak nilai

(Diadopsi dari Nurgiyanto, 2001: 307-308)