Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam
PENGARUH WAKTU VULKANISASI DAN PEMBEBANAN
PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG TERMODIFIKASI
PENYERASI ALKANOLAMIDA PADA PEMBUATAN
PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM
SKRIPSI
Oleh
ADRIAN HARTANTO
110405051
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
AGUSTUS 2015
(2)
PENGARUH WAKTU VULKANISASI DAN PEMBEBANAN
PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG TERMODIFIKASI
PENYERASI ALKANOLAMIDA PADA PEMBUATAN
PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM
SKRIPSI
Oleh
ADRIAN HARTANTO
110405051
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN UNTUK MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
AGUSTUS 2015
(3)
(4)
(5)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan
Skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan
Produk Film Lateks Karet Alam”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Hasil penelitian ini ditujukan untuk melihat potensi dari kulit singkong yang sering dianggap sebagai limbah pada kehidupan sehari-hari. Berbagai penelitian tentang lateks karet alam telah dilakukan dengan menggunakan pengisi anorganik dan sedikit menggunakan pengisi organik. Oleh karena itu, penulis berpikir untuk melakukan suatu penelitian menggunakan kulit singkong sebagai pengisi organik pada lateks karet alam. Dengan menggunakan kulit singkong sebagai pengisi pada lateks karet alam, diharapkan limbah kulit singkong dapat dikurangi di lingkungan masyarakat.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc. selaku dosen pembimbing 2. Ir. Renita Manurung, M.Sc. selaku koordinator skripsi 3. Dr. Eng. Irvan, M.Si. sebagai ketua departemen teknik kimia 4. Dr. Ir. Fatimah, MT sebagai sekretaris departemen teknik kimia 5. Dr. Halimatuddahliana, ST., M.Sc. selaku dosen penguji I 6. Dr. Maulida, ST., M.Sc. selaku dosen penguji II
7. PT. Socfindo, sebagai sponsor utama bahan baku pembuatan alkanolamida 8. Bang Erick Kamil dan Kak Emelya Khoesoema, yang telah memberi
(6)
(7)
DEDIKASI
Penulis mendedikasi skripsi ini kepada kedua orang tua penulis. Rusli, ayah penulis dan Mardiati, ibu penulis yang telah merawat dan membimbing penulis sampai sekarang.
(8)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Adrian Hartanto NIM: 110405051
Tempat/Tgl. Lahir: Binjai, 22 Oktober 1993 Nama orang tua: Rusli
Alamat orang tua:
Jalan HOS Cokroaminoto 6 Binjai 20711
Asal Sekolah
SD Ahmad Yani Binjai, tahun 1999-2005 SMP Ahmad Yani Binjai, tahun 2005-2008 SMA Ahmad Yani Binjai, tahun 2008-2011 Pengalaman Organisasi/ Kerja:
1. Asisten Lab.OTK tahun 2014-2015 modul Alat Penukar Panas Pipa Sepusat, Sedimentasi, Peralatan Pencampuran Fluida, Saluran dengan Penampang Berubah
Artikel yang telah dipublikasi dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah:
(9)
ABSTRAK
Polimer merupakan bahan penting dalam kehidupan manusia. Salah satu contoh polimer yang memiliki daya tarik adalah karet alam atau poliisoprena yang didapat dari pohon karet bergenus Hevea. Untuk meningkatkan sifat dari karet alam, biasanya digunakan pengisi baik pengisi organik maupun anorganik. Dalam penelitian ini digunakan tepung kulit singkong sebagai pengisi dan alkanolamida sebagai penyerasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah high ammonia lateks dengan kandungan karet kering sebesar 60%, bahan kuratif seperti sulfur, ZnO, ZDEC, antioksidan, KOH, tepung kulit singkong dan alkanolamida. Alkanolamida didapat melalui reaksi amidasi Refined Bleach Deodorized Palm Stearin dengan dietanolamina dengan menggunakan katalis natrium metoksida. Penelitian dilakukan dengan mempravulkanisasi lateks karet alam terlebih dahulu dengan formulasi tertentu, lalu divulkanisasi melalui teknik pencelupan. Variabel yang digunakan adalah jumlah pembebanan pengisi tepung kulit singkong yaitu dari 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 phr serta waktu vulkanisasi selama 10 dan 20 menit. Produk yang didapat diuji sifat mekaniknya, karakterisasi FTIR, karakterisasi SEM dan crosslink density. Hasil yang diperoleh berupa alkanolamida yang dihasilkan memiliki gugus yang diharapkan. Pembebanan pengisi tepung kulit singkong termodifikasi alkanolamida mampu meningkatkan
crosslink density dan sifat mekanik produk yang dihasilkan. Pembebanan optimum terjadi pada 10 phr dan waktu vulkanisasi optimum adalah 20 menit. Kata kunci: karet alam, tepung kulit singkong, alkanolamida, crosslink density,
(10)
ABSTRACT
Polymer is important in human’s daily life. One of the polymer of interest is
natural rubber or polyisoprene which is obtained from rubber tree from Hevea genus. In order to improve natural rubber properties, fillers whether organic or inorganic ones are incorporated. In this study, we use cassava peel waste powder as filler and alkanolamide as compatibilizer. The materials used in this study are high ammonia latex with dry rubber content of 60%, curative agents such as sulfur, ZnO, ZDEC, antioxidant, KOH, cassava peel waste powder and alkanolamide. Alkanolamide is synthesized from amidation reaction between Refined Bleached Deodorized Palm Stearine and diethanolamine with the presence of natrium methoxide as catalyst. The methodology includes pre-vulcanizing natural rubber latex with certain formulation, then vulcanized using dipping method. The variable used in this study is filler loading, from 0, 5, 10, 15 ,20 and 25 phr, and vulcanization time, for 10 and 20 minutes. The products were then tested in order to observe its mechanical properties, FTIR characterization, SEM characterization and crosslink density. The results show that the synthesized alkanolamide possess the functional group desired. Alkanolamide modified cassava peel waste powder loading is capable of increasing crosslink density and mechanical properties of the products. Optimum filler loading is reported on 10 phr and optimum vulcanization time is 20 minutes.
Keywords: natural rubber, cassava peel waste powder, alkanolamide, crosslink density, mechanical properties, FTIR, SEM
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii
PENGESAHAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
DAFTAR SINGKATAN xx
DAFTAR SIMBOL xxi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 LATEKS KARET ALAM 7
2.2 VULKANISASI 8
2.3 ALKANOLAMIDA 10
2.4 SINGKONG 11
2.5 PENELITIAN TERDAHULU 13
2.6 PENGUJIAN 15
2.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 15
2.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 15 2.6.3 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FTIR) 17
(12)
2.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) 18
2.7 ANALISA BIAYA 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22
3.1 LOKASI PENELITIAN 22
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 22
3.2.1 Bahan 22
3.2.1.1 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
22
3.2.1.2 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong
22
3.2.1.3 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
23
3.2.2 Peralatan 23
3.2.2.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
23
3.2.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong
24
3.2.2.3 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
24
3.3 FORMULASI BAHAN 24
3.3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 25 3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 25
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 25
3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 25 3.4.2 Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Singkong 26 3.4.3 Prosedur Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 26 3.4.4 Prosedur Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
27
3.4.5 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam
27
3.4.6 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam 27
(13)
3.4.6.2 Prosedur Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
28
3.4.6.3 Prosedur Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam
28
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 30
3.5.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 30 3.5.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong 32 3.5.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 33 3.5.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
34
3.5.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam
35
3.5.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Senyawa Lateks Karet Alam 36 3.5.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra- Vulkanisasi 37 3.5.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam 38
3.6 PENGUJIAN PRODUK LATEKS KARET ALAM 39
3.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D412 39 3.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Dengan ASTM
D471
39
3.6.3 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FTIR) 39 3.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1 KARAKTERISASI FTIR 42
4.1.1 Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Bahan Penyerasi Alkanolamida
42
4.1.2 Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Tepung Kulit Singkong
43
4.1.3 Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Dispersi Tepung Kuling Singkong dan Alkanolamida
45
4.2 SIFAT-SIFAT MEKANIK 47
4.2.1 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)
(14)
Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
4.2.2 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Kekuatan Tarik (Tensile Strengh) Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
49
4.2.3 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Pemanjangan Saat Putus (Elongation At Break) Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
51
4.2.4 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada M100 dan M300 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
52
4.3 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) 56 4.3.1 Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) Pada Tepung
Kulit Singkong Yang Dihasilkan
56
4.3.2 Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) Pada Film Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Yang Dihasilkan
57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 59
5.1 KESIMPULAN 59
5.2 SARAN 60
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Lapisan-Lapisan Lateks Setelah Diultrasentrifugasi 7 Gambar 2.2 Gambaran Umum Vulkanisasi Molekul Karet 9 Gambar 2.3 Sifat-Sifat Vulkanisat Terhadap Densitas Sambung
Silang
10
Gambar 2.4 (a) Ikatan Sambung Silang dengan Satu Molekul Belerang (b) Ikatan Sambung Silang dengan Rantai Belerang Pendek
10
Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Alkanolamida dari RBDPS dan Dietanolamina
11
Gambar 2.6 Singkong (Manihot utilissima) 12
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 31 Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong 32 Gambar 3.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
33
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
34
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam
35
Gambar 3.6 Flowchart Pra-vulkanisasi Lateks Karet Alam 36 Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam
Pra-Vulkanisasi
37
Gambar 3.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam
38
Gambar 3.9 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412 39 Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida 42 Gambar 4.2 Karakteristik FTIR Tepung Kulit Singkong 43 Gambar 4.3 Karakteristik FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
45
(16)
Singkong
Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
47
Gambar 4.6 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
49
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Pemanjangan Saat Putus (Elongation At Break) Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
51
Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada M100 dan M300 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida
52
Gambar 4.9 Karakteristik FTIR Produk Lateks Karet Alam 54 Gambar 4.10 Kemungkinan Reaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan
Pengisi Selulosa Kulit Singkong dan Bahan Kuratif
55
Gambar 4.11 Karakteristik SEM dari Tepung Kulit Singkong (a) Perbesaran 1000x (b) Perbesaran 2000x
56
Gambar 4.12 Karakteristik SEM Film Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Alkanolamida Pada Pembebanan (a) 5 phr (b) 10 phr (c) 15 phr (d) 20 phr (e) 25 phr
57
Gambar C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 71 Gambar C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 71
Gambar C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 72
(17)
Gambar C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
72
Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
73
Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 73 Gambar C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 73 Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 74 Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet
Alam
74
Gambar C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 74 Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 75 Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 75 Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida
75
Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida 76
Gambar D.2 Hasil FTIR Tepung Kulit Singkong 76
Gambar D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
77
Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
77
Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
78
Gambar D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida
(18)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian 5 Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian 5 Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
5
Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 5 Tabel 2.1 Komposisi Dari Berbagai Bagian Singkong Berdasarkan
Bahan Kering
12
Tabel 2.2 Komposisi Kulit Singkong 13
Tabel 2.3 Harga Perician Alat yang Digunakan 18
Tabel 2.4 Keterangan Jumlah Bahan Baku untuk Sintesis Alkanolamida
19
Tabel 2.5 Keterangan Bahan Baku Pencelupan 19
Tabel 2.6 Bahan untuk Pembuatan Produk Lateks Karet Alam
Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 25 Tabel 3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
25
Tabel 3.3 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi Melalui Tes Koagulasi-Kloroform
28
Tabel A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 66 Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 66 Tabel A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100%
(M100)
67
Tabel A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300)
67
Tabel A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Data Penelitian 66
A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)
66
A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 66 A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100%
(M100)
67
A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300)
67
A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)
68
Lampiran B Contoh Perhitungan 69
B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)Produk Lateks Karet Alam
69
Lampiran C Dokumentasi Penelitian 71
C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 71 C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 71
C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 72
C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh 72 C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan
Alkanolamida
72
C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
73
C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 73 C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 73 C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 74 C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks
Karet Alam
74
C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 74 C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 75
(20)
C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 75 C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit
Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida
75
Lampiran D Hasil Pengujian Lab Analisis dan Instrumen 76
D.1 Hasil FTIR Alkanolamida 76
D.2 Hasil FTIR Tepung Kulit Singkong 76
D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
77
D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
77
D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
78
D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida
(21)
DAFTAR SINGKATAN
ASTM American Standard Testing Method
FTIR Fourier Transform Infra Red
LDPE Low Density Polyethylene
RBDPS Refined Bleached Deodorized Palm Stearin
SEM Scanning Electron Microscopy
(22)
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan
A0 Luas penampang awal mm2
Fmaks Beban maksimum kgf
2Mc-1 Crosslink density (kerapatan sambung silang) gmol/gkaret
V0 Volume molar mol/cm3
Vr Fraksi volume karet dalam gel
Wd Massa awal karet g
Wsol Massa pelarut terserap dalam karet g
σ Kekuatan tarik kgf/mm2
ρNRL Densitas karet g/cm3
ρsol Densitas pelarut g/cm3
(23)
ABSTRAK
Polimer merupakan bahan penting dalam kehidupan manusia. Salah satu contoh polimer yang memiliki daya tarik adalah karet alam atau poliisoprena yang didapat dari pohon karet bergenus Hevea. Untuk meningkatkan sifat dari karet alam, biasanya digunakan pengisi baik pengisi organik maupun anorganik. Dalam penelitian ini digunakan tepung kulit singkong sebagai pengisi dan alkanolamida sebagai penyerasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah high ammonia lateks dengan kandungan karet kering sebesar 60%, bahan kuratif seperti sulfur, ZnO, ZDEC, antioksidan, KOH, tepung kulit singkong dan alkanolamida. Alkanolamida didapat melalui reaksi amidasi Refined Bleach Deodorized Palm Stearin dengan dietanolamina dengan menggunakan katalis natrium metoksida. Penelitian dilakukan dengan mempravulkanisasi lateks karet alam terlebih dahulu dengan formulasi tertentu, lalu divulkanisasi melalui teknik pencelupan. Variabel yang digunakan adalah jumlah pembebanan pengisi tepung kulit singkong yaitu dari 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 phr serta waktu vulkanisasi selama 10 dan 20 menit. Produk yang didapat diuji sifat mekaniknya, karakterisasi FTIR, karakterisasi SEM dan crosslink density. Hasil yang diperoleh berupa alkanolamida yang dihasilkan memiliki gugus yang diharapkan. Pembebanan pengisi tepung kulit singkong termodifikasi alkanolamida mampu meningkatkan
crosslink density dan sifat mekanik produk yang dihasilkan. Pembebanan optimum terjadi pada 10 phr dan waktu vulkanisasi optimum adalah 20 menit. Kata kunci: karet alam, tepung kulit singkong, alkanolamida, crosslink density,
(24)
ABSTRACT
Polymer is important in human’s daily life. One of the polymer of interest is
natural rubber or polyisoprene which is obtained from rubber tree from Hevea genus. In order to improve natural rubber properties, fillers whether organic or inorganic ones are incorporated. In this study, we use cassava peel waste powder as filler and alkanolamide as compatibilizer. The materials used in this study are high ammonia latex with dry rubber content of 60%, curative agents such as sulfur, ZnO, ZDEC, antioxidant, KOH, cassava peel waste powder and alkanolamide. Alkanolamide is synthesized from amidation reaction between Refined Bleached Deodorized Palm Stearine and diethanolamine with the presence of natrium methoxide as catalyst. The methodology includes pre-vulcanizing natural rubber latex with certain formulation, then vulcanized using dipping method. The variable used in this study is filler loading, from 0, 5, 10, 15 ,20 and 25 phr, and vulcanization time, for 10 and 20 minutes. The products were then tested in order to observe its mechanical properties, FTIR characterization, SEM characterization and crosslink density. The results show that the synthesized alkanolamide possess the functional group desired. Alkanolamide modified cassava peel waste powder loading is capable of increasing crosslink density and mechanical properties of the products. Optimum filler loading is reported on 10 phr and optimum vulcanization time is 20 minutes.
Keywords: natural rubber, cassava peel waste powder, alkanolamide, crosslink density, mechanical properties, FTIR, SEM
(25)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Polimer merupakan salah satu bahan yang penting dalam kehidupan manusia. Banyak produk yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan terbuat dari polimer. Contoh-contoh produk yang dibuat dari polimer yaitu pipa, peralatan makan, bahkan bagian dari peralatan listrik merupakan bahan yang terbuat dari polimer.
Polimer mengandung ratusan sampai jutaan atom dalam satu molekul, sehingga ukuran molekul polimer sangat besar. Oleh karena itu, polimer seringkali disebut sebagai makromolekul. Oleh karena ukuran molekul yang besar, polimer memiliki sifat-sifat yang unik baik sifat kimia maupun fisika. Sifat ini akan muncul apabila rantai polimer telah mencapai panjang yang cukup atau berat molekul polimer telah melebihi batas tertentu. Sifat-sifat dari polimer seperti kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan bentur (impact strength) dll merupakan fungsi dari berat molekul. Pada umumnya, sifat-sifat dari polimer akan meningkat seiring dengan bertambahnya panjang rantai polimer. Polimer dengan berat molekul yang tinggi memiliki sifat mekanis yang baik namun sulit diproses karena viskositas lelehan (melt viscosity) yang tinggi pula. [1]
Salah satu bagian dari polimer yang memiliki sifat elastis disebut sebagai elastomer. Elastomer yang menarik perhatian di dalam penelitian ini adalah karet alam. Karet alam merupakan elastomer paling tua di antara semua elastomer, dan digunakan hampir banyak di seluruh dunia. Karet alam merupakan polimer dari cis 1,4-poliisoprena dan biasanya bentuk ini didapat dari pohon karet bergenus
Hevea. Lateks pekat didapat dengan cara memekatkan lateks kebun yang disadap dari pohon karet dengan cara sentrifugasi sehingga kandungan karet kering pada lateks pekat ditingkatkan menjadi 60 persen. Lateks pekat digunakan untuk menghasilkan produk-produk hasil pencelupan, perekat dan benang lateks. [2] Lateks memiliki banyak peranan di berbagai bidang selain digunakan untuk
(26)
memproduksi produk hasil celupan seperti dalam bidang farmasi sebagai tablet coating [3], dalam bidang teknik sipil sebagai modifier beton. [4]
Singkong atau ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. [5] Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Menurut BPS, produksi singkong di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Sehingga kulit singkong menjadi suatu alternatif yang menjanjikan karena sangat tersedia di Indonesia. [6] Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat produk lateks karet alam. Sifat-sifat produk lateks karet alam dapat ditingkatkan dengan adanya pengisi di dalam produk. Pengisi yang digunakan dapat berupa pengisi anorganik maupun pengisi organik. Pengisi anorganik dapat berupa mineral tanah lian seperti sodium montmorillonite, saponite, hectorite, bentonite, dll. Dengan digunakannya pengisi anorganik ini, banyak sifat yang dapat ditingkatkan seperti kekerasan, modulus tarik, kekuatan sobek, stabilitas termal, ketahanan terhadap kelelahan dan sifat kedap gas. Selain sifat mekanis mengalami peningkatan akibat pemberian pengisi anorganik, produk yang dihasilkan menjadi kurang mahal akibat penurunan biaya produksi. [7] Pengisi organik digunakan agar produk lateks karet alam menjadi lebih mudah terbiodegradasi. Polimer merupakan bahan yang sulit terbiodegradasi, sehingga dengan adanya pengisi organik, produk lateks karet alam yang dihasilkan lebih mudah terbiodegradasi. Salah satu contoh pengisi yang digunakan adalah pati. [8]
Prinsip utama untuk meningkatkan sifat-sifat produk polimer adalah kecocokan antara matriks polimer dengan pengisi. Apabila matriks dan polimer tidak cocok satu sama lain maka perlu dilakukan modifikasi permukaan. Modifikasi permukaan dari polimer dapat dilakukan dengan cara polimerisasi tempelan (grafting) pada permukaan, reaksi coupling, dan adsorpsi permukaan. [9] Dalam penelitian ini digunakan cara adsorpsi permukaan dengan menggunakan penyerasi sebagai cara meningkatkan sifat-sifat produk. Penggunaan penyerasi
(27)
ditujukan untuk menyerasikan pengisi dengan matriks dimana pengisi tersebut dimasukkan. Salah satu penyerasi yang digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida telah digunakan sebagai penyerasi pengisi silika dalam karet alam dan dalam hal ini alkanolamida membantu pendispersian pengisi ke dalam matriks sehingga mendapatkan sifat mekanik yang lebih baik. [10] Dalam penelitian ini, alkanolamida digunakan sebagai penyerasi untuk mengetahui seberapa besar efek penggunaan alkanolamida dalam menyerasikan pengisi tepung kulit singkong.
Proses pembuatan produk lateks karet alam adalah proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi merupakan reaksi sambung silang antar molekul cis-1,4 poliisoprena akibat adanya agen penvulkanisasi seperti belerang. Akibat reaksi vulkanisasi, belerang akan menyambung silangkan molekul-molekul cis-1,4 poliisoprena satu sama lain, namun ikatan sambung silang belerang yang terjadi dapat bersifat stabil dan tidak stabil tergantung pada kondisi vulkanisasi yang digunakan. [11] Pada penelitian ini, dilakukan tinjauan waktu vulkanisasi terhadap sifat mekanis produk lateks karet alam yang dihasilkan.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah :
1. Pengaruh waktu vulkanisasi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alknolamida dengan adanya perbandingan lama waktu vulkanisasi.
2. Pengaruh penambahan tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alknolamida sebagai pengisi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan adanya perbandingan jumlah tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alkanolamida yang digunakan.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu vulkanisasi dan jumlah tepung kulit singkong yang terbaik terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong seperti densitas
(28)
sambung silang (crosslink density), kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus (elongation at break), dan modulus tarik (tensile modulus) serta ditunjukkan oleh karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dan didukung oleh analisa Scanning Electron Microscope (SEM).
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang
diakibatkan limbah padat kulit singkong yang dihasilkan oleh industri rumah tangga.
2. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan lanjutan limbah padat kulit singkong.
3. Memberikan informasi terutama dalam bidang rekayasa teknologi tentang pengaruh komposisi alkanolamida sebagai bahan penyerasi pada produk lateks karet alam sehingga dapat diketahui komposisi penyerasi yang terbaik.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering.
2. Bahan kuratif lateks karet alam seperti sulfur, zink oksida (ZnO), zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC), dan antioksidan (AO). Bahan kuratif ini diperoleh dari Farten Technique (M) Sdn Bhd, Pulau Penang, Malaysia. 3. Kulit singkong yang telah dikeringkan dan dihancurkan hingga berukuran
100 mesh (150 µm).
4. Alkanolamida yang disintesa dari bahan baku RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) yang diperoleh dari PT. Socfin Indonesia dan dietanolamina.
(29)
Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian
No Variabel Keterangan
1 Kadar tepung kulit singkong 10%
2 Kadar alkanolamida 1,0%
3 Ukuran partikel tepung kulit singkong 100 mesh
4 Suhu pra-vulkanisasi 70 °C
5 Suhu vulkanisasi 120 °C
Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian
No Variabel Keterangan
1 Waktu vulkanisasi 10 menit; 20 menit
2 Larutan Dispersi Tepung Kulit
Singkong dan Alkanolamida 0 phr; 5 phr; 10 phr; 15 phr; 20 phr; 25phr
Formulasi larutan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Bahan Persentase (%)
Tepung kulit singkong 10
Alkanolamida 1
Air 89
Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif
Bahan Berat (phr)
High Ammonia Lateks 60 % karet kering 100
Larutan Sulfur 50 % 1,8
Larutan ZDEC 50 % 1,8
Larutan ZnO 30 % 0,5
Larutan Antioksidan 50 % 1,2
Larutan KOH 10 % 1,8
(30)
Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Uji kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus (elongation at break), dan modulus tarik (tensile modulus) dengan standar internasional ASTM D412.
2. Uji densitas sambung silang (crosslink density) dengan standar internasional ASTM D471.
3. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Scanning Electron Microscope (SEM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.
4. Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
(31)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LATEKS KARET ALAM
Lateks karet alam diperoleh dari penyadapan dari kulit pohon genus Hevea. Dari semua tanaman yang dapat menghasilkan lateks karet alam, pohon genus
Hevea merupakan sumber yang paling ekonomis. Tanaman Guayule (Pertbeniurn argentaturn), gutta-percha dan balata juga merupakan sumber lateks karet alam lainnya, namun produksi lateks karet alam dari tanaman-tanaman tersebut tidak ekonomis. [12]
Lateks kebun (lateks hasil penyadapan) mengandung senyawa-senyawa yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman seperti protein, karbohidrat, dan konstituen-konstituen lainnya baik organik maupun anorganik. Partikel hidrokarbon karet (komponen yang ada dalam produk karet) berkisar antara 25 % sampai 45 % dari keseluruhan. Senyawa-senyawa bukan karet hanya sebagian kecil dari keseluruhan. Ketika lateks mentah diultrasentrifugasi, lateks dapat dipisahkan menjadi 3 bagian utama yaitu:
1. Fasa atas yaitu fasa kaya akan partikel karet.
2. Fasa tengah yaitu serum C dimana semua partikel lateks tersuspensi. 3. Fasa bawah yaitu fasa yang kaya akan partikel bukan karet seperti lutoid
dan mengandung serum B.
Gambar 2.1 menunjukkan bagian-bagian dari lateks setelah disentrifugasi.
(32)
Protein menyusun 1% sampai 1,5% dari keseluruhan lateks dimana 27% dari protein ini terdapat pada fasa karet, 48% di serum C dan 25% di fasa bawah. Lateks karet alam biasanya diolah menjadi dua jenis bahan baku yaitu lateks pekat dan karet kering. Untuk menghasilkan lateks pekat, lateks kebun dipekatkan dengan cara sentrifugasi untuk menghilangkan bagian serum yang tidak diinginkan. Proses ini menghasilkan lateks pekat dengan kandungan karet (poliisoprena) sekitar 60% (v/v). Lateks diawetkan dengan amonia untuk menghambat pertumbuhan bakteri ketika dipanen dari pohon dan setelah proses sentrifugasi. Lateks pekat digunakan untuk menghasilkan produk-produk lateks karet alam.
Karet kering diproduksi dengan cara yang berbeda. Lateks kebun digumpalkan, dihancurkan dan dicuci sebelum dikeringkan pada suhu di atas 100oC. Karet kering yang dihasilkan dapat berbentuk balok ataupun lembaran dan digunakan untuk menghasilkan produk karet. [13]
2.2 VULKANISASI
Vulkanisasi merupakan proses yang digunakan dalam bahan karet ataupun elastomer. Karet memiliki sifat kembali ke bentuk semula ketika gaya yang diberikan untuk mendeformasi dilepas. Vulkanisasi dapat didefinisikan sebagai proses untuk meningkatkan gaya retractile (gaya yang mengembalikan bentuk semula) dan menurunkan deformasi permanen setelah dilepasnya gaya. Dengan kata lain, vulkanisasi dapat dikatakan meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Sifat ini terjadi karena terjadinya jaringan molekular yang tersambung silang.
Menurut teori elastisitas karet, gaya yang mengembalikan bentuk semula sebanding dengan jumlah jaringan yang menopang rantai polimer per satuan volume elastomer. Dengan meningkatnya jumlah jaringan atau ikatan sambung-silang, rantai-rantai yang menopang akan semakin banyak. Oleh karena itu vulkanisasi didefinisikan sebagai proses kimia yang menghasilkan jaringan pada polimer dengan menciptakan ikatan sambung silang di antara rantai-rantai polimer. Ikatan sambung silang dapat berupa atom belerang dalam bentuk rantai pendek,
(33)
atom belerang tunggal, ikatan karbon-karbon, radikal organik polivalen, gumpalan ion ataupun ion logam polivalen.
Gambaran umum bagaimana molekul-molekul karet tersambung silang melalui vulkanisasi ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Gambaran Umum Vulkanisasi Molekul Karet [14]
Histeresis adalah perbandingan dari komponen viskos dengan komponen elastis yang menahan deformasi. Histeresis juga dapat dianggap sebagai ukuran energi deformasi yang tidak disimpan namun diubah menjadi panas. Histeresis menurun seiring dengan bertambahnya ikatan sambung silang.
Sifat-sifat yang berhubungan dengan breaking energy akan meningkat seiring dengan bertambahnya ikatan sambung-silang dan histeresis. Oleh karena histeresis akan menurun ketika ikatan sambung-silang terus meningkat. Sifat-sifat yang berhubungan dengan breaking energy akan mengalami nilai maksimum di densitas sambung silang yang menengah. Pengaruh densitas sambung silang terhadap sifat-sifat dapat dilihat pada gambar berikut. [14]
(34)
Gambar 2.3 Sifat-Sifat Vulkanisat Terhadap Densitas Sambung Silang [14]
Agen sambung silang yang pertama ditemukan dan paling penting adalah belerang. Belerang merupakan agen sambung silang yang murah dan banyak. Belerang akan menggandengkan rantai yang satu dengan rantai yang lain melalui ikatan ganda yang ada pada polimer. Proses sambung silang menggunakan belerang dapat diterangkan pada gambar berikut:
Gambar 2.4 (a) Ikatan Sambung Silang dengan Satu Molekul Belerang (b) Ikatan Sambung Silang dengan Rantai Belerang Pendek [12]
2.3 ALKANOLAMIDA
Alkanolamida adalah turunan dari asam lemak yang terjadi dari reaksi amidasi antara asam lemak dengan etanolamina maupun dietanolamina. Walaupun demikian alkanolamida juga dapat dihasilkan dari amidasi dengan
(35)
menggunakan trigliserida dan amina dengan katalis CH3ONa. Alkanoalmida dari
turunan asam lemak yang memilki gugus hidroksil digunakan sebagai bahan pembuatan shampo, pelunak pada pembuatan tekstil dan juga pencegahan korosif. Senyawa alkanolamida juga digunakan sebagai zat antara dalam pembuatan polimer. Misalnya, polimerisasi senyawa alkanolamida dengan metilen diisosianat (MDI) juga telah dikembangkan sebagai bahan poliol dalam pembuatan poliuretan foam rigid (busa kaku), dimana senyawa alkanolamida yang digunakan diperoleh dari hasil amidasi minyak inti kelapa dengan dietanolamina..
Sintesis senyawa alkanolamida yang telah dilakukan adalah melalui reaksi antara asam lemak dengan etanolamina ataupun dietanolamina dengan asam lemak dimana dalam hal ini sering terjadi persaingan antara terbentuknya amida dan ester apabila kondisi reaksi tidak diatur dengan baik. [15] Berikut adalah reaksi pembentukan alkanolamida:
Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Alkanolamida dari RBDPS dan Dietanolamina [10]
2.4 SINGKONG
Singkong atau ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman tersebut merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri atas kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak 0,5% dan kadar abu 1%, dan merupakan sumber karbohidrat dan serat pakan, namun sedikit kandungan proteinnya. Singkong segar mengandung senyawa glikosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toksik (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm. [5]
(36)
Berikut ini adalah gambar Singkong yang digunakan pada penelitian ini:
Gambar 2.6 Singkong (Manihot utilissima)
Taksonomi dari tanaman singkong adalah sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiosperma Klas : Dicotiledoniae Ordo : Geraniales Famili : Eurphorbiaceae
Subfamili : Eurphorbiaceae (Contonoideae) Tribe : Manihoteae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculante Crantz atau Manihot utilisima
Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Berikut adalah tabel komposisi dari berbagai bagian singkong berdasarkan bahan kering:
(37)
Tabel 2.1 Komposisi Dari Berbagai Bagian Singkong Berdasarkan Bahan Kering [6]
Kandungan Nutrisi Daun (%) Batang (%) Umbi (%) Kulit Umbi (%)
Protein Kasar 23,2 10,9 1,7 4,8
Serat Kasar 21,9 22,6 3,2 21,2
Ekstrak eter 4,8 9,7 0,8 1,22
Abu 7,8 8,9 2,2 4,2
Ekstrak tanpa N 42,2 47,9 92,1 68
Ca 0,972 0,312 0,091 0,36
P 0,576 0,341 0,121 0,112
Mg 0,451 0,452 0,012 0,227
Energi metabolis 2590 2670 1560 2960
Komposisi dari kulit singkong dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Komposisi Kulit Singkong [16]
Kandungan Persentase
Bahan kering 94,3
Komposisi Proksimat (dalam % bahan kering)
Protein kasar 7,2
Abu 14,2
Neutral detergent fiber 32,0
Acid detergent fiber 21,0
Acid detergent lignin 7,2
Hemiselulosa 11,0
Selulosa 13,8
2.5 PENELITIAN TERDAHULU
Beberapa penelitian terdahulu tentang pembuatan karet alam dengan berbagai pengisi telah dilakukan, di antaranya:
1. Rattanasom,dkk., telah melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan Na-montmorillonite, silica dan carbon black ke dalam karet alam dan melakukan perbandingan kinerjanya. Hasil yang didapatkan
(38)
bahwa ketiga pengisi mampu meningkatkan kekuatan tarik, namun efek yang berbeda terlihat pada sifat mekanik lain seperti hardness, modulus tarik dan kekuatan sobek. Pengisi Na-montmorillonite dengan pembebanan 6 phr mampu memberikan efek yang hampir sama dengan pengisi silica
dengan pembebanan 35 phr dan carbon black dengan pembebanan 14 phr. [17]
2. Gonzalez, dkk., telah melakukan penelitian mengenai pengaruh polietilen glikol dalam pembuatan produk lateks karet alam berpengisi
Na-montmorillonite. Pada penelitiannya didapatkan hasil bahwa kekuatan tarik produk lateks karet alam berpengisi Na-montmorillonite yang dimodifikasi polietilen glikol lebih unggul daripada produk lateks karet alam berpengisi Na-montmorillonite tanpa modifikasi. [18]
3. Pasquini, dkk., mengamati efek penggunaan cellulose whisker yang didapatkan dari bagasse singkong yang telah diolah terlebih dahulu sebagai pengisi komposit karet alam. Pengolahan yang mereka lakukan adalah hidrolisis dari bagasse singkong dengan memvariasikan waktu hidrolisis. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan bahwa cellulose whisker mampu meningkatkan kekuatan tarik dari komposit dengan peningkatan optimum didapat pada waktu hidrolisis selama 40 menit. [19] 4. Abdelmouleh, dkk. menggunakan serat alami (selulosa) pengisi dan
coupling agent golongan silana dalam pembuatan komposit karet alam dan
low density polyethylene (LDPE) lalu membandingkannya. Hasil yang didapatkan bahwa coupling agent golongan silana mampu memodifikasi selulosa sehingga mampu meningkatkan sifat komposit karet alam dan LDPE. [20]
5. Visakh, dkk., mennjau efek cellulose whisker yang didapat dari limbah bambu pada sifat mekanik dan termal dari komposit karet alam. Hasil yang didapatkan dari penelitian mereka adalah cellulose whisker mampu meningkatkan kekuatan tarik serta modulus Young komposit sedangkan
elongation at break dari komposit menurun seiring dengan penambahan
(39)
2.6 PENGUJIAN
2.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.
Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi. [22]
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas
penampang awal (A0) dapat ditunjukkan pada Persamaan 2.1. [23]
0
A Fmaks
(2.1)
Dimana :
σ = kekuatan tarik (kgf/mm2) Fmaks = beban maximum (kgf)
A0 = luas penampang awal (mm2)
2.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)
Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk
(40)
membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut. Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung / mengembang /
swelling) dengan hadirnya pelarut. [24]
Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling
merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi. [25]
Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti Persamaan 2.2 berikut [26]:
) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2( 1/3
0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M (2.2) Dimana :
(2MC-1) = densitas sambung silang
V0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut
(untuk toluene, V0 = 108,5 mol.cm-3and χ = 0,39) ρNRL = densitas karet = 0,932 [27]
(41)
Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari
Persamaan 2.3 [26]: sol sol d d d d r / W / W / W V
(2.3)
Dimana :
Wd = massa awal karet
ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρd = 0,9203 g.cm-3) [26]
Wsol = massa pelarut yang terserap dalam karet
ρsol = densitas pelarut (untuk toluena, ρsol = 0,87 g.cm-3)
2.6.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19.
Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1.
Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. [28]
(42)
2.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.
Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium [29].
2.7 ANALISA BIAYA
Analisa biaya dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan melalui penelitian ini bersifat ekonomis. Analisa biaya ini dilakukan berdasarkan formulasi pada Tabel 1.4.
Bahan-bahan yang digunakan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bahan untuk pembuatan alkanolamida, bahan untuk pencelupan, dan bahan baku untuk vulkanisasi. Sedangkan alat yang digunakan terdiri dari wadah kaca, pelat seng, blender dan oven.
(43)
Perincian harga alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Harga Perincian Alat yang Digunakan
Alat Jumlah Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)
Wadah kaca 6 20.000 120.000
Pelat Seng 20 8.000 160.000
Blender 1 125.000 125.000
Oven 1 1.200.000 1.200.000
Total 1.605.000
Bahan-bahan yang digunakan untuk mensintesis alkanolamida terdiri dari, RBDPS, katalis natrium metoksida (CH3ONa), metanol, dietanolamina, dietil eter,
NaCl, natrium sulfat, aquadest. Alkanolamida dibuat berdasarkan 50 gram RBDPS, sehingga semua bahan dihitung per 50 gram RBDPS. Berikut ini adalah tabel jumlah bahan baku yang digunakan untuk mensintesis alkanolamida:
Tabel 2.4 Keterangan Jumlah Bahan Baku untuk Sintesis Alkanolamida
Bahan Berat (gram) Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)
RBDPS 50 9.000,00/kg 450,0
Natrium metoksida 5 2.000.000/kg 10.000,0
Metanol 20 172.000/l 3.440,0
Dietanolamina 25,6 1.549.000/l 39.654,4
Dietil eter 200 800.000/l 160.000,0
Natrium klorida 40 250.000/kg 10.000,0
Aquadest 100 10.000/l 1.000,0
Natrium sulfat 5 300.000/kg 1.500,0
Total Rp 226.044,4
Diasumsikan bahwa 50 gram RBDPS akan menghasilkan 50 gram alkanolamida juga maka harga 1 gram alkanolamida = Rp 226.044,4/50 gram = Rp 4520,8/gram
≈ Rp 5.000/gram
Bahan baku untuk pencelupan terdiri dari, larutan kalium hidroksida (KOH), asam asetat (CH3COOH), aquadest (H2O) dan kalsium nitrat (Ca(NO3)2).
Semua larutan digunakan pada konsentrasi 10% (w/v) dan dilarutkan dalam
aquadest dengan volume sebesar 500 ml. Berikut ini adalah tabel penggunaan untuk pembuatan larutan pencelup:
(44)
Tabel 2.5 Keterangan Bahan Baku Pencelupan
Bahan Jumlah Harga/satuan (Rp) Harga (Rp)
Kalium Hidroksida (KOH) 50 gram 262.000/kg 13.100
Asam Asetat (CH3COOH) 50 ml 380.000/l 19.000
Aquadest (H2O) 2 liter 10.000/l 20.000
Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2) 50 gram 1.000.000/kg 50.000
Total 102.100
Berikut ini adalah tabel menggambarkan seberapa banyak bahan baku yang digunakan untuk vulkanisasi satu kali formulasi dan digunakan formulasi dispersi pengisi 10% pada 10 phr:
Tabel 2.6 Bahan Untuk Pembuatan Produk Lateks Karet Alam
Bahan Berat (gram) Harga/satuan (Rp)
Harga (Rp)
Lateks 60 % karet kering 166,7 30.000/kg 5.001,00
Larutan Sulfur 50 % 3 350.000/kg 1.050,00
Larutan ZDEC 50 % 3 350.000/kg 1.050,00
Larutan ZnO 30 % 0,83 350.000/kg 290,50
Larutan Antioksidan 50 % 2 350.000/kg 700,00
Larutan KOH 10 % 3 350.000/kg 1.050,00
Larutan Dispersi pengisi 10% 16,7
- Tepung Kulit Singkong 1,67 2.000/kg 3,34
- Aquadest 14,863 10.000/kg 148,63
- Alkanolamida 0,167 5.000/g 835,00
Total 195,23 10.128,47
Dari tabel diatas, didapatkan 195,23 gram campuran kompon untuk dijadikan produk. Apabila diasumsikan 20% tidak dapat digunakan karena faktor ketinggian cairan untuk metode pencelupan maka massa produk yang dapat dihasilkan berupa 195,23 x (1 – 0,2) = 156,184 gram
Jika ditujukan ke produk sarung tangan, maka perlu dikonversikan massa produk yang dapat dihasilkan ke jumlah sarung tangan yang dapat dihasilkan. Massa rata-rata satu pasang sarung tangan adalah kira-kira 10 gram, maka jumlah
sarung tangan yang dapat dibuat untuk adalah 156,184/10 ≈ 15 pasang.
Total biaya yang digunakan untuk memproduksi produk sarung tangan adalah biaya bahan baku saja, mengingat bahwa larutan pencelup dapat digunakan untuk berkali-kali tanpa mengalami kerusakan. Sehingga biaya produksi satu pasang sarung tangan adalah Rp 10128,47/15 = Rp 675,231. Harga pasaran produk sarung tangan adalah Rp 37.000,00/kotak, dimana 1 kotak berisikan 50 pasang sarung tangan. Sehingga harga pasaran 1 pasang sarung tangan adalah
(45)
37.000/50 = Rp 740. Ini menunjukkan bahwa biaya produksi produk sarung tangan ini di bawah harga pasaran produk sarung tangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan ekonomis.
(46)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.
3.2.1.1 Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut:
1. Dietanolamina (C4H11NO2)
2. Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) 3. Natrium Metoksida (CH3ONa)
4. Metanol (CH3OH)
5. Dietil eter ((C2H5)2O)
6. Natrium Sulfat Anhidrat (Na2SO4)
7. Natrium Klorida (NaCl)
3.2.1.2 Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah sebagai berikut:
1. Kulit singkong 2. Aquadest (H2O)
(47)
Kulit singkong yang digunakan didapatkan dari salah satu industri rumah tangga di Medan yang memproduksi makanan ringan dari singkong.
3.2.1.3 Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut:
1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering 2. Zinc Oksida (ZnO)
3. Zinc Diethyl Dithiocarbamate (ZDEC) 4. Kalium Hidroksida (KOH)
5. Sulfur (S)
6. Kloroform (CHCl3)
7. Kalsium Karbonat (CaCO3)
8. Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2)
9. Tepung kulit singkong ukuran 100 mesh 10. Alkanolamida
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.
3.2.2.1 Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut:
1. Rotary Evaporator
2. Oven
3. Hot Plate
4. Neraca Analitik 5. Refluks Kondensor 6. Termometer
(48)
8. Magnetic Stirer
9. Labu Leher Tiga 10. Gelas Ukur 11. Beaker Glass
12. Corong Gelas 13. Kertas Saring 14. Spatula
3.2.2.2 Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah sebagai berikut:
1. Neraca Analitik
2. Oven
3. Blender
4. Ayakan 100 mesh
3.2.2.3 Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut:
1. Vessel Flask
2. Cawan Penguap 3. Stirrer
4. Penangas Air 5. Termometer 6. Neraca Elektrik 7. Plat Seng 8. Oven
3.3 FORMULASI BAHAN
Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif, serta formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida
(49)
3.3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif
Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif terdiri dari campuran lateks karet alam dengan bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif
Bahan Berat (gram)
High Ammonia Lateks 60 % karet kering 100
Larutan Sulfur 50 % 1,8
Larutan ZDEC 50 % 1,8
Larutan ZnO 30 % 0,5
Larutan Antioksidan 50 % 1,2
Larutan KOH 10 % 1,8
Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 0; 5; 10; 15; 20; 25
3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida menunjukkan perbandingan komposisi antara tepung kulit singkong, alkanolamida dan air dalam larutan dispersi. Pada penelitian ini digunakan formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida yang dinyatakan pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Bahan Persentase
(%)
Tepung kulit singkong 10
Alkanolamida 1,0
Air 89
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
Adapun prosedur pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut [30]:
1. Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS), dan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamina dalam labu leher tiga.
2. Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (terlebih dahulu dilarutkan dalam 20 ml metanol).
(50)
4. Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk dengan magnetic stirrer
selama 5 jam.
5. Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya.
6. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter.
7. Kemudian dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml.
8. Setelah terbentuk dua lapisan, diambil lapisan atas dan lapisan bawah dibuang.
9. Lapisan atas ditambahkan natrium sulfat anhidrat, diamkan selama ± 45 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.
10. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai pelarutnya habis, kemudian residu yang diperoleh dianalisis dengan analisa FTIR.
3.4.2 Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Singkong
Adapun prosedur pembuatan tepung kulit singkong adalah sebagai berikut [31]:
1. Kulit singkong dibersihkan dari kotoran.
2. Kulit singkong yang telah bersih dipotong dengan ukuran lebih kurang 1 cm2.
3. Kulit singkong dikeringkan dalam oven hingga beratnya konstan.
4. Kulit singkong yang telah kering diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh.
5. Tepung kulit singkong yang lolos ayakan 100 mesh disimpan dalam wadah kering dan ditutup.
3.4.3 Prosedur Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Adapun prosedur pendispersian tepung kulit singkong dan alkanolamida adalah sebagai berikut [32]:
(51)
2. Ditambahkan aquadest dan alkanolamida dengan perbandingan formulasi yang telah ditentukan dalam tabel 3.2.
3. Ball mill dihidupkan selama beberapa waktu dan diuji apakah sistem dispersi telah terbentuk.
3.4.4 Prosedur Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Adapun prosedur analisa hasil dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida adalah sebagai berikut [27]:
1. Diambil 3-4 tetes sistem dispersi yang diperoleh dari Prosedur 3.4.3. 2. Tetesan sistem dispersi diteteskan dalam cawan yang berisi air.
3. Apabila tetesan tersebut langsung menyebar dalam air, maka tepung kulit singkong dan alkanolamida telah terdispersi dengan sempurna.
3.4.5 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam
Adapun prosedur analisa kandungan padatan total (TSC) dari lateks karet alam adalah sebagai berikut [31]:
1. Ditimbang berat cawan porselen.
2. Diambil 5 gram lateks dan dimasukan dalam cawan porselen. 3. Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C hingga bahan mengering. 4. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.
5. Prosedur diulangi hingga diperoleh berat lateks kering yang konstan. 6. Dihitung kadar kandungan padatan total.
3.4.6 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam
Pembuatan senyawa lateks karet alam terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra-vulkanisasi, vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam.
3.4.6.1 Prosedur Pra-Vulkanisas Lateks Karet Alam
Adapun prosedur pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut [31] :
1. Bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu sesuai dengan Tabel 3.1.
(52)
2. Bahan kuratif, lateks, dan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida dimasukan dalam vessel flask dan ditutup rapat.
3. Diaduk selama 1 jam.
4. Diaduk di atas penangas air pada suhu 70 °C.
5. Setiap selang 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform.
6. Bila campuran telah mencapai tingkat 3, maka pemanasan dan pengadukan dihentikan.
7. Campuran didiamkan selama 24 jam.
3.4.6.2 Prosedur Uji Kloroform pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
Adapun prosedur uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut [31]:
1. Setiap 5 menit pemanasan, diambil 10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi. 2. Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukan dalam cawan berisi 10 ml
kloroform.
3. Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan selama 2-3 menit.
4. Apabila kematangan campuran telah mencapai tingkat 3, maka lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang.
Tingkat pematangan lateks karet alam pra-vulkanisasi melalui tes koagulasi-kloroform ditunjukan Tabel 3.3 di bawah ini [31]:
Tabel 3.3 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi Melalui Tes Koagulasi-Kloroform [31]
No.
Kloroform Keadaan Pematangan Bentuk Koagulan
1 Tak tervulkanisasi Koagulan lengket
2 Sedikit tervulkanisasi Koagulan lembut dan mudah putus 3 Tervulkanisasi sederhana Koagulan antara lengket dan tidak 4 Tervulkanisasi sepenuhnya Koagulan berupa butiran kering
3.4.6.3 Prosedur Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam
Adapun prosedur vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam adalah sebagai berikut [31]:
(53)
1. Disiapkan larutan asam asetat (CH3COOH) 10 %, kalium hidroksida
(KOH) 10 %, aquadest (H2O) dan kalsium nitrat (Ca(NO3)2) 10 %.
2. Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas.
3. Plat seng dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C selama 5 menit. 4. Plat seng didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam lateks karet alam
pra-vulkanisasi.
5. Plat seng dengan lateks karet alam pra-vulkanisasi kemudian divulkanisasi dalam oven pada suhu 120 °C selama 10 dan 20 menit.
6. Plat seng dengan lateks karet alam vulkanisasi didinginkan dan ditaburkan kalsium karbonat.
(54)
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN
3.5.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasu Alkanolamida
Prosedur pembuatan bahan penyerasi alkanolamida dapat dilihat dalam bentuk flowchart yaitu pada Gambar 3.1 berikut:
Mulai
Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached
Deodorized Palm Stearin (RBDPS) dalam labu leher tiga
Ditambahkan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamina
Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (dilarutkan dalam 20 ml metanol)
Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk dengan
magnetic stirrer selama 5 jam
Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator
untuk menguapkan pelarutnya
Apakah semua pelarut telah teruapkan ?
A
Tidak
Ya
Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter
(55)
Selesai
Dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml
Diambil lapisan atas dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian
didiamkan selama ± 45 menit
Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator
Residu yang diperoleh dianalisa dengan analisa FTIR
A
Apakah sudah terbentuk dua lapisan ?
Filtrat disaring dengan menggunakan kertas saring
Apakah semua pelarut telah teruapkan?
Tidak
Tidak Ya
Ya
(56)
3.5.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong
Gambar 3.2 berikut menunjukkan flowchart prosedur pembuatan tepung kulit singkong dalam penelitian ini:
Mulai
Kulit singkong dibersihkan dari kotoran
Kulit singkong dikeringkan dalam oven hingga beratnya konstan
Selesai
Kulit singkong yang telah kering diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh
Tepung kulit singkong yang lolos ayakan 100 mesh disimpan dalam wadah kering dan ditutup Kulit singkong yang telah bersih dipotong dengan
ukuran lebih kurang 1 cm2
(57)
3.5.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Gambar 3.3 merupakan prosedur pendispersian tepung kulit singkong dan alkanolamida yang disajikan dalam bentuk flowchart.
Mulai
Tepung kulit singkong dimasukkan
ke dalam ball mill
Ball mill dihidupkan dan campuran didispersi selama beberapa waktu
Selesai
Ditambahkan aquadest dan alkanolamida
dengan perbandingan formulasi yang telah ditentukan
Ball mill dihentikan dan larutan dispersi ditampung dalam wadah
Apakah tepung kulit singkong telah terdispersi semua ?
Tidak
Ya
(58)
3.5.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
Setelah tepung kulit singkong dan alkanolamida didispersikan, hasil dispersi perlu diuji apakah telah hasil terdispersi telah terdispersi sempurna atau tidak. Gambar 3.4 menggambarkan prosedur analisa hasil dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida:
Mulai
Diambil 3 hingga 4 tetes tepung kulit singkong yang telah didispersikan
Ditambahkan ke dalam cawan yang telah berisi air
Selesai
Tepung kulit singkong telah terdispersi dengan baik Apakah hasil dispersi langsung
menyebar dalam air?
Tidak
Ya
Didispersikan kembali
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
(59)
3.5.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam
Lateks karet alam sebelum digunakan perlu dilakukan uji kandungan padatan total agar mengetahui konsentrasi karet di dalamnya. Berikut ini adalah flowchart analisa kandungan padatan total dari lateks karet alam:
Mulai
Dimasukkan 5 gram lateks pekat dalam cawan porselin
Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C hingga lateks pekat mengering
Selesai
Didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dicatat massanya
Apakah massa yang diperoleh telah konstan ?
Tidak
Ya
Dihitung kadar kandungan padatan total (TSC)
Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam
(60)
3.5.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam
Untuk membuat suatu spesimen, lateks karet alam pertama sekali mengalami pra-vulkanisasi terlebih dahulu. Gambar 3.6 berikut merupakan flowchart pra-vulkanisasi lateks karet alam:
Mulai
Seluruh bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu
Campuran diaduk selama ± 1 jam
Selesai
Bahan kuratif, lateks, dan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida dimasukan dalam
vessel flask dan ditutup rapat
Pemanasan dan pengadukan dihentikan dan didiamkan selama ± 24 jam
Apakah tes kloroform telah mencapai tingkat 3 ?
Tidak
Ya
Setiap selang waktu 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform
Campuran diaduk di atas penangas air
pada suhu ± 70 °C
Apakah ada variasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida yang lain ?
Tidak
Ya
(61)
3.5.7 Flowchart Uji Kloroform pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi
Pada saat lateks karet alam dipra-vulkanisasi, tentunya ada parameter yang menunjukkan bahwa lateks karet alam telah selesai dipra-vulkanisasi. Uji kloroform dilakukan untuk mengetahui apakah lateks karet alam telah matang dipra-vulkanisasi atau tidak. Gambar 3.7 merupakan flowchart uji kloroform yang dimaksud:
Mulai
Tiap 5 menit pemanasan, diambil 10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi
Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan dan dibiarkan selama 2-3 menit
Selesai
Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukkan dalam cawan yang berisi 10 ml kloroform
Lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang Apakah kematangan
campuran telah mencapai tingkat 3 ?
Tidak
Ya
(62)
3.5.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam
Setelah lateks karet alam dinyatakan matang pada proses pra-vulkanisasi, maka tahap selanjutnya adalah membuat spesimen melalui tahap vulkanisasi. Gambar 3.8 menunjukkan proses vulkanisasi:
Mulai
Disiapkan larutan asam asetat 10 %, kalium
hidroksida 10 %, aquadest dan kalsium nitrat 10 %
Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas
Selesai
Dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C
selama 5 menit
Apakah ada variasi suhu yang lain ?
Tidak
Ya Didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam
lateks karet alam pra-vulkanisasi
Divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C
selama 20 menit
Plat seng didinginkan dan ditaburkan kalsium karbonat
(63)
3.6 PENGUJIAN PRODUK LATEKS KARET ALAM
3.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D 412
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan produk lateks karet alam yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan produk lateks karet alam. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao).
Berikut ini adalah gambar spesimen dari uji tarik menurut standar ASTM D 412:
Gambar 3.9 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412
Produk lateks karet alam dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik) sesuai dengan standar ASTM D 412. Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 500 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.
3.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Dengan ASTM D 471
Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan
(64)
sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan
Flory-Rehner seperti persamaan berikut ini. [26].
) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2( 1/3
0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M (3.1) Dimana :
(2MC-1) = densitas sambung silang
V0dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut
(untuk toluene, V0 = 108,5 mol.cm-3and χ = 0,39) ρNRL = densitas karet = 0,932 [27]
Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari
persamaan berikut ini. [26]
d d sol sol
d d r / W / W / W V
(3.2)
Dimana :
Wd = massa awal karet
ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρd = 0,9203 g.cm-3) [27]
Wsol = massa pelarut yang terserap dalam karet
ρsol = densitas pelarut (untuk toluena, ρsol = 0,87 g.cm-3)
3.6.3 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
Sampel yang akan dianalisa dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR) yaitu berupa :
1. bahan penyerasi alkanolamida 2. tepung kulit singkong
3. produk lateks karet alam tanpa pengisi tepung kulit singkong dan tanpa bahan penyerasi alkanolamida
4. produk lateks karet alam dengan pengisi tepung kulit singkong tanpa bahan penyerasi alkanolamida
5. produk lateks karet alam dengan pengisi tepung kulit singkong dan bahan penyerasi alkanolamida
(65)
Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak terbentuknya gugus amida dalam bahan penyerasi alkanolamida dan gugus baru dalam produk lateks karet alam dengan tambahan pengisi tepung kulit singkong dan bahan penyerasi alkanolamida. Analisa Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)
Sampel yang akan dianalisa dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu berupa :
1. tepung kulit singkong
2. produk lateks karet alam tanpa pengisi tepung kulit singkong dan tanpa bahan penyerasi alkanolamida
3. produk lateks karet alam dengan pengisi tepung kulit singkong tanpa bahan penyerasi alkanolamida
4. produk lateks karet alam dengan pengisi tepung kulit singkong dan bahan penyerasi alkanolamida
Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk melihat morfologi tepung kulit singkong, morfologi penyebaran pengisi dalam matriks lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan di Laboratorium Scanning Electron Microscope
(SEM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung.
(66)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISASI FTIR
4.1.1 Karakteristik FTIR (Fourier Transform Infra Red) Bahan Penyerasi Alkanolamida
Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) bahan penyerasi alkanolamida dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa alkanolamida. Karakteristik FTIR dari bahan penyerasi alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Keterangan analisa gugus fungsi [33]: - 3456,44 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 2924,09 cm-1: regang amina (CH2–N)
- 2854,65 cm-1: regang amina (CH2–N)
- 1627,92 cm-1 : regang amida (C=O) - 1357,89 cm-1 : regang amina (C–N) - 1049,28 cm-1 : regang alkohol (C–O)
Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida
Dari hasil analisa FTIR di atas dapat dilhat bahwa terjadi penyerapan bilangan gelombang 3456,44 cm-1 yang merupakan regang khusus untuk gugus OH. Terdapat juga puncak serapan pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 % T ran sm itans
Bilangan Gelombang (cm-1)
2924,09 1627,92
1357,89 1049,28
3456,44
(1)
C.6 LARUTAN HASIL DISPERSI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA
Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
C.7 BAHAN KURATIF PRODUK LATEKS KARET ALAM
Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam
C.8 PROSES PRA-VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM
(2)
C.9 PROSES UJI KLOROFORM LATEKS KARET ALAM
Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam
C.10 LARUTAN PEMBERSIH PLAT PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM
Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam
C.11 WADAH PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM
(3)
C.12 PROSES VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM
Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam
C.13 PROSES PEMBEDAKAN PRODUK LATEKS KARET ALAM
Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam
C.14 PRODUK LATEKS KARET ALAM BERPENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA
Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida
(4)
LAMPIRAN D
HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN
D.1 HASIL FTIR ALKANOLAMIDA
Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida
D.2 HASIL FTIR TEPUNG KULIT SINGKONG
(5)
D.3 HASIL FTIR DISPERSI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA
Gambar D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida
D.4 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM TANPA PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA
Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
(6)
D.5 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA
Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida
D.5 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA
Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida