Islam di Tatar Sunda

3.3 Islam di Tatar Sunda

Seperti sudah diuraikan pada Bab II, bahwa agama Islam masuk ke dalam kehidupan orang-orang Sunda dengan damai dan masif sejak pertengahan abad

XVI. Dimulai dari dari kaawasan Sagalaherang, yaitu datangnya seorang pengelana Islam yang berusia muda bersama beberapa orang pengikutnya. Mereka berasal dari Talaga. Pada saat itu di Sagalaherang ini masyarakatnya masih beragama Hindu. Kemudian mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat di tempat kediamannya yang baru itu.

Pemuda itu adalah Aria Wangsa Goparana yang merupakan putera dari Sunan Wanapen, yaitu seorang raja yang beragama Islam di daerah Talaga. Menurut silsilahnya Sunan Wanapen ini merupakan putera Sunan Ciburuang putera Sunan Wana Wangsaperi (Ciburuang), Ciburangrang dari Limbangan. Selain itu, dari pihak ibunya Goparana adalah putera Talaga keturunan Ratu Galuh dan Siliwangi (raja Pajajaran). Ia adalah seorang pemuda yang selalu memiliki keinginan untuk mendalami dan menghayati ilmu agama Islam. Beliau ini hidup pada waktu yang sama dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon. Seperti diketahui bahwa Sunan Gunung Jati adalah salah seorang Sunan dalam Wali Songo (Sembilan Aulia) yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa, termasuk ke Sunda.

Atas kegiatan Sunan Gunung Jati dan para pembantunya, agama Islam menyebar di kalangan rakyat Jawa Barat bagian timur yaitu Kuningan, Talaga. Majalengka, Sumedang, Garut, Galuh, di Talaga Ana. Wangsa Goparana merupakan orang yang pertama kali memeluk Agama Islam. la melihat masa depan kehidupannya penuh dengan kegiatan sesuai dengan semangat pengorbanan untuk menyebarkan Agama Islam di tempat-tempat yang belum dikenalnya, la ingin menyumbangkan tenaganya untuk membantu pekerjaan Sunan Gunung Jati, menarik rakyat Jawa Barat ke dalam lingkungan masyarakat Islam. Ia mengetahui bahwa bagian timur Jawa Barat dari Indramayu sampai Galuh sudah berangsur- Atas kegiatan Sunan Gunung Jati dan para pembantunya, agama Islam menyebar di kalangan rakyat Jawa Barat bagian timur yaitu Kuningan, Talaga. Majalengka, Sumedang, Garut, Galuh, di Talaga Ana. Wangsa Goparana merupakan orang yang pertama kali memeluk Agama Islam. la melihat masa depan kehidupannya penuh dengan kegiatan sesuai dengan semangat pengorbanan untuk menyebarkan Agama Islam di tempat-tempat yang belum dikenalnya, la ingin menyumbangkan tenaganya untuk membantu pekerjaan Sunan Gunung Jati, menarik rakyat Jawa Barat ke dalam lingkungan masyarakat Islam. Ia mengetahui bahwa bagian timur Jawa Barat dari Indramayu sampai Galuh sudah berangsur-

Sejak saat itu proses pengislaman masyarakat Sunda di Jawa Barat kian meluas. Islam diterima dengan damai dan tanpa paksaan. Proses penyebaran Islam ke Tatar Sunda ini adalah melalui para bangsawan atau penguasa kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda. Hingga di abad ke-21 ini mayoritas suku Sunda adalah beragama Islam. Mengkaji budaya Sunda sekali gus mengkaji Islam yang telah “dibumikan” di Tanah Sunda.

Menurut penjelasan Ahwi (wawancara 3 November 2011), para mubaligh Islam dalam mengembangkan ajaran Islam selain ceramah secara verbal, mereka ini juga menggunakan seni-seni pertunjukan Islam. Ini terjadi sejak awal perkembangan Islam di Tanah Sunda yaitu pertengahan abad ke-16. Yang paling menonjol adalah kesenian yang menggunakan alat musik rebana yang disebut dengan genjring. Namun demikian unsur musikal Sunda disertakan dalam seni- seni Islam ini. Para pengembang agama Islam tidak menggunakan media maqamat (tangga-tangga nada) yang berasal dari Timur Tengah. Mereka menggunakan sistem tangga nada modus salendro dan pelog di dalam menggarap komposisi seni musik Islam ini. Hal yang sama terjadi juga di dalam kebudayaan Jawa. Bagaimana pun sesama sunan yang sembilan itu di Tanah Jawa selalu berkomunikasi dalam rangka melakukan strategi pengembangan Islam di Pulau Jawa dan sekitarnya.

Seni genjring bonyok dan tardug adalah hasil dari kebudayaan Sunda yang berdasar kepada peradaban Islam. Seni ini mengalami perkembangan dan kontinuitas sesuai dengan perkembangan zaman yang dilaluinya. Pada prinsipnya selain seni Islam, di Tanah Sunda juga berkembang seni-seni yang telah ada sebelumnya seperti ketuk tilu dan tayub, namun disesuaikan juga dengan peradaban Sunda Islam. Berikut diuraikan sejarah (kontinuitas dan perubahan) genjring bonyok khususnya yang terdapat di Desa Cidadap sebagai pusat kesenian ini yang tumbuh dan berkembang di seputar dekade 1950-an.

Gambar 3.1: Lukisan Sunan Gunung Jati Membawa Kesenian Islam di Tanah Sunda (sumber: http://id.wikipedia.org).