Penapisan bakteri pendegradasi propionamida dan karakterisasi enzim amidase dari isolat terpilih

PENAPISAN BAK
AKTERI PENDEGRADASI PROPIONA
NAMIDA
DAN KA
ARAKTERISASI ENZIM AMIDASE
DARI ISOLAT TERPILIH

SAFETY PRATIWI

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MAT
TEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
A
INSTITUT
IN
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PENAPISAN BAKTERI PENDEGRADASI PROPIONAMIDA
DAN KARAKTERISASI ENZIM AMIDASE

DARI ISOLAT TERPILIH

SAFETY PRATIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Skripsi : Penapisan Bakteri Pendegradasi Propionamida dan Karakterisasi
Enzim Amidase dari Isolat Terpilih
Nama
: Safety Pratiwi
NIM

: G44104030

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Made Artika. M.App.Sc
Ketua

Dr. Ir. Bambang Sunarko
Anggota

Diketahui

Dr. drh. Hasim, DEA
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal Lulus :

PENDAHULUAN
Aril propionat dan turunannya merupakan

bahan obat kiral yang termasuk dalam
kelompok obat antiinflamasi non-steroid
(AINS). Penggunaan utama AINS adalah
sebagai anti peradangan, analgesik dan
antipiretik melalui penghambatan kerja enzim
siklooksigenase (COX) pada pembentukan
prostaglandin. Senyawa AINS secara luas
digunakan dalam pengobatan penyakit asam
urat, osteoarthritis, nyeri pada otot dan tulang
maupun penyembuhan pada pasien pasca
operasi (Nogrady 1988).
Aktivitas aril propionat sebagai senyawa
obat
sangat
dipengaruhi
oleh
sifat
kekiralannya. Secara umum S-enansiomer
lebih
efektif

sebagai
senyawa
obat
dibandingkan dengan R-enansiomer yang
cenderung bersifat toksik (Caldwell et al 1988,
diacu dalam Layh et al 1994 ). Oleh karena itu
konsumsi AINS umumnya disertai efek
samping yang tidak sedikit seperti gangguan
pada lambung, ginjal dan proses pembekuan
darah (Soelistiono 2004). Sampai saat ini,
senyawa AINS kecuali naproksen, masih
dipasarkan dalam bentuk rasemat. Sintesis aril
propionat secara kimiawi hanya mampu
menghasilkan senyawa rasemat dan bukan Senansiomer
murni,
sehingga
proses
pemurniannya memerlukan biaya produksi
yang tinggi.
Senyawa AINS secara prinsip dapat

dihasilkan melalui biotransformasi senyawa
nitril atau amida secara enansioselektif yang
melibatkan enzim nitrilase, nitril hidratase dan
amidase. Enzim nitril hidratase dan amidase
dari Rhodococcus sp C311 dilaporkan mampu
menghasilkan S-enansiomer dari rasemat
naproksen amida (Layh et al 1994). Proses ini
memiliki
kelebihan dibandingkan dengan
reaksi kimia biasa, antara lain dapat
menghasilkan
produk
dengan
tingkat
kemurnian yang lebih tinggi, kondisi reaksi
yang lebih terkendali dan lebih ramah
lingkungan.
Penelitian ini bertujuan menapis beberapa
isolat bakteri penghasil amidase, menguji
kemampuan isolat bakteri terpilih dalam

mensintesis enzim amidase, serta menentukan
karakteristik, kinetika dan kondisi optimum
enzim amidase untuk proses biotransformasi
propionamida. Hipotesis penelitian ini adalah
isolat penghasil enzim amidase dapat
diperoleh
melalui
penapisan
bakteri
berdasarkan
kemampuannya
untuk
mendegradasi propionamida. Enzim amidase

dengan karakteristik tertentu dapat dihasilkan
dari isolat bakteri terpilih.

TINJAUAN PUSTAKA
Biotransformasi
Biotransformasi

merupakan
proses
modifikasi senyawa organik yang dikatalisis
oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme
tertentu. Biotransformasi memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan reaksi kimia
biasa. Reaksi enzimatik bersifat spesifik
terhadap substrat, sehingga produk samping
yang dihasilkan relatif kecil. Selain itu, proses
biotransformasi bersifat stereospesifik dalam
arti jika materi awal yang digunakan berupa
campuran rasemat, maka hanya akan ada satu
enansiomer spesifik yang akan dikonversi
sehingga proses ini akan menghasilkan produk
yang bersifat optis aktif (Crueger & Crueger
1984). Keunggulan lain proses biotransformasi
adalah kondisi reaksi yang tidak terlalu
ekstrim. Pada umumnya reaksi enzimatik
berlangsung pada suhu rendah (kurang dari
40 °C) dan cakupan pH mendekati normal

(Leunberger & Kieslich 1987). Reaksi
biotransformasi terdiri dari beberapa jenis
diantaranya
reaksi
oksidasi
reduksi,
isomerisasi, hidrolisis dan kondensasi. Dalam
skala industri hidrolisis enzimatik banyak
digunakan dalam produksi L-asam amino
murni. Umumnya L-asam amino ataupun
senyawa enansiomer murni yang lain bahan
awal industri obat-obatan dan pemanis buatan
seperti aspartam (Faber 1999).
Untuk mendapatkan hasil maksimal
biotransformasi dapat dilakukan dalam sebuah
bioreaktor. Bioreaktor berperan dalam
pencapaian
kondisi
optimal
untuk

pertumbuhan sel yang akan memproduksi
berbagai
metabolit.
Dalam
proses
pertumbuhannya pada sistem tertutup (batch),
bakteri umumnya melalui 4 fase pertumbuhan
yaitu fase pertumbuhan lamban (fase lag), fase
pertumbuhan cepat (fase log), fase stasioner
dan fase kematian. Waktu yang dibutuhkan
oleh sel untuk menggandakan dirinya disebut
waktu generasi (td). Kebanyakan bakteri
memiliki waktu generasi 1-3 jam. Beberapa
bakteri bahkan mempunyai waktu regenerasi
yang sangat singkat sampai 10 menit.
Beberapa protozoa dan alga memiliki waktu
generasi 24 jam atau lebih (Brock & Madigan
1988). Konstanta laju pertumbuhan (µ) untuk
mengukur banyaknya generasi per unit waktu
pada pertumbuhan eksponensial. Nilai td dan


PENDAHULUAN
Aril propionat dan turunannya merupakan
bahan obat kiral yang termasuk dalam
kelompok obat antiinflamasi non-steroid
(AINS). Penggunaan utama AINS adalah
sebagai anti peradangan, analgesik dan
antipiretik melalui penghambatan kerja enzim
siklooksigenase (COX) pada pembentukan
prostaglandin. Senyawa AINS secara luas
digunakan dalam pengobatan penyakit asam
urat, osteoarthritis, nyeri pada otot dan tulang
maupun penyembuhan pada pasien pasca
operasi (Nogrady 1988).
Aktivitas aril propionat sebagai senyawa
obat
sangat
dipengaruhi
oleh
sifat

kekiralannya. Secara umum S-enansiomer
lebih
efektif
sebagai
senyawa
obat
dibandingkan dengan R-enansiomer yang
cenderung bersifat toksik (Caldwell et al 1988,
diacu dalam Layh et al 1994 ). Oleh karena itu
konsumsi AINS umumnya disertai efek
samping yang tidak sedikit seperti gangguan
pada lambung, ginjal dan proses pembekuan
darah (Soelistiono 2004). Sampai saat ini,
senyawa AINS kecuali naproksen, masih
dipasarkan dalam bentuk rasemat. Sintesis aril
propionat secara kimiawi hanya mampu
menghasilkan senyawa rasemat dan bukan Senansiomer
murni,
sehingga
proses
pemurniannya memerlukan biaya produksi
yang tinggi.
Senyawa AINS secara prinsip dapat
dihasilkan melalui biotransformasi senyawa
nitril atau amida secara enansioselektif yang
melibatkan enzim nitrilase, nitril hidratase dan
amidase. Enzim nitril hidratase dan amidase
dari Rhodococcus sp C311 dilaporkan mampu
menghasilkan S-enansiomer dari rasemat
naproksen amida (Layh et al 1994). Proses ini
memiliki
kelebihan dibandingkan dengan
reaksi kimia biasa, antara lain dapat
menghasilkan
produk
dengan
tingkat
kemurnian yang lebih tinggi, kondisi reaksi
yang lebih terkendali dan lebih ramah
lingkungan.
Penelitian ini bertujuan menapis beberapa
isolat bakteri penghasil amidase, menguji
kemampuan isolat bakteri terpilih dalam
mensintesis enzim amidase, serta menentukan
karakteristik, kinetika dan kondisi optimum
enzim amidase untuk proses biotransformasi
propionamida. Hipotesis penelitian ini adalah
isolat penghasil enzim amidase dapat
diperoleh
melalui
penapisan
bakteri
berdasarkan
kemampuannya
untuk
mendegradasi propionamida. Enzim amidase

dengan karakteristik tertentu dapat dihasilkan
dari isolat bakteri terpilih.

TINJAUAN PUSTAKA
Biotransformasi
Biotransformasi
merupakan
proses
modifikasi senyawa organik yang dikatalisis
oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme
tertentu. Biotransformasi memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan reaksi kimia
biasa. Reaksi enzimatik bersifat spesifik
terhadap substrat, sehingga produk samping
yang dihasilkan relatif kecil. Selain itu, proses
biotransformasi bersifat stereospesifik dalam
arti jika materi awal yang digunakan berupa
campuran rasemat, maka hanya akan ada satu
enansiomer spesifik yang akan dikonversi
sehingga proses ini akan menghasilkan produk
yang bersifat optis aktif (Crueger & Crueger
1984). Keunggulan lain proses biotransformasi
adalah kondisi reaksi yang tidak terlalu
ekstrim. Pada umumnya reaksi enzimatik
berlangsung pada suhu rendah (kurang dari
40 °C) dan cakupan pH mendekati normal
(Leunberger & Kieslich 1987). Reaksi
biotransformasi terdiri dari beberapa jenis
diantaranya
reaksi
oksidasi
reduksi,
isomerisasi, hidrolisis dan kondensasi. Dalam
skala industri hidrolisis enzimatik banyak
digunakan dalam produksi L-asam amino
murni. Umumnya L-asam amino ataupun
senyawa enansiomer murni yang lain bahan
awal industri obat-obatan dan pemanis buatan
seperti aspartam (Faber 1999).
Untuk mendapatkan hasil maksimal
biotransformasi dapat dilakukan dalam sebuah
bioreaktor. Bioreaktor berperan dalam
pencapaian
kondisi
optimal
untuk
pertumbuhan sel yang akan memproduksi
berbagai
metabolit.
Dalam
proses
pertumbuhannya pada sistem tertutup (batch),
bakteri umumnya melalui 4 fase pertumbuhan
yaitu fase pertumbuhan lamban (fase lag), fase
pertumbuhan cepat (fase log), fase stasioner
dan fase kematian. Waktu yang dibutuhkan
oleh sel untuk menggandakan dirinya disebut
waktu generasi (td). Kebanyakan bakteri
memiliki waktu generasi 1-3 jam. Beberapa
bakteri bahkan mempunyai waktu regenerasi
yang sangat singkat sampai 10 menit.
Beberapa protozoa dan alga memiliki waktu
generasi 24 jam atau lebih (Brock & Madigan
1988). Konstanta laju pertumbuhan (µ) untuk
mengukur banyaknya generasi per unit waktu
pada pertumbuhan eksponensial. Nilai td dan

2

µ dapat ditentukan dengan
n rumus
r
(Pelczar &
Chan 1986):
td =
t
→ µ = ln2
3.3 log
td
dengan t: selang waktu
u pengukuran, B:
populasi awal, b: populasi setelah
set
waktu t.
Optimasi
proses
fermentasi
fe
perlu
dilakukan untuk mendapatka
tkan metabolit yang
diinginkan dalam jumlah
h besar. Optimasi
antara lain dilakukan terhadap media
fermentasi maupun kon
ondisi bioreaktor.
Optimasi media fermentasi
asi dapat dilakukan
melalui penentuan komposis
sisi nutrien meliputi
sumber karbon, sumber nitro
itrogen, sumber air,
mineral dan bahan tamba
bahan lain seperti
vitamin maupun keberadaa
aan induktor atau
inhibitor. Optimasi terhadap
ap bioreaktor antara
lain melalui pengaturan kecepatan
k
agitasi
maupun aerasi untuk fermentasi
fer
aerobik
(Schugerl & Sittig 1987). Terdapat
Te
tiga sistem
fermentasi yaitu sistem batch
tch, feed batch dan
continue. Sistem batch dise
isebut juga sebagai
sistem tertutup, karena pada
da sistem ini tidak
ada penambahan medium maupun
ma
pemanenan
produk selama proses fermen
entasi. Pada sistem
feed batch terjadi penambah
ahan medium segar
atau komponen medium
m selama proses
fermentasi dan pemanenan
n produk dilakukan
pada akhir proses fermen
entasi. Sistem ini
banyak digunakan pada prod
oduksi ragi roti dan
penicillin. Sedangkan pada
da sistem continue
terjadi penambahan med
edia segar dan
pemanenan produk secara
ra terus menerus
selama proses fermentasi berlangsung.
ber
Tujuan
utama sistem ini adalah mem
emperpanjang fase
eksponensial maupun pem
mbentukan produk
(Crueger, Crueger 1984).
Karakteristik Enzim
E
Enzim merupakan protei
tein yang memiliki
aktivitas katalitik yang sanga
gat tinggi jauh lebih
besar dari katalisator sintetik
tik. Spesifitas enzim
sangat tinggi terhadap substratnya
sub
melalui
pengikatan pada sisi aktif
tif sehingga enzim
dapat mempercepat suatu rea
eaksi kimia spesifik
tanpa
menghasilkan
produk
pr
samping.
Aktivitas katalitik suatu enzim
e
bergantung
pada integritas strukturnya
ya sebagai protein.
Seperti halnya protein, stru
truktur tiga dimensi
enzim dapat berubah oleh
h panas, perlakuan
pH yang jauh menyimpan
ang dari keadaan
normalnya maupun oleh pperlakuan dengan
senyawa perusak lainnya.. Berdasarkan
B
jenis
reaksi yang dikatalisis enzim
enz
digolongkan
menjadi enam kelas yaitu
itu oksidoreduktase
yang berperan dalam pemi
mindahan elektron,
transferase terlibat dalam re
reaksi pemindahan
gugus fungsional, hidrolase
ase terlibat dalam

reaksi hidrolisis, liase terl
erlibat dalam
penambahan gugus, Isomerase yang
y
terlibat
dalam pembentukan isomer serta
rta enzim ligase
yang berperan dalam pemben
entukan ikatan
karbon (Lehninger 1982)
Kofaktor dan koenzim sering kali
diperlukan untuk aktivitas eenzim secara
optimal. Kofaktor biasanya berup
rupa ion logam
seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ sedangkan
koenzim biasanya merupakan moolekul organik
kompleks seperti FAD, NAD atau
tau koenzim A.
Baik kofaktor maupun koenzim
m dapat terikat
kuat pada molekul enzim yangg ddalam hal ini
disebut gugus prostetik. Selain
in itu aktivitas
enzim sangat bergantung pada
da konsentrasi
substrat, pH, suhu dan keberada
adaan inhibitor.
Seperti halnya protein, enzim mem
emiliki pH dan
suhu optimum untuk aktivitas
tasnya. Energi
aktivasi suatu enzim dapat ditent
entukan melalui
turunan persamaan Arrhenius ddengan rumus
(Sadikin 2002) :
ko
Log v = - Ea 1/T + konstanta
2.303R
Keterangan
v : Kecepatan reaksi enzim (mm
mol/mL min)
Ea : Energi aktivasi (kJ/mol)
K)
R : konstanta gas (8.314 J/moll K
T : Suhu (K)
Aktivitas enzim pada ppH tertentu
menggambarkan gugus penerimaa atau pemberi
proton pada sisi aktif enzim berada pada
tingkat ionisasi yang diinginkan
kan. Hubungan
konsentrasi substrat dengan kec
ecepatan reaksi
enzim dapat digambarkan secar
cara matematis
melalui persamaan Michaelis-Me
Menten. Seperti
terlihat pada Gambar 1 umumny
nya konsentrasi
susbstrat berbanding lurus deng
ngan kecepatan
reaksi enzimatik sampai pada titik
itik tertentu saat
reaksi tidak akan berlangsung
ng lebih cepat
karena sisi aktif enzim sudah jen
jenuh berikatan
dengan substrat (Lehninger 1982)
2).

Gambar 1 Kurva hubungan konse
sentrasi
substrat dengan kecepa
epatan reaksi
enzim.
Enzim Pendegradasii N
Nitril
Senyawa nitril banyak dis
disintesis oleh
tanaman, bakteri, fungi dan serangga.

3

Hidrolisis secara regiosele
lektif sangat sulit
dilakukan dengan menggunak
nakan katalis biasa.
Oleh karena itu, pen
enggunaan enzim
pendegradsi nitril dari sel
el mikrob banyak
dipilih untuk tujuan tersebut
ut. Seperti terlihat
pada Gambar 2, terdapat du
dua lintasan utama
degradasi senyawa nitrill secara biokimia.
Lintasan pertama adalah degradasi
deg
nitril satu
tahap dengan menggunakan
an enzim nitrilase.
Pada proses ini nitril did
idegradasi menjadi
asam karboksilat dan amonia
nia. Lintasan kedua
adalah degradasi nitril melalui
me
dua tahap
dengan menggunakan enzim
zim nitril hidratase
dan amidase. Pada tahap
ap pertama nitril
didegradasi oleh nitril hidrata
atase melalui reaksi
hidrolisis menjadi amida
ida. Pada tahap
berikutnya amida yang terbentuk
t
diubah
menjadi asam karboksilat dan
da amonia (Faber
1999).
Kedua jalur degradasii ini dapat terjadi
secara bersamaan pada mikro
krob yang memiliki
ketiga enzim tersebut. Um
mumnya, lintasan
degradasi satu tahap cender
derung terjadi pada
senyawa nitril aromatik. Sedangkan
Sed
senyawa
nitril alifatik cenderung men
engalami degradasi
2 tahap melalui kerja enzim
zim nitril hidratase
dan amidase (Tauber et al 2000).
20

Gambar 2 Lintasan hidrolisis
sis senyawa
nitril secara enzim
imatik.
Amidase
Amidase
(EC
3.5.1
.1.4)
merupakan
kelompok enzim hidrolase yang
ya mengkatalisis
reaksi hidrolisis senyawa amida
am
pada ikatan
atom C dan N menjadi asam
sam karboksilat dan
amonia. Enzim ini memiliki
iki nama sistematik
acylamide amidohydrolase
se dan banyak
berperan dalam beberapa lint
intasan metabolisme
diantaranya siklus urea dan
d
metabolisme
beberapa asam amino. Amidase
A
banyak
dihasilkan oleh organisme
me prokariot dan
eukariot. Saat ini diketahui
ui bahwa amidase
memiliki peran dalam aktivasi
a
molekul
pembawa sinyal dalam sell neuron,
n
biosintesis
asam indolasetat yang merupakan
me
hormon
penting pada tumbuhan. Dal
alam skala industri
enzim
ini
banyak
digunakan
di
untuk
menghasilkan berbagai senyawa
s
organik
bernilai jual tinggi (Kobaya
ayashi et al 1997).
Amidase
murni
yang
diisolasi
dari
Rhodococcus
erytrhopo
polis
mampu
menghasilkan S-naproksen murni
m
dari rasemat

naproksen nitril [2-(6-methoxy
oxy-2-naphthyl)
propionitrile] atau rasemat napr
proksen amida
[2-(6-methoxy - 2- naphthyl)pr
propionamide]
melalui kerja secara berke
kesinambungan
dengan nitril hidratase (Trott et al 2002).
Pereaksi Nessler dan
n IINT
Pereaksi Nessler merupakann ssuatu pereaksi
yang banyak digunakan untuk
uk menentukan
amonia dalam konsentrasi keci
cil. Komposisi
pereaksi Nessler adalah laru
arutan kalium
tetraiodomerkurat
(K2HgI4)
dengan
konsentrasi 0.09 mol/L dal
dalam kalium
hidroksida 2.5 mol/L. Prinsip
sip penentuan
amonia dengan metode Nessler
er adalah dalam
suasana basa amonia akan diu
iubah menjadi
suatu senyawa kompleks berw
erwarna merah
kecokelatan
oksi-dimerkuri(I)--aminoiodida.
Jika konsentrasi amonia cukup tin
tinggi, endapan
berwarna cokelat mungkin ter
terbentuk pada
produk hasil reaksi (Bergmeeyer, Beutler
1985).
NH4++ 2[HgI4]2− + 4OH− → HgO·Hg(NH
H2)I + 7I− + 3H2O

Garam tetrazolium merupak
akan senyawa
aromatik yang sering diguna
nakan sebagai
indikator dalam berbagai pengu
gujian aktivitas
sel. Perubahan warna yang terjad
jadi pada garam
tetrazolium merupakan indikas
kasi terjadinya
reaksi oksidasi reduksi secara en
enzimatik. INT
(iodonitrotetrazoliumchloride)
merupakan
salah satu contoh senyawa da
dari golongan
garam tetrazolium. Seperti tterlihat pada
Gambar 3, INT merupakan bentu
ntuk teroksidasi
dari formazan suatu senyaw
awa kompleks
berwarna merah. Secara prinsip
ip reduksi INT
menjadi formazan berkaitan deng
ngan terjadinya
transfer elektron akibat oksi
sidasi NADH
menjadi NAD+ pada reaksi oks
ksidasi reduksi
secara enzimatik. Seperti
tterlihat pada
Gambar 4, elektron yang dile
ilepaskan dari
oksidasi NADH akan ditangka
kap oleh INT,
sehingga senyawa ini aka
kan tereduksi
membentuk formazan (Ishiyama eet al 1996).

(a)

(b)

Gambar 3 Perbandingan struktur
ur formazan
(a) dan INT (b).

4

Gambar 4 Mekanisme reak
aksi reduksi INT.

BAHAN DAN METODE
M
Bahan dan Alat
Al
Bahan-bahan yang digunakan
di
dalam
penelitian ini adalah 12 isola
lat bakteri, pereaksi
Nessler, pereaksi iodonitrote
tetrazoliumchloride
(INT), NaOH 0.5 N, HCll 4 N, NaOH 4 N,
bufer fosfat pH 6-8, bufer
er asetat pH 3-5.5,
bufer Tris-HCl pH 8-10,, glukosa, NH4Cl,
propionamida, benzamida,
da, nikotinamida,
asetamida, adipamida dan
an standar asam
propionat 50 ppm. Sebagaii media
m
peremajaan
bakteri digunakan media NA
N (nutrien agar)
sedangkan media fermenta
ntasi menggunakan
media mineral dengan komposisi
ko
sebagai
berikut
(Stringfellow
et
e
al
2003):
Na2HPO4.2H2O (0.4475 g), KH2PO4 (0.1g),
MgSO4.7H2O (0.1 g), CaC
aCl2.2H2O (0.01g),
yeast extract (0.01 g), FeSO
SO4.7H2O (0.001 g)
yang dilarutkan dalam 10
1000 mL akuades
kemudian ditambah denga
gan 1 mL mikro
elemen dengan komposisi
si sebagai berikut:
ZnSO4.7H2O (0.1 g), MnCl
Cl2.4H2O (0.03 g),
H3BO3 (0.3 g), CoCl2.6H
.6 2O (0.2 g),
CuCl2.6H2O (0.01 g), NiCl
Cl2.6H2O (0.02 g),
Na2MoO4.2H2O (0.9 g), N
Na2SeO3 (0.02 g)
dalam akuades 1000 mL.
mL Bahan yang
digunakan dalam pengujia
jian aktivator dan
inhibitor logam adalah HgC
gCl2, CoCl2.6H2O,
CuCl2,
NiCl2.6H2O,
MgSO4.7H2O,
ZnSO4.7H2O, CaCl2.2H2O dan FeSO4.7H2O
dengan konsentrasi 10 mM.
m
Bahan yang
digunakan untuk menentuk
ukan kadar protein
adalah bovine serum albumin
in (BSA), pereaksi
biuret, NaOH 2 N dan larutan
tan TCA 4 N.
Alat-alat
yang
dig
igunakan
adalah
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1770,
microtitter plates (24 & 96 wells),
w
laminar air
flow cabinet, sentrifus Kubot
ota (6500 & 5910),
sentrifus eppendorf 5415C
5C, penangas air
memmert, neraca analitik,, mikropipet, pH
meter, bioshaker BR 300 LF
LF, inkubator, oven,
autoklaf, HPLC Shimadzu
zu tipe 20A dan
peralatan gelas.

Metode Penelit
elitian

Penapisan Isolat Bakteri P
Pendegradasi
Propionamida (Ellof modifikasi
asi 1998)
Penapisan bakteri pengha
hasil amidase
dilakukan
dengan
menggun
gunakan
dua
parameter yaitu pertumbuhan dan aktivitas
dari 12 isolat bakteri pendeg
egradasi nitril.
Sebanyak 1 ose dari setiap isolat
at ditumbuhkan
dalam microplate (24 wells) ster
teril yang berisi
1 mL propionamida 100 ppm.. Suspensi sel
kemudian diinkubasi pada biosha
haker selama 3
hari pada suhu 30 °C. Sel yan
ang dihasilkan
Selanjutnya
digunakan untu
tuk pengujian
pertumbuhan
dan
aktivitas.
s.
Pengujian
pertumbuhan dilakukan secar
cara kualitatif
dengan menggunakan reagen INT.
IN Sebanyak
100 µL suspensi direaksikan de
dengan 14 µL
pereaksi INT di dalam micropla
plate. Larutan
kemudian diinkubasi pada suhuu 37°C selama
30 menit. Intensitas warna merah yang
terbentuk selanjutnya diamati
ati. Pengujian
aktivitas dilakukan dengan met
etode Nessler.
Sebanyak 2 µL suspensi sel dala
lam microplate
(96 wells) ditambahkan dengann 1198 µL NaOH
0.5 N dan 4 µ L pereaksi Nessle
sler. Kemudian
larutan diinkubasi pada suhu 377 °°C selama 30
menit. Intensitas warna kuning ya
yang terbentuk
diamati secara kualitatif. Dari ha
hasil pengujian
aktivitas dan pertumbuhan diten
tentukan isolat
bakteri yang memiliki ak
aktivitas dan
pertumbuhan tertinggi.
Produksi Biomasa Isolat Bakter
teri Terpilih
Produksi biomasa diawali
ali
dengan
pembuatan starter sel bakteri terp
erpilih di dalam
erlenmeyer 500 mL yang berisii 250
2 mL media
mineral yang mengandung asetam
amida 100 mM.
Kultur diinkubasi di atas mes
esin pengocok
(shaker) pada suhu ruang sela
elama 96 jam.
Secara periodik kultur diambill untuk
u
diamati
petumbuhannya pada OD 43
436 nm dan
perubahan pH. Selanjutnya 125
25 mL starter
diinokulasikan dalam 1500 mL media
fermentasi yang mengandung as
asetamida 100
mM. Kultur diinkubasi di atas
as shaker pada
suhu ruang selama 3 hari. Setel
telah 3 hari sel
dipanen dengan cara mensen
entrifus kultur
selama 10 menit pada kecepatan
tan 10000 rpm
dan suhu 4°C. Pelet yang dipe
iperoleh dicuci
dengan bufer fosfat pH 7 seba
banyak 2 kali.
Pelet yang didapat diguna
unakan untuk
karakterisasi enzim pada sel utuh.
h.
Penentuan Aktivitas Enzim
Campuran reaksi yang terd
erdiri dari 3%
suspensi sel dan propionamidaa dalam bufer
fosfat diinkubasi pada suhu 377 °°C selama 10
menit. Aktivitas enzim selanjutny
tnya dihentikan
dengan penambahan HCl 4 N lal
lalu dinetralkan
dengan NaOH 4 N. Campura
uran kemudian

4

Gambar 4 Mekanisme reak
aksi reduksi INT.

BAHAN DAN METODE
M
Bahan dan Alat
Al
Bahan-bahan yang digunakan
di
dalam
penelitian ini adalah 12 isola
lat bakteri, pereaksi
Nessler, pereaksi iodonitrote
tetrazoliumchloride
(INT), NaOH 0.5 N, HCll 4 N, NaOH 4 N,
bufer fosfat pH 6-8, bufer
er asetat pH 3-5.5,
bufer Tris-HCl pH 8-10,, glukosa, NH4Cl,
propionamida, benzamida,
da, nikotinamida,
asetamida, adipamida dan
an standar asam
propionat 50 ppm. Sebagaii media
m
peremajaan
bakteri digunakan media NA
N (nutrien agar)
sedangkan media fermenta
ntasi menggunakan
media mineral dengan komposisi
ko
sebagai
berikut
(Stringfellow
et
e
al
2003):
Na2HPO4.2H2O (0.4475 g), KH2PO4 (0.1g),
MgSO4.7H2O (0.1 g), CaC
aCl2.2H2O (0.01g),
yeast extract (0.01 g), FeSO
SO4.7H2O (0.001 g)
yang dilarutkan dalam 10
1000 mL akuades
kemudian ditambah denga
gan 1 mL mikro
elemen dengan komposisi
si sebagai berikut:
ZnSO4.7H2O (0.1 g), MnCl
Cl2.4H2O (0.03 g),
H3BO3 (0.3 g), CoCl2.6H
.6 2O (0.2 g),
CuCl2.6H2O (0.01 g), NiCl
Cl2.6H2O (0.02 g),
Na2MoO4.2H2O (0.9 g), N
Na2SeO3 (0.02 g)
dalam akuades 1000 mL.
mL Bahan yang
digunakan dalam pengujia
jian aktivator dan
inhibitor logam adalah HgC
gCl2, CoCl2.6H2O,
CuCl2,
NiCl2.6H2O,
MgSO4.7H2O,
ZnSO4.7H2O, CaCl2.2H2O dan FeSO4.7H2O
dengan konsentrasi 10 mM.
m
Bahan yang
digunakan untuk menentuk
ukan kadar protein
adalah bovine serum albumin
in (BSA), pereaksi
biuret, NaOH 2 N dan larutan
tan TCA 4 N.
Alat-alat
yang
dig
igunakan
adalah
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1770,
microtitter plates (24 & 96 wells),
w
laminar air
flow cabinet, sentrifus Kubot
ota (6500 & 5910),
sentrifus eppendorf 5415C
5C, penangas air
memmert, neraca analitik,, mikropipet, pH
meter, bioshaker BR 300 LF
LF, inkubator, oven,
autoklaf, HPLC Shimadzu
zu tipe 20A dan
peralatan gelas.

Metode Penelit
elitian

Penapisan Isolat Bakteri P
Pendegradasi
Propionamida (Ellof modifikasi
asi 1998)
Penapisan bakteri pengha
hasil amidase
dilakukan
dengan
menggun
gunakan
dua
parameter yaitu pertumbuhan dan aktivitas
dari 12 isolat bakteri pendeg
egradasi nitril.
Sebanyak 1 ose dari setiap isolat
at ditumbuhkan
dalam microplate (24 wells) ster
teril yang berisi
1 mL propionamida 100 ppm.. Suspensi sel
kemudian diinkubasi pada biosha
haker selama 3
hari pada suhu 30 °C. Sel yan
ang dihasilkan
Selanjutnya
digunakan untu
tuk pengujian
pertumbuhan
dan
aktivitas.
s.
Pengujian
pertumbuhan dilakukan secar
cara kualitatif
dengan menggunakan reagen INT.
IN Sebanyak
100 µL suspensi direaksikan de
dengan 14 µL
pereaksi INT di dalam micropla
plate. Larutan
kemudian diinkubasi pada suhuu 37°C selama
30 menit. Intensitas warna merah yang
terbentuk selanjutnya diamati
ati. Pengujian
aktivitas dilakukan dengan met
etode Nessler.
Sebanyak 2 µL suspensi sel dala
lam microplate
(96 wells) ditambahkan dengann 1198 µL NaOH
0.5 N dan 4 µ L pereaksi Nessle
sler. Kemudian
larutan diinkubasi pada suhu 377 °°C selama 30
menit. Intensitas warna kuning ya
yang terbentuk
diamati secara kualitatif. Dari ha
hasil pengujian
aktivitas dan pertumbuhan diten
tentukan isolat
bakteri yang memiliki ak
aktivitas dan
pertumbuhan tertinggi.
Produksi Biomasa Isolat Bakter
teri Terpilih
Produksi biomasa diawali
ali
dengan
pembuatan starter sel bakteri terp
erpilih di dalam
erlenmeyer 500 mL yang berisii 250
2 mL media
mineral yang mengandung asetam
amida 100 mM.
Kultur diinkubasi di atas mes
esin pengocok
(shaker) pada suhu ruang sela
elama 96 jam.
Secara periodik kultur diambill untuk
u
diamati
petumbuhannya pada OD 43
436 nm dan
perubahan pH. Selanjutnya 125
25 mL starter
diinokulasikan dalam 1500 mL media
fermentasi yang mengandung as
asetamida 100
mM. Kultur diinkubasi di atas
as shaker pada
suhu ruang selama 3 hari. Setel
telah 3 hari sel
dipanen dengan cara mensen
entrifus kultur
selama 10 menit pada kecepatan
tan 10000 rpm
dan suhu 4°C. Pelet yang dipe
iperoleh dicuci
dengan bufer fosfat pH 7 seba
banyak 2 kali.
Pelet yang didapat diguna
unakan untuk
karakterisasi enzim pada sel utuh.
h.
Penentuan Aktivitas Enzim
Campuran reaksi yang terd
erdiri dari 3%
suspensi sel dan propionamidaa dalam bufer
fosfat diinkubasi pada suhu 377 °°C selama 10
menit. Aktivitas enzim selanjutny
tnya dihentikan
dengan penambahan HCl 4 N lal
lalu dinetralkan
dengan NaOH 4 N. Campura
uran kemudian

5

disentrifus pada 10000 rpm selama 5 menit.
Supernatan kemudian digunakan untuk
penentuan konsentrasi amonium dengan
metode Nessler dan penentuan konsentrasi
produk degradasi dengan menggunakan
HPLC. Satu unit aktivitas enzim dinyatakan
sebagai
jumlah
enzim
yang
dapat
menghasilkan 1 mmol amonium per menit
dalam kondisi pengukuran.
Penentuan Nilai pH dan Suhu Optimum
(Baum & Bower modifikasi 1972)
Penentuan pH optimum enzim ditentukan
dengan mereaksikan 3% suspensi sel (b/v)
dengan substrat propionamida dalam bufer
asetat, fosfat dan bufer Tris-HCl pada nilai pH
3-10 interval 0.5 selama 10 menit pada suhu
37 °C. Selanjutnya aktivitas enzim ditentukan
dengan
cara
yang
telah
disebutkan
sebelumnya. Konsentrasi amonium kemudian
ditentukan dengan metode Nessler. Suhu
optimum ditentukan dengan cara yang sama
seperti pada penentuan pH, namun sel
diinkubasi pada suhu yang berbeda yaitu 1080 °C interval 5.
Penentuan Km dan Vmax
Campuran reaksi yang mengandung 3%
sel b/v dan propionamida dalam bufer fosfat
pH 7 dengan konsentrasi 0-120 mM diinkubasi
pada suhu 45 °C selama 10 menit. Aktivitas
enzim ditentukan dengan cara yang telah
disebutkan sebelumnya.
Pengujian Aktivator dan Inhibitor Logam
(Ciskanik et al. modifikasi 1994)
Suspensi sel dengan konsentrasi 3% b/v
direaksikan dengan 10 mM ion logam.
Senyawa logam yang digunakan adalah HgCl2,
CuCl2,
NiCl2.6H2O,
CoCl2.6H2O,
MgSO4.7H2O, ZnSO4.7H2O, CaCl2.2H2O dan
FeSO4.7H2O. Campuran reaksi kemudian
diinkubasi pada suhu 45 °C selama 15 menit.
Larutan disentrifus, pelet yang diperoleh
direaksikan dengan 50 mM propionamida
dalam bufer fosfat. Campuran reaksi kembali
diinkubasi pada suhu 45 °C selama 10 menit.
Selanjutnya aktivitas enzim ditentukan dengan
cara yang telah disebutkan sebelumnya.
Pengujian Spesifitas Substrat
Suspensi sel dengan konsentrasi 3% b/v
direaksikan dengan 50 mM substrat asetamida,
propionamida, benzamida, nikotinamida dan
adipamida. Kemudian campuran reaksi
diinkubasi pada suhu 45 °C selama 10 menit.
Selanjutnya aktivitas enzim ditentukan dengan
cara yang telah disebutkan sebelumnya.
Pengujian Stabilitas Enzim

Suspensi sel bakteri disimpan dalam wadah
tertutup pada suhu yang berbeda yaitu -4, 8,
26 dan 37 °C selama 6 hari. Setiap hari
sebanyak 150 µL sel disampling untuk
penentuan aktivitas enzim dengan cara yang
telah disebutkan sebelumnya.
Waktu paro didefinisikan sebagai waktu
yang diperlukan enzim agar aktivitasnya
menjadi setengah dari aktivitas awal. Waktu
paro enzim ditentukan dengan menggunakan
rumus:
= -λ t → t½ =
ln (
Keterangan:
No : Aktivitas awal enzim (Unit/mL)
Nt : Aktivitas enzim pada waktu t (Unit/mL)
t : Waktu (Hari)
t½ : Waktu paro (Hari)
λ : Konstanta peluruhan
Pengujian Sifat
Enzim
(Konstitutif/
Induktif)
Pengujian kemampuan tumbuh isolat
bakteri terpilih dilakukan dengan cara
menumbuhkannya dalam media mineral.
Sebagai sumber karbon, nitrogen dan energi
digunakan beberapa variasi komposisi media
yaitu asetamida, campuran asetamida dan
glukosa, campuran asetamida dan NH4Cl serta
campuran glukosa dan NH4Cl. Pertumbuhan
dilakukan dengan memindahkan 5% (v/v)
inokulum bakteri ke dalam media yang telah
disebutkan sebelumnya. Inkubasi dilakukan
selama 3 hari pada suhu ruang. Pertumbuhan
bakteri
diamati
dengan
menggunakan
kerapatan optis pada panjang gelombang 436
nm. Setelah pertumbuhan diamati, sel bakteri
dipanen lalu diuji aktivitas enzimnya dengan
cara yang telah dijelaskan sebelumnya.
Penentuan Kadar Protein (Gehardt &
Krieg 1994)
Kadar
protein
ditentukan
dengan
menggunakan metode biuret dengan standar
berupa bovine serum albumin (BSA).
Sebanyak 1 mL suspensi sel direaksikan
dengan 0.2 mL NaOH 2 N dan 0.4 mL
akuades. Campuran dipanaskan selama 10
menit pada suhu 100 °C lalu didinginkan.
Setelah dingin larutan direaksikan dengan 0.2
mL TCA 4 N. Selanjutnya larutan disentrifus
pada kecepatan 10000 g selama 10 menit.
Pelet yang dihasilkan direaksikan dengan 5
mL reagen biuret. Larutan kemudian
disentrifus kembali pada kecepatan 10000 g
selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh
dibaca serapannya pada panjang gelombang
600 nm.

6

Penentuan
konsentrasi
amonium
(Thontowi, Pamuji, Sunarko 2004)
Konsentrasi amonium dalam supernatan
ditentukan dengan metode Nessler. Sebanyak
0.1 mL supernatan sampel direaksikan dengan
9.9 mL NaOH 0.5 N dan 0.2 mL pereaksi
Nessler. Larutan kemudian dihomogenkan dan
diinkubasi selama 20 menit. Selanjutnya
larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 403 nm. Konsentrasi amonium
dalam sampel dihitung berdasarkan kurva
standar.
Penentuan Konsentrasi Produk Degradasi
Dengan Menggunakan HPLC.
Supernatan hasil hidrolisis enzimatik
dilarutkan
dengan
metanol
kemudian
disuntikan ke dalam HPLC. Kurva yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan
standar asam propionat dan propionamida.
Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: fase
gerak metanol 80%, fase diam kolom organik
C18 10µ (Fitri 2005), detektor UV dan
panjang gelombang 205 nm (Rossomando
1987). Konsentrasi masing-masing komponen
ditentukan dengan rumus (Lindsay 1992):
[komponen]= Luas area komponen x [standar]
Luas area standar
Perolehan produk (yield) dapat ditentukan
dengan rumus:
Perolehan produk = Pt – Po x 100%
So – St
Keterangan
Pt : Konsentrasi produk akhir
Po : Konsentrasi produk awal
St : Konsentrasi substrat akhir
So : Konsentrasi substrat awal

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Isolat Bakteri Pendegradasi
Propionamida
Penapisan isolat bakteri pendegradasi
propionamida dilakukan secara kualitatif
berdasarkan pertumbuhan dan aktivitas enzim
pada media propionamida sebagai satusatunya sumber karbon, nitrogen dan energi.
Prinsip dari pengujian aktivitas enzim adalah
pengukuran konsentrasi amonium sebagai
salah
satu
produk
hasil
degradasi
propionamida melalui pembentukan kompleks
senyawa berwarna kuning oleh pereaksi
Nessler.
Sementara
itu
prinsip
uji
pertumbuhan
dilakukan
berdasarkan
pembentukan senyawa kompleks berwarna

merah
sebagai
hasil
reduksi
garam
tetrazolium.
Hasil pengujian pertumbuhan dan aktivitas
dapat dilihat pada Tabel 1. Dari 12 isolat
bakteri yang diuji diperoleh satu isolat bakteri
(GLB5) yang mempunyai aktivitas dan
pertumbuhan tertinggi. Dari hasil pengujian
aktivitas terlihat bahwa isolat GLB5
menunjukkan intensitas warna kuning yang
lebih pekat dibandingkan dengan isolat lain.
Hal ini mengindikasikan bahwa amonium
yang terbentuk dari hasil degradasi
propionamida lebih tinggi. Hal ini dapat
diinterpretasikan sebagai indikasi awal
tingginya aktivitas enzim amidase pada isolat
GLB5. Hasil yang sama diperoleh dari
pengujian pertumbuhan. Pekatnya warna
merah yang terbentuk menjadi indikasi awal
tingginya kemampuan isolat GLB5 untuk
tumbuh dan menggunakan propionamida
sebagai satu-satunya sumber karbon, nitrogen
dan energi. Hasil penelitian Sunarko et al
(2007) menyebutkan bahwa isolat GLB5
mampu tumbuh dengan baik pada 2-(3benzoylphenyl)-propionitrile sebagai satusatunya sumber karbon, nitrogen dan energi.
Selain itu isolat GLB5 juga mempunyai
aktivitas enzim yang tinggi terhadap substrat
tersebut .
Tabel 1 Hasil uji pertumbuhan dan aktivitas
berbagai isolat bakteri
Isolat
Pertumbuhan* Aktivitas**
SD 8-1
+
7b
+
+
TPIK
++
+
4.51.A4
+
+
LD1
++
SD 4-1
++
GLB5
+++
+++
LD 2
++
TD 1
++
SD 2
+
LD 3
++
MD 4.1
+++
(*) -: tidak tumbuh, +: pertumbuhan rendah, ++ :
pertumbuhan sedang, +++ : pertumbuhan tinggi.
(**) - : Tidak ada aktivitas, + : aktivitas rendah, ++
: aktivitas sedang, +++ : aktivitas tinggi.

Fermentasi Sel GLB5
Fermentasi sel GLB5 dilakukan dengan
sistem tertutup (batch) dimana tidak ada
penambahan media selama fermentasi
berlangsung. Pola pertumbuhan sel GLB5 dan
perubahan pH kultur dapat dilihat pada
Gambar 5. Pada proses fermentasi terjadi
kenaikan pH media dari 7.18 menjadi 7.57.

6

Penentuan
konsentrasi
amonium
(Thontowi, Pamuji, Sunarko 2004)
Konsentrasi amonium dalam supernatan
ditentukan dengan metode Nessler. Sebanyak
0.1 mL supernatan sampel direaksikan dengan
9.9 mL NaOH 0.5 N dan 0.2 mL pereaksi
Nessler. Larutan kemudian dihomogenkan dan
diinkubasi selama 20 menit. Selanjutnya
larutan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 403 nm. Konsentrasi amonium
dalam sampel dihitung berdasarkan kurva
standar.
Penentuan Konsentrasi Produk Degradasi
Dengan Menggunakan HPLC.
Supernatan hasil hidrolisis enzimatik
dilarutkan
dengan
metanol
kemudian
disuntikan ke dalam HPLC. Kurva yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan
standar asam propionat dan propionamida.
Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: fase
gerak metanol 80%, fase diam kolom organik
C18 10µ (Fitri 2005), detektor UV dan
panjang gelombang 205 nm (Rossomando
1987). Konsentrasi masing-masing komponen
ditentukan dengan rumus (Lindsay 1992):
[komponen]= Luas area komponen x [standar]
Luas area standar
Perolehan produk (yield) dapat ditentukan
dengan rumus:
Perolehan produk = Pt – Po x 100%
So – St
Keterangan
Pt : Konsentrasi produk akhir
Po : Konsentrasi produk awal
St : Konsentrasi substrat akhir
So : Konsentrasi substrat awal

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Isolat Bakteri Pendegradasi
Propionamida
Penapisan isolat bakteri pendegradasi
propionamida dilakukan secara kualitatif
berdasarkan pertumbuhan dan aktivitas enzim
pada media propionamida sebagai satusatunya sumber karbon, nitrogen dan energi.
Prinsip dari pengujian aktivitas enzim adalah
pengukuran konsentrasi amonium sebagai
salah
satu
produk
hasil
degradasi
propionamida melalui pembentukan kompleks
senyawa berwarna kuning oleh pereaksi
Nessler.
Sementara
itu
prinsip
uji
pertumbuhan
dilakukan
berdasarkan
pembentukan senyawa kompleks berwarna

merah
sebagai
hasil
reduksi
garam
tetrazolium.
Hasil pengujian pertumbuhan dan aktivitas
dapat dilihat pada Tabel 1. Dari 12 isolat
bakteri yang diuji diperoleh satu isolat bakteri
(GLB5) yang mempunyai aktivitas dan
pertumbuhan tertinggi. Dari hasil pengujian
aktivitas terlihat bahwa isolat GLB5
menunjukkan intensitas warna kuning yang
lebih pekat dibandingkan dengan isolat lain.
Hal ini mengindikasikan bahwa amonium
yang terbentuk dari hasil degradasi
propionamida lebih tinggi. Hal ini dapat
diinterpretasikan sebagai indikasi awal
tingginya aktivitas enzim amidase pada isolat
GLB5. Hasil yang sama diperoleh dari
pengujian pertumbuhan. Pekatnya warna
merah yang terbentuk menjadi indikasi awal
tingginya kemampuan isolat GLB5 untuk
tumbuh dan menggunakan propionamida
sebagai satu-satunya sumber karbon, nitrogen
dan energi. Hasil penelitian Sunarko et al
(2007) menyebutkan bahwa isolat GLB5
mampu tumbuh dengan baik pada 2-(3benzoylphenyl)-propionitrile sebagai satusatunya sumber karbon, nitrogen dan energi.
Selain itu isolat GLB5 juga mempunyai
aktivitas enzim yang tinggi terhadap substrat
tersebut .
Tabel 1 Hasil uji pertumbuhan dan aktivitas
berbagai isolat bakteri
Isolat
Pertumbuhan* Aktivitas**
SD 8-1
+
7b
+
+
TPIK
++
+
4.51.A4
+
+
LD1
++
SD 4-1
++
GLB5
+++
+++
LD 2
++
TD 1
++
SD 2
+
LD 3
++
MD 4.1
+++
(*) -: tidak tumbuh, +: pertumbuhan rendah, ++ :
pertumbuhan sedang, +++ : pertumbuhan tinggi.
(**) - : Tidak ada aktivitas, + : aktivitas rendah, ++
: aktivitas sedang, +++ : aktivitas tinggi.

Fermentasi Sel GLB5
Fermentasi sel GLB5 dilakukan dengan
sistem tertutup (batch) dimana tidak ada
penambahan media selama fermentasi
berlangsung. Pola pertumbuhan sel GLB5 dan
perubahan pH kultur dapat dilihat pada
Gambar 5. Pada proses fermentasi terjadi
kenaikan pH media dari 7.18 menjadi 7.57.

7

Hal mungkin terjadi karena asam karboksilat
yang terbentuk dari hasil hidrolisis asetamida
digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon
untuk pertumbuhannya, sehingga akumulasi
amonia relatif lebih tinggi dibandingkan asam
karboksilat dalam media yang akan membuat
pH media cenderung lebih basa. Hasil yang
sama juga dilaporkan oleh Fitri (2005) yang
menyatakan bahwa pH media fermentasi
menggunakan isolat Pseudomonas sp dengan
substrat adiponitril cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu
fermentasi.
Berdasarkan perhitungan, waktu generasi
(td) dan laju pertumbuhan spesifik (µ) GLB5
dapat ditentukan sebesar 73 jam dan 9.5 x 10-3
jam-1. Hasil penelitian Nawaz et al 1994
menyebutkan bahwa sel Rhodococcus sp yang
ditumbuhkan pada akrilamida memiliki
absorbansi tertinggi pada saat fermentasi telah
berlangsung selama 72 jam. Sel E. Coli JM109
yang
ditumbuhkan
pada
asetamida
menunjukkan absorbansi tertinggi pada hari
ke-9 waktu inkubasi (Trott et al 2002).

y = 0.214ln(x) + 0.757
R2 = 0.942

Perubahan ini akan meyebabkan lipatan pada
struktur tersier enzim berubah yang
berdampak tidak maksimalnya aktivitas
katalitik enzim.
Hasil penelitian Ciskanik et al (1995)
menyebutkan bahwa amidase yang diisolasi
dari Pseudomonas chlororaphis memiliki
kisaran pH optimum 7-8.6. Sedangkan hasil
penelitian Nawaz et al (1996) memperlihatkan
bahwa enzim amidase yang diisolasi dari
Klebsiella pnemoniae memiliki pH optimum
bernilai 7. Data lain menyebutkan pH
optimum
amidase
dari
Rhodococcus
erythropolis MP 50 bernilai 7.5 (Hirrlinger et
al 1996).

Gambar 6 Pengaruh pH terhadap aktivitas
relatif amidase dari sel GLB5.
Aktivitas relatif 100% setara
dengan 0.998 mmol NH4+/mL min.
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Amidase dalam Sel Utuh

Gambar 5 Pertumbuhan (●), logaritma jumlah
bakteri terhadap waktu (—)
dan perubahan pH ( ) pada proses
fermentasi GLB5.
Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Amidase dalam Sel Utuh
Pengaruh pH terhadap aktivitas relatif
amidase diperlihatkan pada
Gambar 6.
Penggunaan tiga macam bufer bertujuan untuk
menyediakan lingkungan dengan kisaran pH
yang cukup luas (3-10) sehingga tidak perlu
menggunakan pereaksi yang bersifat asam
atau basa kuat untuk membuat kondisi reaksi
berada pada kisaran pH tersebut. Enzim
amidase memperlihatkan aktivitas maksimum
pada pH 7. Pada pH di bawah maupun di atas
7 aktivitas enzim menurun secara signifikan.
Hal ini mungkin terjadi karena perubahan pH
berdampak pada perubahan pada sifat ionik
asam-asam amino penyusun enzim amidase.

Pengaruh suhu terhadap aktivitas relatif
amidase sel GLB5 diperlihatkan pada
Gambar 7. Aktivitas enzim amidase pada suhu
20 °C sampai dengan 45 °C menunjukkan
kenaikan secara bertahap. Hal ini mungkin
terjadi karena semakin tinggi suhu gerak dan
tumbukan antar molekul semakin besar.
Namun pada suhu di atas 45 °C aktivitas
enzim mulai menurun. Hal ini terjadi karena
energi kinetik enzim telah melampaui kisaran
energi yang diperlukan untuk memutus ikatan
hidrogen
dan
hidrofobik
yang
mempertahankan struktur sekunder dan tersier
molekul enzim. Dengan suhu optimum sebesar
45 °C maka enzim amidase dari sel GLB5
dapat
diklasifikasikan
sebagai
enzim
mesofilik. Nilai ini sama dengan suhu
optimum
amidase
dari
Pseudomonas
chlororaphis B23 (Ciskanik et al 1994) namun
lebih rendah dari suhu optimum amidase
Pseudomonas sp yaitu 50 °C (Fitri 2005).
Data lain menyebutkan bahwa suhu optimum
amidase dari Rhodococcus sp adalah 40 °C

8

(Nawaz et al 1994) dan suhu 65 °C pada
amidase
termostabil
dari
Klebsiella
pneumoniae NCTR 1 (Nawaz et al 1995).
Dengan memasukkan logaritma kecepatan
reaksi enzim saat suhu optimumnya ke dalam
persamaan Y = -820.5x + 2.647 (Gambar 8)
maka diperoleh besarnya energi aktivasi
adalah 0.0158 kJ/mol. Nilai ini jauh lebih kecil
dari energi aktivasi Rhodococcus rhodochrous
NHB-2 pada suhu optimum 55 °C yaitu
sebesar 71 kJ/mol (Chand et al 2003).

Gambar 7 Pengaruh suhu terhadap aktivitas
relatif amidase dari sel GLB5.
Aktivitas relatif 100% setara
dengan 1.130 mmol NH4+/ mL min.

pola Michaelis-Menten sehingga dapat
disimpulkan bahwa enzim amidase bukan
merupakan enzim alosterik.
Penentuan nilai KM dan Vmaks secara akurat
dapat diperoleh melalui transformasi aljabar
dari persamaan Michaelis-Menten.Semakin
rendah nilai KM maka afinitas enzim terhadap
substrat akan semakin tinggi artinya reaksi
pembentukan kompleks enzim substrat (ES)
akan lebih mudah terjadi. Dengan memplot
nilai-nilai yang ada pada Gambar 9 ke dalam
persamaan Lineweaver-Burk (Gambar 10)
maka diperoleh nilai KM dan Vmaks untuk
enzim amidase dengan substrat propionamida
masing-masing adalah 45.32 mM dan 2.74
mmol/mL menit. Nilai KM yang diperoleh
sedikit lebih rendah dari KM amidase pada sel
utuh Pseudomonas sp dengan substrat
adiponitril yaitu 50 mM (Fitri 2005). Nilai KM
untuk amidase murni yang diisolasi dari
Pseudomonas
chlororaphis
B23
dan
Rhodococcus sp dengan substrat propionamida
masing-masing adalah 0.25 mM (Ciskanik et
al 1995) dan 2.6 mM (Nawaz et al 1994).

y = -820.5x + 2.647
R2 = 0.867

Gambar 8 Hubungan antara kecepatan reaksi
enzim terhadap kenaikan suhu.

Gambar 9 Kurva Michaelis-Menten; pengaruh
konsentrasi substrat terhadap
kecepatan reaksi enzim.

Parameter Kinetika Enzim (KM dan Vmaks)
Penentuan nilai KM dan Vmaks berguna
untuk menganalisis afinitas enzim dengan
substrat spesifiknya, menentukan kecepatan
reaksi enzim pada konsentrasi substrat tertentu
dan menentukan apakah suatu inhibitor enzim
bersifat kompetitif atau non-kompetitif.
Kinetika enzim amidase terhadap substrat
propionamida diperlihatkan pada Gambar 9.
Aktivitas enzim terlihat semakin meningkat
dengan semakin tingginya konsentrasi
substrat. Namun pada saat konsentrasi substrat
120 mM, aktivitas enzim mengalami
penurunan. Hal ini terjadi karena pada
konsentrasi tersebut enzim telah jenuh oleh
substrat. Kinetika reaksi enzim ini mengikuti

y = 16.54x + 0.365
R2 = 0.955

Gambar 10 Kurva Lineweaver-Burk Amidase.
Pengaruh Aktivator dan Inhibitor Logam

9

140

Aktivitas Relatif (%)

120
100
80
60
40

Beberapa enzim memiliki sp
spesifitas yang
hampir absolut bagi substrat terte
rtentu dan tidak
akan bekerja pada substrat la
lain meskipun
secara struktural sama. Namunn enzim-enzim
tertentu dengan spesifitas luass ddapat bekerja
pada berbagai senyawa dengann cciri struktural
yang relatif sama. Pengaruh sub
ubstrat terhadap
aktivitas amidase dari isolat
lat sel GLB5
diperlihatkan pada Gambar 112. Aktivitas
amidase dari sel GLB5 cenderung
ng lebih tinggi
pada amida alifatik, sedangkan
an pada amida
aromatik aktivitas amidase ttetap terlihat
meskipun kecil. Selain itu juga te
terlihat bahwa
aktivitas amidase dari GLB5 jau
auh lebih tinggi
pada amida alifatik dengan bo
bobot molekul
(BM) rendah. Pada substrat arom
matik, aktivitas
amidase pada nikotinamida lebih tinggi
daripada
benzamida.
Mesk
eskipun
BM
nikotinamida lebih tinggi daripad
ada benzamida
namun kemungkinan terbentu
tuknya ikatan
hidrogen pada nikotinamida lebih besar
sehingga kekuatan interaksi aantara enzim
substrat akan lebih tinggi. Fakt
ktor lain yang
mempengaruhi aktivitas amida
idase terhadap
substratnya adalah kelarutan
an. Kelarutan
benzamida dan adipamida dalam
lam air sangat
kecil yaitu 13 g/L dan 4.4 g/L (Wikipedia
2008) yang menyebabkan int
interaksi antar
molekul semakin rendah.
Amida aromatik diketahuii menghambat
aktivitas amidase dari Rhodococc
ccus sp (Nawaz
et al 1994). Data lain menyeb
ebutkan bahwa
amidase dari Pseudomonas chlor
lororaphis B23
memiliki aktivitas yang tinggi ter
terhadap amida
alifatik seperti propionamida, bu
butiramida dan
isobutiramida serta aktivitas yang
ng lebih rendah
pada amida tak jenuh sepert
erti akrilamida
(Ciskanik et al 1994).
1.6
1.4
Aktivitas (Unit/mL)

Pengaruh ion logam terhadap
te
aktivitas
amidase diperlihatkan pada
daGambar 11. Jika
dibandingkan dengan kont
ntrol (K), terlihat
2
bahwa ion logam Mn2+, Co2+
, Ni2+, Mg2+, dan
2+
Fe
pada konsentrasi 10 mM dapat
meningkatkan aktivitas amida
idase sedangkan ion
logam Hg2+, Cu2+, Zn2+ dan
an Ca2+ cenderung
menurunkan aktivitas ami
midase. Terjadinya
penghambatan aktivitas enzim
en
oleh logam
berat terutama Hg mengin
indikasikan bahwa
pada enzim amidase terdapat
pat gugus sulfihidril
(SH). Gugus ini bila oleh llogam berat akan
membentuk suatu kompleks
ks yang berdampak
pada terhambatnya aktivitass enzim.
e
Hasil penelitian Ciskan
kanik et al 1994
menyebutkan bahwa enzim
zim amidase dari
Pseudomonas chlororaphis
is B23 dihambat
secara signifikan oleh ion
i
Cu2+ pada
konsentrasi 1 mM dengan
an aktivitas relatif
51%. Ion logam Hg2+, Cu2+, Zn2+, Ag2+ dan
Cd2+ dengan konsentrasi 2m
2mM menghambat
aktivitas amidase dari Blasto
stobacter sp sampai
99%, 90%, 88%, 76% dan
n 79%
7
(Soong et al
2000). Ion Ca2+ pada konsentrasi
ko
2 mM
cenderung menghambat aktiv
tivitas amidase dari
Pseudomonas putida ATCC
CC 12633 sampai
40% (Hermes et al 1993).
3). Hasil penelitian
Tani et al (1989) menyebutka
tkan bahwa MgCl2,
MnCl2, CoCl2 dan NiCl2 den
engan konsentrasi 1
mM berperan sebagai aktivat
ator enzim amidase
dari Corynebacterium sp dengan aktivitas
relatif 111%, 107%, 110% dan
d 112%. Data
lainnya menyebutkan bahwaa ion Fe2+, Cr2+ dan
Ba2+ dengan konsentrasi 5 mM
m meningkatkan
aktivitas amidase dari Rhodo
dococcus sp dengan
aktivitas relatif masing-mas
asing 136%, 146%
dan 129% (Nawaz et al 1994
94)

1.2
1

0.8
0.6
0.4
0.2
0

20
0

Gambar 12 Pengaruh substrat terhadap
ter
aktivitas amidase.
Gambar 11 Pengaruh logam tterhadap aktivitas
relatif amidase.
Spesifitas Enzim Amidase
se dari Sel GLB5

Stabilitas Amidase Dalam Sel
el Utuh Pada
Berbagai Suhu Penyimp
panan

10

Stabilitas enzim seperti
rti halnya protein
dipengaruhi oleh interaksi el
elektrostatik, ikatan
hidrogen dan interaksi hidr
idrofobik. Beberapa
faktor yang dapat mempen
pengaruhi stabilitas
enzim antara lain pelarut yang
yan digunakan dan
suhu penyimpanan. Aktivita
itas enzim amidase
dalam sel utuh GLB5 pad
ada berbagai suhu
penyimpanan dapat dilihatt ppada Gambar 13.
Aktivitas amidase pada hari
ri ke-0 sampai hari
ke-6 menunjukkan penuruna
nan seiring dengan
semakin lama waktu pe
penyimpanan dan
semakin tinggi suhu pen
enyimpanan yang
digunakan.
Dengan memasukkan nila
ilai aktivitas enzim
pada hari ke-0 dan aktivitas
tas enzim pada hari
ke-6 pada setiap suhu penyimpanan
pen
maka
diperoleh waktu paro aktiv
tivitas enzim pada
suhu penyimpanan -4, 8, 26
6 dan
d 37 °C masingmasing adalah 10, 6.5,, 4 dan 3 hari.
Berdasarkan data tersebut
ut terlihat bahwa
enzim amidase dari sel utuh
tuh GLB5 memiliki
stabilitas yang lebih tinggi ji
jika disimpan pada
suhu -4 °C. Ditinjau dari stab
tabilitas konformasi
struktur
enzim,
pada
suhu
rendah
kemungkinan gerak molekul
ul penyusun enzim
akan sangat kecil. Hal ini akan
ak menyebabkan
gaya interaksi antar moleku
kul cenderung tetap
dan stabil. Jika dilihat darii keberadaan
k
enzim
tersebut dalam sel utuh, stabi
abilitas enzim relatif
berkaitan dengan pertumbuh
uhan sel. Pada suhu
rendah sel cenderung bersif
sifat inaktif karena
suhu lingkungan yang tidakk mendukung
m
untuk
pertumbuhan. Namun padaa suhu yang lebih
tinggi sampai mendekati suhu
su
optimumnya,
sel akan cenderung leb
ebih aktif untuk
melakukan pertumbuhan. Tetapi ketiadaan
nutrisi akan menyebabkann pertumbuhan sel
lebih cepat menuju pada fase
se kematian.

Induktivitas Enzim
im
Enzim konstitutif merupakan
an enzim yang
konsentrasinya di dalam sel tida
dak bergantung
pada senyawa penginduksi.
i. Enzim ini
diproduksi setiap saat dan
an umumnya
merupakan kelompok enzim ya
yang berperan
penting dalam proses metabol
olisme. Enzim
induktif merupakan kelompokk enzim yang
dihasilkan sebagai reaksi terhad
hadap senyawa
penginduksi.
Pengaruh sumber karbon ddan nitrogen
terhadap pertumbuhan sel dan
d
aktivitas
amidase dipelihatkan pada G
Gambar 14.
Pertumbuhan sel GLB5 terlihat
at lebih tinggi
pada media pertumbuhan berupa
pa glukosa dan
NH4Cl. Secara umum glukosaa dan nitrogen
anorganik seperti amonia atau
au nitrat lebih
disukai bakteri sebagai sum
mber karbon,
nitrogen dan energi untuk melangsungkan
me
p