Diferensial Leukosit Ayam Pedaging Setelah Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat Sebelum Diinfeksi Eimeria tenella

i

DIFERENSIAL LEUKOSIT AYAM PEDAGING SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis
paniculata Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS
BERTINGKAT SEBELUM DIINFEKSI Eimeria tenella

LAKSANA HERI SISMANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ii

ABSTRAK
LAKSANA HERI SISMANTO. Diferensial Leukosit Ayam Pedaging Setelah
Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut
Metanol Dosis Bertingkat Sebelum Diinfeksi Eimeria tenella. Dibimbing oleh
UMI CAHYANINGSIH.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran leukosit ayam

pedaging yang diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat
sejak ayam berumur 5 sampai 35 hari dan diinfeksi dengan Eimeria tenella.
Penelitian ini menggunakan ayam pedaging umur sehari sebanyak 35 ekor yang
dibagi dalam 7 perlakuan (setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor ayam) yaitu: KN
(kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi dan tidak diberi obat), KP (kelompok
perlakuan yang diinfeksi ookista E.tenella 1x105/ekor tetapi tidak diberi obat), KO
(kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella 1x105/ekor dan diberi obat
sulfachloropyrazine 180 mg/kg BB, KSb (kelompok perlakuan yang tidak
diinfeksi ookista E. tenella 1x105/ekor dan tidak diberi obat tetapi diberi ekstrak
sambiloto), MR (kelompok perlakuan yang diberi ekstrak sambiloto dengan
pelarut metanol dosis rendah dan diinfeksi ookista E. tenella), MS (kelompok
perlakuan yang diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang dan
diinfeksi ookista E. tenella), MT (kelompok perlakuan yang diberi ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi dan diinfeksi ookista E. tenella).
Hasil penelitian menunjukkan Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase
rata-rata jumlah limfosit kelompok MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol
dosis tinggi) cenderung meningkat jika dibandingkan kelompok MR (ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah) dan MS (ekstrak sambiloto
dengan pelarut metanol dosis sedang). Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase
rata-rata heterofil kelompok MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis

sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi)
cenderung menurun dibandingkan dengan MR. Pada hari ke-13 setelah infeksi
persentase rata-rata eosinofil kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut
metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis
sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi)
cenderung lebih rendah jika dibandingkan kelompok KO (kontrol obat). Pada hari
ke-13 dan 16 setelah infeksi persentase rata-rata monosit kelompok MR (ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan
pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol
dosis tinggi) cenderung menurun. Persentase rata-rata basofil hari ke-16 setelah
infeksi kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah),
(MS ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung lebih rendah
dibandingkan hari ke-13 setelah infeksi.
Kata kunci: ayam pedaging, ekstrak sambiloto, pelarut metanol, Eimeria tenella.

iii

DIFERENSIAL LEUKOSIT AYAM PEDAGING SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis

paniculata Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS
BERTINGKAT SEBELUM DIINFEKSI Eimeria tenella

LAKSANA HERI SISMANTO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

iv

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Diferensial Leukosit Ayam Pedaging Setelah Pemberian

Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan
Pelarut Metanol Dosis Bertingkat Sebelum Diinfeksi Eimeria
tenella

Nama

: Laksana Heri Sismanto

NRP

: B04103124

Disetujui
Pembimbing

Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS
NIP : 131 124 821

Diketahui,
Wakil Dekan FKH – IPB


Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP : 131 129 090

Lulus Tanggal :

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 7 Juli 1985 dan merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara, dengan ayah bernama Usman Zaini dan ibu Ninik
Hariyati
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Randuagung
Kebomas Gresik pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP
Negeri 2 Kebomas Gresik dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis
menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Manyar Gresik. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2003. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi internal
kampus, yaitu Himpunan Minat Profesi Ruminansia FKH IPB sebagai anggota
periode 2004-2005 dan Anggota Resimen Mahasiswa Institut Pertanian Bogor.


vi

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk dan kasih sayang-Nya sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dan dapat dipergunakan sebagai salah satu prasyarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Allah SWT.
2. Kedua orangtua dan adik-adikku (Andi Septiadi dan Jaka Adi Puspita)
yang senantiasa mendoakan, membimbing dan memberikan dukungan
dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS, sebagai pembimbing atas segala kritik,
saran, bimbingan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian skripsi
ini.
4. Staf Protozoologi dan Fisiologi (Pak Komar, Pak Sariyo, Bu Nani, Hj Ida,

Bu Sri).
5. Resia Komala sari yang telah menjadi sumber inspirasi penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Muhammad Azis Hakim, Brian Koesoema Adhie, Reza Helmi, Putu Eka
Sudharyatma.
7. Angkatan 40 (Gymnolaemata), 41, dan semua semua pihak yang terlibat
secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Oleh
karena itu penulis masih membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak.

Bogor, September 2007
Laksana Heri Sismanto

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
Eimeria tenella ............................................................................................ 4
Biologi E. tenella ................................................................................... 4
Taksonomi Eimeria sp. .......................................................................... 4
Morfologi ............................................................................................... 4
Siklus Hidup .......................................................................................... 5
Patogenesa ............................................................................................. 6
Gejala Klinis .......................................................................................... 7
Patologi .................................................................................................. 7
Diferensial Diagnosa .............................................................................. 8
Pencegahan ............................................................................................ 9
Sambiloto .................................................................................................... 9
Morfologi ............................................................................................... 9
Taksonomi ............................................................................................. 10
Habitat dan Penyebaran ......................................................................... 10
Manfaat .................................................................................................. 11

Kandungan (Zat Aktif) ........................................................................... 11
Leukosit (Sel Darah Putih) .......................................................................... 12
Heterofil ................................................................................................. 14

viii

Eosinofil ................................................................................................. 15
Basofil .................................................................................................... 16
Limfosit .................................................................................................. 17
Monosit .................................................................................................. 18
Imunomodulator .......................................................................................... 18
METODOLOGI .............................................................................................. 20
Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 20
Bahan dan Alat ............................................................................................ 20
Cara Kerja ................................................................................................... 20
Perlakuan pada ayam ............................................................................. 20
Pembuatan preparat ulas darah .............................................................. 21
Teknik mewarnai preparat ulas darah dengan zat warna Giemsa .......... 21
Cara mengidentifikasi jenis-jenis leukosit ............................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 23

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 31
Kesimpulan ................................................................................................. 31
Saran ............................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
LAMPIRAN .................................................................................................... 36

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Taksonomi Eimeria sp. .......................................................................... 4
2. Taksonomi

sambiloto

(Andrographis

paniculata

Nees)


berdasarkan sistem Engler dan sistem Conquist .................................. 10
3. Jumlah kisaran sel darah putih berdasarkan jenis kelamin (dalam
%) .......................................................................................................... 13
4. Jumlah kisaran sel darah putih berdasarkan umur (dalam %) ............... 13
5. Persentase rata-rata jumlah limfosit ayam dari tiap-tiap kelompok
perlakuan ................................................................................................ 23
6. Persentase rata-rata jumlah heterofil ayam dari tiap-tiap
kelompok perlakuan .............................................................................. 24
7. Persentase rata-rata jumlah eosinofil ayam dari tiap-tiap
kelompok perlakuan .............................................................................. 26
8. Persentase rata-rata jumlah monosit ayam dari tiap-tiap kelompok
perlakuan ............................................................................................... 28
9. Persentase rata-rata jumlah basofil ayam dari tiap-tiap kelompok
perlakuan ............................................................................................... 29

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Siklus Hidup Eimeria sp ........................................................................... 6
2. Kerusakan usus akibat infeksi Eimeria tenella ......................................... 8
3. Sambiloto ................................................................................................... 9
4. Struktur kimia andrographolide dan neoandrographolide ......................... 12
5. Heterofil ..................................................................................................... 14
6. Eosinofil ..................................................................................................... 15
7. Basofil ........................................................................................................ 16
8. Limfosit ...................................................................................................... 17
9. Monosit ...................................................................................................... 18
10. Persentase rata-rata jumlah limfosit tiap-tiap kelompok perlakuan .......... 23
11. Persentase rata-rata jumlah heterofil tiap-tiap kelompok perlakuan ......... 25
12. Persentase rata-rata jumlah eosinofil tiap-tiap kelompok perlakuan ........ 26
13. Persentase rata-rata jumlah monosit tiap-tiap kelompok perlakuan .......... 28
14. Persentase rata-rata jumlah basofil tiap-tiap kelompok perlakuan ............ 29

i

DIFERENSIAL LEUKOSIT AYAM PEDAGING SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis
paniculata Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS
BERTINGKAT SEBELUM DIINFEKSI Eimeria tenella

LAKSANA HERI SISMANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

ii

ABSTRAK
LAKSANA HERI SISMANTO. Diferensial Leukosit Ayam Pedaging Setelah
Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut
Metanol Dosis Bertingkat Sebelum Diinfeksi Eimeria tenella. Dibimbing oleh
UMI CAHYANINGSIH.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran leukosit ayam
pedaging yang diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat
sejak ayam berumur 5 sampai 35 hari dan diinfeksi dengan Eimeria tenella.
Penelitian ini menggunakan ayam pedaging umur sehari sebanyak 35 ekor yang
dibagi dalam 7 perlakuan (setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor ayam) yaitu: KN
(kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi dan tidak diberi obat), KP (kelompok
perlakuan yang diinfeksi ookista E.tenella 1x105/ekor tetapi tidak diberi obat), KO
(kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella 1x105/ekor dan diberi obat
sulfachloropyrazine 180 mg/kg BB, KSb (kelompok perlakuan yang tidak
diinfeksi ookista E. tenella 1x105/ekor dan tidak diberi obat tetapi diberi ekstrak
sambiloto), MR (kelompok perlakuan yang diberi ekstrak sambiloto dengan
pelarut metanol dosis rendah dan diinfeksi ookista E. tenella), MS (kelompok
perlakuan yang diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang dan
diinfeksi ookista E. tenella), MT (kelompok perlakuan yang diberi ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi dan diinfeksi ookista E. tenella).
Hasil penelitian menunjukkan Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase
rata-rata jumlah limfosit kelompok MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol
dosis tinggi) cenderung meningkat jika dibandingkan kelompok MR (ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah) dan MS (ekstrak sambiloto
dengan pelarut metanol dosis sedang). Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase
rata-rata heterofil kelompok MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis
sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi)
cenderung menurun dibandingkan dengan MR. Pada hari ke-13 setelah infeksi
persentase rata-rata eosinofil kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut
metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis
sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi)
cenderung lebih rendah jika dibandingkan kelompok KO (kontrol obat). Pada hari
ke-13 dan 16 setelah infeksi persentase rata-rata monosit kelompok MR (ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan
pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol
dosis tinggi) cenderung menurun. Persentase rata-rata basofil hari ke-16 setelah
infeksi kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah),
(MS ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak
sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung lebih rendah
dibandingkan hari ke-13 setelah infeksi.
Kata kunci: ayam pedaging, ekstrak sambiloto, pelarut metanol, Eimeria tenella.

iii

DIFERENSIAL LEUKOSIT AYAM PEDAGING SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis
paniculata Nees) DENGAN PELARUT METANOL DOSIS
BERTINGKAT SEBELUM DIINFEKSI Eimeria tenella

LAKSANA HERI SISMANTO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

iv

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Diferensial Leukosit Ayam Pedaging Setelah Pemberian
Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan
Pelarut Metanol Dosis Bertingkat Sebelum Diinfeksi Eimeria
tenella

Nama

: Laksana Heri Sismanto

NRP

: B04103124

Disetujui
Pembimbing

Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS
NIP : 131 124 821

Diketahui,
Wakil Dekan FKH – IPB

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP : 131 129 090

Lulus Tanggal :

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 7 Juli 1985 dan merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara, dengan ayah bernama Usman Zaini dan ibu Ninik
Hariyati
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Randuagung
Kebomas Gresik pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP
Negeri 2 Kebomas Gresik dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis
menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Manyar Gresik. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2003. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi internal
kampus, yaitu Himpunan Minat Profesi Ruminansia FKH IPB sebagai anggota
periode 2004-2005 dan Anggota Resimen Mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

vi

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk dan kasih sayang-Nya sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dan dapat dipergunakan sebagai salah satu prasyarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Allah SWT.
2. Kedua orangtua dan adik-adikku (Andi Septiadi dan Jaka Adi Puspita)
yang senantiasa mendoakan, membimbing dan memberikan dukungan
dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS, sebagai pembimbing atas segala kritik,
saran, bimbingan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian skripsi
ini.
4. Staf Protozoologi dan Fisiologi (Pak Komar, Pak Sariyo, Bu Nani, Hj Ida,
Bu Sri).
5. Resia Komala sari yang telah menjadi sumber inspirasi penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Muhammad Azis Hakim, Brian Koesoema Adhie, Reza Helmi, Putu Eka
Sudharyatma.
7. Angkatan 40 (Gymnolaemata), 41, dan semua semua pihak yang terlibat
secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Oleh
karena itu penulis masih membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak.

Bogor, September 2007
Laksana Heri Sismanto

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
Eimeria tenella ............................................................................................ 4
Biologi E. tenella ................................................................................... 4
Taksonomi Eimeria sp. .......................................................................... 4
Morfologi ............................................................................................... 4
Siklus Hidup .......................................................................................... 5
Patogenesa ............................................................................................. 6
Gejala Klinis .......................................................................................... 7
Patologi .................................................................................................. 7
Diferensial Diagnosa .............................................................................. 8
Pencegahan ............................................................................................ 9
Sambiloto .................................................................................................... 9
Morfologi ............................................................................................... 9
Taksonomi ............................................................................................. 10
Habitat dan Penyebaran ......................................................................... 10
Manfaat .................................................................................................. 11
Kandungan (Zat Aktif) ........................................................................... 11
Leukosit (Sel Darah Putih) .......................................................................... 12
Heterofil ................................................................................................. 14

viii

Eosinofil ................................................................................................. 15
Basofil .................................................................................................... 16
Limfosit .................................................................................................. 17
Monosit .................................................................................................. 18
Imunomodulator .......................................................................................... 18
METODOLOGI .............................................................................................. 20
Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 20
Bahan dan Alat ............................................................................................ 20
Cara Kerja ................................................................................................... 20
Perlakuan pada ayam ............................................................................. 20
Pembuatan preparat ulas darah .............................................................. 21
Teknik mewarnai preparat ulas darah dengan zat warna Giemsa .......... 21
Cara mengidentifikasi jenis-jenis leukosit ............................................. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 31
Kesimpulan ................................................................................................. 31
Saran ............................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
LAMPIRAN .................................................................................................... 36

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Taksonomi Eimeria sp. .......................................................................... 4
2. Taksonomi

sambiloto

(Andrographis

paniculata

Nees)

berdasarkan sistem Engler dan sistem Conquist .................................. 10
3. Jumlah kisaran sel darah putih berdasarkan jenis kelamin (dalam
%) .......................................................................................................... 13
4. Jumlah kisaran sel darah putih berdasarkan umur (dalam %) ............... 13
5. Persentase rata-rata jumlah limfosit ayam dari tiap-tiap kelompok
perlakuan ................................................................................................ 23
6. Persentase rata-rata jumlah heterofil ayam dari tiap-tiap
kelompok perlakuan .............................................................................. 24
7. Persentase rata-rata jumlah eosinofil ayam dari tiap-tiap
kelompok perlakuan .............................................................................. 26
8. Persentase rata-rata jumlah monosit ayam dari tiap-tiap kelompok
perlakuan ............................................................................................... 28
9. Persentase rata-rata jumlah basofil ayam dari tiap-tiap kelompok
perlakuan ............................................................................................... 29

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Siklus Hidup Eimeria sp ........................................................................... 6
2. Kerusakan usus akibat infeksi Eimeria tenella ......................................... 8
3. Sambiloto ................................................................................................... 9
4. Struktur kimia andrographolide dan neoandrographolide ......................... 12
5. Heterofil ..................................................................................................... 14
6. Eosinofil ..................................................................................................... 15
7. Basofil ........................................................................................................ 16
8. Limfosit ...................................................................................................... 17
9. Monosit ...................................................................................................... 18
10. Persentase rata-rata jumlah limfosit tiap-tiap kelompok perlakuan .......... 23
11. Persentase rata-rata jumlah heterofil tiap-tiap kelompok perlakuan ......... 25
12. Persentase rata-rata jumlah eosinofil tiap-tiap kelompok perlakuan ........ 26
13. Persentase rata-rata jumlah monosit tiap-tiap kelompok perlakuan .......... 28
14. Persentase rata-rata jumlah basofil tiap-tiap kelompok perlakuan ............ 29

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Anova rancangan acak lengkap faktorial .................................................. 36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada kebanyakan negara, industri perunggasan memberikan kontribusi
yang cukup besar dalam pengadaan suplai pangan dan peningkatan pendapatan
dibidang ekonomi. Hal ini tidak terlepas dengan semakin terbukanya pasar bebas
yang me nyebabkan terbukanya jalur perdagangan antar negara yang berkaitan
dengan produk pangan asal hewan khususnya unggas. Kontrol terhadap penyakit
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat keberhasilan suatu
negara untuk meningkatkan pertumb uhan ekonominya. Sangatlah penting
membicarakan produk pangan asal unggas yang meliputi telur dan daging, karena
hal ini tidak luput dari semakin meningkatnya permintaan kebutuhan pangan asal
unggas dan berkembangnya penyakit dibidang perunggasan yang dapat
mengancam kelangsungan roda bisnis pada bidang ini.
Pengetahuan peternak mengenai manajemen dan berkembangnya penyakit
yang terdapat pada unggas merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan penyediaan bahan pagan asal unggas yang aman, sehat, utuh, dan
halal. Pada awal tahun 1900 terdapat 1000 kasus penyakit yang menyerang
unggas, ketika itu bisnis perunggasan mengalami pertumbuhan yang pesat dan
menjadi salah satu tulang punggung sumber pendapatan negara, tetapi masalah ini
kurang mendapat simpati dari dunia internasional, yang menyebabkan angka
kematian pada unggas meningkat sangat drastis (Frandson 1986). Koksidiosis
sekum

merupakan

penyakit yang

menyerang

saluran

pencernaan

dan

menyebabkan berak darah pada ayam, disebabkan oleh parasit protozoa genus
Eimeria. Kerugian ekonomi akibat koksidiosis disebabkan oleh penurunan tingkat
produktivitas, meningkatkan kematian jika tidak mendapatkan perhatian dan
penanganan yang serius. Menurut Retno et al. (1998) angka kesakitan dan
kematian penyakit yang disebabkan oleh genus Eimeria ini dapat mencapai 80-90
%. Kasus Coccidiosis ini di akibatkan oleh sembilan spesies Eimeria yaitu, E.
tenella, E. necatrix, E. brunetti, E. maxima, E. acervulina, E. praecox, E. mitis, E.
hagani dan E. mivati, enam diantaranya termasuk spesies yang patogen yaitu, E.

2

tenella, E. necatrix, E. brunetti, E. maxima, E. acervulina, E. praecox (Joyner
1964) .
Menurut Joyner (1964) tidak ada unggas (ayam) yang secara normal
terbebas dari infeksi coccidia, tetapi penyakit ini menjadi serius secara klinis
ketika perkembangan tingkat infeksi berada jauh di atas sistem kekebalan atau
imunitas yang dimiliki oleh ayam, dengan kata lain infeksi coccidia telah mampu
menimbulkan gejala klinis seperti penurunan berat badan, gangguan pertumbuhan,
penurunan produktivitas, bahkan kematian.
Pengendalian dan pengobatan seringkali diterapkan oleh peternak atau
praktisi yang terlibat secara langsung dengan penyakit ini, diantaranya adalah
dengan jalan memperbaiki sistem manajemen pemeliharaan, pemberian pakan dan
minum yang teratur dan higiene, menerapkan biosecurity dan pemberian preparat
koksidiostat yang dipercaya dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian
yang disebabkan oleh penyakit ini. Untuk mencegah dan mengobati koksidiosis
dapat

digunakan

preparat

koksidiostat

diantaranya

sulfaquinidin,

sulfachloroproazine, sulfamethoxaline, nitrofurazone, amprolium, noxal, dodecal,
trisulfas, dan

sulfaquinoxalin (Joyner 1964). Pada kenyataannya pemberian

preparat koksidiostat seringkali menimbulkan banyak kendala di lapangan. Hal ini
disebabkan karena adanya infeksi campuran dari berbagai jenis Eimeria dan
jarang terjadi infeksi tunggal (Ashadi 1982). Pemberian preparat koksidiostat ini
dapat menimbulkan efek resistensi berupa timbulnya galur parasit yang resisten
terhadap koksidiostat tertentu apabila penggunaannya tidak sesuai dengan
prosedur (Ashadi 1982).
Karena itu diperlukan alternatif pengobatan dan pencegahan koksidiosis
menggunakan tanaman obat yang yang diharapkan tidak menimbulkan efek
samping, salah satunya adalah sambiloto (Andrographis Paniculata Nees).
Pemanfaatan sambiloto di Indonesia di antaranya sebagai bahan obat tradisional
terutama oleh masyarakat Jawa dalam resep ramuan obat tradisional untuk
berbagai keperluan, seperti mengobati gigitan serangga dan ular berbisa, disentri,
kencing manis, penyakit kelamin, radang usus buntu, darah kotor, gatal-gatal,
eksema, radang tonsil, borok, dan keracunan makanan (Anonimus 1986).

3

Cara penggunaan tanaman ini dapat sebagai obat luar atau diminum dan
dapat juga dicampur dengan tumbuhan lain. Jika digunakan sebagai obat luar, cara
pemakaiannya adalah dengan dikunyah atau ditumbuk halus dan kemudian
ditempelkan pada luka (Heyne 1987). Sedangkan jika akan diminum, sambiloto
direbus terlebih dahulu, sehingga dapat digunakan sebagai obat malaria, disentri,
mencret, kencing manis (Anonimus 1987).
Pengembangan tanaman sambiloto sebagai obat koksidiosis sangat perlu
dilakukan dalam upaya mendapatkan obat anticoccidia yang tidak menimbulkan
efek resistensi, harganya murah, tidak meninggalkan residu, dan aman bagi
kesehatan ternak dan manusia yang mengkonsumsi produk asal unggas.
Sel leukosit merupakan sistem pertahanan tubuh yang cepat bereaksi
terhadap infeksi dan benda asing yang masuk dalah tubuh. Sel leukosit ini
sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit serta sedikit limfosit)
dan sebagian lagi di jaringan limpa (limfosit dan sel-sel plasma) (Guyton 1995).
Sel leukosit terbagi atas dua golongan besar yaitu granuler (neutrofil, eosinofil,
dan basofil) dan agranuler (limfosit dan monosit), pembagiannya didasarkan pada
ada atau tidaknya butiran dalam sitoplasma (Frandson 1986). Leukosit
mempunyai dua fungsi, yaitu menghancurkan agen penyerang dengan proses
fagositosis dan membentuk antibodi (Guyton 1995).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran leukosit ayam
yang diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis bertingkat sejak umur
5 sampai 35 hari dan diinfeksi Eimeria tenella pada umur 14 hari.
Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat dilihat pengaruh ekstrak metanol
sambiloto sebagai salah satu alternatif pengobatan kasus koksidiosis pada ayam.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Eimeria tenella
Biologi Eimeria tenella
Sinonim dari Eimeria tenella adalah Eimeria avium (Morgan & Philip
1955). Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit berak darah pada ayam dan
sangat meresahkan peternak, dikarenakan angka kematian pada hewan ternak
yang diakibatkan oleh penyakit ini dapat mencapai angka 80-90 % (Retno et al.
1998). Penyakit ini dapat dikendalikan dengan pemberian koksidiostat, seperti
preparat sulfaquinidin, noxal, dodecal, trisulfas, dan

sulfaquinoxalin. Tetapi

pemberian obat ini dapat menimbulkan efek resistensi dan residu dalam daging
dan telur.
Taksonomi Eimeria sp.
Tabel 1 Taksonomi Eimeria sp. Ashadi dan Handayani (1992) dan Levine
(1990)
Klasifikasi

Ashadi dan Handayani (1992)

Levine (1990)

Filum

Protozoa

Apicomplexa

Subfilum

Apicomplexa

-

Kelas

Sporozoasida

Coccidia

Subkelas

Coccidiosis

Eucoccidiocida

Ordo

Eucoccidiocida

Eimeriorina

Subordo

Eimeriorina

-

Famili

Eimeriidae

Eimeriidae

Genus

Eimeria

Eimeria

Spesies

Eimeria tenella

Eimeria tenella

Morfologi
Spesies dari Eimeria dapat diidentifikasi melalui morfologi dan ukuran
(karakteristik dari ookista), perkembangan dalam perjalanannya menginfeksi
epitel saluran pencernaan, waktu sporulasi, periode inkubasi yaitu waktu antara
awal terjadinya infeksi hingga timbulnya gejala klinis, lesio yang ditimbulkan

5

pada inang dan tingkat keparahannya, letak parasit di dalam jaringan inang,
ukuran skizon, ukuran ookista dan patogenisitas (Joyner 1964).
Ookista dari E. tenella akan bersporulasi jika menginfeksi inangnya.
Sebagian besar spesies dari coccidia bervariasi dalam ukuran dan bentuk dari
ookistanya. Secara garis besar panjang ookistanya 19,5 – 26 mikron, sedangkan
diameternya 16,5 – 22,8 mikron. Massa sitoplasmanya berbentuk tidak teratur
dengan dinding ookista yang terdapat granul refraktil rata dengan microphilnya
(Ellis 1990).
Menurut Ellis (1990) Jika ookista diinkubasi pada temperatur dengan
oksigen dan temperatur yang cukup, maka ookista tersebut akan bersporulasi
dalam 48 jam. Sporulasi tersebut menghasilkan 4 spora, masing-masing spora
mengandung 2 sporozoit. Spora berbentuk seperti telur dengan ukuran panjang 11
mikron dan lebar 7 mikron, sedangkan sporozoit berbentuk panjang dan kecil.
Dua dari tiap-tiap spora memiliki massa hyalin yang globuler dan saling
berdekatan, dan di sekitarnya terdapat ruang yang berisi granul yang menjadi
nukleusnya.
Siklus hidup
Menurut Levine (1990) Genus Eimeria umumnya memiliki perkembangan
siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh induk semangnya dan
memiliki siklus hidup seksual (stadium gametogoni) dan aseksual (skizogoni),
sedangkan sporogoni adalah stadium pembentukan spora, ketika ookista
diekskresikan lewat feses, cairan sitoplasmanya berbentuk ramping dan tidak
beraturan. Pada lingkungan dengan temperatur sekitar 24-29oC dan kelembaban
yang cukup, dalam waktu 24 jam setelah keluar pada tinja cairan sitoplasma
tunggal masuk ke dalam

sporoblast yang berbentuk oval, masing-masing

sporoblast akan berubah bentuk menjadi dinding berongga atau sporokista. Pada
sitoplasma, rongga tersebut akan berubah menjadi 2 sporozoit.
Pada 48 jam setelah keluar pada tinja masing-masing ookista infektif yang
bersporulasi akan mengandung 4 spora, dan masing-masing spora tersebut
mengandung 2 atau 8 sporozoit pada ookista yang bersporulasi. Ookista yang
bersporulasi hanya efektif pada stadium sporogoni, sedangkan ookista yang tidak

6

bersporulasi tidak memiliki kemampuan untuk menginfeksi induk semang
(Jankiewicz & Schofield 1934). Sporozoit akan melakukan siklus aseksual dan
masuk ke dalam vili epitel sekum kemudian membulat dan menjadi meron
generasi pertama. Meron ini kemudian tumbuh dan membelah membentuk kirakira 900 merozoit generasi pertama. Merozoit akan memecah sel induk semang
dan akan masuk ke dalam sel yang baru pada vili usus dan berubah menjadi
skizon generasi kedua yang membelah menjadi 200-350 merozoit. Merozoit ini
selanjutnya akan keluar dari sel induk semang dan akan masuk ke dalam sel baru
dari induk semang tersebut. Beberapa diantaranya akan berkembang dan menjadi
skizon generasi ketiga, serta sebagian yang lain akan melakukan siklus seksualnya
(Levine 1990).
Siklus

seksual

ditandai

dengan

pembentukan

mikrogametosit

dan

makrogametosit, keduanya akan bertemu di dalam usus dan akan terbentuk zigot
(Tampubolon 2004). Mikrogamet ini akan keluar dan membuahi makrogamet,
yang selanjutnya akan mengelilingi dirinya sendiri dengan sitoplasma dan akan
berkembang menjadi ookista. Ookista tersebut akan keluar bersama tinja (Levine
1990).

Gambar 1 Siklus hidup Eimeria sp. (FAO 2003)

Patogenesa
Koksidiosis sekum merupakan kasus yang sering terjadi pada ayam muda
dan umur 4 minggu adalah umur yang paling peka (Tampubolon 2004). Pada

7

umumnya koksidiosis sekum secara klinis dihasilkan hanya apabila terjadi infeksi
berat pada waktu yang relatif singkat, yaitu tidak melebihi 72 jam (Tampubolon
2004).
Menurut Jankiewicz dan Schofield (1934) bahwa dosis kurang dari 150
ookista yang telah bersporulasi tidak menimbulkan kematian, dosis 150–500
ookista menimbulkan hemoragi ringan, tetapi tidak menimbulkan kematian, dosis
1000–3000 ookista yang bersporulasi dapat menyebabkan hemoragi berat dan
kematian, sedangkan dosis 3000–5000 ookista menimbulkan hemoragi berat dan
angka kematian yang tinggi.
Gejala klinis tampak pada 72 jam setelah infeksi dan menunjukkan gejala
terkulai dan anoreksia (Tampubolon 2004). Perdarahan terjadi 4 hari setelah
infeksi, yang akan ditandai dengan hemoragi berat pada hari ke-5 dan ke-6, dan
ookista akan muncul pada hari ke-7 setelah infeksi (Jankiewicz dan Schofield
1934).
Gejala klinis
Gejala klinis dari penyakit ini hampir sama dengan dengan gejala klinis
yang disebabkan oleh penyakit infeksius, yaitu sulit dideteksi sehingga infeksi
pada generasi ke-2 dari skizon menyebabkan berak darah setelah 4 hari setelah
infeksi, pada saat ini ayam akan tampak tertunduk lesu. Pada hari ke-5 dan ke-6
setelah infeksi, infeksi Eimeria tenella bersifat inaktif dengan gejala klinis yaitu,
menurunnya konsumsi makanan dan jumlah darah yang dikeluarkan lewat kloaka
sangat banyak. Hampir 90% kematian terjadi pada minggu pertama mengikuti
proses infeksi. Jika ayam tidak mati, maka masa persembuhan dapat terjadi.
Setelah 7 hari sebagian kecil darah masih dikeluarkan bercampur dengan feses.
Patologi
Lesio yang diakibatkan infeksi E. tenella terutama tampak pada perubahan
struktur anatomi dari sekum. Tanda-tanda yang tampak adalah pembesaran sekum
unggas yang mati akibat infeksi E. tenella dan ditemukan adanya hemoragi pada
mukosa sekum. Pada hari ke-5 setelah infeksi, sekum akan terisi penuh dengan
darah. Pada saat ini bulu dan kulit pada daerah kloaka tampak kotor oleh darah
yang bercampur feses. Pada hari ke-6 setelah infeksi sekum ayam menjadi

8

melebar dan penuh oleh pembendungan-pembendungan darah. Pada hari ke-7
daerah sekum akan ditemukan adanya peningkatan konsistensi menjadi lebih
padat dan keras.
Skizon generasi ke-2 berkembang dalam lamina propria, daerah ini akan
diinfiltrasi oleh sel eosinofil. Pada waktu ini terjadi proses kongesti diikuti
penebalan dinding sekum. Dengan pemeriksaan secara histopatologis daerah yang
diinfeksi Eimeria tenella menunjukkan adanya runtuhan sel epitel usus
(Jankiewicz dan Schofield 1934) . Jika infeksi pada lapisan epitel telah terjadi
secara sempurna, pada beberapa kasus akan menunjukkan proses persembuhan
yang berjalan lambat, dan regenerasi mukosa tidak berjalan secara sempurna.

Gambar 2 Kerusakan usus akibat infeksi Eimeria tenella (FAO 2003)

Diferensial diagnosa
Secara

umum

diferensial

diagnosa

dari

kasus

koksidiosis

dapat

diidentifikasi melalui pemeriksaan post-mortem jika dibandingkan kematian ayam
akibat infeksi penyakit lainnya misalnya, blackhead dan histomoniasis, yang
memiliki gejala yang sama dengan kasus infeksi Eimeria pada unggas yang
berjalan kronis. Dan untuk koksidiosis pemeriksaan secara mikroskopis dari
pemeriksaan feses ayam yang diduga terinfeksi koksidia sangat diperlukan. Pada
kasus blackhead terdapat kerusakan pada hati, demikian pula pada kasus
histomoniasis. Sedangkan pada kasus koksidiosis hal ini tidak terjadi.

9

Pencegahan
Koksidiosis dapat terjadi ketika ayam memakan/terinfeksi ookista yang
telah bersporulasi. Kontrol untuk penyakit ini dapat dilakukan pada tiap-tiap
stadium, misalnya pada stadium skizogoni, gametogoni dan sporogoni dan dapat
pula dilakukan dengan cara memperbaiki manajemen peternakan. Hal ini
memiliki peranan yang sangat besar dalam mencegah perkembangan ookista dan
menurunkan populasinya.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Morfologi
Tumbuhan ini dikenal di Indonesia dengan bermacam-macam nama seperti
sambilata atau sambilatta (Jawa), Ki oray atau Ki peurat (Sunda). Nama ilmiahnya
adalah Andrographis paniculata dan termasuk famili Acanthaceae. Tempat asal
tumbuhan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari Asia tropik.
Selain di Indonesia, tanaman ini juga banyak terdapat di kawasan Malaysia dan
India. Di Indonesia maupun di negara lain seperti India dan Filiphina, tanaman ini
sejak lama dikenal sebagai obat.

Gambar 3 Sambiloto (Chang 1986)
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan terna tegak dengan
tinggi 0.35-0.90 meter. Batangnya berbentuk segi empat, dan banyak
percabangan. Daun berhadapan berupa daun tunggal yang bentuknya memanjang
dengan tepi daun rata. Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, bunganya
berwarna putih atau ungu, tersusun dalam suatu rangkaian berupa tandan yang
tumbuh pada ujung-ujung tangkai. Buah yang dihasilkan berbentuk memanjang

10

seperti jorong, terdiri dari dua rongga, setiap rongga berisi tiga sampai tujuh biji
yang bentuknya pipih (Backer et al. 1965).
Sambiloto sering ditanam pada halama n rumah atau dibiarkan tumbuh liar.
Biasanya terdapat di tempat-tempat terbuka seperti di ladang, pinggir jalan, atau
di tebing, saluran air atau sungai terutama di dataran rendah dengan ketinggian
sampai 700 m dpl. Tanaman ini mudah dibudidayakan dengan biji atau dengan
cara setek melalui batangnya. Daun dan batang tanaman ini rasanya sangat pahit
karena mengandung senyawa kimia yang disebut andrographolid yang merupakan
senyawa keton diterpena.
Taksonomi
Tabel 2 Taksonomi sambiloto (Andrographis paniculata Nees) berdasarkan
sistem Engler (Laurence 1951) dan sistem Conquist (Jones 1987)
Klasifikasi

Engler

Conquist

Divisi

Embryophita siponogama

Magnoliophyta

Subdivisi

Angiospermae

Klas

Dicotyledoneae

Magnoliopsida

Subklas

Metaclamydeae (Sympetalae)

Asteridae

Ordo

Tubiflorae

Scrophulariales

Famili

Acanthaceae

Acanthaceae

Genus

Andrographis

Andrographis

Spesies

Andrographis paniculata Nees

Andrographis paniculata Nees

Habitat dan Penyebaran
Habitat sambiloto adalah tempat terbuka seperti ladang, tepi jalan,
pemukiman, tebing, dan saluran air atau sungai. Sambiloto merupakan tanaman
introduksi, bukan tanaman asli Indonesia. Namun, sudah lebih dari 150 tahun
sudah ada di Pulau Jawa. Asal tanaman ini belum diketahui dengan pasti, tetapi

11

diduga sambiloto berasal dari Asia Tropik (Backer et al. 1965). Selain di
Indonesia, jenis ini banyak terdapat di kawasan Malaysia lainnya
Manfaat
Pemanfaatan sambiloto di Indonesia di antaranya sebagai bahan obat
tradisional terutama oleh masyarakat Jawa dalam resep ramuan obat tradisional
untuk berbagai keperluan, seperti mengobati gigitan serangga dan ular berbisa,
disentri, kencing manis, penyakit kelamin, radang usus buntu, darah kotor, gatalgatal, eksema, radang tonsil, borok, dan keracunan makanan (Anonimus 1986).
Selain itu sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat
alternatif untuk mengobati penyakit malaria, bagian yang digunakan adalah
daunnya. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik
(menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita
malaria dalam melawan penyakitnya (Dzulkarnain 1993).
Menurut Dzulkarnain (1993) dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh
makhluk hidup), daun sambiloto memang tidak mematikan Plasmodium berghei
pada mencit. Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya
karena hati dan limpanya terlindung dari kerusakan. Dengan demikian
penggunaan daun sambiloto dapat menunjang penggunaan obat plasmodicide
(bersifat menghancurkan plasmodia).
Kandungan (Zat Aktif)
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) mengandung senyawa kimia
diantaranya Andrographolide, Neoandrographolide, Andrographosidae Deoxyandrographolide, Deoxy-andrographosidae, Ninandrographolide, 14-deoxy-11oxoandrographolide,

Andrographan,

Andrographosterin,

14-deoxy-11,12-

didehydroandrographolide, Homoandrographolide dan Flavonoid (Chang1986).
Andrographolide mempunyai kadar sebesar 2.5-4.8 % dari berat kering.
Diduga senyawa ini merupakan bahan aktif daun sambiloto yang mengandung
unsur-unsur mineral seperti kalium, natrium, kalsium dan asam arsenik (Prapanza
& Marianto 2003).

Flavonoid memiliki sejumlah gugus hidroksil yang

merupakan senyawa polar seperti etanol, methanol, aseton dan air (Belladona
2002). Flavonoid dapat menghambat perkembangan mi kroorganisme dengan
bertindak sebagai inhibitor enzim, sehingga produksi energi dan sintesis asam-

12

asam nukleat atau protein dihambat. Dengan mekanisme tersebut pertumbuhan
dan perkembangan parasit kemungkinan dapat ditekan (Rohimah 1997).

Gambar 4 Struktur kimia andrographolide dan neoandrographolide (Trieste
2007)

Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih mempunyai kapasitas (volume) sekitar 1 % dari total volume
darah (Seiverd 1964). Dalam jumlah normal jumlah jumlahnya bervariasi antara
5000 sampai 10000 sel permililiter kubik. Diferensial leukosit merupakan salah
satu metode yang digunakan dalam perhitungan jumlah sel darah putih dalam
sistem sirkulasi. Diferensial leukosit adalah kesatuan total dari jumlah sel darah
putih pada sistem sirkulasi. Secara umum sel darah putih dibagi menjadi empat
bagian yaitu granulositik, monositik, plasmasitik, dan limfositik, sedangkan secara
khusus sel darah putih dibagi atas dua bagian yaitu sel granulosit dan agranulosit.
Sel granulosit terdari atas, eosinofil, basofil, dan neutrofil (pada unggas disebut
heterofil) dan sel agranulosit terdiri atas, limfosit, dan monosit.

13

Sel darah putih dapat bertahan hidup selama 5 hari pada sumsum tulang
belakang, dan 10 hari pada sistem sirkulasi sebelum mengalami regenerasi.
Jumlah sel darah putih normal dalam sistem sirkulasi tersaji pada Tabel 3 dan
Tabel 4
Tabel 3 Jumlah kisaran sel darah putih berdasarkan jenis kelamin (dalam
%) menurut Sturkie dan Grimminger (1976)
Jenis kelamin

Limfosit

Heterofil

Eosinofil

Basofil

Monosit

Betina dewasa

59,1

20,9

1,9

1,7

10,2

Jantan dewasa

64,4

22,8

1,9

1,7

8,9

white 64,0

25,8

1,4

2,4

6,4

white 76,1

13,1

2,5

2,4

57,0

Betina
leghorn
Jantan
leghorn

Tabel 4 Jumlah kisaran sel darah putih berdasarkan umur (dalam %)
menurut Hodges (1977)
Umur

Limfosit

Heterofil

Eosinofil

Basofil

Monosit

0 hari

15,9

72,4

2,5

1,1

8,1

3 hari

38,7

52,7

1,6

0,67

6,4

8 hari

48,3

50,0

0,25

0

1,5

10 hari

68,6

26,7

1,7

0,64

2,3

1 minggu

75

24

0

0

1

2 minggu

66

20,6

3,1

1,9

8,1

6 minggu

69

26

0

1

3

14

Heterofil
Heterofil adalah leukosit yang termasuk golongan polymorphonuclear
leukocyte dan diproduksi di dalam sumsum tulang. Diameter 12 mikron dengan
inti yang berlobulasi. Bentuk dewasa mempunyai 3 sampai 5 inti. Kromatinkromatin halus di dalam sitoplasma, berwarna merah muda sampai ungu.

Gambar 5 Heterofil (Cunningham 2006)
Heterofil di dalam sirkulasi akan bertahan hidup selama 4-10 jam,
sedangkan di dalam jaringan akan bertahan hidup selama 1-2 hari (Metcalf 2006).
Heterofil merupakan salah satu basis pertahanan tubuh dari serangan penyakit
yang dapat mengakibatkan infeksi atau peradangan. Sel ini bekerja dengan cara
fagositosis

yaitu

dengan

mengurung

mikroorganisme

asing

di

dalam

sitoplasmanya yang meng

Dokumen yang terkait

Pemberian ekstrak air sambiloto (Andrographis paniculata) terhadap kadar hemoglobin dan hematokrit ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

0 9 4

Diferensial leukosit ayam yang diinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian sari buah mengkudu (Morinda citrifolia) dengan dosis bertingkat melalui air minum

0 7 66

Gambaran sel radang sekum ayam yang diinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) dalam pelarut air dosis bertingkat

0 9 53

Pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andographis paniculata Nees) dengan pelarut metanol terhadap bobot badan dan konversi pakan ayam yang diinfeksi Eimeria tenella

0 14 46

Pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) dengan pelarut air terhadap pertambahan bobot badan dan konversi pakan ayam pedaging yang diinfeksi Eimeria tenella

0 10 43

Diferensial leukosit pada ayam setelah diinfeksi Eimeria tenella dan pemberian serbuk kunyit (Curcuma domestica) dosis bertingkat

0 7 11

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Dosis Bertingkat diberikan saat Diinfeksi Eimeria tenella terhadap Jumlah Ookista pada Tinja Ayam

0 11 65

Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis Paniculata, Nees) Dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat Diberikan Saat Infeksi Eimeria Tenella Terhadap Penampilan Ayam Pedaging

0 20 70

Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam

0 10 78

Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata nees) dengan Pelarut Metanol Dosis Bertingkat terhadap Penampilan Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria tenella

2 27 61