Uji Potensi Transmisi Vaksin Gp25 pada Bakteri Flora Normal Media Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio Secara In Vitro
UJI POTENSI TRANSMISI VAKSIN GP25 PADA BAKTERI
FLORA NORMAL MEDIA BUDIDAYA IKAN MAS
Cyprinus carpio
SECARA
IN VITRO
AYU DITA JULIADININGTYAS
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
(2)
ABSTRAK
AYU DITA JULIADININGTYAS. Uji Potensi Transmisi Vaksin Gp25 pada Bakteri Flora
Normal Media Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio Secara In Vitro. Dibimbing oleh SRI NURYATI dan ALIMUDDIN.
Koi herpesvirus (KHV) merupakan virus yang menginfeksi ikan mas dan koi. KHV menyerang hampir semua stadia ikan mas dan koi dan menyebabkan kematian 80-95% populasi. Salah satu cara penanggulangan penyebaran KHV adalah dengan penggunaan vaksin DNA. Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi transmisis vaksin DNA Glikoprotein 25 (GP25) pada bakteri flora normal pada media budidaya ikan mas Cyprinus carpio. Bakteri asal kolam budidaya ikan mas diisolasi dan diuji sensitivitasnya terhadap antibiotik ampisilin. Penelitian dengan menambahkan bakteri sensitif ampisilin dengan vaksin GP25 sebanyak 100 µl dengan dosis 12,5 µg/100 µl dan diinkubasi pada suhu 28º C selama 30, 60, 180, dan 300 menit kemudian disebar pada media mengandung antibiotik ampisilin. Pertumbuhan bakteri yang terjadi diuji keberadaan gen pembawa plasmid yang mengandung penanda resisten terhadap ampisilin dalam tubuh bakteri menggunakan metode seleksi koloni bakteri (Cracking sel). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada bakteri yang mengandung gen pembawa plasmid GP25 ditandai dengan tidak terdeteksi pita gen pembawa plasmid pada metode Seleksi Koloni Bakteri (Cracking sel), elektroforesis dan PCR.
.
Kata kunci ikan mas, keamanan vaksin, Vaksin DNA
(3)
AYU DITA JULIADININGTYAS. Test Potential Transmission of Vaccine GP25 Toward Normal Flora Bacteria on Media Cultivation of Common Carp Cyprinus carpio in In Vitro. Supervised by SRI NURYATI and ALIMUDDIN.
Koi herpesvirus is a virus thats infects common carp and koi. KHV attacked almost all stadia of common carp and koi and cause mortality 80-95% of population. One way prevent the spread of KHV is with use a DNA vaccine. This research was conducted to test potential transmission of DNA vaccine encoding glycoprotein 25 toward normal flora bacteria on media cultivation of common carp Cyprinus carpio. Origin bacteria of water from common carp pond are isolated and tested the sensitivity of antibiotics ampicillin. research by adding bacteria sensitive of ampicillin with 100 µl of 12,5 µg/100 µl vaccine GP25 and incubated at temperatures 28º C for 30, 60, 180 and 300 minutes then plated on media containing antibiotic ampicillin. The growth of bacteria occurring tested existence of plasmid containing a marker resistant to ampisilin in the bacteria cell use a method of selection bacteria colonies ( cracking cells ). The results of this research show that there are no bacteria containing plasmid GP25 by cracking bacteria, electrophoresis and PCR method.
(4)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Potensi Transmisi Vaksin Gp25 pada Bakteri Flora Normal Media Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio Secara In Vitro” adalah benar merupakan hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Ayu Dita Juliadiningtyas C14070073
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 5 Juli 1989 dari Bapak Muliadi dan Ibu Erniati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMAN 2 Medan dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri pada tahun 2007.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah mikroorganisme akuatik 2011/2012 dan asisten mata kuliah Penyakit Organisme Akuatik 2011/2012. Penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Uni Konservasi Fauna sebagai volunteer sejak tahun 2007 hingga 2011 pada devisi reptil dan amfibi. Penulis melaksanakan Praktek Lapang Akuakultur pada tahun 2010 di Balai Budidaya Laut Batam (BBL Batam), Kepulauan Riau dengan judul “Pendederan Ikan Kakap Putih Lates calcarifer di Balai Budidaya Laut Batam”.
Tugas akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis dengan menyusun skripsi yang berjudul “Uji Potensi Transmisi Vaksin Gp25 pada Bakteri Flora Normal Media Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio Secara In Vitro”.
(6)
UJI POTENSI TRANSMISI VAKSIN GP25 PADA BAKTERI
FLORA NORMAL MEDIA BUDIDAYA IKAN MAS
Cyprinus carpio
SECARA
IN VITRO
AYU DITA JULIADININGTYAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
(7)
Judul Skripsi : Uji Potensi Transmisi Vaksin Gp25 pada Bakteri Flora Normal Media Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio
Secara In Vitro
Nama Mahasiswa : Ayu Dita Juliadiningtyas NIM : C14070073
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. Sukenda, MSc. Ketua Departemen
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Potensi Transmisi Vaksin GP25 pada Bakteri Flora Normal Media Budidaya Ikan Mas
Cyprinus Carpio Secara In Vitro” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi I.
2. Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi II dan pembimbing akademik.
3. Dr. Eddy Supriyono, S.Pi, M.Sc, selaku dosen penguji sidang skripsi.
4. Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si, M.Si selaku wakil Ketua Program Studi. 5. Anna Octavera, S.Pi, M.Si, selaku asisten Laboratorium Reproduksi dan
Genetika Organisme Akuatik.
6. Mama dan Papa, yang tiada henti-henti memberi dukungan, doa dan kasih sayang.
7. Mas Ryan serta Ayah Ibu, yang memberikan semangat serta dorongan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana.
8. Dosen dan staf BDP yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan kuliah di IPB.
9. Teman – teman BDP yang memberikan motivasi dan semangat terutama selama penelitian.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, .... Mei 2013
(9)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat 2
Penelitian Pendahuluan 2
Pemilihan kandidat bakteri flora normal media budidaya
ikan mas (Cyprinus carpio) 2 Isolasi Bakteri Air Kolam Budidaya Ikan Mas Cyprinus
carpio 2
Pewarnaan Gram 3
Uji Sensitivitas Ampisilin Bakteri Sampel Air Kolam
dan Aeromonas hydrophila 3
Rancangan Penelitian 3
Parameter Pengamatan 4
Deteksi Plasmid GP25 dalam A. hydrophila dan Isolat
Bakteri Air Kolam 4
Seleksi Koloni Bakteri (Cracking Sel) 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Hasil 5
Pembahasan 10
KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 12
(10)
DAFTAR TABEL
1 Hasil karakteristik awal bakteri air kolam budidaya ikan mas 6 2 Uji sensitivitas A. hydrophila dan isolat bakteri air kolam budidaya
ikan mas terhadap ampisilin 7 3 Hasil uji penambahan vaksin DNA GP25 pada isolat air kolam
dalam PBS 1 ml penyebaran pada media dengan penambahan
ampisilin 8
4 Metode vaksinasi Ellis (1988) dalam Fitria (2009) 10
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil uji sensitifitas A. hydrophila (Ah) dan isolat bakteri air kolam budidaya ikan mas; isolat A, B, D, E, G, I, dan J terhadap ampisilin pada media agar LB-Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin
sebanyak 1 : 1000 7
2 Penyebaran Isolat bakteri yang ditambahkan dengan plasmid GP25 dengan perlakuan inkubasi suhu 28º C selama 30 menit pada isolat bakteri B (1) dan 180 menit pada isolat bakteri D (2) pada media LB
Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin1:1000 8 3 Penyebaran kontrol positif Bacillus sp. dengan penambahan vaksin
GP25 pada media LB Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin
1:1000 dan diinkubasi selama sekitar 18 jam pada suhu 28º C 9 4 Elektroforesis hasil cracking isolat bakteri Bacillus sp inkubasi 30
(A), 60 (B), 180 (C), 300 (D), sampel B inkubasi 30 menit (B30),isolat bakteri D inkubasi 180 menit pada isolat bakteri (D3), A. hydrophila dan bakteri pembawa GP25 sebagai kontrol positif ( )
9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji sensitivitas antibiotik ampisilin terhadap isolat bakteri asal
kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio 14 2 Hasil penyebaran uji penambahan plasmid GP25 pada isolat asal
kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio pada media mengandung
antibiotik ampisilin 14
3 Hasil karakteristik morfologi kandidat bakteri untuk uji penambahan
(11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wabah Koi herpesvirus atau KHV mulai diketahui terjadi awal tahun 1995-1996. Namun menurut Bretzinger (1999) dalam Hedrick et al. (2005) KHV mulai lebih dikenal ketika diakui secara formal oleh Jerman pada tahun 1997 dan belum diidentifikasi sampai dengan tahun 1998 dan dilaporkan menyebabkan kematian yang tinggi pada jenis ikan koi dan ikan mas di Israel dan USA (Pokorova et al.
2005). Di Indonesia, wabah KHV diduga masuk melalui ekspor ikan koi yang berasal dari Hongkong dan terjadi sejak bulan Maret pada tahun 2002 daerah Blitar di Jawa Timur (Sunarto et al. 2005).
Menurut Sunarto et al. (2005), penyakit ini menyebabkan kematian masal dengan mortalitas 80-95% untuk kedua jenis ikan tersebut dan menyebabkan kerugian yang mencapai miliaran rupiah. KHV diketahui menyebabkan kerusakan pada kulit dan insang pada koi dan ikan mas. Ikan yang terkena KHV akan berenang secara acak dengan frekuensi pernapasan yang tinggi, insang bengkak dan terjadi kerusakan pada kulit. Faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan menurut Pokorova et al. (2005) adalah akibat suhu. Ikan akan semakin rentan terhadap penyakit ini pada suhu air 18-280C.
Tingkat mortalitas yang tinggi mendorong upaya pencegahan terhadap penyakit KHV. Salah satu cara penanggulangan dan pencegahan terhadap KHV dengan vaksinasi. Vaksin merupakan antigen berasal dari suatu jasad patogen yang telah dilemahkan sifat patogennya yang akan merangsang sistem imun dengan cara meningkatkan kekebalan ikan dari infeksi patogen. Vaksin yang digunakan dapat berupa vaksin DNA. Menurut Nuryati1et al.(2010), vaksin DNA efektif digunakan untuk mencegah dengan meningkatkan kekebalan spesifik pada ikan dan dapat merangsang kekebalan spesifik yang relatif tinggi.
Metode pemberian vaksin sendiri dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu melalui suntikan (injection), pakan (oral), dan perendaman (immersion). Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan. Metode melalui suntikan lebih efektif dalam memasukkan vaksin dalam tubuh ikan dibandingkan dengan melalui pakan dan perendaman, namun memiliki kekurangan jika diterapkan pada jumlah ikan yang banyak misalnya dalam kegiatan budidaya.
Metode vaksinasi melalui pakan telah diuji dan efektif dalam memasukkan vaksin dalam tubuh ikan dan dapat diterapkan dalam jumlah ikan yang banyak. Penerapan vaksin dalam pakan telah dilakukan dengan metode pencampuran pakan dalam pakan buatan (Yuliyanti 2011) dan pakan alami (Hadibowo 2011). Kekurangan dalam metode ini adalah penggunaan vaksin dalam jumlah banyak untuk dicampurkan dalam pakan mengakibatkan tingginya biaya yang dikeluarkan dan kerugian akibat pakan mengandung vaksin yang tidak termakan oleh ikan.
Menurut Lorenzen dan LaPatra (2005) salah satu kekurangan vaksin DNA masih diperlukannya suatu strategi baru untuk vaksinasi secara massal. Metode yang diuji selanjutnya adalah melalui perendaman. Metode ini memiliki kelebihan dalam penanganan objek ikan yang akan divaksin yaitu tidak mengakibatkan stres saat penanganan dan menghemat tenaga dalam pemberian vaksin. Metode perendaman dilakukan dengan mencampurkan vaksin DNA pada wadah berisi
(12)
media budidaya dan objek ikan. Pemberian vaksin DNA yang merupakan produk rekayasa genetika (PRG) dikhawatirkan memiliki dampak pada lingkungan. Dampak ini berikutnya dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan ikan, hewan, dan manusia. Salah satunya adalah bakteri flora normal dalam perairan pemeliharaan ikan budidaya. Dalam penelitian ini diuji potensi transmisi vaksin GP25 pada bakteri flora normal media budidaya ikan mas secara in vitro.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji potensi transmisi vaksin GP25 pada bakteri flora normal media budidaya ikan (Cyprinus carpio) secara in vitro.
(13)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 s.d. Februari 2013 di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pengujian dilakukan pada sampel bakteri yang berasal dari air kolam budidaya ikan mas Kolam Percobaan FPIK-IPB.
Penelitian Pendahuluan
Pemilihan kandidat bakteri flora normal media budidaya ikan mas (Cyprinus carpio)
Isolasi Bakteri Air Kolam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio
Isolasi bakteri asal air kolam budidaya ikan mas dilakukan dari Kolam Percobaan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Isolat bakteri air kolam dibiakkan dalam media agar Tripton. Penggunaan LB-Tripton dikarenakan pada uji sebelumnya memiliki nilai ekonomis dan dapat menumbuhkan bakteri lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang telah diuji (Yuliyanti 2011). Sampel air kolam budidaya ikan mas disebar pada media agar LB-Tripton sebanyak 100 µl dengan pengenceran 10-2 dan 10-3 dan disebar merata pada permukaan media menggunakan siku penyebar. Hasil penyebaran diinkubasi pada suhu ruang 28º C selama sekitar 18 jam. Hasil pertumbuhan isolat bakteri asal air diambil menggunakan tusuk gigi steril dan digoreskan pada media LB-Tripton untuk mendapatkan koloni tunggal. Pemilihan bakteri berdasarkan ciri-ciri morfologi yang berbeda dan memiliki sifat dominan (Lampiran 3)
Pewarnaan Gram
Uji identifikasi pertama adalah pewarnaan Gram dengan tujuan mendapatkan jenis Gram isolat bakteri air kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio. Isolat bakteri diambil menggunakan ose dan dioleskan pada permukaan gelas preparat kemudian ditambahkan air satu tetes dan di panaskan 10 cm di atas bunsen. Ini bertujuan untuk melekatkan isolat bakteri pada gelas preparat.
Pewarnaan pertama menggunakan larutan kristal ungu violet yang diteteskan pada isolat bakteri yang sebelumnya telah dilekatkan pada gelas preparat. Tetesan didiamkan selama 1 menit kemudian dibilas menggunakan akuades dan dikeringanginkan. Setelah kering kemudian preparat bakteri diteteskan menggunakan larutan lugol iodine dan didiamkan selama 1 menit kemudian dibilas kembali menggunakan akuades dan dikering-udarakan kembali. Tahap selanjutnya dengan meneteskan alkohol absolute selama 30 detik dan dibilas kembali menggunkan akuades dan dikering udarakan. Tahap terakhir dengan meneteskan larutan safranin selama 30 detik kemudian kembali dibilas
(14)
menggunakan akuades dan dikering-udarakan. Isolat yang telah melalui tahap pewarnaan kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali dengan minyak imersi.
Uji Sensitivitas Ampisilin Bakteri Sampel Air Kolam dan Aeromonas hydrophila
Isolat bakteri air kolam budidaya dan A. hydrophila diuji sensitivitasnya terhadap antibiotik ampisilin. Uji sensitivitas dengan mengoreskan isolat bakteri dan A. hydrophila menggunakan tusuk gigi steril pada media LB-Tripton yang ditambahkan antibiotik ampisilin dengan dosis 100 mg/ml dan perbandingan 1 : 1000 kemudian diinkubasi pada suhu 28º C selama sekitar 18 jam. Isolat yang sensitif terhadap ampisilindigunakan sebagai bahan uji selanjutnya (Lampiran 1).
Vaksin GP25 merupakan ekstraksi plasmid yang berasal dari bakteri E.coli
DH5-α terkonstruksi yang ditumbuhkan pada media mengandung ampisilin.
Dalam plasmid DNA GP25 terdapat gen yang resisten terhadap ampisilin. Sampel bakteri yang digunakan merupakan bakteri yang sensitif terhadap antibiotik.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan 8 perlakuan dan 4 kelompok. Perlakuan dengan penambahan plasmid DNA (vaksin) GP25 pada bakteri isolat air kolam budidaya ikan mas yang telah lulus uji sensitivitas ampisilin dengan kelompok inkubasi campuran pada suhu 28ºC dengan waktu 30, 60, 180, dan 300 menit.
Perlakuan A pada Kelompok : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri Isolat A dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
Perlakuan B pada Kelompok : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri Isolat B dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
Perlakuan C pada Kelompok : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri Isolat D dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
Perlakuan D pada Kelompok : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri Isolat G dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
Perlakuan E pada Kelompok : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri Isolat I dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
Perlakuan F pada Kelompok : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri A. hydrophila dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit Kontrol Positif : Penambahan vaksin GP25 dan bakteri Bacillus sp.
dalam PBS steril dalam microtube dan diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
Kontrol Negatif : Bakteri Bacillus sp. dalam PBS steril dalam microtube tanpa penambahan vaksin GP25 diinkubasi selama 30, 60, 180, dan 300 menit
(15)
Perlakuan penelitian menggunakan metode in vitro. Isolat bakteri diambil dengan menggunakan tusuk gigi steril dan dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml yang berisi PBS steril 1 ml. Vaksin GP25 ditambahkan ke dalam microtube
tersebut sebanyak 100 µl dengan dosis 12,5 µg/ 100 µl dan dihomogenkan menggunakan vortex lalu inkubasi pada suhu 28ºC selama 30, 60, 180, dan 300 menit. Pada menit ke-30 campuran diambil 100 µl dan disebar pada media tumbuh bakteri yang ditambahkan dengan antibiotik dan diinkubasi kembali hingga 60, 180, dan 300 menit dan masing-masing disebar dalam media tumbuh bakteri dan antibiotik.
Hasil inkubasi diambil sebanyak 100 µl menggunakan micro pippet dan di sebar menggunakan siku penyebar pada media LB-Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin sebanyak 100 µl dan diinkubasi kembali selama sekitar 18 jam pada suhu 28ºC
Parameter Pengamatan
Deteksi Plasmid GP25 dalam A. hydrophila dan Isolat Bakteri Air Kolam
Deteksi adanya ampisilin pada A. hydrophila dan isolat bakteri air kolam dengan penyebaran isolat bakteri yang telah ditambahkan dengan vaksin GP25 di media LB-Tripton yang telah ditambahkan ampisilin. Bakteri hasil penyebaran yang tumbuh kemudian di-cracking untuk mengetahui adanya plasmid GP25 pada sel isolat bakteri.
Seleksi Koloni Bakteri (Cracking Sel)
Cracking sel bakteri dimulai dengan pengambilan koloni tunggal bakteri yang tumbuh pada media LB-Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin menggunakan tusuk gigi steril. Koloni bakteri digoreskan pada dasar microtube
1,5 ml. Tahap selanjutnya adalah dengan menambahkan 10 mM EDTA sebanyak 10 µl pada satu sisi dinding microtube berisi bakteri, dan cracking buffer (CB) sebanyak 10 µl pada sisi dinding microtube yang lain kemudian dihomogenkan menggunakan vortex.
Setelah 10 mM EDTA dan cracking buffer homogen pada dasar microtube
dilanjutkan dengan penambahan kembali loading cracking buffer (LCB) sebanyak 10 µl pada bagian tutup microtube. Larutan dihomogenkan kembali menggunakan
vortex dan diinkubasi suhu ruang selama 5 menit. Microtube berisi bakteri dan larutan cracking di-spindown kemudian di-vortex kembali hingga larutan cracking
keruh kemudian masukkan dalam wadah berisi es (on ice) dan inkubasi selama 5 menit.
Hasil inkubasi campuran bakteri pada suhu dingin dan larutan cracking
kemudian disentrifugasi pada suhu 4 ºC pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Hasil yang didapat berupa pellet bakteri dan supernatan. Larutan supernatan yang terpisah dari pellet bakteri digunakan untuk elektroforesis.
Larutan supernatan yang dihasilkan pada tahap cracking sel bakteri digunakan dalam elektoforesis untuk membuktikan keberadaan vaksin GP25
E.coli terkonstruksi pada sel bakteri. Elektroforesis menggunakan agarosa 0,7%. Pembuatan agarosa 0,7% dengan menggunakan serbuk agarosa sebayak 0,7 g/100 ml yang ditambahkan dengan etidium bromida sebanyak 100 ml (0,01 g/ml) .
(16)
Campuran serbuk agarosa dan ethidium bromida dalam erlenmeyer dipanaskan pada oven hingga larut dan homogen. Larutan agarose didinginkan selama ± 15 menit di ruang ethidium brommida lalu dituangkan dalam cetakan sumur dan didiamkan kembali hingga dingin dan mengeras sebelum digunakan.
Setiap supernatan dari hasil cracking sel diambil sebanyak 5 µl menggunakan micropippet dimasukkan dalam sumur mulai dari sumur kedua. Selanjutnya marker dimasukkan pada sumur pertama sebanyak 3 µl. Sampel di elektroforesis selama sekitar 45 menit dengan tegangan 200 Volt dan kuat arus 70 Ampere. Arus listrik pada alat elektroforesis dimatikan setelah bromophenol blue
telah bergerak hinggak ¾ panjang agarosa. Agarosa kemudian diangkat dari bak elektroforesis dan dimasukkan ke dalam ultraviolet illuminator untuk pengambilan gambar hasil deteksi plasmid GP25.
(17)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi dan Uji Sensitifitas Ampisilin Bakteri Sampel Air Kolam dan A.hydrophila
Penelitian pendahuluan dengan mengisolasi bakteri yang terdapat pada air kolam budidaya ikan mas (Tabel 1). Isolasi bakteri yang dominan ditandai dengan jumlah koloni yang dihasilkan lebih banyak pada penyebaran diambil dan dimurnikan sebelum diidentifikasi.
Tabel 1. Hasil karakteristik awal bakteri air kolam budidaya ikan mas
No Isolat Gram Warna bakteri
Bentuk bakteri
Bentuk koloni Sel bakteri (Pewarnaan
Gram) 1 A Negatif Putih
susu
Basil (batang)
Perbesaran 10 x 10
Perbesaran 100 x 10
2 B Positif Putih Basil
(batang)
Perbesaran 10 x 10
Perbesaran 100 x 10
3 D Negatif Orange Basil
(batang)
Perbesaran 10 x 10
Perbesaran 100 x 10 4 E Positif Putih
bening
Basil (batang)
Perbesaran
10 x 10 Perbesaran 100 x 10 5 G Negatif Kuning Coccus
(bulat)
Perbesaran 10 x 10
Perbesaran 100 x 10
(18)
6 I Positif Putih susu
Basil (batang)
Perbesaran
10 x 10 Perbesaran 100 x 10 7 J Negatif Putih
bening
Coccus (bulat)
Perbesaran 10 x 10
Perbesaran 100 x 10
Bakteri yang diisolasi dari kolam budidaya ikan mas sebanyak tujuh isolat bakteri dominan (Tabel 1). Bakteri yang dipilih merupakan bakteri yang memiliki morfologi koloni yang berbeda pada pertumbuhan bakteri di media agar LB-Tripton. Selanjutnya isolat bakteri dimurnikan pada media agar LB-Tripton dan lihat cirinya dengan uji Gram,
Hasil isolasi kemudian di uji sensitifitasnya terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bakteri perlakuan dalam penelitian (Tabel 2). Bakteri yang digunakan dalam perlakuan merupakan isolat bakteri yang sensitif terhadap ampisilin (Gambar 1).
Tabel 2. Uji sensitivitas A. hydrophila dan isolat bakteri air kolam budidaya ikan mas terhadap ampisilin
No. Isolat Sensitivitas ampisilin
1 A. hydrophila Resistan
2 A Sensitif
3 B Sensitif
4 D Sensitif
5 E Resistan
6 G Sensitif
7 I Sensitif
8 J Resistan
Gambar 1. Hasil uji sensitifitas A. hydrophila (Ah) dan isolat bakteri air kolam budidaya ikan mas; isolat A, B, D, E, G, I, dan J terhadap ampisilin pada media agar LB-Tripton yang ditambahkan dengan ampisilinsebanyak 1 : 1000
Berdasarkan Tabel 2 diatas didapatkan lima isolat bakteri yang sensitif terhadap ampisilin. Isolat bakteri asal air kolam budidaya yang sensitif terhadap ampisilinditunjukkan dengan tidak tumbuhnya isolat bakteri ketika digoreskan pada media agar LB-Tripton yang
A B
G I J E D Ah
(19)
ditambahkan dengan ampisilin dengan dosis 1:1000. Hasil menunjukkan isolat bakteri yang dapat digunakan adalah isolat bakteri dengan label A, B, D, G dan I, sedangkan A. hydrophila, isolat bakteri E dan J merupakan isolat bakteri yang resisten terhadap ampisilin.
Uji sensitivitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Deteksi Plasmid DNA GP25 pada Isolat Bakteri Penambahan Plasmid DNA GP25
Deteksi vaksin GP25 pada isolat air kolam yang digunakan adalah isolat yang tumbuh setelah perlakuan penambahan vaksin GP25 dengan dosis 12,5 µg/100 µl di media LB-Tripton yang telah ditambahkan ampisilin. Perlakuan dengan penambahan vaksin GP25 pada isolat bakteri A, B, D, G dan I pada media berupa air kolam steril sebanyak 100 µl dalam
microtube 1,5 ml yang diberikan perlakuan inkubasi suhu 28º C selama 30, 60, 180, dan 300 disebar pada media LB-Tripton yang diberi ampisilin1:1000 (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil uji penambahan vaksin DNA GP25 pada isolat air kolam dalam PBS 1 ml penyebaran pada media dengan penambahan ampisilin
Perlakuan Isolat A Isolat B Isolat D Isolat G Isolat I
A.hydrophila Kontrol
+
Kontrol -
Kelompok 30
menit - TBUD - - -
TBUD TBUD TBUD 60
menit - - - - -
TBUD TBUD TBUD 180
menit - - TBUD - -
TBUD TBUD TBUD 300
menit - - - - -
TBUD TBUD TBUD
Keterangan :
TBUD = terlalu banyak untuk dihitung
Setelah inkubasi dan pembiakan bakteri di media yang mengandung ampicillin menunjukkan terjadinya pertumbuhan isolat B pada kelompok inkubasi 30 menit dan isolat D pada kelompok 180 menit (Tabel 3). Pertumbuhan bakteri yang didapatkan berupa pertumbuhan dengan jumlah koloni TBUD atau terlalu banyak untuk dihitung jumlah koloninya (Gambar 2). Kontrol positif yang digunakan adalah bakteri Bacillus sp. yang memiliki sifat natural transformation dan dan memiliki sifat resisten antibiotik ampisilin saat uji sensitifitas. pada media LB-Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin 1:1000 (Gambar 3)
Gambar 2. Penyebaran Isolat bakteri yang ditambahkan dengan vaksin GP25 dengan perlakuan inkubasi suhu 28º C selama 30 menit pada isolat bakteri B (1) dan 180
(20)
menit pada isolat bakteri D (2) pada media LB Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin1:1000
Gambar 3. Penyebaran kontrol positif Bacillus sp. dengan penambahan vaksin GP25 pada media LB Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin 1:1000 dan diinkubasi selama sekitar 18 jam pada suhu 28º C
Cracking Sel Isolat Bakteri
Cracking atau pemecahan sel isolat bakteri B dan D yang tumbuh pada perlakuan penambahan vaksin GP25 LB-Tripton yang telah ditambahkan ampisilin. Cracking sel menunjukkan adanya plasmid GP25 dalam sel isolat bakteri (Gambar 4).
A B C D B30 D180 Ah
Keterangan:
= pita genom bakteri = pita plasmid GP25
Gambar 4. Elektroforesis hasil cracking isolat bakteri Bacillus sp inkubasi 30 (A), 60 (B), 180 (C), 300 (D), sampel B inkubasi 30 menit (B30),isolat bakteri D inkubasi 180
menit pada isolat bakteri (D3), A. hydrophila dan bakteri pembawa GP25 sebagai
kontrol positif ( )
Berdasarkan elektroforesis hasil cracking tidak ditemukannya pita vaksin GP25 pada isolat bakteri yang tumbuh pada media yang ditambahkan dengan antibiotik. Kontrol positif pada metode cracking sel menggunakan bakteri pembawa vaksin GP25 dengan tiga sampel yang ditunjukkan dengan tanda panah berwarna hijau
(21)
Virus KHV (Koi herpesvirus) atau yang dikenal dengan nama cyprinid herpesvirus-3
atau CyHV-3 merupakan virus yang diklasifikasikan sebagai virus DNA pada keluarga Herpesviridae virus (Waltzek et al. 2005). KHV telah didiagnosa pada ikan koi dan ikan mas dan menurut Hedrick et al. 2000 penularan KHV mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi pada ikan mas (Cyprinus carpio).
KHV bersifat sangat menular yang menyerang semua stadia ikan mas dan koi. Wadah penyakit akibat koi herpesvirus (KHV) menyebabkan kematian massal (80-95%) (Maswan 2009). Penyerangan virus KHV yang tinggi memerlukan berbagai metode untuk menanggulangi penyebaran dan mortalitas KHV, salah satunya dengan menggunakan vaksin DNA. Vaksin DNA efektif digunakan untuk mencegah dengan meningkatkan kekebalan spesifik pada ikan. Menutur Nuryati1 at al. (2010) pemberian vaksin dapat merangsang kekebalan spesifik dan kekebalan yang timbul relatif tinggi.
Metode pemberian vaksin sendiri ada beberapa cara. Penggunaan vaksin pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu dengan suntikan (injection), perendaman (immersion), dan melalui pakan (oral). Pada penelitian-penelitian sebelumnya telah menguji pemberian vaksin melalui penyuntikan (Injection), pemberian pakan buatan dan melalui perendaman vektor pembawa pakan alami Artemia sp. Menurut Ellis (1988) dalam Fitria (2009), metode pemberian vaksin memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing (Tabel 4).
Tabel 4. Metode vaksinasi Ellis (1988) dalam Fitria (2009)
Metode Kelebihan Keterbatasan
Suntikan Vaksin masuk ke dalam tubuh ikan dengan jumlah yang tepat sehingga efektivitasnya terjamin
Tidak efisien digunakan pada ikan yang berukuran kecil dengan jumlah yang banyak Perendaman Tidak menimbulkan cekaman
pada ikan serta penghematan dalam hal tenaga
Tidak dapat ditaksir banyaknya antigen yang dapat diserap oleh ikan
Pakan Dapat digunakan pada berbagai ukuran ikan serta tidak menyebabkan cekaman pada ikan
Vaksin yang diberikan melalui pakan belum tentu dimakan oleh ikan serta dosis yang diberikan harus tinggi.
Pada metode perendaman keterbatasan yang terjadi bukan hanya tidak diketahuinya banyak antigen yang dapat diserap oleh ikan, tetapi juga keamanan penggunaan vaksin DNA pada lingkungan budidaya ikan mas saat proses perendaman. Untuk mengetahui adanya efek vaksin DNA diuji pada mikroorganisme berupa bakteri yang terdapat pada perairan kolam budidaya ikan mas. Penelitian ini menggunakan ekstrasksi plasmid yang mengandung gen imunogenetik GP25 yang telah diuji aktivitasnya (Nuryati3 2010).
Metode vaksinasi menggunaan bakteri yang mengandung gen imunogenik GP25 telah diuji pada penelitian sebelumnya melalui metode pemberian pada pakan buatan. Metode transfer vaksin dalam bentuk bakteri terkonstruksi yang dicampurkan dalam menunjukkan adanya DNA GP25 pada ikan perlakuan yang diberikan pakan perlakuan sejak hari-1 kegiatan penelitian (Yuliyanti 2011).
Vaksin GP25 merupakan konstruksi vaksin DNA yang mengandung sisipan gen glikoprotein 25 (GP25). Vaksin DNA GP25 dikembangkan menggunakan gen virus isolat asal indonesia sebagai sumber DNA yang disisipkan ke plasmid (Nuryati2 et al. 2010) sehingga penggunaan vaksin DNA menggunakan isolat lokal diduga lebih efektif dibandingkan dengan isolat dari luar.
Kegiatan penelitian menggunakan sampel bakteri yang diisolasi dari kolam budidaya ikan mas. Bakteri asal kolam diisolasi dan dimurnikan hingga didapatkan koloni tunggal bakteri yang akan digunakan sebagai bakteri uji sensitifitas terhadap antibiotik ampisilin.
(22)
Selain bakteri asal kolam budidaya, digunakan juga bakteri Aeromonas hydrophila sebagai salah satu bakteri yang diuji. Bacillus sp sebagai indikator kontrol uji penambahan vaksin. Penggunaan bakteri Bacillus sendiri dikarenakan bakteri ini memiliki mekanisme transformasi secara alamiah (natural transformation) dan bersifat kompetensi secara alamiah (natural competence) (Biogen 2009). Ini menunjukkan bahwa Bacillus memiliki sifat untuk mengambil atau uptake plasmid secara alami dari bakteri lain atau lingkungannya. Uji vaksin terhadap bakteri sampel asal kolam budidaya dan Bacillus pada media PBS steril sebanyak 1 ml dengan dosis 12,5 µg/ 100 µl.
Dosis yang digunakan berasal dari perhitungan untuk ikan berukuran 10-15 g yang mampu mengekspresikan vaksi DNA pada jaringan insang, ginjal, limpa, dan otot dengan dosis 12,5 µg/ 100 µl melalui injeksi (Nuryati2 et al. 2010). Sebelum perlakuan uji sampel bakteri terhadap penambahan vaksin GP25, bakteri melalui uji sensitifitas antibiotik ampisilin. Uji sensitivitas menujukan sampel yang dapat digunakan untuk uji penambahan vaksin GP25 adalah sampel bakteri A, B, D, G dan I (Gambar 1).
Penggunaan media LB-Tripton karena media tersebut menghasilkan koloni paling banyak dan lebih ekonomis dibandingkan dengan media lain yang telah diuji (Yuliyanti 2011). Sebelumnya bakteri diinkubasi dengan kelompok perlakuan 30, 60, 180, dan 360 menit kemudian disebarkan pada media agar dan diinkubasi selama sekitar 18 jam dalam suhu 28º C dan diamati pertumbuhannya.
Vaksin GP25 merupakan ekstraksi plasmid yang berasal dari bakteri E.coli DH5-α terkonstruksi yang ditumbuhkan pada media mengandung ampisilin. Dalam plasmid DNA GP25 terdapat gen yang resisten terhadap ampisilin. Penambahan ampisilin pada media LB-Tripton untuk media penumbuhan bakteri yang diuji pada penambahan vaksin bertujuan mengamati adanya gen pembawa plasmid yang mengandung penanda resistensi terhadap ampisilin dalam tubuh bakteri.
Dari hasil pertumbuhan bakteri pada media agar LB-Tripton yang ditambahkan dengan antibiotik ampisilin pada media 1 ml air steril menunjukkan adanya pertumbuhan pada sampel bakteri B pada inkubasi 30 menit (B30) dan sampel bakteri D pada inkubasi 180 menit
(D3) (Lampiran 2). Hasil yang didapatkan diperkirakan bahwa sampel bakteri dapat meng-uptake plasmid yang di campurkan dalam media uji dibuktikan dengan adanya pertumbuhan bakteri pada media yang mengandung antibiotik. Uji lanjut dilakukan untuk membuktikan adanya plasmid dalam sel bakteri dengan metode cracking sel.
Hasil cracking sel yang didapatkan menunjukan tidak terdapatnya bakteri yang mengandung vaksin. Hasil juga menunjukkan bahwa Bacillus yang memiliki sifat natural transformation tidak dapat mengambil atau uptake plasmid yang diberikan selama prosedur uji penambahan vaksin GP25 inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit. Hasil yang didapatkan menggunakan bakteri pembawa vaksin GP25 sebagai kontrol positif. Nilai negatif dibuktikan dengan tidak terdeteksi gen GP25 pada sample bakteri setelah di-cracking dan dielektroforesis serta diuji dengan metode PCR dimana tidak adanya pita yang sejajar dengan kontrol positif.
Pertumbuhan bakteri pada media yang ditambahkan dengan antibiotik ampisilin dapat disebabkan meningkatnya resistensi bakteri sampel terhadap antibiotik yang digunakan. Resistensi bakteri terhadap antibiotik sendiri merupakan kemampuan alami bakteri untuk mempertahankan diri terhadap antibiotik untuk melanjutkan hidup dalam media yang terdapat antibiotik (Utami 2012). Menurut Kusuma (2010) salah satu penyebab terjadinya resistensi adalah evolusi vertikal atau mutasi dan seleksi. Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri dapat menimbulkan resistensi pada suatu populasi bakteri. Bakteri yang bermutasi akan mengalami sifat resisten kemudian tumbuh dan berkembang biak.
(23)
KESIMPULAN
Hasil pencampuran vaksin DNA GP25 dengan bakteri flora normal isolat asal kolam budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) dalam metode ini tidak menunjukkan adanya potensi transmisi dari plasmid GP25 terhadap bakteri flora normal yang ditunjukkan dengan tidak terdapat gen pembawa plasmid GP25 dalam sel bakteri.
(24)
DAFTAR PUSTAKA
Biogen. 2009. Transfer Gen dati Tanaman Transgenik ke Bakteri. [Artikel]. Warta Biogen vol 5. No 2. Agustus 2009
Fitria, I. H. 2009. Efektivitas Vaksin DNA dalam Meningkatkan kelangsungan Hidup Ikan Mas yang terinfeksi Koi Herpesvirus (KHV).[Skripsi]. Program Studi Manajemen Perikanan Budidaya. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hedrick, R. P., Gilad, O., Yun S., Spangenberg J. V.,. Marty G. D,. Nordhausen, R. W., Kebus, M. J., Bercovier, H. and Eldar, A.. 2000. A herpesvirus associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a strain of common carp. Journal of Aquatic Animal Health 12 : 44-57.
Hedrick, R. P., Giland, O. Yun, S. Macdowell, T. S. Waltzek, T. B. Kelley, G. O. Adkison, M. A,. 2005. Initial Isolaton and Characterization of Herpes-like Virus (KHV) from Koi and Common Carp. Bulletin of Fisheris Research Agency, Tokohama, Japan No. 2 : 1-7
Kusuma, S. 2010. Escherichia coli.[Makalah]. Fakultas Farmasi. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Lorenzen, N,. Lapatra. 2005. DNA Vaccine for Aquaculture Fish. Rev.Sci.Tech.off. Int.Epiz.2005.24 (1),201-213
Maswan, N. A. 2009. Pengujian Efektivitas Dosis Vaksin DNA dan Korelasinya Terhadap Parameter Hematologi Secara Kuantitatif. [Sripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nuryati1, S., Maswan, N. A. Alimuddin. Sukenda. Sumantadinata, K. Pasaribu, F. H. Soejoedono, R. D. Santika, A. 2010. Hematology of common carp following DNA vaccination and koi herpesvirus challenge test. Jurnal Akuakultur Indonesia 9 : 9-15.
Nuryati2, S., Alimuddin. Sukenda. Damayanti, R. Santika, A. Pasaribu, F. Sumantadinata, K. 2010. Construction of a DNA Vaccine Using Glycoprotein Gene and Its Expression Toward Increasing Survival Rate of KHV-Infected Common Carp (Cyprinus carpio). Natur. Ind 13(1) : 47-52 Nuryati3, S. 2010. Pengembangan vaksin DNA penyandi glikoprotein virus KHV
(Koi Herpes Virus) menggunakan isolat lokal. [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pokorova, D., Vesely T, Piackova V, Hulova J. 2005. Current knowledge on koi herpesvirus (KHV): a review. Vet Med (Praha). 50 : 139–47.
Hadibowo, S. 2011. Uji Potensi Artemia sp. Sebagai Vektor Pembawa Vaksin DNA Untuk Benih Ikan Mas Cyprinus carpio. [Skripsi] Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sunarto, A., Rukyani A and Itami T. 2005. Indonesian experience on the outbreak of koi herpes virus in koi and carp (Cyprinus carpio). Bulletin of Fisheris Research Agency, Tokohama, Japan. 86 : 15-21.
Utami, E. R. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. [Jurnal]. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang. Jawa Tengah
Wahyudi, A., Mariyono. Sutomo. 2001. Tingkat Penyerapan Beberapa Antibiotika oleh Darak Ikan Mas. Buletin Teknik Pertanian, Indonesia Vol 6, nomor 2.
(25)
Waltzek, T. B., G. O Kelley, D. M. Stone, K. Way, L. Hanson, H. Fukuda, I. irono, T. Aoki, A. J. Davison and R. P. Hedrick. 2005. Koi herpesvirus represents a third cyprinid herpesvirus (CyHV-3) in the family Herpesviridae. Journal of General Virology 86 : 1659-1667.
Yuliyanti. 2011. Persistesi Vaksin DNA Penyandi Glikoprotein 25 yang Diberikan Melalui Pakan Buatan pada Ikan Mas Cyprinus carpio.[Skripsi] Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
(26)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji sensitivitas antibiotik ampisilin terhadap isolat bakteri asal kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio
Gambar. Uji sensitifitas ampisilin bakteri A. hydrophila (Ah) dan isolat bakteri air kolam budidaya sampel A, B, D, E, G, I, dan J pada media LB Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin 1:1000
(27)
Lampiran 2. Hasil penyebaran uji penambahan vaksin GP25 pada isolat asal kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio pada media mengandung antibiotik ampisilin
Gambar. Penyebaran isolat A (kiri) dan isolat B (kanan) dalam media 1 ml ditambahkan dengan plasmid GP25 pada perlakuan inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit pada media LB Tripton mengandung ampisilin1:1000
Gambar. Penyebaran isolat D (kiri) dan isolat G (kanan) dalam media 1 ml ditambahkan dengan vaksin GP25 pada perlakuan inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit pada media LB Tripton mengandung ampisilin1:1000
Gambar. Penyebaran isolat I dalam media 1 ml ditambahkan dengan vaksin GP25 pada perlakuan inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit pada media LB Tripton mengandung ampisilin1:1000
30 menit 1 jam
3 jam
5 jam
30 menit 1 jam
3 jam 5 jam
30 menit 1 jam
3 jam 5 jam
30 menit 1 jam
3 jam
5 jam
5 jam 3 jam
1 jam 30 menit
(28)
16
Lampiran 3. Hasil karakteristik morfologi kandidat bakteri untuk uji penambahan plasmid GP25
No Isolat Gambar Permukaan Elevasi Bentuk
koloni
Warna Pinggiran Ukuran
koloni
Sensitifitas Ampicillin
Foto
1 A.hydrophila Mengkilat Convex Circular Kuning Entire Sedang Resisten
2 A Mengkilat Convex Circular Putih susu Entire Besar Sensitive
Perbesaran 10 x 10
3 B Mengkilat Convex Circular Putih Serrate
Besar-Sedang
Sensitive
Perbesaran 10 x 10
4 D Mengkilat Convex Circular Orange Entire Sedang Sensitive
(29)
17
5 E Berkerut Flat Circular Putih bening Undulate Sedang Resisten
Perbesaran 10 x 10
6 G Mengkilat Convex Circular Kuning Entire
Sedang-kecil
Sensitive
Perbesaran 10 x 10
7 I Berkerut Flat Irregular Putih susu Serrate Sedang Resisten
Perbesaran 10 x 10
8 J Mengkilat Convex Irregular Putih bening Serrate Sedang Resisten
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Biogen. 2009. Transfer Gen dati Tanaman Transgenik ke Bakteri. [Artikel]. Warta Biogen vol 5. No 2. Agustus 2009
Fitria, I. H. 2009. Efektivitas Vaksin DNA dalam Meningkatkan kelangsungan Hidup Ikan Mas yang terinfeksi Koi Herpesvirus (KHV).[Skripsi]. Program Studi Manajemen Perikanan Budidaya. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hedrick, R. P., Gilad, O., Yun S., Spangenberg J. V.,. Marty G. D,. Nordhausen, R. W., Kebus, M. J., Bercovier, H. and Eldar, A.. 2000. A herpesvirus associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a strain of common carp. Journal of Aquatic Animal Health 12 : 44-57.
Hedrick, R. P., Giland, O. Yun, S. Macdowell, T. S. Waltzek, T. B. Kelley, G. O. Adkison, M. A,. 2005. Initial Isolaton and Characterization of Herpes-like Virus (KHV) from Koi and Common Carp. Bulletin of Fisheris Research Agency, Tokohama, Japan No. 2 : 1-7
Kusuma, S. 2010. Escherichia coli.[Makalah]. Fakultas Farmasi. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Lorenzen, N,. Lapatra. 2005. DNA Vaccine for Aquaculture Fish. Rev.Sci.Tech.off. Int.Epiz.2005.24 (1),201-213
Maswan, N. A. 2009. Pengujian Efektivitas Dosis Vaksin DNA dan Korelasinya Terhadap Parameter Hematologi Secara Kuantitatif. [Sripsi]. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nuryati1, S., Maswan, N. A. Alimuddin. Sukenda. Sumantadinata, K. Pasaribu, F. H. Soejoedono, R. D. Santika, A. 2010. Hematology of common carp following DNA vaccination and koi herpesvirus challenge test. Jurnal Akuakultur Indonesia 9 : 9-15.
Nuryati2, S., Alimuddin. Sukenda. Damayanti, R. Santika, A. Pasaribu, F. Sumantadinata, K. 2010. Construction of a DNA Vaccine Using Glycoprotein Gene and Its Expression Toward Increasing Survival Rate of KHV-Infected Common Carp (Cyprinus carpio). Natur. Ind 13(1) : 47-52 Nuryati3, S. 2010. Pengembangan vaksin DNA penyandi glikoprotein virus KHV
(Koi Herpes Virus) menggunakan isolat lokal. [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pokorova, D., Vesely T, Piackova V, Hulova J. 2005. Current knowledge on koi herpesvirus (KHV): a review. Vet Med (Praha). 50 : 139–47.
Hadibowo, S. 2011. Uji Potensi Artemia sp. Sebagai Vektor Pembawa Vaksin DNA Untuk Benih Ikan Mas Cyprinus carpio. [Skripsi] Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sunarto, A., Rukyani A and Itami T. 2005. Indonesian experience on the outbreak of koi herpes virus in koi and carp (Cyprinus carpio). Bulletin of Fisheris Research Agency, Tokohama, Japan. 86 : 15-21.
Utami, E. R. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. [Jurnal]. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang. Jawa Tengah
Wahyudi, A., Mariyono. Sutomo. 2001. Tingkat Penyerapan Beberapa Antibiotika oleh Darak Ikan Mas. Buletin Teknik Pertanian, Indonesia Vol 6, nomor 2.
(2)
Waltzek, T. B., G. O Kelley, D. M. Stone, K. Way, L. Hanson, H. Fukuda, I. irono, T. Aoki, A. J. Davison and R. P. Hedrick. 2005. Koi herpesvirus represents a third cyprinid herpesvirus (CyHV-3) in the family Herpesviridae. Journal of General Virology 86 : 1659-1667.
Yuliyanti. 2011. Persistesi Vaksin DNA Penyandi Glikoprotein 25 yang Diberikan Melalui Pakan Buatan pada Ikan Mas Cyprinus carpio.[Skripsi] Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
(3)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji sensitivitas antibiotik ampisilin terhadap isolat bakteri asal kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio
Gambar. Uji sensitifitas ampisilin bakteri A. hydrophila (Ah) dan isolat bakteri air kolam budidaya sampel A, B, D, E, G, I, dan J pada media LB Tripton yang ditambahkan dengan ampisilin 1:1000
(4)
Lampiran 2. Hasil penyebaran uji penambahan vaksin GP25 pada isolat asal kolam budidaya ikan mas Cyprinus carpio pada media mengandung antibiotik ampisilin
Gambar. Penyebaran isolat A (kiri) dan isolat B (kanan) dalam media 1 ml ditambahkan dengan plasmid GP25 pada perlakuan inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit pada media LB Tripton mengandung ampisilin1:1000
Gambar. Penyebaran isolat D (kiri) dan isolat G (kanan) dalam media 1 ml ditambahkan dengan vaksin GP25 pada perlakuan inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit pada media LB Tripton mengandung ampisilin1:1000
Gambar. Penyebaran isolat I dalam media 1 ml ditambahkan dengan vaksin GP25 pada perlakuan inkubasi 30, 60, 180, dan 300 menit pada media LB Tripton mengandung ampisilin1:1000
30 menit 1 jam
3 jam
5 jam
30 menit 1 jam
3 jam 5 jam
30 menit 1 jam
3 jam 5 jam
30 menit 1 jam
3 jam
5 jam
5 jam 3 jam
1 jam 30 menit
(5)
16
Lampiran 3. Hasil karakteristik morfologi kandidat bakteri untuk uji penambahan plasmid GP25
No Isolat Gambar Permukaan Elevasi Bentuk
koloni
Warna Pinggiran Ukuran koloni
Sensitifitas
Ampicillin
Foto
1 A.hydrophila Mengkilat Convex Circular Kuning Entire Sedang Resisten
2 A Mengkilat Convex Circular Putih susu Entire Besar Sensitive
Perbesaran 10 x 10
3 B Mengkilat Convex Circular Putih Serrate
Besar-Sedang
Sensitive
Perbesaran 10 x 10
4 D Mengkilat Convex Circular Orange Entire Sedang Sensitive
(6)
17
5 E Berkerut Flat Circular Putih bening Undulate Sedang Resisten
Perbesaran 10 x 10
6 G Mengkilat Convex Circular Kuning Entire
Sedang-kecil
Sensitive
Perbesaran 10 x 10
7 I Berkerut Flat Irregular Putih susu Serrate Sedang Resisten
Perbesaran 10 x 10
8 J Mengkilat Convex Irregular Putih bening Serrate Sedang Resisten