Meningkatnya kadar asam lemak bebas dapat menurunkan kualitas minyak dan hal ini disebabkan oleh adanya reaksi hidrolisa minyak, pemanenan buah sawit yang tidak
tepat waktu dan keterlambatan pengangkutan, sehingga mutu minyak inti kelapa sawit yang tinggi akan mempengaruhi kualitas dari minyak, dan kadar asam lemak bebas yang
tinggi tidak diinginkan dalam minyak karena dapat merusak mutu minyak dan berpengaruh dalam proses penyimpanannya. Selain asam lemak bebas, kadar air juga
dapat mempengaruhi standar mutu dari minyak inti kelapa sawit. Apabila kandungan airnya terlalu tinggi maka kualitas minyak akan menurun sehingga proses
penyimpanannya tidak tahan lama akibat adanya proses hidrolisa oleh minyak inti sawit. Fauzi, 2002.
Dan ada juga kerusakan lemak dan minyak karena adanya aksi enzim di dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisa minyak dan lemak
trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Enzi mini pada umumnya berada dalm bentuk zymogen in aktif.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin menganalisa: Penentuan Kadar Air dan Asam Lemak Bebas ALB pada Palm Kernel Oil PKO di PT Multimas Nabati Asahan
Kuala Tanjung – Batu Bara.
1.2 Permasalahan
1. Berapakah kadar air dan asam lemak bebas pada Palm Kernel Oil di PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung – Batu Bara
2. Apakah hasil yang diperoleh telah memenuhi standart mutu yang ditetapkan oleh pihak Standar Nasional Indonesia SNI.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar air dan kadar asam lemak bebas ALB yang terdapat dalam PKO dari PT. Multimas Nabati Asahan.
2. Apakah hasil yang diperoleh telah memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI.
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan sebagai ilmu yang bermanfaat buat penulis. 2. Dengan mengetahui kadar air dan asalm lemak bebeas yang terkandung dalam palm
kernel oil PKO, pihak perusahaab dapat mengambil langkah - langkah untuk menaikkan kualiatas dan mutu dari PKO itu sendiri.
3. Untuk mengetahui cara dan metode yang baik dalam proses pengolahan sehingga dapat menghasilkan PKO dengan kualitas yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa
dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di kebun raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha
perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian hallet, seorang belgia yang belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikutin oleh
K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama
berlokasi di pantai Timur Sumatra Deli dab Aceh. Luas areal perkebunannya berkisar 5.123 Ha. Indonesia mulai mengekspor minyak kelapa sawit pada tahun 1919 sebesar 576
ton ke Negara- Negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit
sebesar 850 ton.
Pada masa pendudukan belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada
waktu itu. Namun kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diiukuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Memasuki pemerintah orde baru, perkembangan
diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan msayarakat, dan sebagai sector penghasilan devisa Negara. Pemerintah terus mendorong
pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luasa lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu
perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyatnya. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti
rakyat perkebunan PIR-bun. Dalam pelaksanaanya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma.
Perkembangan perkebunan semangkin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutyan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil
menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Hartono, 2007.
2.1.2 Morfologi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di Indonesia ada banyak jenisnya. Varietas tanaman tersebut dapat dibedakan berdasarkan tebal tipisnya tempurung
cangkang dan kandungan minyak dalam buah maka kelapa sawit dapat dibedakan dalam 3 tipe yakni:
1. Dura
Tempurung cangkang pada buah sekitar 25-45 sangat tebal antara 2-8 mm, dan tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relatif tipis sekitar 20-
65 dan kandungan minyak pada buah rendah. 2.
Psifera Jenis Psifera memiliki tempurung yang tipis, biji yang kecil, daging buah yang tebal,
tidak mempunyai cangkang, intinya kecil namun kandungan minyak dalam buah tinggi.
Tanaman ini tidak bisa digunakan untuk penggunaan komersil tapi jenis ini sering disebut sebagai tanaman betina yang steril. Melalui persilangan antara jenis dura dan psifera
dihasilkan jenis ketiga yaitu jenis Tenera.
3. Tenera
Merupakan persilangan antara Dura sebagai pohon ibu dengan Psifera sebagai pohon bapak. Tenera bertempurung tipis dan inti yang besar dan kandungan minyak dalam buah
tinggi. Ukuran daging buah sekitar 60 - 90, ketebalan cangkang antara 0.5 - 4 mm.
Risza S, 1993
Perbandingan penampang dari ketiga jenis kelapa sawit tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Perbandingan penampang bagian dari Dura, Tenera, Psifera yang menunjukkan bagian dari ukuran serat, cangkang dan inti. Fairhurst, T, Hardter, 2003
Cara panen buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak yang paling
maksimal. Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak
Bebas atau Free Fatty Acid ALB atau FFA. Hal itu tentu akan merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga
akan menurunkan mutu minyak. Lagi pula, buah yang terlalu masak lebih muda terserang hama dan penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan
kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah.
2.1.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan
buah dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu
minyak akan di peroleh sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas
ALBminyak sawit yang dihasilakan. Apabila pemainan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persentase tinggi
lebih dari 5. Sebaliknya, jika pemaenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang dihasilakn juga rendah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang
dipanen. Fraksi fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas mutu minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS tersebut, derajat
kematangannya yang baik adalah jika tandan tandan yang dipanen ber4ada pada fraksi 1, 2, dan 3 seperti table di bawah ini:
Tabel 2.1.3 Beberapa tingkatan fraksi TBS Fraksi
Jumlah Berondongan Tingkat Kematangan
00
1 2
3 4
5 Tidak ada,buah berwarna hitam
1 – 12,5 buah luar membrondol 12,5 – 25 buah luar membrondol
25 – 50 buah luar membrondol 50 – 755 buah luar membrondol
75 – 100 buah luar membrondol Buah dalam membrondol, ada buah yang
busuk Sangat mentah
Mentah Kurang matang
Matang I Matang II
Lewat matang I Lewat matang II
Hartono, 2007
2.2 Minyak Kelapa Sawit 2.2.1 Standar Mutu
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada bebrapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan standar mutu
adalah air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan dya pemucatan. Faktor – faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat, plastisitas dan, sifat transparan,
kandumngan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor – faktor ini perlu dianalisa untuk mengetahui mutu minyak inti kelapaa sawit.
Tabel 2.2.1 Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit Karakterisitk
Minyak sawit Minyak inti sawit Keterangan
Asam lemak bebas Kadar kotoran
Kadar zat penguap Bilangan peroksida
Bilangan iodine Kadar logamFe, Cu
Lovibond Kadar minyak
Kontaminasi Kadar pecah
5 0,5
0,5 6 meq
44 – 58 mggr 10 ppm
1 – 4
- -
- 3,5
0,02 0,2
2,2 10,5-18,5 mggr
- -
47 6
15
Maksimal Maksimal
Maksimal Maksimal
- -
- Minimal
Maksimal Maksimal
Ketaren, 1986
2.2.2 ASAM LEMAK
Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat
yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum : O ║
R – C - OH Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh dan terdiri atas 4 sampai
24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai
karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap. Beberapa asam lemak yang umumnya terdapat sebagai ester dalam tumbuhan atau hewan,
tertera pada tabel berikut:
Tabel 2.2.2 Beberapa Asam Lemak Yang Umum Nama
Rumus Titik lebur °C
Asam lemak jenuh
Asam butirat Asam kaproat
Asam palmitat Asam stearat
Asam lemak tidak jenuh
Asam oleat Asam linoleat
Asam linolenat C
3
H
7
COOH C5H
11
COOH C
15
H
31
COOH C
17
H
35
COOH
C
17
H
35
COOH C
17
H
31
COOH C
17
H
29
COOH -
7,9 -1,5 sampai -2,0
64 69,4
14 -11
Cair pada suhu sangat rendah
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mempunyai ikatan tunggal atom karbon C , dimana masing masing atom C akan berikatan dengan atom H. Jumlah atom C
asam lemak berhubungan erat dengan titik didihnya dan titik cair suatu lemak. Semakin banyak jumlah atom C atau semakin panjang rantai atom asam lemak, titih didih dan titik
cair lemak semakin tinggi. Asam lemak tidak jenuh tata namanya diberikan dengan penggunaan akhiran
enoat untuk asam lemak dengan satu ikatan rangkap contohnya oleat, akhiran dienoat untuk asam lemak dengan dua ikatan rangkap contohnya linoleat, akhiran trienoat untuk
asam lemak dengan tiga ikatan rangkap contohnya linolenat. Ponten, 1998
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen atau kesalahan
selama pemprosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus
pencegahannya, serta standar mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.
2.3.1 Kadar air
Air dalam minyak hanya dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta penimbunan. Air yang
:erdapat dalam minyak dapat ditentukan dengan cara penguapan dalam alat pengering. Kadar air yang terkandung dalam minyak kelapa sawit tergantung pada efektitas
pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, dan juga tergantung pada kematangan buah. Buah
yang terlalu matang akan mengandung air yang lebih banyak. Untuk itu perlu pengaturan panen yang tepat dan pengolahan yang sempurna untuk mendapatkan produk yang
mutunya tinggi.
Minyak kelapa sawit yang mempunyai kadar air yang sangat kecil 0.15 akan memberikan kerugian mutu minyak, di mana pada tingkat kadar air yang demikian kecil
akan memudahkan terjadinya proses oksidasi dari minyak itu sendiri. Proses oksidasi ini dapat terjadi dengan adanya oksigen di udara baik pada suhu kamar dan selama proses
pengolahan pada suhu tinggi yang akan menyebabkan minyak mempunyai rasa dan bau yang tidak enak ketengikan, akibatnya mutu minyak menjadi turun.
Jika kadar air dalam minyak sawit 0.15 maka akan mengakibatkan hidrolisa minyak, dimana hidrolisa dari minyak sawit ini akan menghasilkan gliserol dan asam
lemak bebas yang menyebabkan rasa dan bau tengik pada minyak tersebut. Untuk mendapatkan kadar air yang sesuai dengan yang diinginkan, maka harus dilakukan
pengawasan intensif pada proses pengolahan dan penimbunan. Hal ini bertujuan untuk menhambat atau menekan terjadinya hidrolisa dan oksidasi minyak. Gunawan E, 2004
2.3.2 Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya proses hidrolisa minyak seperti
reaksi di bawah ini:
CH
2
- O - C - R O
O CH
- O - C - R
CH
2
- O - C - R O
CH - OH + R - C - OH
-
CH
2
- OH CH
2
- OH O
trigliserida
Minyak sawit Gliserol ALB
asam lemak bebas merupakan indikator mutu minyak, apabila kadar ALB nya tinggi maka mutu minyak akan rendah, demikian apabila kadar ALB nya rendah maka mutu
minyak akan tinggi. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan, tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan
rendemen minyak turun. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan di panen sampai tandan diolah di pabrik. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan
ALB. Semakin lama reaksi ini berlangsung maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk. Tim,Penulis 1997
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak
turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen
sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas.
Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis
enzim. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
- pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
- keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
- penumpukan buah yang terlalu lama
- proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik. Tim Penulis PS, 1997
Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu untuk menekan kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak. Agar ALB minimum, transportasi buah
panen harus dilakukan sesegera mungkin. Selain itu juga perlu dijamin bahwa hanya buah yang cukukp matang yang dipanen. Kandungan ALB buah sawit yang baru dipanen
biasanya kurang dari 0,3 . Peningkatan ALB terjadi karena kerusakan buah selama proses panen sampai tiba di ketel perebusan.
Pemetikan buah sawit di saat belum matang saat proses biokimia dalam buah belum sempurna menghasilkan gliserida sehingga mengakibatkan terbentuknya ALB
dalam minyak sawit. Sedangkan, pemetikan setelah batas tepat panen yang ditandai dengan buah yang berjatuhan dan menyebabkan pelukaan pada buah yang lainnya, akan
menstimulir penguraian enzimatis pada buah sehingga menghasilkan ALB dan akhirnya terikut dalam buah sawit yang masih utuh sehingga kadar ALB meningkat. Untuk itulah,
pemanenan TBS harus dikaitkan dengan kriteria matang panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi.
Dikaitkan dengan pencegahan kerusakan buah sawit dalam jumlah banyak, telah dikembangkan beberapa metode pemungutan dan pengangkutan TBS. Sistem yang
dianggap cukup efektif adalah dengan memasukkan TBS secara langsung ke dalam keranjang buah. Dengan cara tersebut akan lebih mengefesienkan waktu yang digunakan
untuk pembongkaran, pemuatan, penumpukkan buah sawit yang terlalu lama. Dengan demikian, pembentukan ALB selama pemetikan, pegumpulan, penimbunan, dan
pengangkutan buah dapat dikurangi.
Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada
kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat
mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan perlu tetapi malah
menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan suhu 90°C. Sebagai ukuran standar mutu dalam
perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesar 5. Darnoko D.S, 2003
2.3.3 Kadar Kotoran
Kotoran yang berlebihan mengakibatkan mikroba dalam proses metabolisme jamur, ragi, dan bakteri membutuhkan air, senyawa nitrogen, dan garam mineral.
Kerusakan minyak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih berada dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Minyak yang telah dimurnikan biasanya
masih mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan steril.
Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe mikroba nonphatologi. Umumnya dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak,
disamping menimbulkan perubahan warna discoloration. Bahan pangan berlemak dengan kadar gula yang tinggi lebih mudah ditumbuhi ragi dibandingkan dengan bakteri.
Ragi tersebut juga dapat tumbuh dalam larutan garam, asam, dan pada bahan berkadar air rendah. Ponten, 1998
2.4. Beberapa Parameter Penentuan Analisa Minyak Kelapa Sawit
Beberapa cara penghitungan dalam menganalisa minyak kelapa sawit sebagai berikut:
1. Penentuan Kadar Air
Air dalam minyak hanya dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi karena prose salami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta penimbunan. Air yang
terdapat dalam minyak dapat ditentukan dengan cara penguapan dalam alat pengeringan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar air =
2. Penentuan Kadar Asam Lemak BebasALB
Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya proses hidrolisa minyak menjadi asam – asamnya. Asam lemak bebas merupakan salah satu indicator mutu minyak. Asam
lemak bebas dalam minyak dapat diukur dengan cara titrasi menggunakan larutan NaOH dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar ALB =
3. Penentuan Bilangan Iod
Bilangan Iod adalah bilangan yang menyatakan kandungan asam lemak tidak jenuh yang dinyatakan dalam milligram Iodium yang diserap per gram minyak atau
lemak. Prinsip bilangan Iod dapat ditentukan dengan cara titrasi yang berdasarkan pada titrasi ion Iodida bebas dengan sodium thiosulfat.
Bilangan Iod=
Keterangan: N : normalitas larutan standar Na
2
S
2
O
3
0,1 N V
1
: ml Na
2
S
2
O
3
pada blanko V
2
: ml Na
2
S
2
O
3
pada contoh
W : Berat contoh gram
4. Penentuan Kadar Kotoran
Kotoran yang terdapat dalam minyak adalah kotoran yang tidak dapat larut dalam n-Heksan, kadar kotoran yang terdapat dalam minyak atau lemak dapat ditentukan
dengan menimbang residu kering.
Kadar kotoran =
–
x 100
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Peralatan
Merek
- Bola Penghisap - Botol Aquadest
- Buret 50 ml Pyrex
- Gelas Beaker 50 ml, 100 ml, 250 ml Iwaki - Labu Takar 50 ml, 250 ml, 1000 ml
Pyrex - Oven
- Pipet Tetes - Pipet volum 5 ml, 20 ml, 25 ml
Pyrex - Penjepit Tabung
- Statif dan klem - Spatula
- Erlenmeyer Pyrex
- Neraca Analitik Mettler
- Gelas ukur Pyrex
3.2 Bahan