BAB II MAKNA DAN FUNGSI ASAS PROPORSIONALITAS DALAM
KONTRAK KOMERSIAL
A. Pengertian dan Asas-asas Kontrak Komersial
Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidakpastian kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada
umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak Menurut Subekti, kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Dasar
yuridisnya mengacu kepada hukum perjanjian. Dalam hukum perjanjian yang menganut suatu sistem terbuka, maka dalam pembuatan kontrak masih tetap
diizinkan memasukkan klausul-klausul yang telah disepakati para pihak. Kontrak
komersial adalah perjanjian dalam bentuk tertulis yang substansinya disetujui oleh para pihak yang isinya bermuatan bisnis, perjanjian dua belah pihak atau lebih
yang isinya bermuatan komersial.
25
Kontrak adalah perjanjian, dalam kenyataan tidak dibedakan istilah kontrak atau perjanjian, walaupun dalam teori sering dibedakan.Kontrak
merupakan kesepakatan antara dua atau lebih pihak yang berisi prestasi hak dan kewajiban.Dengan demikian, kontrak komersial sebagai proses mata rantai
hubungan para pihak harus dibangun berdasarkan pemahaman keadilan yang dilandasi atas pengakuan hak para kontraktan. Pengakuan terhadap eksistensi hak
para kontraktan tersebut termanifestasi dalam pemberian peluang dan kesempatan
25
http:www.slideshare.netaulianrachmikontrak-daganginternasional-30maret2009 diakses tanggal 6 November 2015.
Universitas Sumatera Utara
yang sama dalam pertukaran kepentingan hak dan kewajiban. Namun demikian pengakuan terhadap hak, kebebasan dan kesamaan dalam pertukaran kepentingan
hak dan kewajiban tersebut tetap harus dalam bingkai aturan main yang mempertimbangkan prinsip distribusi yang proporsional.
26
1. Asas kebebasan berkontrak
Dengan melihat pengertain kontrak komersial yang telah di jabarkan di atas, maka dapat dilihat Asas-asas yang terdapat dalam kontrak komersial berikut
ini:
Menurut asas kebebasan berkontrak, seseorang pada umumnya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian. Di dalam asas ini
terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas
tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian. Menurut Sutan Remi Sjahdeini
27
a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:
b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.
c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan
dibuatnya. d.
Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. e.
Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
26
http:blogingria.blogspot.co.id201112bahan-kuliah-perancangan-kontrak.html, diakses tanggal 6 November 2015.
27
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit.,hlm. 47.
Universitas Sumatera Utara
f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional. 2.
Asas konsensualisme Asas konsensualisme sebagaimana yang tersimpul dari ketentuan Pasal
1320 BW angka 1 tentang kesepakatan, yang menyatakan bahwa perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat, hendaknya tidak juga
diinterpretasikan semata-mata secara gramatikal. Pemahaman Asas konsensualisme yang menekankan pada sepakat para pihak ini, berangkat dari
pemikiran bahwa yang berhadapan dalam kontrak itu adalah orang yang menjunjung tinggi komitmen dan tanggung jawab dalam lalu lintas hukum, orang
yang beritikad baik, yang berlandaskan pada satunya kata satunya perbuatan. 3.
Asas itikad baik Pengertian itikad baik menurut Pasal 1963 KUHPerdata, adalah kemauan
baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai barang, di mana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hak milik atas
barang itu telah dipenuhi. Itikad baik semacam ini juga dilindungi oleh hukum dan itikad baik sebagai syarat untuk mendapatkan hak milik ini tidak bersifat
dinamis, melainkan bersifat statis.
28
28
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan Surabaya: Bina Ilmu, 1997, hlm. 3.
Demikian pula dengan pengertian itikad baik dalam Pasal 1977 1 KUHPerdata, terkait dengan cara pihak ketiga memperoleh
suatu benda kepemilikan yang disebabkan ketidaktahuan mengenai cacat kepemilikan tersebut dapat dimaafkan, namun dengan syarat-syarat tertentu.
Dalam kaitan dengan penerapan itikad baik tersebut diartikan tidak tahu dan tidak
Universitas Sumatera Utara
harus tahu,maksudnya ketidaktahuan pihak ketiga mengenai cacat kepemilikan ini dapat dimaafkan menurut kepatutan dan kekayaan.
4. Asas kekuatan mengikat
Asas kekuatan mengikat asas ini tersirat dalam Pasal 1338 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya pacta sunt servanda. Akan tetapi sahnya perjanjian juga harus didasarkan pada nilai-nilai
kepatutan, kebiasaaan dan Undang-undang yang berlaku Pasal 1339, 1447 KUHPerdata, sehingga perjanjian yang melanggar hal-hal tersebut dapat
dianggap batal demi hukum.
29
Asas kekuatan mengikat atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta
sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
30
Asas kekuatan mengikat dapat dipahami dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda
diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum
sudah cukup dengan kata sepakat saja.
29
http:michiko60.blogspot.co.id201202seputar-hukum-kontrak-komersial.html diakses 6 November 2015.
30
Ibid,. hlm 103.
Universitas Sumatera Utara
5. Asas Kepribadian Personality
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
B. Makna Asas Proporsionalitas dalam Kontak Komersial