PENDAHULUAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

(1)

1 A. Latar Belakang

Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik, tetapi juga mental dan psikis, harus dijadikan perhatian lebih bagi aparat penegak hukum. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan yang berat terhadap korban, seperti kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan sanksi hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi pelaku. Korban tindak kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan keadilan, baik dari segi hukum maupun dari segi pemulihan mental dan psikis. Terlebih yang menjadi korban tindak kejahatan pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Perlu adanya penegakan hukum yang maksimal yang diimbangi sanksi hukum yang berat, demi menegakkan nilai keadilan.

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.1 Keberadaan anak yang mempunyai peran sebagai penerus generasi bangsa harus dijaga keberadaanya. Perlu adanya perhatian dan perlindungan khusus terhadap kehidupan anak agar terhindar dari tindak kejahatan yang akan mengancam keselamatan dirinya. Perlu adanya peran dari lingkungan terdekat seperti keluarga untuk

1Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.


(2)

menjamin keamanan dan kenyamanan anak. Keberadaan keluarga harus mampu melindungi, menyayangi, dan mengasihi sebagai satu kesatuan keluarga yang aman dan nyaman bagi perkembangan anak. Perlindungan terhadap anak telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.

Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu tindak kejahatan yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Pengertian perkosaan sendiri adalah seseorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.2 Tindak kejahatan pemerkosaan tidak hanya melanggar norma kesusilaan dan norma agama saja, tetapi juga telah melanggar hak asasi manusia yang melekat pada diri korban, apalagi yang menjadi korban pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Tindak kejahatan pemerkosaan telah menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap diri korban, baik secara mental dan psikis yang mengakibatkan trauma yang berkepanjangan dalam hidupnya, sedangkan untuk pemulihanya sangat sulit, karena memerlukan waktu yang lama.

Pelaku pemerkosaan harus mendapatkan hukuman yang berat, agar mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Perlu adanya peraturan hukum yang mengatur mengenai sanksi hukuman yang berat terhadap pelaku

2Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama, 2011, hal. 41.


(3)

kejahatan pemerkosaan, selain itu juga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi hukuman tersebut. Tindak kejahatan pemerkosaan secara umum telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 286, yang berbunyi “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Tindak kejahatan Pemerkosaan dengan korban anak yang masih di bawah umur dengan korban orang dewasa tentunya akan berbeda, baik dari penanganan korbanya maupun penegakan hukumnya. Korban pemerkosaan terhadap anak di bawah umur tentunya masih memiliki masa depan yang panjang yang seharusnya mampu dijaga dan dilindungi, karena merupakan generasi penerus kehidupan bangsa. Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur telah diatur sendiri di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1),(2),(3) yang berbunyi:

(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Orang Tua, Wali, Pengasuh Anak, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


(4)

Pemberian sanksi hukuman tambahan terhadap pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur harus dilakukan, agar mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Meningkatnya jumlah kasus tindak kejahatan pemerkosaan yang melibatkan anak sebagai korbanya harus mampu ditanggapi dengan serius. Pemerintah dalam menanggapi meningkatnya jumlah kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual. Adanya Perpu diharapkan dapat mengatasi keresahan masyarakat, serta dapat menghilangkan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

Penerapan sanksi pidana harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan, terutama terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Sanksi pidana bertujuan untuk memperbaiki pribadi terpidana berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna.3 Penerapan sanksi pidana harus mampu menciptakan nilai keadilan yang mencangkup secara umum, baik nilai keadilan dari pihak korban, pelaku, maupun masyarakat.

3


(5)

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul

“PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)”.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan permasalahan yang akan diteliti, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?

2. Bagaimanakah penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?

3. Apa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.


(6)

b. Untuk mengetahui penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

c. Untuk mengetahui dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis dalam karya ilmiah dalam rangka memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

b. Untuk memperluas dan mengembangkan daya penalaran dan daya fikir penulis agar dapat berkembang sesuai dengan bidang penulis, yakni bidang ilmu hukum.

c. Untuk mampu mendorong dan mengembangkan cara berfikir yang kritis dan kreatif terhadap perkembangan penegakan hukum di Indonesia.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:


(7)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia dan khususnya hukum pidana, terutama mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk memberikan masukan dalam bentuk pemikiran mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

E. Kerangka Pemikiran

Perlindungan anak merupakan salah satu cara untuk menjaga generasi penerus bangsa. Keberadaan anak dianggap sangat penting karena salah satu indikator keberlangsungan dan kemajuan suatu bangsa terletak pada generasi penerusnya. Perlu adanya perlindungan dan perhatian khusus terhadap anak, agar keberadaannya bisa terlindungi dan terjaga. Kenyamanan dan perhatian yang diberikan orang tua dan lingkungan terdekat adalah salah satu proteksi terhadap perlindungan anak. Secara umum peraturan perundang-undangan


(8)

telah mengatur mengenai perlindungan anak, seperti dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, khususnya Pasal 1 Butir (2) yang berbunyi:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.”

Tindak pidana pemerkosaan merupakan suatu kejahatan yang sangat keji, yang harus mendapatkan sanksi hukuman yang setimpal. Penerapan sanksi hukuman harus mampu memberikan efek jera bagi pelakunya. Aturan sanksi hukuman yang berat dalam undang-undang serta ketegasan aparat penegak hukum dalam menerapkan hukuman menjadi salah satu faktor yang krusial dalam menegakan nilai keadilan dalam tindak pidana pemerkosaan. Ketegasan dalam penerapan hukumnya akan menjadi cermin pembelajaran dalam kehidupan masyarakat secara umum.

Selain Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, mengenai sanksi hukuman terhadap kejahatan pemerkosaan di bawah umur, telah diatur terlebih dahulu di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada Pasal 287 Butir (1) dan (2) yang berbunyi:

(1) Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya,

sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294.


(9)

Ketentuan yang masih sama tentang tindak pidana pemerkosaan juga telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 294 Butir (1) dan (2) yang berbunyi:

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama -lamannya tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama:

(a) Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan

orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.

(b) Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ.

Hukuman tambahan terhadap tindak pidana pemerkosaan diberikan sebagai upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahtan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, dengan harapan kasus tindak pidana pemerkosaan tersebut tidak terulang kembali. Penerapan sanksi hukuman pidana salah satunya diberikan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual.


(10)

F. Metode Penelitian

Adapun dalam membahas permasalahan dalam penelitian seperti yang telah dikemukakan penulis di atas, maka penelitian menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang penulis pakai adalah pendekatan yuridis normatif, mengingat permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Penulis akan mengkaji secara lengkap mengenai kebijakan hukum pidana dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini akan berupaya menggambarkan dan menganalisis kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Adapun yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai kebijakan hukum pidana dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut.


(11)

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.4 Data yang berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta khususnya mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. b. Data Sekunder

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu: norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah:

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

- Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.

4


(12)

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang dimaksud di atas, digunakan teknik sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Dilakukan dengan mencari, mengutip, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dan berhubungan dengan skripsi yang penulis kaji, yakni dalam hal ini mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

b. Studi Lapangan

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diteliti guna mendapatkan data primer, yang dilakukan dengan cara:


(13)

1) Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai.5 Penulis akan mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap objek penelitian mengenai tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur kepada salah satu hakim yang pernah memutuskan kasus perkara tersebut atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri Surakarta.

2) Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap hasil wawancara maupun dalam catatan mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

5. Teknik Analisis Data

Teknis analisa dalam penelitian merupakan hal yang penting agar data yang sudah terkumpul dengan cara yang dapat dipertanggung-jawabkan. Analisa data dilakukan secara kualitatif , yaitu data-data yang ada dibuat dalam kata-kata dan atau kalimat-kalimat. Model analisis yang penulis gunakan adalah interactive model of analisys.6

5 M Syamsudin. 2007. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. 67 6 Interactive model of analisys yaitu proses menganalisis dengan menggunakan tiga kompenen sebagai berikut: Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penarikan Kesimpulan. Lihat HB. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 2002, hal. 58.


(14)

G. Sistematika Penelitian Hukum

Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai apa yang akan penulis uraikan dalam penelitian ini. Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam empat bab.

Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab II berisi tinjauan pustaka yang berisi tinjauan umum tentang anak, tinjauan umum tentang tindak pidana pemerkosaan, tinjauan umum tentang pertimbangan hakim dalam putusan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan dimuat dalam BAB III yang di dalamnya menguraikan mengenai profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

BAB IV berisi penutup yang berisi simpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran sebagai tindak lanjut dari simpulan tersebut.


(1)

Ketentuan yang masih sama tentang tindak pidana pemerkosaan juga telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 294 Butir (1) dan (2) yang berbunyi:

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama -lamannya tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama:

(a) Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.

(b) Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ.

Hukuman tambahan terhadap tindak pidana pemerkosaan diberikan sebagai upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kejahtan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, dengan harapan kasus tindak pidana pemerkosaan tersebut tidak terulang kembali. Penerapan sanksi hukuman pidana salah satunya diberikan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual.


(2)

F. Metode Penelitian

Adapun dalam membahas permasalahan dalam penelitian seperti yang telah dikemukakan penulis di atas, maka penelitian menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang penulis pakai adalah pendekatan yuridis normatif, mengingat permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Penulis akan mengkaji secara lengkap mengenai kebijakan hukum pidana dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini akan berupaya menggambarkan dan menganalisis kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Adapun yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai kebijakan hukum pidana dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut.


(3)

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.4 Data yang berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta khususnya mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. b. Data Sekunder

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu: norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah:

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

- Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.

4


(4)

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang dimaksud di atas, digunakan teknik sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Dilakukan dengan mencari, mengutip, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dan berhubungan dengan skripsi yang penulis kaji, yakni dalam hal ini mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

b. Studi Lapangan

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diteliti guna mendapatkan data primer, yang dilakukan dengan cara:


(5)

1) Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai.5 Penulis akan mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap objek penelitian mengenai tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur kepada salah satu hakim yang pernah memutuskan kasus perkara tersebut atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri Surakarta.

2) Observasi

Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap hasil wawancara maupun dalam catatan mengenai aturan hukum dan penerapan hukumnya, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

5. Teknik Analisis Data

Teknis analisa dalam penelitian merupakan hal yang penting agar data yang sudah terkumpul dengan cara yang dapat dipertanggung-jawabkan. Analisa data dilakukan secara kualitatif , yaitu data-data yang ada dibuat dalam kata-kata dan atau kalimat-kalimat. Model analisis yang penulis gunakan adalah interactive model of analisys.6

5 M Syamsudin. 2007. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. 67 6 Interactive model of analisys yaitu proses menganalisis dengan menggunakan tiga kompenen

sebagai berikut: Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penarikan Kesimpulan. Lihat HB. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 2002, hal. 58.


(6)

G. Sistematika Penelitian Hukum

Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai apa yang akan penulis uraikan dalam penelitian ini. Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam empat bab.

Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab II berisi tinjauan pustaka yang berisi tinjauan umum tentang anak, tinjauan umum tentang tindak pidana pemerkosaan, tinjauan umum tentang pertimbangan hakim dalam putusan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan dimuat dalam BAB III yang di dalamnya menguraikan mengenai profil peraturan hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.

BAB IV berisi penutup yang berisi simpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran sebagai tindak lanjut dari simpulan tersebut.


Dokumen yang terkait

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

1 81 147

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

0 5 19

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

0 6 12

SKRIPSI Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

0 0 12

PENDAHULUAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

0 3 13

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

4 20 19

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA.

0 3 77

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU GRATIFIKASI (STUDI KASUS PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI DENPASAR).

1 4 13

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

0 0 135