Jus Daun Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) Sebagai Antelmintik Pada Ascaris Suum Invitro.

(1)

Universitas Kristen Maranatha iv

ABSTRAK

JUS DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L) SEBAGAI ANTELMINTIK PADA Ascaris suum INVITRO

Ni Putu Widiyanti. 2007. Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing II: Budi Widyarto Lana, dr.

Askariasis merupakan salah satu penyakit cacing di Indonesia dengan insidensi 60 - 90%. Askariasis akan mengakibatkan gizi buruk, anemia, dan gangguan pertumbuhan pada anak. Salah satu cara penanggulangan masalah askariasis yaitu dengan pemberian obat antelmintik. Kebanyakan obat antelmintik terbuat dari bahan kimia yang sering menimbulkan efek samping. Dengan alasan ini, maka dilakukan penelitian terhadap obat antelmintik alternatif dari bahan alami yang jarang menimbulkan efek samping, yaitu daun mengkudu.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek antelmintik jus daun mengkudu terhadap Ascaris suum secara invitro.

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan yang bersifat komparatif, menggunakan masing-masing 30 ekor Ascaris suum yang direndam dalam larutan jus daun mengkudu dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, juga dengan NaCl 0,9% dan piperazin sitrat 20%, kemudian diinkubasi pada suhu 37˚ Celsius selama 3 jam. Data yang diukur adalah jumlah cacing hidup, paralisis, dan mati. Analisa statistik menggunakan statistik non parametrik “Chi Kuadrat” dengan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukan bahwa semua konsentrasi jus daun mengkudu (10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%) mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum (p<0,01). Jumlah cacing yang paralisis dan mati dalam jus daun mengkudu dengan konsentrasi 10%, 20%, 30% lebih sedikit dari piperazin sitrat sedangkan dalam konsentrasi 40%, 50% lebih banyak dari piperazin sitrat.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah daun mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum.


(2)

ABSTRACT

MENGKUDU LEAVES JUICE (Morinda citrifolia L.) AS ANTHELMINTIK ON Ascaris suum INVITRO

Ni Putu Widiyanti. 2007. Tutor I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Tutor II: Budi Widyarto Lana, dr.

Ascariasis is one of worm infection in Indonesia with 60-90% incidence. Ascariasis will cause malnutrition, anemia, and growth retardation in children. One way to solve the ascariasis problems is by using synthetic anthelmintic. Mostly anthelmintic drugs were made from chemical agent with many side effects. More researchs are done to find anthelmintic drugs from natural resource with fewer side effects, such as mengkudu.

This research was performed to know the effect of mengkudu leaves on Ascaris suum.

This research is a real prospective experiment with comparative characteristic. Each group, consisted of 30 worms of Ascaris suum which was soaked in mengkudu leaves juice with concentration 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, NaCl 0,9%, and piperazine citrate, and then incubated for 3 hour at 37˚ Celsius. Data measured were the number of living, paralyzed, and dead worm, and analyzed statistically using nonparametric “Chi Square” with α = 0,05.

The results shows that all mengkudu leaves juice’s concentration (10%, 20%, 30%, 40%, and 50%) had anthelmintic effect on Ascaris (p<0,01). Number of paralyzed and dead worm in mengkudu leaves juice with concentration 10%, 20%, 30% were less than piperazine citrate and the concentration of 40%, 50% more than piperazine citrate.

The conclusion of this research is: mengkudu leaves have anthelmintic effect on Ascaris suum in vitro.


(3)

Universitas Kristen Maranatha vi

KATA PENGANTAR

Om Swastiastu

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis dengan judul: “Jus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Antelmintik pada Ascaris suum Invitro” dapat disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran.

Selama proses penyelesaian karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. atas kesediaannya menjadi pembimbing utama, yang telah meluangkan waktu, tenaga, maupun pikiran untuk memberikan bimbingan, tuntunan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

2. Budi Widyarto, dr. atas kesediaannya menjadi pembimbing pendamping, yang telah meluangkan waktu, tenaga, maupun pikiran untuk memberikan bimbingan, tuntunan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

3. Endang Evacuasiany, Dra., Apt., MS., AFK. yang telah memberikan masukan dan saran dalam karya tulis ini.

4. Susy Tjahjani, dr., M.Kes. yang telah memberi masukan dan saran.

5. Adikku yang tersayang Ni Made Dwi Rosmiati yang selalu membantu dan menemani setiap waktu.

6. Meriza Yacinda yang sejak awal hingga akhir telah bersama-sama melakukan penelitian ini.

7. I Putu Yoga Semadi yang setia, selalu mendukung, mendoakan, dan memberi semangat serta bantuan agar karya tulis ini dapat selesai dengan baik.


(4)

8. Ratna Dewi Reynando, Nova Lasmaria, Sang Mei Mei, Okty Mustika yang selalu mendukung.

9. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2003 yang selalu kompak dan saling membantu.

10.Kedua orang tua I Wayan Ratnata dan Ni Made Sumaryati yang dengan tulus memberikan dorongan, doa restu, serta dukungan moril dan materiil untuk menyelesaikan studi.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini.

Akhir kata, penulis menyadari apa yang diperbuat tidak luput dari kekurangan, sehingga untuk mengatasi kekurangan itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun serta selalu memohon petunjuk ke kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) semoga apa yang diperbuat dapat berjalan dan berhasil dengan baik.

Bandung, 6 Januari 2007


(5)

Universitas Kristen Maranatha viii

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud dan tujuan ... 2

1.4 Manfaat KTI... 2

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... 3

1.6 Metodologi ... 3

1.7 lokasi dan Waktu... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ascaris sp... 4

2.2 Ascaris Lumbricoides... 4

2.2.1 Taksonomi... 4

2.2.2 Morfologi ... 4

2.2.3 Dinding Badan ... 6

2.2.4 Sistem Otot... 8

2.2.5 Sistem Pencernaan ... 9


(6)

2.2.7 Sistem Saraf ... 10

2.2.8 Organ Genitalia ... 10

2.2.9 Sistem Ekskresi ... 11

2.2.10 Daur Hidup... 11

2.3 Askariasis ... 11

2.3.1 Epidemiologi ... 12

2.3.2 Patogenesis dan Gejala Klinik ... 13

2.3.3 Diagnosis... 14

2.3.4 Pengobatan ... 14

2.3.5 Prognosis ... 14

2.3.6 Pencegahan ... 14

2.4 Obat cacing ... 15

2.4.1 Piperazine... 15

2.4.2 Pyrantel pamoate... 15

2.4.3 Mebendazole... 16

2.4.4 Albendazole... 16

2.5 Mengkudu ... 16

2.5.1 Morfologi ... 16

2.5.2 Klasifikasi botani ... 18

2.5.3 Kandungan ... 18

2.5.4 Manfaat ... 18

2.5.5 Mengkudu sebagai antelmintik ... 19

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian ... 20

3.2 Alat-alat yang digunakan ... 20

3.3 Metode Penelitian ... 20

3.3.1 Variabel Perlakuan dan Variabel Respon ... 20

3.3.2 Prosedur Penelitian... 21


(7)

Universitas Kristen Maranatha x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan dan Pembahasan... 23

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran... 25

DAFTAR PUSTAKA... 26

LAMPIRAN... 28

RIWAYAT HIDUP... 32


(8)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 4.1 Jumlah cacing Ascaris suum yang hidup, paralisis, dan mati setelah


(9)

Universitas Kristen Maranatha xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Ascaris lumbricoides dewasa... 5

Gambar 2.2 Ujung posterior Ascaris lumbricoides betina dan jantan... 5

Gambar 2.3 Telur Ascaris lumbricoides yang telah dibuahi, belum dibuahi, dan telur berembrio... 6

Gambar 2.4 Kutikula Ascaris... 8

Gambar 2.5 Daur hidup Ascaris lumbricoides... 12


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Bahan Uji ... 28 Lampiran 2. Perhitungan Data ... 29


(11)

28 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN

Lampiran 1.

Perhitungan Konsentrasi Bahan Uji

Bahan uji 10% = 40 gram daun mengkudu ditambah aquades hingga 400 ml Bahan uji 20% = 80 gram daun mengkudu ditambah aquades hingga 400 ml Bahan uji 30% = 120 gram daun mengkudu ditambah aquades hingga 400 ml Bahan uji 40% = 160 gram daun mengkudu ditambah aquades hingga 400 ml Bahan uji 50% = 200 gram daun mengkudu ditambah aquades hingga 400 ml


(12)

29

Lampiran 2 : Perhitungan Data

Analisis Data : Statistik non parametric Chi Kuadrat

Tabel kerja untuk mencari fo dan fe dari jumlah cacing Ascaris suum yang hidup,

paralisis dan mati setelah diberi perlakuan.

Hidup Paralisis dan Mati Total

Jus Daun Mengkudu 10% A

26 (17,8) B 4 (12,2) A+B 30

Jus Daun Mengkudu 20% C

23 (17,8) D 7 (12,2) C+D 30

Jus Daun Mengkudu 30% E

18 (17.8) F 12 (12,2) E+F 30

Jus Daun Mengkudu 40% G

12 (17,8) H 18 (12,2) G+H 30

Jus Daun Mengkudu 50% I

10 (17,8) J 20 (12,2) I+J 30 Total A+C+E+G+I 89 B+D+F+H+I 61 N=150 Keterangan:

- Angka tanpa tanda kurung adalah harga fo (frekuensi hasil observasi dari

sample penelitian) sedangkan angka dalam kurung adalah harga fe

(frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian)


(13)

30

Universitas Kristen Maranatha Prosedur untuk mencari harga fe (frekuensi yang diharapkan pada populasi

penelitian)adalah sebagai berikut:

fe untuk sel A = (A+B).(A+C+E+G+I) = 30 x 89 = 17,8

N 150

fe untuk sel B = (A+B).(B+D+F+H+J) = 30 x 61 = 12,2

N 150

fe untuk sel C = (C+D).(A+C+E+G+I) = 30 x 89 = 17,8

N 150

fe untuk sel D = (C+D).(B+D+F+H+J) = 30 x 61 = 12,2

N 150

fe untuk sel E = (E+F).(A+C+E+G+I) = 30 x 89 = 17,8

N 150

fe untuk sel F = (E+F).(B+D+F+H+J) = 30 x 61 = 12,2

N 150

fe untuk sel G = (G+H).(A+C+E+G+I) = 30 x 89 = 17,8

N 150

fe untuk sel H = (G+H).(B+D+F+H+J) = 30 x 61 = 12,2

N 150 fe untuk sel I = (I+J).(A+C+E+G+I) = 30 x 89 = 17,8

N 150

fe untuk sel J = (I+J).(B+D+F+H+J) = 30 x 61 = 12,2


(14)

31

Perhitungan:

X2 hitung = ∑ (fo – fe)2

fe

= (26 – 17,8)2 + (23 – 17,8)2 + (18 – 17,8)2 + (12 – 17,8)2 + 17,8 17,8 17,8 17,8 (10 – 17,8)2 + (4 – 12,2)2 + (7 – 12,2)2 + (12 – 12,2)2 + 17,8 12,2 12,2 12,2

(18 – 12,2)2 + (20– 12,2)2 12,2 12,2

= 3,777 + 1,519 + 0,002 + 1,889 + 3,417 + 5,511 + 2,216 + 0,003 + 2,757 + 4,986

= 46,021

db = (k – 1).(b – 1) = (5 – 1).(2 – 1)

= 4

X2 tabel 5%, 4 = 9,488 X2 tabel 1%, 4 = 13,277

X2 hitung > X2 tabel 1% → tolak H0

Keterangan :

fo = frekuensi hasil observasi dari sampel penelitian

fe = frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian

db = derajat kebebasan k = kolom


(15)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Askariasis merupakan penyakit yang disebabkan cacing Ascaris lumbricoides. Penyebaran penyakit ini terutama berada di daerah tropis yang tingkat kelembapannya cukup tinggi (Onggowaluyo, 2002). Selain itu terdapat pula di negara tertentu yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Kurangnya pemakaian jamban keluarga akan menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat pembuangan sampah. (Sri S. Margono, 2000).

Prevalensi askariasis di Indonesia terbilang tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60 – 90% (Sri S. Margono, 2000). Akibat adanya cacing Ascaris dalam tubuh, anak akan mudah jatuh pada keadaan gizi buruk. Penyakit ini selain dapat menyebabkan gangguan gizi, dapat pula menyebabkan anemia, gangguan pertumbuhan, dan gangguan kecerdasan (Elmi, Tiangsa Sembiring, B. Susanti Dewiyani, Endang D. Hamid, Syahril Pasaribu, Chairudin P. Lubis, 2004). Bahkan bila larva cacing bermigrasi ke paru-paru dapat menyebabkan pneumonia, bila cacing dewasa bermigrasi ke usus buntu menyebabkan radang usus, dan dapat menyebabkan abses hati bila bermigrasi ke hati (Agus Surono, 1997).

Obat modern yang biasa digunakan untuk obat cacing sering menimbulkan efek samping contohnya: iritasi saluran cerna, memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi, embriotoksik, teratogenik, meningkatkan SGOT, bahkan dapat menyebabkan agranulositosis (Sukarno Sukarban & Sardjono O. Santoso, 1995). Dalam usaha untuk mengobati penyakit cacing, selain menggunakan obat modern, masyarakat juga mengenal bahan alami yang bisa digunakan untuk melawan cacing. Bahan alami memiliki sifat yang alamiah sehingga dianggap lebih aman, ditoleransi lebih baik dibandingkan dengan obat modern, lebih mudah didapat dan lebih murah (Juckett, 2004). Salah satu bahan alami yang dapat digunakan


(16)

2

sebagai antelmintik adalah mengkudu. Akar, daun, dan buah mengkudu diketahui memiliki khasiat anti-cacing (A.P. Bangun & B. Sarwono, 2004). Buah mengkudu sudah diteliti oleh Ludmilla Budikusuma pada tahun 2003 dan hasilnya buah mengkudu pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, 100% mempunyai efek sebagai antelmintik terhadap Ascaris suum invitro. Oleh karena itu kami tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan bagian lain dari mengkudu yang mempunyai efek antelmintik, yaitu daun mengkudu.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah jus daun Mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum invitro.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Menjadikan daun Mengkudu sebagai obat alternatif untuk penyakit cacing.

1.3.2 Tujuan

Mengetahui efek antelmintik daun Mengkudu terhadap Ascaris suum invitro.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah wawasan pengetahuan farmakologi di bidang tanaman obat, khususnya daun Mengkudu yang mempunyai efek antelmintik.

1.4.2 Manfaat Praktis


(17)

3

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Mengkudu mengandung zat-zat: metil, asetil ester, morindon, dan soranyidiol. Senyawa morindon berkhasiat sebagai obat pencahar (Asiamaya, 2000. A.P. Bangun & B. Sarwono, 2004).

Senyawa morindon menyebabkan diare pada cacing, air dan elektrolit keluar dari dalam tubuh cacing, terjadi kehilangan keseimbangan cairan dan dehidrasi dalam tubuh cacing sehingga kerangka hidrostatik yang diperlukan untuk pergerakan, proses makan dan defekasi terganggu. Cacing akan mengalami paralisis bahkan mati (Robert & Janovy, 2005).

1.5.2 Hipotesis penelitian

Jus daun Mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum invitro.

1.6 Metodologi

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan yang bersifat komparatif.

Data yang diukur adalah jumlah cacing hidup, paralisis dan mati.

Analisis data memakai statistik non parametrik ”Chi Kuadrat” dengan α= 0,05.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi:- Laboratorium Farmakologi FK UKM - Laboratorium Mikrobiologi FK UKM - Kampus FK UKM


(18)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jus daun mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum secara invitro.

5.2 Saran

Disarankan untuk menguji efeknya pada nematoda lain, melakukan uji toksisitas, serta melakukan penelitian lebih lanjut secara invivo.


(19)

26 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

A.P. Bangun., B. Sarwono. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Agus Surono. 1997. Flora Pengusir Cacing.

http://www.indomedia.com/intisari/1997/feb/cacing.html. 4 Agustus 2006. Asiamaya. 2000. Mengkudu (Morinda citrifolia L.).

http://www.asiamaya.com/jamu/isi/mengkudu_morindacitrifolia.html. 21 September 2006.

Center for Disease Control. 1999. Agent and vector Ascaris lumbricoides. http://www.emedicine.com/ped/topic145.html. November 17th, 2006. Elmi., Tiangsa Sembiring., B. Susanti Dewiyani., Endang D. Hamid., Syahril

Pasaribu., Chairudin P. Lubis. 2004. Status Gizi dan Infestasi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar.

http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-chairuddin11.pdf. 4 Agustus 2006. Endjo Djauhariya. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Tanaman Obat

Potensial.

http://www.balittro.go.id/index.php?pg=pustaka&child=tro&page=lihat&tid=6 &id=20. 7 Maret 2006.

Goldsmith R.S. 2004. Farmakologi Klinis Obat Antelmintik. Editor: Tim Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Dalam:

Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. h. 259-90.

Houseman J. 2004. Ascaris Compare Male Female.

http://www.esu.edu/%7emilewski/intro_biol_two/lab__10_platy_nemat/ascaris _comparison_male_f.html. November 19th, 2006.

Ipteknet. 2005. Invertebrata.

http://www.iptek.net.id/ind/pd_invertebrata/index.php?id=15&ch=pd_ind_inve rtebrata. 22 Agustus 2006.

Ipteknet. 2005. Tanaman Obat.

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=5. 24 November 2006. Jangkung Samidjo Onggowaluyo. 2002. Parasitologi Medik I. Jakarta: EGC. h.


(20)

27

Juckett G. 2004. Herbal Medicine. Craig C.R. & Stitzel R.E. (eds). In: Modern Pharmacology with Clinical Applications. Sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 785.

Neva F.A., Brown H.W. 1994. Basic Clinical Parasitology. 6th ed. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange. p. 107-44.

Noble E.R., Noble G.A. 1989. Nematoda. Editor: Noerhajati Soeripto. Dalam: Biologi Parasit Hewan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. h.531-609.

Ohio-state. 2002. Ascaris lumbricoides and Ascaris suum (Intestinal Roundworm of Humans and Pigs). http://ryoko.biosci.ohio-state.edu/~parasite/ascaris.html. Mei 13th 2006.

Roberts L.S., Janovy J.Jr. 2005. Foundations of Parasitology. 7th ed. New York: McGraw-Hill. p. 367-435.

Soedarto. 1992. Helmintologi Kedokteran. Cetakan Kedua. Jakarta: EGC. h. 79-81.

Sri S. Margono. 2000. Helmintologi. Editor: Srisasi Gandahusada., Herry D. Ilahude., Wita Pribadi. Dalam: Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h. 7-11.

Sukarno Sukarban., Sardjono O. Santoso. 1995. Antelmintik. Editor: Sulistia G. Ganiswarna. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 523-36. T.H. Rampengan., I.R. Laurentz. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.

Jakarta: EGC. h. 217-23. Wikipedia. 2006. Ascariasis.

http://en.wikipedia.org/wiki/Ascariasis. November 17th, 2006.

Yamaguchi T. 1994. Rasa Sakit di Abdomen dan Gejala-gejala Gastrointestinal. Editor: Maylani Handojo., Peter Anugerah. Dalam: Atlas Berwarna

Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC. h. 77-9.

Zaman V. 1997. Nematoda. Editor: Chairil Anwar. Dalam: Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Hipokrates. h. 177-80.


(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Askariasis merupakan penyakit yang disebabkan cacing Ascaris lumbricoides. Penyebaran penyakit ini terutama berada di daerah tropis yang tingkat kelembapannya cukup tinggi (Onggowaluyo, 2002). Selain itu terdapat pula di negara tertentu yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Kurangnya pemakaian jamban keluarga akan menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat pembuangan sampah. (Sri S. Margono, 2000).

Prevalensi askariasis di Indonesia terbilang tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya antara 60 – 90% (Sri S. Margono, 2000). Akibat adanya cacing Ascaris dalam tubuh, anak akan mudah jatuh pada keadaan gizi buruk. Penyakit ini selain dapat menyebabkan gangguan gizi, dapat pula menyebabkan anemia, gangguan pertumbuhan, dan gangguan kecerdasan (Elmi, Tiangsa Sembiring, B. Susanti Dewiyani, Endang D. Hamid, Syahril Pasaribu, Chairudin P. Lubis, 2004). Bahkan bila larva cacing bermigrasi ke paru-paru dapat menyebabkan pneumonia, bila cacing dewasa bermigrasi ke usus buntu menyebabkan radang usus, dan dapat menyebabkan abses hati bila bermigrasi ke hati (Agus Surono, 1997).

Obat modern yang biasa digunakan untuk obat cacing sering menimbulkan efek samping contohnya: iritasi saluran cerna, memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi, embriotoksik, teratogenik, meningkatkan SGOT, bahkan dapat menyebabkan agranulositosis (Sukarno Sukarban & Sardjono O. Santoso, 1995). Dalam usaha untuk mengobati penyakit cacing, selain menggunakan obat modern, masyarakat juga mengenal bahan alami yang bisa digunakan untuk melawan cacing. Bahan alami memiliki sifat yang alamiah sehingga dianggap lebih aman, ditoleransi lebih baik dibandingkan dengan obat modern, lebih mudah didapat dan lebih murah (Juckett, 2004). Salah satu bahan alami yang dapat digunakan


(2)

2

sebagai antelmintik adalah mengkudu. Akar, daun, dan buah mengkudu diketahui memiliki khasiat anti-cacing (A.P. Bangun & B. Sarwono, 2004). Buah mengkudu sudah diteliti oleh Ludmilla Budikusuma pada tahun 2003 dan hasilnya buah mengkudu pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, 100% mempunyai efek sebagai antelmintik terhadap Ascaris suum invitro. Oleh karena itu kami tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan bagian lain dari mengkudu yang mempunyai efek antelmintik, yaitu daun mengkudu.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah jus daun Mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum invitro.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Menjadikan daun Mengkudu sebagai obat alternatif untuk penyakit cacing.

1.3.2 Tujuan

Mengetahui efek antelmintik daun Mengkudu terhadap Ascaris suum invitro.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah wawasan pengetahuan farmakologi di bidang tanaman obat, khususnya daun Mengkudu yang mempunyai efek antelmintik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Daun Mengkudu dapat digunakan sebagai antelmintik alternatif bagi masyarakat.


(3)

3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Mengkudu mengandung zat-zat: metil, asetil ester, morindon, dan soranyidiol. Senyawa morindon berkhasiat sebagai obat pencahar (Asiamaya, 2000. A.P. Bangun & B. Sarwono, 2004).

Senyawa morindon menyebabkan diare pada cacing, air dan elektrolit keluar dari dalam tubuh cacing, terjadi kehilangan keseimbangan cairan dan dehidrasi dalam tubuh cacing sehingga kerangka hidrostatik yang diperlukan untuk pergerakan, proses makan dan defekasi terganggu. Cacing akan mengalami paralisis bahkan mati (Robert & Janovy, 2005).

1.5.2 Hipotesis penelitian

Jus daun Mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum invitro.

1.6 Metodologi

Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan yang bersifat komparatif.

Data yang diukur adalah jumlah cacing hidup, paralisis dan mati.

Analisis data memakai statistik non parametrik ”Chi Kuadrat” dengan α= 0,05.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi:- Laboratorium Farmakologi FK UKM - Laboratorium Mikrobiologi FK UKM - Kampus FK UKM


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jus daun mengkudu mempunyai efek antelmintik terhadap Ascaris suum secara

invitro.

5.2 Saran

Disarankan untuk menguji efeknya pada nematoda lain, melakukan uji toksisitas, serta melakukan penelitian lebih lanjut secara invivo.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.P. Bangun., B. Sarwono. 2002. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Agus Surono. 1997. Flora Pengusir Cacing.

http://www.indomedia.com/intisari/1997/feb/cacing.html. 4 Agustus 2006.

Asiamaya. 2000. Mengkudu (Morinda citrifolia L.).

http://www.asiamaya.com/jamu/isi/mengkudu_morindacitrifolia.html. 21

September 2006.

Center for Disease Control. 1999. Agent and vector Ascaris lumbricoides.

http://www.emedicine.com/ped/topic145.html. November 17th, 2006.

Elmi., Tiangsa Sembiring., B. Susanti Dewiyani., Endang D. Hamid., Syahril Pasaribu., Chairudin P. Lubis. 2004. Status Gizi dan Infestasi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar.

http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-chairuddin11.pdf. 4 Agustus 2006.

Endjo Djauhariya. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Tanaman Obat

Potensial.

http://www.balittro.go.id/index.php?pg=pustaka&child=tro&page=lihat&tid=6 &id=20. 7 Maret 2006.

Goldsmith R.S. 2004. Farmakologi Klinis Obat Antelmintik. Editor: Tim Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Dalam:

Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. h.

259-90.

Houseman J. 2004. Ascaris Compare Male Female.

http://www.esu.edu/%7emilewski/intro_biol_two/lab__10_platy_nemat/ascaris

_comparison_male_f.html. November 19th, 2006.

Ipteknet. 2005. Invertebrata.

http://www.iptek.net.id/ind/pd_invertebrata/index.php?id=15&ch=pd_ind_inve

rtebrata. 22 Agustus 2006.

Ipteknet. 2005. Tanaman Obat.

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=5. 24 November 2006.

Jangkung Samidjo Onggowaluyo. 2002. Parasitologi Medik I. Jakarta: EGC. h. 12-15.


(6)

27

Juckett G. 2004. Herbal Medicine. Craig C.R. & Stitzel R.E. (eds). In: Modern

Pharmacology with Clinical Applications. Sixth edition. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins. p. 785.

Neva F.A., Brown H.W. 1994. Basic Clinical Parasitology. 6th ed. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange. p. 107-44.

Noble E.R., Noble G.A. 1989. Nematoda. Editor: Noerhajati Soeripto. Dalam:

Biologi Parasit Hewan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

h.531-609.

Ohio-state. 2002. Ascaris lumbricoides and Ascaris suum (Intestinal Roundworm of Humans and Pigs). http://ryoko.biosci.ohio-state.edu/~parasite/ascaris.html. Mei 13th 2006.

Roberts L.S., Janovy J.Jr. 2005. Foundations of Parasitology. 7th ed. New York: McGraw-Hill. p. 367-435.

Soedarto. 1992. Helmintologi Kedokteran. Cetakan Kedua. Jakarta: EGC. h. 79-81.

Sri S. Margono. 2000. Helmintologi. Editor: Srisasi Gandahusada., Herry D. Ilahude., Wita Pribadi. Dalam: Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h. 7-11.

Sukarno Sukarban., Sardjono O. Santoso. 1995. Antelmintik. Editor: Sulistia G. Ganiswarna. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 523-36. T.H. Rampengan., I.R. Laurentz. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.

Jakarta: EGC. h. 217-23. Wikipedia. 2006. Ascariasis.

http://en.wikipedia.org/wiki/Ascariasis. November 17th, 2006.

Yamaguchi T. 1994. Rasa Sakit di Abdomen dan Gejala-gejala Gastrointestinal. Editor: Maylani Handojo., Peter Anugerah. Dalam: Atlas Berwarna

Parasitologi Klinik. Jakarta: EGC. h. 77-9.

Zaman V. 1997. Nematoda. Editor: Chairil Anwar. Dalam: Atlas Parasitologi