Dampak sakramen rekonsiliasi terhadap kehidupan keagamaan jemaat Gereja Katolik kelahiran Santa perawan Maria.

DAMPAK SAKRAMEN REKONSILIASI TERHADAP KEHIDUPAN KEAGAMAAN
JEMAAT GEREJA KATOLIK KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA

Skripsi:
Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

HIKMATUL MAULIDIYAH
NIM: E02213009

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABSTRAK
HIKMATUL MAULIDIYAH. E02213009. Dampak Sakramen Rekonsiliasi Terhadap Kehidupan
Keagamaan Jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria.

Sakramen rekonsiliasi merupakan sakramen yang diberikan kepada anggota Gereja sebagai
berkat pengampunan dan kesembuhan dari Tuhan atas dosa-dosa berat atau ringan yang telah
dilakukan. Dalam Agama Katolik mengajarkan bahwa seseorang akan diampuni dosanya jika ia
mengakui dosanya kepada Tuhan dengan disaksikan oleh satu dari utusan-Nya, yaitu seorang pastor
(Bapa Pengakuan) dengan benar-benar bertobat dari dosa yang telah diperbuatnya dan tidak
mengulanginya kembali di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa dampak dari
sakramen rekonsiliasi terhadap kehidupan keagamaan jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan
Maria (KELSAPA). Untuk meneliti perubahan religiositas jemaat yang telah mengikuti sakramen
rekonsiliasi, peneliti menggunakan teori psikoanalisis kepribadian dan kecemasan Freud. Menurut
Freud, perilaku manusia dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu Id, Ego, dan Superego. Teori ini penting
untuk membaca perubahan sikap jemaat yang melakukan sakramen rekonsiliasi, mulai dari sikap
menyesal (penyesalan) setelah melakukan dosa, melakukan tobat, dan penyucian diri.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara dengan Pastor Kepala Paroki dan jemaat Gereja KELSAPA,
observasi ritual sakramen rekonsiliasi dan kegiatan jemaat, dan dokumentasi yang berasal dari
catatan, buku-buku, artikel-artikel dari jurnal online, foto dan dokumen gereja yang berhubungan
dengan fokus penelitian.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa sakramen rekonsiliasi memberikan dampak positif bagi
kehidupan keagamaan jemaat Gereja KELSAPA. Pertama, sakramen rekonsiliasi membuat jemaat
lebih rajin ke Gereja dan lebih rajin berdoa. Kedua, sakramen rekonsiliasi dapat membantu jemaat

untuk menata kembali hidupnya dan keadaan hatinya yang tidak teratur akibat perbuatan dosa. Di sisi
lain, sakramen rekonsiliasi tidak memberikan dampak apapun atau tidak berpengaruh terhadap
kehidupan keagamaan seorang jemaat yang telah melakukan sakramen rekonsiliasi. Dampak dari
sakramen rekonsiliasi tergantung bagaimana peniten memahami dan memaknai sakramen rekonsiliasi.
Kata Kunci: Sakramen rekonsiliasi, kehidupan keagamaan, Jemaat, Gereja KELSAPA, Sigmund Freud.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM....................................................................................
ABSTRAK.................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................................

ii

PENGESAHAN.................................................................... .....................

iii


PERNYATAAN KEASLIAN .....................................................................

vi

KATA PENGANTAR................................................................................. v
DAFTAR ISI..............................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B.

Rumusan Masalah....................................................................... 4

C.


Tujuan Penelitian........................................................................ 4

D.

Manfaat Penelitian...................................................................... 4

E.

Kajian Teori................................................................................ 5

F.

Telaah Kepustakaan...................................................................

G.

Metode Penelitian....................................................................... 11

H.


Sistematika Pembahasan............................................................. 15

8

i

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

PROSES LITURGI SAKRAMEN REKONSILIASI DI GEREJA
KATOLIK KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA

A.

Konsep Sakramen Rekonsiliasi.................................................. 18

B.

Proses Liturgi Sakramen Rekonsiliasi di Gereja Katolik

Kelahiran Santa Perawan Maria................................................. 43

BAB III

LATAR BELAKANG JEMAAT MELAKUKAN SAKRAMEN
REKONSILIASI DAN DAMPAKNYA BAGI RELIGIOSITAS
JEMAAT

GEREJA

KATOLIK

KELAHIRAN

SANTA

PERAWAN MARIA
A.

Latar Belakang Seseorang Melakukan Sakramen

Rekonsiliasi...............................................................................

B.

50

Religiositas Jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan
Maria Setelah Melakukan Sakramen Rekonsiliasi...................... 63

BAB IV

DAMPAK

SAKRAMEN

REKONSILIASI

TERHADAP

KEHIDUPAN KEAGAMAAN JEMAAT GEREJA KATOLIK

KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA
A.

Alasan Seseorang Melakukan Sakramen Rekonsiliasi............... 69

B.

Religiositas Jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan
Maria Melakukan Sakramen Rekonsiliasi................................... 76

BAB V

PENUTUP

A.

Kesimpulan................................................................................

87


B.

Saran .......................................................................................... 88

ii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A.


Latar Belakang Masalah
Penelitian ini membahas dampak sakramen rekonsiliasi terhadap kehidupan
keagamaan para jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria
(KELSAPA) Surabaya. Sakramen adalah suatu perbuatan dan perkataan atau
sebagai lambang rahmat yang tidak kelihatan yang pada prinsipnya dikerjakan
oleh Roh Kudus tetapi dengan perantara seorang imam atau pastor ataupun uskup.
Sakramen rekonsiliasi adalah satu dari tujuh macam sakramen dalam tradisi
Gereja Katolik. Adapun tujuh macam sakramen dalam tradisi Gereja Katolik
yaitu, pembaptisan, ekaristi, confirmasi (penguatan iman), pengakuan dosa
(rekonsiliasi), pengurapan orang sakit, pentahbisan imam, dan perkawinan.1
Penelitian tentang sakramen rekonsiliasi ini layak dikaji mengingat masih
kurangnya penelitian yang mengkaji tentang sakramen-sakramen khusunya
sakramen rekonsiliasi.
Penelitian ini difokuskan pada sakramen rekonsiliasi dan dampaknya
terhadap umat. Sakramen rekonsiliasi adalah sakramen yang diperuntukkan untuk
memberikan berkat pengampunan dan kesembuhan dari Tuhan kepada anggota
Gereja atas dosa-dosa berat dan ringan yang dilakukan setelah menerima

1


Abu Ahmadi, Perbandingan Agama (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 201.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

sakramen baptis.2 Sakramen rekonsiliasi juga dinamakan sakramen pemulihan,
pengakuan, pengampunan, dan perdamaian. Sakramen rekonsiliasi tetap
diperlukan meskipun orangnya sudah dibaptis. Alasannya ialah kehidupan baru
yang diterima dalam inisiasi Kristen tidak menghilangkan kecenderungan kepada
dosa.3 Dalam Agama Katolik mengajarkan bahwa seseorang akan diampuni jika
ia mengakui dosanya kepada Tuhan dengan disaksikan oleh satu dari utusan-Nya
di muka bumi ini, yaitu seorang pastor, dengan benar-benar bertobat dari dosa
yang telah diperbuatnya itu, dan secara jujur memutuskan untuk tidak
melakukannya lagi di saat yang akan datang. Dalam sakramen rekonsiliasi
seorang pastor dapat membimbing jemaatnya dan dapat membantu para
jemaatnya yang memerlukan nasihat spiritualnya.
Untuk meneliti perubahan religiositas jemaat Katolik yang telah mengikuti
sakramen rekonsiliasi, peneliti akan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund
Freud. Dalam metode terapi psikoanalisis Sigmund Freud, pasien berbicara
sedangkan psikiater mendengarkan.4 Freud dalam teori kepribadian membagi
kepribadian menjadi tiga komponen, yaitu Id, Ego, dan Superego. Perilaku
seseorang merupakan hasil dari interaksi antara ketiga komponen tersebut. Id
merupakan sumber dari semua energi dan dorongan, yang terbagi menjadi dua
yaitu eros (nafsu berbuat baik) dan thanatos (perbuatan tercela). Sedangkan ego
merupakan sistem kepribadian yang didominasi kesadaran yang terbentuk sebagai
pengaruh individu kepada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya
“Masih Perlukah Sakramen Pengakuan Dosa bagian 3”, http://www.katolisitas.org/masihperlukah-sakramen-pengakuan-dosa-bagian-3/ (Rabu, 8 Maret 2017, 11.36).
3
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika Jilid II (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 396.
4
Linda Smith dan william Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang (Yogyakarta:
Kanisius, 2000), 95.
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

berdasarkan pada prinsip kenyataan apa yang ada. Dan superego merupakan
patokan moralitas masyarakat yang dipaksakan kepada pribadi dari luar, yang
dengannya orang bersangkutan hidup.5
Penyesalan (frustasi) dalam psikoanalisis terjadi apabila dorongan id
bertentangan dengan hati (superego). Apabila pada ego manusia dikuasai oleh
thanatos maka manusia tersebut cenderung melakukan hal yang tercela. Jika
thanatos sudah terpuaskan dan kemudian ego dikuasai oleh superego pada saat
itulah penyesalan terjadi. Akibat dari penyesalan tersebut timbul keteganganketegangan psikis pada diri manusia seperti merasa bersalah atau berdosa, dan
satu-satunya jalan untuk mengobati atau mengurangi ketegangan itu adalah
dengan berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama,
atau disebut dengan tobat.6
Teori ini penting untuk membaca perubahan sikap jemaat yang melakukan
sakramen rekonsiliasi, mulai dari sikap menyesal (penyesalan) setelah melakukan
dosa, melakukan tobat, dan penyucian diri. Untuk menggali data, penelitian akan
dilakukan di Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria (KELSAPA)
Surabaya. Gereja Katolik KELSAPA merupakan Gereja tertua di Surabaya yang
dibangun oleh arsitek Belanda sebelum Konsili Vatikan II ditetapkan, Gereja
tersebut kemudian diresmikan pada tahun 1900.7 Alasan penelitian ini dilakukan

5

Ibid., 97.
P. Utomo, “Makalah Taubat”, http://www.academia.edu/11827964/makalah_taubat (Rabu, 2
Maret 2017, 13.29).
7
Ella Veronica, “Pengaruh Liturgi Gereja Katolik Roma Pada Interior Gereja Kelahiran Santa
Perawan Maria”, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=66798&val=353 (Minggu,
19 Februari 2017, 09.48).
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

di Gereja Katolik KELSAPA karena gereja tersebut

lebih terbuka dalam

memberikan informasi mengenai sakramen rekonsiliasi.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.

Apa yang melatarbelakangi seseorang melakukan sakramen rekonsiliasi?

2.

Bagaimana religiositas jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan
Maria setelah melakukan sakramen rekonsiliasi?

C.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang terdapat di atas, adapun tujuan dalam
penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Mengetahui latarbelakang seseorang melakukan sakramen rekonsiliasi.

2.

Mengetahui religiositas jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan
Maria setelah melakukan sakramen rekonsiliasi.

D.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian yang mengangkat
judul “Dampak Sakramen Rekonsiliasi Terhadap Kehidupan Keagamaan Jemaat
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria” diantaranya sebagai berikut:
1.

Sebagai mahasiswa Ushuluddin jurusan Studi Agama-Agama, penulis
mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan guna

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

meningkatkan wawasan mahasiswa dalam melihat, mengkaji, dan
memahami konsep dan praktek sakramen rekonsiliasi dalam Agama
Katolik.
2.

Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

digunakan

sebagai

dasar

pengembangan atau pedoman untuk penelitian selanjutnya.
3.

Melalui penelitian ini penulis berharap agar para pembaca dapat menghargai
perbedaan, menghormati ajaran dan juga keyakinan di luar agamanya
sehingga terciptalah masyarakat yang toleran, humanis dan pluralis.

E.

Kajian Teori
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud yang
dikenalkan pada tahun 1923. Menurut teori ini, manusia memiliki tiga titik
kepribadian yaitu Id, ego dan superego. Walaupun ketiganya memiliki ciri-ciri,
prinsip kerja, fungsi dan sifat yang berbeda, namun ketiganya merupakan satu tim
yang saling bekerja sama dalam mempengaruhi perilaku manusia.
Menurut Freud, id merupakan “kenyataan psikis yang sebenarnya” karena ia
mempresentasikan dunia batin dari pengalaman subjektif dan tidak mengenal
kenyataan yang objektif.8Id merupakan sumber dari semua energi dan dorongan,
yang terbagi menjadi dua yaitu eros (nafsu berbuat baik) dan thanatos (perbuatan
tercela). Sedangkan ego adalah sistem kepribadian yang didominasi kesadaran
yang terbentuk sebagai pengaruh individu kepada dunia objek dari kenyataan dan
menjalankan fungsinya berdasarkan pada prinsip kenyataan apa yang ada.
8

Yustinus Semiun, Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud (Yogyakarta: Kanisius,
2006), 61.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Egomerupakan tempat berasalnya kesadaran. Ego bersifat praktis dan rasional,
serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Kecemasan lahir dari ego.9 Dan
ketiga superego, yang merupakan internalisasi individu tentang nilai masyarakat,
karena pada bagian ini terdapat nilai yang memberikan batasan baik dan
buruk.10Superego sering membuat kita bertindak dengan cara-cara yang bisa
diterima di dalam masyarakat, bukannya mengikuti mau kita sendiri sebagai
individu. Superego memantau perilaku, memutuskan apa yang dapat diterima, dan
mengendalikan tabu.11
Menurut Freud, ada dua cara yang dilakukan oleh id dalam memenuhi
kebutuhannya, yaitu melalui reflek seperti berkedip dan melalui proses primer
seperti membayangkan makanan pada saat lapar. Sudah pasti dengan
membayangkan saja kebutuhan kita tidak akan terpenuhi melainkan hanya
membantu meredakan keinginan dalam diri kita. Agar tidak terjadi pertentangan
untuk memenuhi keinginan dalam diri kita diperlukan sistem lain yang dapat
merealisasikan imajinasi itu menjadi kenyataan, sistem tersebut adalah ego.12
Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya
menawarkan dengan kebutuhan atau meredakan keinginan dalam diri kita.
Konflik di antara berbagai aspek di dalam kepribadian mengakibatkan
timbulnya kecemasan dan stres. Freud mengatakan bahwa kecemasan itu
bertindak sebagai tanda peringatan mengenai adanya sesuatu yang tidak beres.

9

Ruth Berry, Seri Siapa Dia? Freud (Jakarta: Erlangga, 2000), 76.
Irwanto dkk, Psikologi Umum (Jakarta: Gramedia, 1989), 238.
11
Berry, Seri Siapa, 77.
12
Paulus Budiharja dkk, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 21.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Kecemasan sangat berkaitan dengan rasa bersalah.13 Freud mengidentifikasi
kecemasan menjadi tiga macam, yaitu kecemasan realitas atau objektif (reality or
objective anxiety), kecemasan neurosis (neurotic anxiety), dan kecemasan moral
(moral anxiety).
Kecemasan tidak datang secara tiba-tiba, tetapi melalui proses-proses
tertentu yang diawali dengan adanya berbagai kejadian dalam kehidupan individu.
Kemudian individu menggunakan pikirannya untuk menginterprestasikan
kejadian yang dialami, tetapi karena proses berpikir individu semua pengalaman
diproses melalui otak dan diberi arti secara sadar sebelum individu mengalaminya
sebagai respon emosional. Dari tiga macam kecemasan diatas yang akan penulis
bahas adalah kecemasan moral.
Seseorang cenderung berbuat baik apabila pada ego manusia dikuasai oleh
eros, begitu pula sebaliknya jika pada ego manusia dikuasai oleh thanatos maka
manusia tersebut cenderung melakukan hal-hal yang tercela. Jika thanatos sudah
terpuaskan dan kemudian ego dikuasai superego pada saat itulah penyesalan
terjadi yang mengakibatkan kecemasan atau disebut dengan kecemasan moral
(moral Anxiety). Kecemasan moral merupakan hasil dari konflik antara id dan
superego. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls (dorongan
hati)14 instingtual (naluri)15 yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud
dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Kecemasan
moral menjelaskan bagaimana berkembangnya superego. Proses terjadinya
kecemasan moral sama dengan proses terjadinya kecemasan pada umumnya.
13

Berry, Seri Siapa, 78.
http://kbbi.web.id/impuls (Jumat, 14 Juli 2017, 09.43).
15
http://kbbi.web.id/insting (Jumat, 14 Juli 2017, 09.46).

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Perbedaannya, pada kecemasan moral penyebabnya adalah rasa takut melakukan
pelanggaran

terhadap

norma-norma

moral

yang

berlaku

di

dalam

masyarakat.Individu dengan kata hati yang kuat dan puritan akan mengalami
konflik yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi
moral yang lebih longgar. Rasa malu dan perasaan bersalah menyertai kecemasan
moral.16 Akibat dari penyesalan tersebut timbul rasa bersalah atau berdosa, dan
satu-satunya jalan untuk mengurangi ketegangan itu adalah dengan berjanji pada
diri sendiri untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama, atau disebut dengan
tobat.
Maka dari itu untuk mempelajari perilaku seseorang kita harus menganalisa
jiwa orang tersebut sampai kita dapat melihat keadaan dalam alam
ketidaksadarannya, yang selama ini tertutup oleh alam sadar. Sehubungan dengan
eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan teori-teori yang dikemukakannya,
maka dalam psikoanalisa Freud dikenal adanya psikoanalisa sebagai teori
kepribadian dan psikoanalisa sebagai terapi (penyembuhan).17

F.

Telaah Kepustakaan
Kajian tentang sakramen rekonsiliasi bukanlah hal yang baru. Ada beberapa
penelitian yang telah menjelaskan tentang sakramen rekonsiliasi. Di antara
penelitian-penelitian tersebut, kebanyakan membahas dosa menurut Agama

Yenny Dewi P, “Teori Kecemasan Berdasarkan Psikoanalisis Klasik dan Berbagai Mekanisme
Pertahanan terhadap Kecemasan”,
file:///C:/Users/niva/Downloads/TeoriKecemasanBerdasarkanPsikoanalisisKlasikdanBerbagaiMek
anismePertahananterhadapKecemasan.pdf (Rabu, 2 Maret 2017, 12.33).
17
Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikologi (Jakarta: Mutiara, 1978), 61-62.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Katolik, konsep dan praktek sakramen rekonsiliasi, dan hubungan sakramen
dengan kehidupan keagamaan, diantaranya:
Penelitian tentang dosa menurut Agama Kristen Katolik oleh Miharlina,18
Rukiyanto dan Sumarah.19 Dari penelitian-penelitian tersebut menjelaskan bahwa
seseorang dikatakan berdosa jika gagal untuk hidup sesuai dengan yang
direncanakan oleh Allah. Kata dosa mempunyai arti meleset dari tujuan,
menyeleweng dari jalan yang sudah ditentukan sebagaimana diterangkan di dalam
Kitab Perjanjian Baru Roma, 5: 12. Kemudian dijelaskan pendidikan nilai-nilai
moral dalam Agama Katolik untuk bermasyarakat agar semakin terwujud
kehidupan bermasyarakat yang lebih baik dan bertanggung jawab dan menjadi
manusiawi. Manusia dikatakan bermoral jika tindakan manusia secara subjektif
menaati hati nurani dan secara objektif menaati norma.
Kemudian penelitian lain membahas konsep dan praktek sakramen
rekonsiliasi oleh Syukur Dister,20 Jacobs,21 Crichton,22 dan Muslim.23 Penelitianpenelitian tersebut menjelaskan bahwa tobat tidak hanya berarti memulai hidup
yang baru setelah menyesali, yang paling pokok dalam tobat adalah hubungan
pribadi, yang digambarkan sebagai relasi antara anak dengan ayah, tetapi yang
diarahkan kepada hubungan dengan Allah. Kemudian dijelaskan tiga pola liturgi

Desi Miharlina, “Konsep dosa menurut pandangan Agama Kristen Katolik dan Islam” (Skripsi
tidak diterbitkan, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang,
2010).
19
Rukiyanto dan Ignatia Esti Sumarah, Semakin Menjadi Manusiawi Teologi Moral Masa Kini
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2014), 133.
20
Dister, Teologi Sistematika, 396-404.
21
Tom Jacobs, Rahmat bagi Manusia Lemah (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 13-95.
22
J.D. Crichton, Perayaan Sakramen Tobat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 12-56.
23
Erni Muslim, “Konsep Rahmat Pengampunan Dosa Dalam Sakramen Rekonsiliasi” (Skripsi
tidak diterbitkan, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010).
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

sakramen rekonsiliasi, yaitu rekonsiliasi perorangan, rekonsiliasi beberapa peniten
(pelaku tobat) dengan absolusi perorangan, dan rekonsiliasi jemaat dengan
pengakuan dan absolusi umum.
Penelitian lain yang membahas tentang hubungan sakramen dengan
kehidupan keagamaan oleh Halimah,24 dan Putranto SJ.25 Penelitian-penelitian
tersebut menejelaskan bahwa hubungan sakramen dengan kehidupan keagamaan
adalah bukanlah soal menerimanya sesering mungkin atau tidak, tetapi mendalami
apa artinya menjadi warga gereja dan tidak henti-hentinya menggali kedalaman
dari sakramen-sakramen, baik yang telah diterima maupun menekuni sakramensakramen yang menyertai perjalanan kita sebagai sarana semakin menyucikan
hidup kita. Karena makna dari sakramen adalah proses penafsiran hidup,
pemberian arti dan makna kehidupan ini.
Penelitian ini melanjutkan penelitian yang telah di kaji oleh Putranto. Dari
beberapa karya penelitian diatas, adapun perbedaan yang dapat dilihat pada
penelitian ini lebih memfokuskan konsep sakramen rekonsiliasi, praktek sakramen
rekonsiliasi, dan juga dampak atau pengaruh sakramen rekonsiliasi terhadap
kehidupan keagamaan jemaat Gereja Katolik KELSAPA. Selain itu, juga
dilakukan analisa kritis sesuai dengan kerangka teoritik yang digunakan.
Meskipun demikian berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di
atas akan dijadikan pijakan acuan dalam penelitian ini.

Ita Siti Nur Halimah, “Sakramen pengakuan dosa dan religiusitas: studi kasus Jemaat Gereja
Katedral Jakarta Pusat” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).
25
C. Putranto, “Mewujudkan Makna Sakramen Dalam Hidup Sehari-hari”,
https://repository.usd.ac.id/3624/1/1132_Sakramen++MEMAKNAI++PENGHAYATAN+SAKRAMEN.pdf (Selasa, 07 Maret 2017, 13.03)
24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

G.

Metode Penelitian
1.

Jenis Penelitian
Penelitianinimenggunakanpendekatankualitatif-deskriptif. Bogdan dan
Taylor mendefinisikan “metodologikualitatif” sebagaiprosedurpenelitian
yang menghasilkan data deskriptifberupa kata-kata tertulisataulisan dari
orang-orang

dan

perilaku

yang

dapatdiamati.

Menurutmereka,

pendekataninidiarahkanpadalatar dan individu tersebutsecaraholistik (utuh).
Jadi,

dalamhalinitidakbolehmengisolasikan

individu

atauorganisasikedalamvariabelatauhipotesis,
tetapiperlumemandangnyasebagaibagian dari suatukeutuhan.26
Deskriptif kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa katakata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan,
dokumen, dll) atau penelitian yang di dalamnya mengutamakan untuk
pendiskripsian secara analisis sesuatu peristiwa atau proses sebagaimana
adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang
mendalam dari hakikat proses tersebut.27
2.

Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan dan
buku-buku yang terkait dengan sakramen rekonsiliasi. Dalam proses
pengumpulan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini dapat dilakukan
melalui 3 cara:

26
27

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 4.
Ibid., 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

a.

Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.
Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi arus informasi dalam
wawancara, yaitu: pewawancara, responden, pedoman wawancara,
dan situasi wawancara.
Adapun metode wawancara ini pertama ditujukan kepada Romo
Florentinus Hersemedi selaku Pastor Kepala Paroki Gereja Katolik
KELSAPA dengan topik wawancara mengenai konsep sakramen
rekonsiliasi, praktek sakramen rekonsiliasi, minat jemaat terhadap
sakramen

rekonsiliasi,

berhubungan

dengan

dan
fokus

beberapa

pertanyaan

penelitian.

Kemudian

lain

yang

dilanjutkan

wawancara kepada 10 jemaat Gereja Katolik KELSAPA yang
melakukan sakramen rekonsiliasi dengan topik wawancara mengenai
makna sakramen rekonsiliasi bagi jemaat Gereja Katolik Kelahiran
Santa Perawan Maria, alasan jemaat melakukan sakramen rekonsiliasi,
dan

dampak

dari

sakramen

rekonsiliasi

terhadap

kehidupan

keagamaan jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria.
Peneliti juga menghadiri jadwal sakramen rekonsiliasi di Gereja
Katolik KELSAPA.
b.

Metode Obsevasi
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara
sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Pada dasarnya teknik
observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan
fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat
dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.
Adapun dalam metode observasi ini penulis melakukan
kunjungan ke Gereja Katolik KELSAPA untuk mengamati ritual
sakramen rekonsiliasi, kemudian mengamati ekspresi jemaat sebelum
dan sesudah melakukan sakramen rekonsiliasi, dan mengamati
beberapa kegiatan jemaat.
c.

Metode dokumentasi
Metode dokumentasi yakni teknik pengumpulan data mengenai
hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, artikel-artikel dari jurnal
online, foto, dan dokumen Gereja yang berhubungan dengan fokus
penelitian.
Adapun metode ini digunakan untuk mengetahui konsep dan
praktek sakramen rekonsiliasi dalam Gereja Katolik Kelahiran Santa
Perawan Maria.

3.

Metode Analisa Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama
proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam
kenyataannya,

analisis

data

kualitatif

berlangsung

selama

proses

pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Untuk pengolahan dan analisa data peneliti menggunakan model alur
Miles dan Huberman yang sesuai dengan kaidah penelitian kualitatifdeskriptif yang terdiri dari tiga alur:
a.

Tahap Reduksi Data
Pada

tahap

reduksi

data

peneliti

memilih

data-data,

menggolongkannya sesuai dengan kelompoknya, merangkumnya, dan
membuang data yang tidak diperlukan dalam penelitian.
b.

Tahap Penyajian
Penyajian data dilakukan untuk memudahkan dan memahami
apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya. Pada penyajian
data, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk teks atau narasi.
Melalui penyajian data tersebut, data dapat tersusun dalam pola
hubungan sehingga semakin mudah dipahami.

c.

Tahap penarikan kesimpulan
Pada tahap ini peneliti akan melakukan penarikan kesimpulan
dari hasil penyajian data.28

4.

Metode Verifikasi Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian
ini berjenis Triangulasi sumber sebagaimana disarankan oleh Patton yang
berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu
data yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan cara sebagai berikut:

“Miles Huberman (sebuah rangkuman) dari Buku rusman Iskandar”,
https://iskandarlbs.files.wordpress.com/2010/11/miles-huberman-buku.doc (Senin, 13 Maret 2017,
20.14).
28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

a.

Membandingkan hasil wawancara dan pengamatan dengan data hasil
wawancara.

b.

Membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.

c.

Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.29

H.

Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah peneliti dalam menyusun penulisan penelitian secara
sistematis dan mempermudah pembaca dalam memahami hasil penelitian ini,
maka peneliti mensistematisasikan penulisan penelitian ini menjadi beberapa bab,
sebagai berikut:
Bab pertama merupakan permulaan dari pembahasan skripsi ini, yang
didalamnya mengulas tentang latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kajian teori, telaah kepustakaan, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi konsep dan proses liturgi dalam sakramen rekonsiliasi di
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria.
Bab ketiga berisi laporan data hasil penelitian lapangan, terdiri dari alasan
yang melatarbelakangi seseorang melakukan sakramen rekonsiliasi dan dampak
religiositas jemaat Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria setelah
melakukan sakramen rekonsiliasi.

29

Moloeng, Metodologi Penelitian, 331.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Bab keempat berisi analisis data mengenai alasan yang melatarbelakangi
seseorang melakukan sakramen rekonsiliasi dan dampak religiositas jemaat
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria setelah melakukan sakramen
rekonsiliasi dengan menggunakan teori kepribadian psikoanalisis dan kecemasan
Sigmund Freud.
Bab kelima berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan ini
dimaksudkan untuk mengetahui isi dari pembahasannya secara ringkas,
sedangkan saran-saran merupakan buah pikiran yang dapat membangun bagi
perkembangan dan perbaikan nanti kedepannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PROSES LITURGI SAKRAMEN REKONSILIASI DI GEREJA
KATOLIK KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA

Bab ini membahas konsep dan proses liturgi dalam sakramen rekonsiliasi.
Tata cara sakramen rekonsiliasi telah mengalami perubahan, dari suatu kegiatan
bersifat publik pada abad-abad pertama Gereja menjadi kegiatan yang paling
privat atau pribadi. Dahulu tobat adalah pengakuan dosa secara umum kemudian
menjadi pengakuan dosa secara pribadi dalam ruang pengakuan dosa.
Sakramen rekonsiliasi memiliki beberapa unsur, yaitu peniten (orang yang
bertobat), penyesalan, pengakuan, Bapa Pengakuan, pemeriksaan batin, penitensi
(silih atau denda), absolusi (pengampunan), dan ruang pengakuan. Tata cara
pelaksanaan sakramen rekonsiliasi dapat berbeda-beda, tetapi umumnya imam
akan memulainya dengan membuka percakapan sejenak atau memulai dengan
sebuah doa. Hal terpenting dalam pengakuan dosa ialah meminta pertolongan agar
dapat berdamai kembali dengan Tuhan, Gereja, diri sendiri, sesama dan
lingkungan. Setelah melakukan pengakuan secara baik, peniten kemudian keluar
dari kamar pengakuan dan harus melaksanakan penitensi secepat mungkin.1

1

Martasudjita, E., Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), 166.

17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

A.

Konsep Sakramen Rekonsiliasi
1.

Pengertian Sakramen Rekonsiliasi
Sakramen rekonsiliasi adalah sakramen yang diperuntukkan untuk
memberikan berkat pengampunan dan kesembuhan dari Tuhan kepada
anggota Gereja atas dosa-dosa berat dan ringan yang dibuat setelah
menerima sakramen baptis.2 Dalam Agama Katolik mengajarkan bahwa
seseorang akan diampuni dosanya jika ia mengakui dosanya kepada Tuhan
dengan disaksikan oleh satu dari utusan-Nya di muka bumi ini, yaitu
seorang pastor, dengan benar-benar bertobat dari dosa yang telah
diperbuatnya, dan secara jujur memutuskan untuk tidak melakukannya lagi
di saat yang akan datang.3 Sakramen rekonsiliasi dimulai dengan
penyesalan, pengalaman berduka atas dosa dan pertobatan seseorang,
perubahan hati dan niat untuk tidak melakukan dosa kembali. Ini diikuti
dengan pengakuan dosa kepada seorang imam.4
Paham tobat dalam Perjanjian Baru diungkapkan dengan tiga kata,
yaitu: menyesal (Yunani: metamelomai), membalik (epistrefo), danbertobat
(metanoeo).5 “Menyesal” berarti selalu berhubungan dengan perbuatan yang
lampau, merasa gagal, frustasi, dan kecewa dengan perbuatannya sendiri.
Agar mencapai tobat, maka perlu ada tindakan “membalik”, yaitu berputar
mengubah haluan. Jika dihubungkan dengan Tuhan, maka berarti perubahan

“Masih Perlukah Sakramen Pengakuan Dosa bagian 3”, http://www.katolisitas.org/masihperlukah-sakramen-pengakuan-dosa-bagian-3/ (Rabu, 8 Maret 2017, 11.36).
3
Abu Ahmadi, Perbandingan Agama (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 204.
4
Frank A. Salomone, Encyclopedia of Religious rites, rituals, and festivals (Berikshire: New
York, 2004), 76.
5
Tom Jacobs, Rahmat Bagi Manusia Lemah: Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang
Sakit (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 13.
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

arah hidup. Kata bertobat seolah-olah merupakan tujuan dan puncak dari
seluruh proses pertobatan.6 Istilah metanoeo yang biasa digunakan dalam
Injil menekankan segi batiniahnya, yakni “mengubah cara berpikir”. Yesus
berseru pada awal misinya: “dan kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah,
kamu sekalian, dan berimanlah kepada kabar baik”. (Mrk 1:15). Tobat
berarti kesadaran manusia baik mengenai dirinya sendiri dalam dosanya
maupun mengenai kebaikan dan kerahiman Tuhan. Tobat merupakan suatu
perubahan pikiran (metanoea) yang begitu mendalam sehingga perilaku
lahir pun ikut diubah. Intinya adalah penataan baru seluruh kehidupan,
berbalik kepada Allah dan berpaling dari yang jahat, disertai keengganan
terhadap perbuatan jahat yang telah kita lakukan sambil berharap akan belas
kasih Ilahi dan bantuan rahmat-Nya.7
Penyesalan yang sungguh-sungguh harus selalu disertai dengan tobat
yang benar, artinya seorang pendosa harus berpaling dari perbuatan jahat
dan mempunyai niat yang teguh akan menjauhi dosa. Itulah yang disebut
“metanoeo” (bahasa Yunani). Sebenarnya “metanoeo” adalah lebih daripada
tobat saja. Kata tersebut berarti “memutarbalikkan diri” yaitu kembali
kepada

Allah.

Jadi

“metanoeo”

mengungkapkan

suatu

perubahan

menyeluruh, suatu perubahan yang mengarahkan manusia secara total
kepada Tuhan. Menuntut suatu perbaikan mentalitas, suatu perubahan
pemikiran dan kehendak.8

6

Ibid., 14.
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika Jilid II (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 397.
8
A Bakker SVD, Ajaran Iman Katolik 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 87.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Konsili membedakan antara dua macam penyesalan yaitu penyesalan
tidak sempurna dan penyesalan sempurna. Pertama, penyesalan tidak
sempurna yaitu apabila manusia menyesali dosa-dosanya karena takut
kepada Tuhan yang menjatuhkan hukuman. Dan kedua, penyesalan
sempurna

jika

penyesalan

timbul

karena

kesadaran

bahwa

telah

mengecewakan, menyusahkan, dan melukai Allah yang menjadi Bapa.
Penyesalan tidak sempurna hanyalah cukup mengaku dosa. Jadi, jika
seseorang mengakukan dosanya karena takut akan hukuman neraka, maka
pengakuannya akan menjadi sempurna, karena dengan diberi absolusi ia
menerima kembali cinta Tuhan.
Sakramen rekonsiliasi tetap diperlukan walaupun orangnya sudah
dibaptis karena kehidupan baru yang diterima dalam inisiasi Kristen tidak
menghilangkan kecenderungan kepada dosa.9 Sesuai dengan sifatnya,
manusia hidup tidak luput dari kesalahan dan kesesatan. Penyimpanganpenyimpangan ini mengharuskan adanya langkah-langkah pasti, untuk
memulihkannya kembali ke dalam persekutuan.
Tobat mengikutsertakan pikiran, perasaan, dan kemauan. Tobat
mengakui Tuhan sebagai Yang Maha Murah, bersedia membuka diri
terhadap karya penyelamatan-Nya, sungguh-sungguh mengabdi kepada-Nya
dengan seluruh hati. Orang yang bertobat melibatkan diri dalam
persaudaraan umat beriman dan mengubah cara hidup sesuai petunjuk-

9

Dister, Teologi Sistematika,396.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

petunjuk Ilahi. Tobat merupakan kemampuan manusia yang penting, agar
dapat berkembang menjadi baik.10
Pengampunan dari Tuhan tergantung kepada tobat orang yang berdosa
tersebut serta tekadnya itu benar-benar murni atau tidak. Namun pastor tidak
dapat menentukan apakah tobat orang tersebut murni ataupun tidak. Jika
orang yang bertobat itu menipu dirinya sendiri, ataupun menipu pastor,
pengakuan dosa tersebut tidak berlaku.11
Kristus mempercayakan dua sakramen kepada Gereja, yakni sakramen
pengurapan orang sakit dan sakramen rekonsiliasi. Pada hari KebangkitanNya, Kristus menghadiahkan sakramen rekonsiliasi atau sakramen
pengakuan kepada umat-Nya.12 Pemberi sakramen rekonsiliasi adalah para
uskup dan rekan kerja mereka, yaitu para imam. Mereka ini menerimakan
sakramen rekonsiliasi berdasarkan penugasan oleh Kristus kepada rasulrasul-Nya. Seperti yang dijelaskan dalam Yoh 20: 21-23:
Karena itu, Yesus mengatakan kepada mereka sekali lagi, “Semoga kamu mendapat
kedamaian. Sebagaimana Bapak telah mengutus aku, aku juga mengutus kamu. Dan
setelah ia berkata demikian, ia mengembus ke arah mereka dan mengatakan kepada
mereka, “Terimalah roh kudus. Apabila kamu mengampuni dosa seseorang, dosanya
diampuni; apabila kamu menahan dosa seseorang, dosanya itu tetap bertahan.”
Berkat sakramen tahbisan maka para uskup dan imam telah menerima wewenang
untuk mengampuni segala dosa “dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”.

Uskuplah yang pada tempat pertama mempunyai wewenang ini dan ia
pun yang mengatur disiplin pertobatan.13

A Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja – Jilid IV: Ph-To (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994), 389.
Huston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), 396.
12
Heuken, Ensiklopedi Gereja – Jilid IV, 390.
13
Dister, Teologi Sistematika,401.
10

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Dalam pewartaan Gereja, seruan Yesus untuk bertobat memang
pertama-tama ditujukan kepada mereka yang belum mengenal Kristus dan
Injil-Nya sehingga tempat pertobatan yang pertama dan mendasar adalah
sakramen baptis. Akan tetapi, seruan Yesus itu juga dilanjutkan dalam hidup
orang-orang Kristen mengingat bahwa “Gereja merangkum pendosapendosa dalam pangkuannya sendiri. Gereja itu suci, dan sekaligus harus
selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan
pembaruan”.14
Kristus menghendaki bahwa Gereja secara keseluruhan merupakan
tanda dan sarana pengampunan dan perdamaian yang telah diperoleh-Nya
sendiri dengan harga darah-Nya. Akan tetapi pelaksanaan kuasa absolusi,
“pelayanan perdamaian” dipercayakan-Nya kepada jabatan apostolik, yaitu
para rasul serta para pengganti mereka, para uskup. Dan seperti Yesus
sendiri sewaktu hidup-Nya di dunia tidak hanya mengampuni dosa, tetapi
juga, sebagai akibat dari pengampunan, menggabungkan lagi mereka yang
telah diampuni-Nya itu ke dalam persekutuan umat Allah (misalnya dengan
mengundang mereka ke meja-Nya), begitu pula Ia memberi kepada para
rasul-Nya otoritas untuk mendamaikan para pendosa dengan Gereja. Kepada
Petrus selaku kepala dewan para rasul dan kepada dewan itu, Yesus
menyerahkan tugas untuk mengikat dan melepaskan, artinya mengucilkan
dari persekutuan dan menerima kembali dalam persekutuan, baik di dunia

14

Ibid., 397.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

maupun di surga. Dengan kata lain, perdamaian dengan Gereja tidak dapat
dipisahkan dari perdamaian dengan Allah.15
Sakramen rekonsiliasi merupakan suatu pertemuan pribadi umat-Nya
dengan Yesus. Ia mendengarkan pengakuan dan kesusahan umat-Nya.
Dialah yang dengan perantaraan imam mengampuni dosa-dosa umat-Nya.
Yesuslah yang mengampuni dan Dialah yang memberikan peniten (orang
yang bertobat) kepastian bahwa hubungan seorang peniten dengan Tuhan
dipulihkan atau dieratkan kembali.16
2.

Dosa Berat dan Dosa Ringan
Dosa digambarkan dalam Alkitab sebagai pelanggaran hukum Allah
dan pemberontakan melawan Allah (Ul 9:7 dan Yos 1:18). Dosa dipandang
sebagai tindakan melawan kehendak Tuhan dan pelanggaran hukum Ilahi.
Asal usul dosa adalah kesombongan manusia sejak semula dan kelemahan
kodrati manusia. Jadi bagi setiap manusia, dosa merupakan suatu orientasi,
suatu haluan yang salah. Berdosa berarti berpaling dari Allah dan tidak
mengarah kepada-Nya. Dosa selalu harus dipandang dalam hubungannya
dengan Tuhan.17Dengan melakukan dosa, manusia menjauhkan diri dari
Allah sebagai sumber kasih, kebaikan dan keselamatan. Oleh karena itu
dosa juga diartikan sebagai avertio a Deo et convertio ad creaturas
(penjauhan diri manusia dari Tuhan dan kelekatan pada ciptaan).18

15

Ibid., 399.
Bakker, Ajaran Iman, 94.
17
Ibid., 81.
18
Ola Rongan Wilhelmus dan Antonius Tse, Remaja dan Liturgi (Madiun: Wina Press, 2012),
163.
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Tidak semua dosa sama bobotnya. Ada dosa besar dan dosa ringan.
Dosa besar adalah dosa yang karenanya orang dikeluarkan dari kerajaan
Allah dan harus melalui sakramen rekonsiliasi agar dapat diampuni. Dosa
berat yaitu perbuatan bebas yang merugikan pelakunya sendiri dan atau
orang lain dan berlawanan dengan kehendak Allah. Sedangkan dosa ringan
adalah dosa yang tidak sampai membuat orang dikeluarkan dari
persekutuan.19 Dosa ringan merupakan perbuatan salah yang dilakukan
dengan kurang bebas (setengah dipaksa atau dihalangi) atau karena kurang
pengertian, atau tidak menyangkut pola asasi dunia ciptaan atau
penebusan.20 Dosa ringan tidak wajib diakukan namun pengakuannya sangat
dianjurkan karena mengaku dosa secara teratur merupakan cara untuk
membentuk hati nurani melawan perbuatan dosa, untuk tumbuh dalam
kehidupan rohani, dan untuk berbelaskasihan terhadap sesama mengingat
bahwa begitu sering menerima anugerah belas kasihan Allah dalam
sakramen ini.
Semua dosa berat yang dilakukan setelah sakramen baptis harus
diakukan dalam sakramen rekonsiliasi. Hanya dalam keadaan tertentu saja
yang dapat membebaskan seseorang dari kewajiban itu, yaitu keadaan sakit,
maut, di medan perang, dan kekurangan imam (Bapa Pengakuan). Tetapi
harus ada niat mengakukannya dalam pengakuan selanjutnya jika ada
kesempatan. Dengan perbuatan jahat, orang berdosa menyimpang dari Allah

19
20

Bakker, Ajaran Iman, 83.
A Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja – Jilid I: A-G (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1991), 265.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

sumber kebahagiaan itu.21 Tuhan mendorong orang yang berdosa supaya
bertobat, artinya kembali kepada-Nya. Dengan berbuat dosa, seorang
Kristen tidak hanya memisahkan diri dari Tuhan, tetapi juga dari Gereja,
dan apabila ia bertobat perlulah ia diterima kembali dalam Gereja oleh wakil
Gereja yang resmi yaitu imam atau pastor.22
3.

Perkembangan Sakramen Rekonsiliasi
a.

Kebiasaan Gereja Kuno
Dalam Gereja Kuno, orang mengaku dosa secara terbuka pada
uskup, atau di mana umat berkumpul, kepada seorang imam yang
ditunjuk secara khusus. Setelah pengakuan, peniten mendapat tempat
khusus di dalam gereja. Bahkan di berbagai tempat seorang peniten
dikucilkan dan diberi pakaian khusus (kulit kambing), untuk
memperlihatkan bahwa ia terpisahkan dari jemaah Kristus. Selama
seseorang melakukan tobatnya dan mati raga, orang tersebut tidak
boleh mengikuti ibadat umat, khususnya dengan perayaan Ekaristi. Ia
diperlakukan sama dengan calon permandian (katekumen) dan
diwajibkan berpuasa, banyak berdoa, dan memberi sedekah kepada
orang miskin. Kemudian diakhiri dengan sebuah upacara di mana
uskup membawa para peniten kembali ke jemaah Kristus untuk
menerima Ekaristi.23
Di Gereja Timur orang berdosa harus tinggal di luar gereja dan
mohon perantaraan kaum beriman lainnya supaya diterima di

21

Bakker, Ajaran Iman, 89.
Ibid., 82.
23
Lindsay Jones, Encyclopedia of Religon second edition (Thomson Gale: USA, 2005), 7959.
22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

kalangan orang yang sedang melakukan tobat. Pada awalnya mereka
diperbolehkan masuk gereja hanya untuk mendengarkan sabda.
Kemudian dengan suatu upacara khusus mereka diterima di golongan
orang yang sedang melakukan tobat. Seseorang juga dapat diwajibkan
menjalankan tobat dan mati raga bertahun-tahun lamanya. Dapat juga
seseorang seumur hidup harus menjalankan mati raga, dan baru pada
menjelang kematiannya (sekarat) diterima kembali di kalangan
Gereja.

Semua

itu

tergantung

pada

beratnya

dosa

yang

dilakukannya.24
Pada akhir abad VI, rahib-rahib dari Irlandia dan Skotlandia
mulai berdatangan sebagai misionaris ke Benua Eropa. Mereka
membawakan ajaran perayaan tobat yang sangat berbeda. Mereka
menyebarluaskan cara menerima sakramen rekonsiliasi seperti saat
ini, yaitu secara pribadi. Orang mengaku dosa pada seorang imam,
secara rahasia dan setelah menjalankan denda yang dibebankan
kepadanya, ia mendapat pengampunan dosa. Awalnya para rahib atau
imam mempunyai buku-buku di mana ditetapkan denda untuk setiap
masing-masing dosa secara khusus. Kebiasaan itu pun kemudian
dihapus di kemudian hari. Yang sangat penting ialah bahwa orang
dapat menerima sakramen rekonsiliasi dalam bentuk berulang kali.
Sejak abad ke VIII, tobat secara pribadi diakui sebagai tobat
resmi. Setelah mengikuti tobat pribadi, mereka diperkenankan

24

Jacobs, Rahmat, 73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

mengikuti kembali perayaan Ekaristi. Sejak tahun 1000 sudah cukup
umum diterima, tobat dilakukan secara pribadi, artinya tobat adalah
hanya urusan antara orang yang bersangkutan dan seorang imam,
tanpa mengikutsertakan seluruh umat.
Dua peristiwa di atas menginspirasi terciptanya dua macam cara
tobat. Pertama, tobat publik yang lebih mengarahkan kepada
keanggotaan Gereja. Dan kedua, tobat pribadi yang lebih menekankan
hubungan antara pribadi dengan Tuhan.25
b.

Konsili Lateran IV
Sejak Konsili Lateran IV pada tahun 1215, Gereja tidak lagi
berbicara masalah tobat umum atau publik, melainkan hanya
memfokuskan pada tobat pribadi, sebagaimana dikenal saat ini.
Konsili ini menetapkan: “Setiap orang beriman, baik pria maupun
wanita, jika telah menjadi akil-balig, paling sedikit setahun sekali
harus mengaku dengan jujur segala dosanya secara pribadi kepada
Bapa Pengakuannya sendiri, dan sedapat-dapatnya menjalankan denda
yang dibebankan kepadanya. Ini adalah ketetapan resmi Gereja yang
pertama mengenai sakramen rekonsiliasi dalam bentuk sebagaimana
kita mengenalnya saat ini, yakni pengakuan secara pribadi”.26

c.

Konsili Trente (Tahun 1545-1563)
Konsili Trente dilakukan untuk menjawab tantangan gerakan
reformasi gereja yang dilakukan oleh Marthin Luther yang menolak

25
26

Ibid., 76.
Ibid., 71.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

atau tidak mengakui sakramen rekonsiliasi. Meskipun Luther
menghargai pengakuan dosa sebagai pelayanan persaudaraan yang
baik agar orang percaya kepada pengampunan Allah, tetapi Luther
menolak sifat pengadilan atau penghakim