ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PI (1)

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PIUTANG TAK TERTAGIH PADA PT
ADIRA FINANCE KOTA LUBUKLINGGAU
Dewi Anggraini
Nardi
Jurusan Akuntansi SekolahTinggi Ilmu Ekonomi Musi Rawas
Email : dewi.anggraini485@gmail.com
Abstrak
Penelitiannya yang berjudul Analisis Perencanaan dan Pengendalian Piutang Tak Tertagih
Pada PT.Adira Finance Lubuklinggau dengan rumusan masalah adalah bagaimanakah perencanaan
dan pengendalian piutang tak tertagih PT.Adira Finance Lubuklinggau?. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui perencanaan dan pengendalian piutang tak tertagih pada PT.Adira Finance
Lubuklinggau. Dalam melakukan analisis data terhadap data-data yang diperoleh digunakan teknik
analisis kuantitatif, menggunakan metode deskriptif yaitu metode analisis yang menggambarkan suatu
keadaan secara objektif sehingga memperoleh penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi oleh
perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan PT. Adira Finance Lubuklinggau dalam pelaksanaan
menerapkan prosedur perencanaan dan sistem pengendalian piutang belum optimal untuk mengurangi
jumalah piutang tak tertagih.Dengan melihat persentase rasio tunggakan dan rasio penagihan, belum
berjalan secara efektif. Terutama pada kondisi tahun 2013 yang mencapai 11,02% pada rasio tunggakan
dan 99,28% pada rasio penagihan. Jika bagian administrasi atau penagihan mampu bekerja secara
optimal sehingga hari rata-rata penagihan dapat ditekan hingga sekecil mungkin, maka presentase
penagihan piutang akan terus meningkat sesuai dengan presentase penurunan hari rata-rata penagihan

PT.Adira Finance Lubuklinggau masih kurang optimal dan efektif dalam mengelola dan mengendalikan
piutang usahanya. Karena umur rata-rata pengumpulan piutang tidak sesuai dengan standar kredit yang
ditetapkan oleh perusahaan.
Kata kunci: Perencanaan piutang, pengendalian piutang dan piutang tertunggak
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan didirikan dengan tujuan
memperoleh keuntungan atau laba. Untuk
memperoleh laba yang maksimal dibutuhkan suatu
perencanaan. Perencanaan laba itu sendiri
dipengaruhi oleh perencanaan penjualan dan
perencanaan biaya.
Perusahaan harus dapat
membuat perencanaan secara terpadu atas semua
aktivitas yang sedang maupun akan dilakukan
dalam upaya mencapai laba yang diharapkan.
Banyak cara yang dilakukan perusahaan
untuk meningkatkan jumlah penjualan. Salah
satunya dengan sistem penjualan kredit, yang
pembayarannya dilakukan dengan cara mengansur

setiap bulannya. Dengan dilakukannya penjualan
kredit maka akan timbul perkiraan piutang usaha.
Piutang usaha merupakan aset yang
sifatnya paling lancar setelah kas sehingga mudah
terjadi penyelewengan yang mempengaruhi
profabilitas operasi perusahaan. Manajemen tidak
hanya bertanggung jawab untuk meningkatkan

penjualan dalam mendapatkan laba, tetapi juga
perlu meyakinkan bahwa piutang usaha tersebut
dapat ditagih.
Sebelum perusahaan memutuskan untuk
melakukan penjualan kredit, maka sebaiknya
diperhitungkan terlebih dahulu mengenai jumlah
dana yang diinvestasikan dalam piutang, syarat
penjualan dan pembayaran yang diinginkan,
kemungkinan kerugian piutang (piutang tak
tertagih) dan resiko yang akan timbul lainnya. Oleh
karena itu, sistem pengelolaan piutang harus
dilakukan secara efektif dan efisien.

Penelitian ini akan dilakukan di PT Adira
Finance Lubuklinggau yang bergerak dibidang
penjualan kendaraan roda empat (mobil) dan
kendaraan roda dua (motor) secara kredit yang
memungkinkan adanya piutang usaha atau kredit
macet yang dilakukan oleh nasabah. Penelitian
awal yang peneliti lakukan memberikan informasi
bahwa masih banyaknya tunggakan nasabah PT
Adira Finance Lubuklinggau. Selain itu masalah
yang umum dihadapi adalah penagihan piutang

yang telah jatuh tempo tidak selalu dapat
diselesaikan dengan seluruhnya. Oleh karena itu,
peranan manajemen piutang dalam hal ini menjadi
sangat penting bagi perusahaan yang bersangkutan.
1.2 Identifikasi Masalah
Indentifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Banyaknya tunggakan nasabah PT Adira
Finance Lubuklinggau.

b. Penagihan piutang yang telah jatuh tempo tidak
selalu dapat diselesaikan dengan seluruhnya
oleh pihak manajemen PT Adira Finance
Lubuklinggau.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
perencanaan dan pengendalian piutang tak tertagih
pada PT Adira Finance Lubuklinggau?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui analisis perencanaan dan pengendalian
piutang tak tertagih PT Adira Finance
Lubuklinggau.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Piutang
Menurut James (2005, h.404) piutang
merupakan penjualan barang jasa secara kredit.
Selanjutnya Slamet (2005, h.51) menyatakan

piutang merupakan jumlah tagihan kepada
individu-individu maupun kepada perusahaan lain.
2.2 Perencanaan Piutang
Pengendalian terhadap piutang harus
diikuti dengan adanya suatu sistem perencanaan
administrasi piutang yang baik. Administrasi
piutang
umumnya
membantu
dalam
meminimalkan penyelewengan serta mempercepat
dan mempermudah pelayanan kepada pelanggan
ataupun calon pelanggan. Adapun tujuan
perencanaan piutang adalah untuk membantu
memberikan informasi piutang yang ada di
perusahaan. Menurut M. Samsul (2008, h.350)
tujuan dari administrasi piutang adalah sebagai
berikut :
a. Memberikan informasi untuk penagihan tepat
waktu.

b. Meyakinkan jumlah piutang itu memang benar
atau terbukti.
c. Untuk mendapatkan dasar di dalam membuat
penghapusan piutang.
d. Menentukan likuiditas, untuk mengelompokkan
ke aktiva lancar atau aktiva lain-lain.

Selanjutnya cara administrasi piutang yang
umum dikenal menurut M. Samsul (2008, h.352),
antara lain :
a. File dokumen
b. Kartu piutang
c. Buku piutang
Laporan yang sering dibuat dalam
administrasi piutang menurut M. Samsul (2008,
h.352), antara lain :
a. Rekening koran piutang dagang per langganan
b. Daftar umum piutang
c. Daftar piutang yang dihapuskan
2.3 Pengendalian Piutang

Dalam pengendalian piutang dibutuhkan
suatu
usaha
untuk
mengawasi
setiap
perkembangan yang terjadi baik dari jumlah atau
kuantitasnya, waktu, maupun keadaan debitur.
Selain hal tersebut, perusahaan perlu menetapkan
kebijakan piutang yang dapat digunakan sebagai
pedoman bagi unit kerja yang mengurusi masalah
piutang perusahaan.
Menurut
Syamsuddin (2007, h.257),
syarat kredit yang perlu diperhatikan oleh pihak
manajer antara lain :
a. Biaya-biaya administrasi
b. Investasi dalam piutang
c. Kerugian piutang (Bad debt expanses)
d. Volume penjualan

2.4 Kebijaksanaan Pengelolaan Piutang
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dilakukan dalam hal kebijaksanaan piutang
menurut Adisaputra (2005, h.64), antara lain :
a. Dibentuknya unit kerja atau seksi yang khusus
digunakan mengurusi piutang, yang mana
tugasnya meliputi :
1) Mencari langganan potensial yang dapat
diberikan kredit.
2) Menyeleksi calon debitur.
3) Membukukan transaksi kredit yang terjadi.
4) Melakukan penagihan piutang.
5) Membukukan piutang.
6) Menyusun dan mengklasifikasikan piutang
outstanding menurut usianya masingmasing.
7) Membuat analisa dan evaluasi piutang
sebagai salah satu bentuk investasi.
8) Menyusun dan memperkirakan arus kas
masuk dari piutang.
9) Membuat laporan tentang pengelolaan

piutang
baik
para
pengambil
keputusan tentang piutang.

b. Digariskannya kebijakan piutang yang jelas
untuk digunakan sebagai pedoman bagi unit
kerja yang mengurusi piutang, yang meliputi :
1) Penentuan plafond kredit untuk berbagai
jenis / tingkatan debitur.
2) Penentuan jangka waktu kredit.
3) Pedoman melakukan seleksi calon kerja
debitur.
4) Penentuan jumlah piutang ragu-ragu
maksimal yang dapat dibenarkan sebagai
dasar penentuan besarnya cadangan
piutang ragu-ragu.
5) Penentuan
jumlah

anggaran
yang
digunakan untuk administrasi piutang.
c. Penentuan kriteria untuk mengukur efisiensi
pengelolaan piutang
Berbagai kriteria yang dapat digunakan
sebagai indikator efisiensi pengelolaan piutang,
antara lain :
a. Tingkat perputaran piutang.
b. Persentase piutang yang tak tertagih
c. Biaya pengelolaan piutang, yang terdiri dari :
a. Biaya modal
b. Biaya adminstrasi piutang
c. Biaya piutang yang tak tertagih
Biaya ini berbeda dari waktu ke waktu
karena :
1. Perbedaan jumlah langganan yang harus
dilayani
2. Perbedaan nilai piutang keseluruhan yang harus
dikelola

3. Perbedaan fungsi piutang atau penjualan kredit
dari waktu ke waktu berhubungan dengan
adanya perbedaan kondisi dan situasi ekonomi
secara umum.
4. Perbedaan jangka waktu kredit yang diberikan.
2.5 Kegiatan Pengendalian Manajemen
Pengendalian manajemen bermaksud
mengendalikan organisasi agar kegiatan organisasi
tetap konsisten dengan sasaran yang ditetapkan
dalam rencana.
Menurut Robert N. Anthony (2005, h.8),
pengendalian manajemen merupakan proses
dimana para manajer mempengaruhi anggota
organisasi lainnya untuk mengimplementasikan
strategi organisasi.
Fungsi-fungsi pengendalian manajemen
menurut Robert (2005, h.74), yaitu :
1. Merancang dan mengoperasikan informasi serta
sistem pengendalian.
2. Menyiapkan pernyataan keuangan dan laporan
keuangan kepada pihak eksternal dan pemegang
saham.

3. Menyiapkan dan menganalisis laporan kinerja,
menginterprestasikan laporan-laporan ini untuk
para manajer, menganalisis program, dan
proposal anggaran dari berbagai segmen
perusahaan serta mengkonsolidasikannya ke
dalam anggaran tahunan secara keseluruhan.
4. Melakukan supervise audit internal dalam
mencatat prosedur-prosedur pengendalian untuk
menjamin validitas informasi, menetapkan
pengamanan
yang
memadai
terhadap
kecurangan,
serta
menjalankan
audit
operasional.
5. Mengembangkan personal dalam organisasi
pengendali
dalam
berpartisipasi
dalam
pendidikan personal manajemen dalam
kaitannya dengan fungsi pengendalian.
2.6 Jenis-Jenis Piutang
Menurut Slamet (2005, h.51) membagi
piutang menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Piutang Dagang
b. Piutang Wesel
c. Piutang lain-lain seperti pinjaman kepada para
pejabat perusahaan, uang muka kepada pegawai
atau karyawan, dan restitusi pajak yang belum
diterima.
Baridwan (2008, h.124) menambahkan
klasifikasi piutang adalah sebagai berikut:
a. Piutang Dagang (Usaha)
b. Piutang bukan dagang
c. Piutang penghasilan
2.7 Piutang Tak Tertagih
Menurut Slamet (2005, h.52) terdapat dua
metode akuntansi untuk mengakui kerugian
piutang, yaitu metode cadangan dan metode
langsung. Metode cadangan dipakai bila kerugian
piutang bersifat material. Gambaran penting dalam
metode cadangan ini adalah sebagai berikut:
a. Piutang yang tidak dapat ditaksir lebih dahulu.
Jumlahnya diakui sebagai kerugian pada
periode penjualan, bila piutang yang tak
tertagih berasal dari tahun 2010, maka
kerugiannya diakui pada tahun 2010 juga.
b. Taksiran kerugian piutang didebit pada
rekening kerugian piutang dan dikredit pada
rekening cadangan kerugian piutang melalui
jurnal penyesuaian pada akhir setiap periode.
c. Piutang yang benar-benar tidak tertagih didebit
pada rekening cadangan kerugian piutang dan
dikredit pada rekening piutang dagang.
Menurut Baridwan (2008, h.54) dasardasar yang digunakan untuk menaksir kerugian
piutang ada dua, yaitu:

1. Persentase dari penjualan satu periode
(pendekatan rugi laba)
2. Persentase dari saldo piutang akhir periode
(pendekatan neraca)
Menurut Anggiat (2011, h.33) perhitungan
kerugian piutang atas dasar piutang akhir periode
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Jumlah cadangan dinaikkan sampai persentase
tertentu dari saldo piutang.
b. Cadangan ditambah dengan persentase tertentu
dari saldo piutang.
c. Jumlah cadangan dinaikkan sampai suatu
jumlah yang dihitung dengan menganalisis
umur piutang.
Hubungan antara penjualan dan piutang
usaha dapat dinyatakan sebagai perputaran piutang
usaha (James, h.326).
2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi
piutang
Menurut Riyanto (2010, h.85), faktorfaktor yang mempengaruhi besar kecilnya dana
yang diinvestasikan ke dalam piutang, sebagai
berikut :
1. Volume penjualan kredit
2. Syarat pembayaran penjualan kredit
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit
4. Kebijakan dalam penagihan
5. Kebiasaan membayar dari pelanggan
Menurut Martono dan Agus (2008, h.95)
besarnya investasi pada piutang yang muncul di
perusahaan ditentukan oleh dua faktor. Pertama,
adalah besarnya persentase penjualan kredit
terhadap penjualan total. Kedua, adalah kebijakan
penjualan kredit dan jangka waktu pengumpulan
piutang (jangka waktu penagihan piutang).
2.9 Biaya Atas Piutang

Selain memberikan manfaat, piutang dapat
juga menimbulkan resiko biaya bagi perusahaan.
Biaya-biaya tersebut menurut Gitosudarmono dan
Basri (2005, h.83), antara lain :
a. Biaya penghapusan piutang
b. Biaya pengumpulan piutang
c. Biaya administrasi
d. Biaya sumber dana
2.10 Cara Pengumpulan Piutang
Menurut Syamsuddin (2007,h.273), cara
pengumpulan piutang yang harus dilakukan oleh
perusahaan bilamana langganan atau pembeli
belum membayar sampai jangka waktu yang telah
ditentukan, adalah :
1) Melalui surat
2) Melalui telepon
3) Kunjungan personal
4) Tindakan yuridis
Adapun prosedur menurut Husnan (2008,
h.481), terhadap pelanggan yang telah terlambat
membayar hutangnya, umumnya dilakukan
beberapa prosedur sebagai berikut :
1. Mengirim surat teguran yang menjelaskan
bahwa pelanggan telah terlambat untuk
melunasi hutangnya.
2. Menghubungi pelanggan tersebut melalui via
telepon secara langsung.
3. Menggunakan bantuan perusahaan jasa yang
bergerak dalam bidang jasa pengumpulan
piutang.
4. Menempuh jalur hukum atas pelanggan yang
telah terlambat atau tidak membayar hutan.
2.11 Rasio Keuangan
Menurut Fahmi (2011 h.107) rasio keuangan
atau financial ratio sangat penting gunanya untuk
melakukan analisa terhadap kondidi keuangan
perusahaan.

Menurut Anggraini (2012, h.9) dalam penelitiannnya rasio keuangan yang berhubungan dengan
piutang adalah sebagai berikut :
1. Rasio perputaran piutang (Receivable turn over – RTO)
Menghitung Receivable turn over – RTO
Receveible Turn Over =

.... (1)

Dimana, untuk menghitung rata-rata piutang adalah,
..... (2)
2. Umur rata-rata piutang (Average collection period – ACP)
Menghitung Average collection Period – ACP
..... (3)

3. Rasio tunggakan
Menghitung rasio tunggakan :
.... (4)
4. Rasio penagihan
Menghitung rasio penagihan :
.... (5)
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Variabel penelitian dan definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Variabel, Definisi dan Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Indikator
Skala
1. Rasio perputaran piutang Rasio
Serangkaian kebijakan
Perencanaan
(Receivable turn over –
penerapan sistem
Pengendalian
RTO).
prosedur yang
Piutang
2. Umur
rata-rata
piutang
digunakan manajemen
(Average collection period –
dan mengawasi aktivitas
ACP).
yang terjadi didalam
perusahaan. (Mulyadi,
2000 h.183)
Piutang tak
tertagih

Piutang dagang atau
piutang usaha
menunjukkan piutang
yang timbul dari
penjualan barang-barang
atau jasa-jasa yang
dihasilkan perusahaan
(Zaki 2004, h.124).

1.
2.
3.
4.

Rasio perputaran piutang
Umur rata-rata piutang
Rasio tunggakan
Rasio Penagihan

Rasio

Sumber: Data diolah

3.2 Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan sumber
data primer yaitu data yang diperoleh langsung
dari hasil observasi langsung mengenai data
laporan keuangan perusahaan dan data sekunder
berupa buku-buku dan literatur yang relevan
dengan masalah penelitian yaitu pengendalian
piutang tak tertagih.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi,
dan dokumentasi (sejarah umum perusahaan,
struktur perusahaan, aktivitas perusahaan).

3.4 Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis data terhadap
data-data yang diperoleh digunakan teknik analisis
kuantitatif
dengan
menggunakan
metode
deskriptif.
Beberapa Metode analisis yang dipakai
peneliti, antara lain sebagai berikut
1. Rasio perputaran piutang (Receivable turn over
– RTO)
2. Umur rata-rata piutang (Average collection
period – ACP)
3. Rasio tunggakan
4. Rasio penagihan.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Perencanaan dan Pengendalian Piutang
Usaha Perusahaan
Pedoman Perencanaan dan Pengendalian
Piutang usaha menurut PT Adira Finance, yaitu :
a. Hutang adalah kewajiban perseroan kepada
pihak lain yang harus dibayar.
b. Piutang adalah hutang pinjaman dana kepada
perusahaan
yang
belum
dilunasi
pembayarannya.
c. Piutang usaha lancar adalah piutang usaha yang
dapat dicairkan maksimal dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak tagihan diterima konsumen.
d. Piutang Usaha tidak Lancar adalah piutang
usaha yang berumur lebih dari 1 (satu) tahun.
e. Piutang Usaha Macet adalah piutang usaha
yang berumur lebih dari 1 (Satu) tahun, dan
pengurusannya dilimpahkan kepada pihak lain
setelah
konsumen
diberi
teguran
pembayarannya, tetapi tidak juga melunasi
pembayaran.
f. Surat Perjanjian/kontrak adalah kesepakatan
antara Perusahaan dengan konsumen.
Pengendalian piutang usaha dilaksanakan
untuk :
1. Menekan/memperkecil saldo piutang usaha
untuk meningkatkan arus kas masuk (cash in
flow) perseroan.
2. Mewujudkan pengendalian administrasi dan
penatausahaan piutang usaha perusahaan.

3. Meningkatkan koordinasi antar seluruh unit
kerja perusahaan dalam upaya menekan saldo
piutang usaha.
4. Membangun hubungan kerjasama yang erat
dengan para konsumen agar tertib dan lancar
dalam melaksanakan pelunasan tagihan kepada
perusahaan.
4.1.2 Prosedur Perencanaan dan Pengendalian
Piutang Usaha Perusahaan
Adapun
ruang
lingkup
prosedur
perencanaan dan pengendalian piutang usaha pada
PT Adira Finance antara lain :
a) Penerbitan dan Pengiriman Kwitansi Tagihan
b) Surat Pengantar Kwitansi Tagihan
c) Pelunasan Piutang Usaha
d) Penatausahaan Piutang Usaha
e) Pengendalian Piutang Usaha
f) Sanksi dan Denda
g) Konfirmasi Piutang Usaha
h) Penyisihan Piutang Usaha
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kriteria untuk mengukur efektivitas
perencanaan dan pengendalian Piutang
Usaha Perusahaan
a) Receivable Turn Over (RTO)
Rasio ini mengukur berapa kali (dalam
rata-rata) piutang yang terjadi pada suatu periode
tertentu. Periode perputaran piutang adalah periode
terikatnya modal dalam piutang yang tergantung
dari syarat pembayarannya.

Menghitung Receivable Turn Over – RTO
Receveible Turn Over =

..... (1)

Dimana, untuk menghitung rata-rata piutang adalah,
..... (2)
Adapun hasil perhitungan dari Receivable turn over adalah sebagai berikut :
a. Tahun 2010
RTO = Rp.121.139.334.278
= 33,55
Rp. 3.610.365.720
Rata-rata piutang = Rp.3.657.424.730 + Rp.3.563.306.709
2
= Rp. 3.610.365.720
b. Tahun 2011
RTO = Rp.154.344.793.259
Rp. 10.853.976.819

= 14,22

Rata-rata piutang = Rp.10.061.747.819 + Rp.11.646.205.819
2
= Rp.10.853.976.819
c. Tahun 2012
RTO

= Rp.130.000.269.783

= 22,86

Rp. 5.686.356.344
Rrata-rata piutang = Rp.6.368.697.845 + Rp.5.004.614.845
2
= Rp.5.686.356.344
d. Tahun 2013
RTO
= Rp.54.610.618.910

= 8,40

Rp. 6.500.712.234
Rata-rata piutang = Rp.6.431.232.209 + Rp.6.570.192.259
2
= Rp.6.500.712.234
e. Tahun 2014
RTO
= Rp.62.518.249.143
= 15,64
Rp. 3.998.212.695
rata-rata piutang = Rp.4.132.630.220 + Rp.3.86.795.170
2
= Rp.3.998.212.695
Rekapitulasi hasil perhitungan RTO diatas dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tahun
2010
2011
2012
2013
2014

Tabel 2
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Receivable Turn Over (RTO)
Penjualan Kredit
Rata-rata
RTO
Perubahan
(Rp)
Piutang (Rp)
(Kali)
RTO
3.610.365.720
34
10.853.976.819
14
(20)
5.686.356.344
23
(9)
6.500.712.234
8
(15)
3.998.212.695
16
(8)

Sumber : Data Diolah, 2015
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
kinerja Receivable Turn Over (RTO) mengalami
fluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan
pada peningkatan RTO yang terjadi pada tahun
2010 mengalami peningkatan sebesar 34 kali. Pada
tahun 2011 terjadi penurunan RTO yaitu 14 kali
atau naik sebesar 20 dari tahun sebelumnya. Pada

tahun berikutnya, yaitu 2012 kembali mengalami
peningkatan RTO sebesar 23 atau naik sebesar 15
dan tahun 2013 menurun menjadi 8 kali atau turun
sebesar 15.
Pada tahun 2014 terjadi peningkatan
sebesar 16 kali. Kinerja RTO perusahaan mencapai
titik tertinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 34 kali

dan sebaliknya RTO yang terendah pada tahun
2013 sebesar 8 atau turun 15.
Pada tahun 2013, kinerja RTO perusahaan
mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir.
Kinerja RTO pada tahun 2012 sebesar 8,40 kali,
terjadi penurunan sebesar 14,46 kali dari tahun
2012 sebesar 22,86. Hal ini disebabkan karena
tingkat penjualan kredit yang sangat rendah yaitu
sebesar Rp. 54.610.618.910,- yang diikuti oleh
rata-rata piutang yang tinggi yaitu sebesar
Rp.6.500.712.234.sehingga
mengakibatkan
tingkat RTO perusahaan sangat rendah. Pada tahun
2013, kinerja RTO meningkat menjadi lebih baik
dari tahun 2012 yaitu 15,64 kali. Hal ini
disebabkan karena penjualan kredit perusahaan
meningkat yaitu dari Rp 54.610.618.910,- pada
tahun 2013 menjadi Rp. 62.518.249.143,- dan juga
terjadi penurunan total piutang Rp. 6.500.712.234,-

pada tahun 2012 menjadi Rp. 3.998.212.695,- ini
membuktikan bahwa perusahaan berusaha untuk
memperbaiki kinerja piutangnya dengan cara
meningkatkan penjualan kreditnya dan mengurangi
dengan seminimal mungkin jumlah piutang
tertunggaknya, karena pada dasarnya semakin
tinggi tingkat perputaran piutang suatu perusahaan,
maka semakin baik pengelolaan piutangnya, dan
juga jika tingkat perputaran piutangnya tinggi
berarti semakin pendek waktu terikatnya modal
dalam piutang.
b) Average Collection Period (ACP)
Rasio ini berfungsi untuk mengetahui ratarata hari yang diperlukan untuk mengumpulkan
piutang dan mengubahnya menjadi kas. Hasil yang
ditetapkan dari perhitungan ini akan dihubungkan
dengan jumlah hari yang ditetapkan sebagai
standar kredit perusahaan.

Menghitung Average collection Period – ACP
..... (3)
Adapun hasil perhitungan dari ACP adalah sebagai berikut :
a. Tahun 2010
ACP
= 365
33,55
= 10,88
b. Tahun 2011
ACP
= 365
14,22
= 25,67
c. Tahun 2012
ACP
=

365
22,86
= 15,97
d. Tahun 2013
ACP
= 365
8,40
= 43,45
e. Tahun 2014
ACP
= 365
15,64
= 23,34
Rekapitulasi hasil perhitungan ACP diatas dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tahun
2010
2011
2012
2013
2014

Tabel 3
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average Collection Periode – ACP
RTO (Kali)
ACP (Hari)
Perubahan ACP
10,88
33,55
25,67
7,11
20,20
15,97
9,7
22,86
43,45
27,48
8,46
23,34
20,11
11,64

Sumber : Data diolah, 2015
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
tabel diatas, perusahaan belum efektif dalam
mengelola piutang usahanya sesuai dengan standar
dan batas waktu yang telah ditentukan oleh
perusahaan. Karena perusahaan menetapkan batas
pelunasan atau tanggal jatuh tempo selambatlambatnya 8 (delapan) hari kalender sejak kwitansi
tagihan diterima oleh konsumen.
Tingkat Average collection period (ACP)
perusahaan sangat dipengaruhi oleh tingkat
Receivable Turn Over (RTO) tahun bersangkutan.
Semakin besar tingkat RTO perusahaan, maka
semakin baik pula nilai ACPnya. Tingkat Average
Collection period (ACP) perusahaan yang terbaik
pada tahun 2010, yaitu sebesar 10 hari, dimana
tingkat perputaran piutangnya pun sangat tinggi.
Sedangkan tingkat ACP perusahaan yang terendah
adalah pada tahun 2013, dimana tingkat ACPnya
mencapai 43 hari, dimana tingkat perputaran

piutangnya pun sangat rendah yaitu 8,40 kali. Pada
tahun berikutnya yaitu tahun 2014, tingkat
ACPnya menurun menjadi 23 hari. Ini
menunjukkan kinerja piutang usahanya sudah lebih
baik dari tahun 2013.
Perhitungan rasio ini dimaksudkan untuk
menilai efisiensi dari upaya pengumpulan piutang
perusahaan. Apabila umur rata-rata pengumpulan
piutang selalu lebih besar daripada batas waktu
yang telah ditetapkan perusahaan, berarti
perusahaan dinyatakan kurang efisien dalam
pengumpulan piutang.
c) Rasio Tunggakan
Rasio tunggakan ini digunakan untuk
mengetahui berapa jumlah piutang yang telah jatuh
tempo dari sejumlah penjualan kredit yang
dilakukan dari piutang
yang
belum
tertagih.

Menghitung rasio tunggakan :
.... (4)

Adapun hasil perhitungan dari Rasio Tunggakan adalah sebagai berikut :
a. Tahun 2010
Rasio tunggakan
=
Rp. 3.563.306.709
x 100 %
=
b. Tahun 2011
Rasio tunggakan

=

=
c. Tahun 2012
Rasio tunggakan

=

=

Rp. 128.233.443.324
2,78%
Rp. 11.646.205.819

x 100 %

Rp. 158.698.099.968
7,34%
Rp.

5.004.614.845

Rp. 142.546.475.602
3,51%

x 100 %

d. Tahun 2013
Rasio tunggakan

=

=
e. Tahun 2014
Rasio tunggakan

Rp.

6.570.192.259

x 100 %

Rp. 59.615.233.755
11,02%

=

Rp.

3.863.795.170

x 100 %

Rp. 69.008.441.402
= 5,59%
Rekapitulasi hasil perhitungan Rasio Tunggakan diatas dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

Tahun

2010
2011
2012
2013
2014

Tabel 4
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tunggakan Piutang
Jumlah Piutang
Total Piutang Pada Rasio Tunggakan
Tertunggak (Rp)
Periode yang Sama
(Rp)
3.563.306.709
128.233.433.324
2,78%
11.646.205.819
158.698.099.968
7,34 %
5.004.614.845
142.546.475.602
3,51 %
6.570.192.259
59.615.233.755
11,02 %
3.863.795.170
69.088.411.402
5,59 %

Sumber : Data diolah, 2015
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa rasio
tunggakan perusahaan mengalami fluktuasi dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2010 kinerja
perusahaan membaik, dimana rasio tunggakan
mencapai titik terkecil, yaitu sebesar 2,78 %. Hal
ini terjadi karena perusahaan dapat meminimalkan
piutang
tertunggaknya
menjadi
Rp.
3.563.306.709,- walaupun jumlah total piutangnya
meningkat menjadi Rp. 128.233.433.324,-.
Namun, pada tahun 2011 terjadi peningkatan rasio
tunggakan menjadi 7,34 % atau naik sebesar 4,56
%. Hal ini disebabkan jumalah piutang tertunggak
yang sangat besar yaitu Rp. 11.646.205.819,-. Pada
tahun 2012, terjadi penurunan rasio tunggakan
menjadi sebesar 3,51 % atau menurun sebesar 2,49
% dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan
karena perusahaan dapat meminimalkan jumlah
piutang tertunggaknya menjadi sebesar Rp.
5.004.614.845,- atau berkurang sebesar Rp.
6.641.590.974,-.
Pada tahun 2012, rasio tunggakan
mencapai titik tertinggi yaitu sebesar 11,02 % atau

meningkat sebesar 7,49 % dari tahun 2012. Hal ini
disebabkan terjadinya peningkatan piutang
tertunggak dari Rp. 5.004.614.845,- pada tahun
2013 menjadi Rp. 6.570.192.259,- dan juga karena
jumlah total piutang yang sangat rendah yaitu
sebesar Rp. 59.615.233.755. Pada tahun 2014,
rasio tunggakan mengalami penurunan yaitu
menjadi 5,59 % atau menurun sebesar 5,43 % dari
tahun sebelumnya. Ini disebabkan terjadi
peningkatan pada total piutangnya yaitu sebesar
Rp. 69.088.441.402,- dan terjadi penurunan pada
piutang tentunggaknya yaitu sebesar Rp.
3.863.795.170,-.
d) Rasio Penagihan
Rasio ini digunakan untuk mengetahui
sejauh mana aktivitas penagihan yang dilakukan
atau berapa besar piutang yang tak tertagih dari
total piutang yang dimiliki perusahaanl. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan penagihan piutang.

Menghitung rasio penagihan :
.... (5)

Adapun hasil perhitungan dari Rasio Penagihan adalah sebagai berikut :
a. Tahun 2010
Rasio Penagihan
=
Rp. 124.305.912.760

=
b. Tahun 2011
Rasio tunggakan

=

=
c. Tahun 2012
Rasio tunggakan

=

=
d. Tahun 2013
Rasio tunggakan

=

=
e. Tahun 2014
Rasio tunggakan

=

=

x 100 %

Rp. 128.233.433.321
96,94%
Rp. 147.479.930.945

x 100 %

Rp. 158.698.099.968
92,93%
Rp. 136.641.860.757

x 100 %

Rp. 142.546.475.602
95,86%
Rp. 59.187.041.496

x 100 %

Rp. 59.615.233.755
99,28%
Rp. 65.795.065.642

x 100 %

Rp. 69.088.441.402
95,23%

Rekapitulasi Hasil perhitungan Rasio Penagihan diatas dapat dilihat pada tabel 5 berikut :Tabel 5
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Penagihan Piutang
Tahun
Jumlah Piutang
Total
Rasio
Tertagih (Rp)
Piutang (Rp)
Penagihan (%)
2010
124.305.912.760
128.233.443.324
96,94%
2011
147.479.930.945
158.698.099.968
92,93%
2012
136.614.860.757
142.546.475.602
95,86%
2013
59.187.041.496
59.615.233.755
99,28%
2014
65.795.065.642
69.088.441.402
95,23%
Sumber : Data diolah, 2014
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa rasio total piutang sebesar Rp. 158.898.099.968,-. Pada
penagihan perusahaan juga mengalami fluktuasi tahun 2012, terjadi peningkatan rasio penagihan
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 kinerja menjadi sebesar 95,86 % dari tahun sebelumnya.
perusahaan mengalami peningkatan, dimana rasio Hal ini disebabkan karena perusahaan dapat
penagihan mencapai titik tertinggi yaitu sebesar meningkatkan kinerja bagian penagihan hingga
99,28 %. Hal ini terjadi karena perusahaan dapat jumlah piutang tertagih menjadi sebesar Rp.
memaksimalkan divisi administrasi/penatausahaan 136.641.860.757,-.
Pada tahun 2013, kinerja rasio penagihan
piutang sehingga jumlah piutang tertagihnya
menjadi Rp. 59.187.041.496,- walaupun jumlah mencapai titik terendah yaitu sebesar 95,23%. Hal
total piutangnya meningkat menjadi Rp. ini disebabkan karena jumlah total piutang yang
59.615.233.755.,- Namun pada tahun 2011, terjadi sangat rendah yaitu sebesar Rp. 69.088.0441.402.
penurunan rasio tagihan dari 96,94 % pada tahun Pada tahun 2013, rasio tunggakan mengalami
2010 menjadi 92,93% atau naik turun 4,01 %. Hal peningkatan yaitu menjadi 99,28% atau meningkat
ini disebabkan karena walaupun jumlah piutang sebesar 3,42 % dari tahun sebelumnya. Ini
tertagihnya meningkat yaitu sebesar Rp. disebabkan terjadi peningkatan pada total
147.474.930.945,- disisi lain terjadi peningkatan piutangnya yaitu sebesar Rp. 59.615.233.755,- dan

terjadi peningkatan pada bagian penagihan yaitu
sebesar Rp. 59.615.233.755.-.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perencanaan piutang PT. Adira Finance
Lubuklinggau belum baik atau belum optimal
untuk mengurangi jumlah piutang tak tertagih.
Hal tersebut disebabkan faktor krisis ekonomi
yang terjadi dimasyarakat, salah satunya
rendahnya harga karet yang merupakan mata
pencaharian rata-rata masyarakat Lubuklinggau
dan sekitarnya, sehingga berdampak pada
kemampuan masyarakat membayar angsuran.
2. Pengendalian piutang PT. Adira Finance
Lubuklinggau belum baik. hal tersebut dapat
dilihat dari persentase rasio tunggakan dan
rasio penagihan, belum berjalan secara efektif.
Terutama pada kondisi tahun 2013 untuk rasio
tunggakan dan rasio penagihan lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jika
bagian administrasi atau penagihan mampu
bekerja secara optimal sehingga hari rata-rata
penagihan dapat ditekan hingga sekecil
mungkin, maka presentase penagihan piutang
akan terus meningkat sesuai dengan presentase
penurunan hari rata-rata penagihan.
5.2 Saran
1. Hendaknya piutang dikendalikan dan dikelola
dengan sebaik mungkin oleh bagian
administrasi atau penatausahaan piutang agar
tingkat perputaran piutang menjadi lebih baik,
sehingga presentase penagihan dapat terus
meningkat dan sebaiknya mengurangi jumlah
piutang yang tertunggak untuk mencegah
timbulnya risiko kerugian piutang.
2. Sebelum diterbitkan surat pengantar kwitansi
tagihan
sebaiknya
pihak
konsumen
diberitahukan terlebih dahulu mengenai sanksi
dan denda yang dikenakan apabila terjadi
keterlambatan pembayaran kwitansi tagihan
sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang telah
ditentukan. Sebaliknya perusahaan membentuk
tim khusus pengumpulan piutang atau
penagihan piutang untuk mempercepat proses
pelunasan piutang agar tingkat perputaran
piutang dari tahun ke tahun semakin meningkat
sehingga modal yang diinvestasikan dalam
piutang tidak terlalu besar.

DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra,
Gunawan,
2005.
Anggaran
Perusahaan (Cetakan Kedua). BPFE ;
Yogyakarta.
Akhmad, R Belkaoni Alih Bahasa renny A Rusli.
2006. Acconting Theory. Jakarta: Salemba.
Anggraini, Retno. 2012. Jurnal: Analisis Efektivitas
Pengelolaan dan Sistem pengendalian
Piutang Pada PT Pelabuhan IV (Persero)
Cabang Terminal Petikemas Makasar”.
Fakultas Ekonomi Universitas Hasanudin.
Anggiat H. 2011. Jurnal: Manfaat Sistem
Pengendalian
Piutang
Dalam
Meminimalisasi Piutang tak Tertagih (Bad
Debt) Pada Perusahaan Leasing Di Kota
Medan. Politeknik Bisnis Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian.
Jakarta:Rineka Cipta.
Baridwan, Zaki. 2008. Intermediate Accounting.
Yogyakarta: BPFE.
Gitusudarmono, Indriyo dan Basri H. 2005.
Manajemen Keuangan Edisi Empat. BPFE ;
Yogyakarta.
James, Gill. 2005. Memahami Laporan Keuangan.
Jakarta: PPM.
James, M.Reeve. 2010. Pengantar Akuntansi,
Adaptasi Indonesia. Jakarta:Salemba Empat.
Martono dan Agus Harjito. 2008. Manajemen
Keuangan (Cetakan Ketujuh). EKONISIA ;
Yogyakarta.
Riyanto,
Bambang.
2010.
Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta :
Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada.
Robert dan Vijay Govindarajan. 2005. Sistem
Pengendalian Manajemen. Jakarta :
Salemba Empat.
Samsul, M. 2008. Sistem Akuntansi, Pendekatan
Manajerial. Liberty ; Yogyakarta.
Slamet. 2005. Analisis Laporan Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat.
Syamsuddin,
Lukman.
2007.
Manajemen
Keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo
Persada ; Jakarta.